home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Coffee Scent

Coffee Scent

Share:
Author : dee_panda
Published : 20 Feb 2016, Updated : 22 Jul 2016
Cast : Shin Goeun (OC) , Kim Myungsoo , Choi Minho
Tags :
Status : Ongoing
1 Subscribes |1418 Views |2 Loves
Coffee Scent
CHAPTER 9 : Love Is Coffee

    Dengan langkah-langkah besar dan cepat aku meninggalkan kamar yang ditempati Myungsoo. Diiringi tatapan bingung dan penuh tanya dari Kakek dan Nenek aku pamit keluar sebentar. Terpaksa pula aku lewatkan makan malam bersama mereka. Sejujurnya aku juga tak tahu kenapa bertingkah seperti ini. Hingga akhirnya aku sadar sudah berada di pantai.

    "Shin Goeun, apa yang kau pikirkan tadi!" desisku.

    Aku menggeleng-gelengkan kepala, mencoba menguasai diri. Napasku pun masih naik turun. Kenapa pakai acara lari-larian juga sih tadi. Lalu kenapa juga Myungsoo di Busan? Terlebih lagi di penginapan kakekku. Ingatanku kembali seketika ke pemandangan yang kulihat tadi, Myungsoo dengan rambut setengah basah. Mengingat itu aku tak bisa menahan sebentuk senyum terbit di wajahku. Duh, apa-apaan sih aku ini.

    Demi mengalihkan pikiranku dari hal yang terjadi tadi aku melihat ke sekeliling pantai. Meskipun matahari sudah terbenam pantai ini lumayan ramai orang. Pengunjung yang kebanyakan anak-anak muda tampak senang menghabiskan waktu dengan bermain gitar, bernyanyi-nyanyi, bermain kembang api atau hanya sekedar menikmati hembus angin laut dan suara debur ombak. Yang jelas mereka tak ada yang sendirian macam aku sekarang ini.

    "Nah, Shin Goeun, mau apa ke pantai sendirian seperti ini? Mengubur diri di pasir pantai karena malu?!" Rutukku.

   Aku sempat terdiam sendirian memandang ke arah laut hingga suara ponselku terdengar. Tak biasa ada orang yang telepon aku malam-malam kecuali, Noeul Oppa? Salah, nama Minho terpampang jelas di layar ponsel. Angkat, tidak, angkat, tidak, dan akhirnya kuangkat juga.

    "Yoboseyo." Jawabku dengan nada ragu.

    "Kamu di Busan?" Pertanyaan itu meluncur tanpa basa-basi kalimat pembuka.

    Aduh, bagaimana dia tahu aku ada di Busan saat ini.

    "Kok tahu aku ada di Busan?" Tanyaku balik.

    "Berapa lama kamu disana?" Dia mengabaikan pertanyaanku dan justru bertanya lagi.

    Ok, pertanyaan dibalas pertanyaan. Aku akan layani jika itu maumu.

    "Memangnya kenapa?" Nadaku berubah ketus.

    "Apa saat ini aku mengganggumu? Kamu seolah terganggu." Suara Minho terdengar lebih pelan kali ini.

    Iya, aku sedang meraup kedamaian yang baru secuil aku rasakan sebelum kamu menelepon. Sayangnya, pengakuan semacam ini tak bisa kuucapkan jujur. Oh, dewa laut aku harus berkata apa?

    "Goeun, kenapa diam? Kamu masih mendengarku?" Suara Minho menyadarkanku dari lamunan singkat.

    "Oh tidak, kamu tak menggangguku, hanya saja saat ini aku sedang mengerjakan webtoonku jadi tak bisa lama-lama di telepon." Jawabku akhirnya. Aku terpaksa berbohong untuk menyudahi percakapan ini.

    "Baiklah kalau begitu, yang penting aku tahu kamu baik-baik saja disana. Jaga dirimu baik-baik. Jangan berkeliaran sendirian di malam hari."

    Aku tertegun, "Apa?"

    "Satu lagi, sekembalinya ke Seoul kamu harus menonton pertunjukan musikalku. Bisa kan?"

    "Baiklah, akan aku usahakan." Jawabku datar.

    Tak butuh waktu lama untuk percakapan kami memiliki akhir. Perasaanku tak enak, ada yang mengganjal tiap aku berbohong pada Minho. Meskipun itu bohong yang kecil. Sambil duduk di atas pasir pantai tanpa alas aku mencoba memahami perasaanku sendiri. Dalam hatiku aku ingin bersikap seperti dulu pada Minho yakni sikap netral dan biasa-biasa saja. Tak perlu ada embel-embel rasa sayang dan rasa ingin memiliki. Bisakah aku bersikap normal dan biasa saja kepada orang itu?

    "Goeun Noona!" Aku kaget ketika ada suara laki-laki memanggilku. Ketika aku menoleh ke sumber suara aku lebih kaget lagi.

    Myungsoo. Pemuda itu melambai dari kejauhan. Dengan santai dia berjalan ke arahku dan semakin dia dekat semakin aku ingin menciut menjadi sebesar kutu lalu bersembunyi di balik sandal.

    "Kenapa sendirian disini? Apa Noona sudah baikan?" Tanyanya polos sambil mengambil tempat duduk di sampingku.

    "Iya, sudah baikan." Jawabku ala kadarnya sambil mengusap-usap hidung tanpa sadar. Jangan bahas yang tadi, please. "Kamu sendiri kenapa ada disini?" Tanyaku dalam upaya mengubah topik pembicaraan.

    "Aku? Aku ingin cari udara segar di pantai dan sekalian jalan-jalan."

    "Bukan itu maksudku, kenapa kamu berada di Busan?" Ralatku.

    Sejenak dia melirikku sebelum menjawab.

   "Sejak beberapa hari yang lalu aku disini untuk proyek sebuah iklan. Karena aku punya hari kosong setelahnya maka aku putuskan untuk tinggal disini dua hari sebagai liburan. Lalu, bagaimana Goeun Noona bisa di Busan juga? Bahkan di guest house yang sama." Ucapnya begitu penasaran.

    Aku tertawa geli sebelum sempat menjawab.

    "Aku ke Busan untuk liburan juga dan guest house itu sebenarnya milik kakkekku. Lalu sebagai informasi saja kalau kamar yang kamu tempati sekarang sebetulnya kamarku pribadi." Ungkapku.

    "Hah, jinja!?"

    Aku mengangguk kemudian keceritakan potongan singkat masa remajaku di Busan. Aku bercerita bagaimana rasanya jadi remaja yang suka melukis mural di dinding-dinding jalanan Busan. Sebelum mengenal webtoon aku memang suka melukis mural di dinding. Saking senangnya terkadang aku rela berburu dinding kosong di pelosok Busan untuk bisa dilukis. Tak jarang aku dan teman-temanku lupa jalan pulang karena berada di wilayah yang asing.

    "Aku jadi penasaran, seperti apa lukisan mural buatan Noona." Ucap Myungsoo tiba-tiba.

    "Beneran? Tapi aku tak yakin lukisan-lukisan itu masih ada karena sudah lama sekali. Kemungkinan besar mereka sudah diganti oleh lukisan baru." Paparku.

    "Sayang sekali."

    Tiba-tiba aku ingat sesuatu, "Tunggu, aku rasa masih ada satu lukisan yang masih ada sampai sekarang."

    "Kalau begitu kita ke tempat itu besok, bagaimana?" Ajak Myungsoo antusias.

    "Eh," aku sempat kaget lalu akhirnya mengangguk.

    Pipi ini panas, mungkin warnanya sudah berubah merah. Kubuang mukaku untuk memandang ke arah laut. Sejenak aku terdiam, kushyuk mendengarkan dentuman detak jantung yang tak karuan hingga akhirnya digantikan suara perutku yang lapar. Aduh betapa malunya.

 

***

    Dua cup mie instan itu kini tinggal kemasannya. Di salah satu kemasan bertengger sumpit yang baru diletakkan lima menit yang lalu. Tak jauh dari itu ada sebuah kotak susu stroberi yang belum dibuka dan sekaleng kopi dingin yang mungkin sudah diminum setengah. Perut kenyang hati senang. Aku tak peduli akan seperti apa besok mukaku saat bangun pagi.

Sebelum kembali ke tempat kakek aku dan Myungsoo mampir ke mini market yang tak jauh dari pantai. Perutku perlu diberi makan secepatnya sebelum berulah lagi.

    "Kenapa selalu susu stroberi?" Tanya Myungsoo tiba-tiba, jarinya sempat menyentuh sekilas kotak susu yang ada di meja depan kami.

    "Karena enak, rasanya asam dan manis. Kayak hidup kan?" Jawabku asal lalu kuraih kotak susu itu, bersiap menghabiskanya. Namun, sebelum itu kusempatkan bertanya, "Kenapa suka kopi?"

    Myungsoo tak lekas menjawab. Dia tampak sedang berpikir keras.

    "Kenapa ya? Apa karena mirip cinta?"

    Aku memasang muka tak mengerti. Susu yang sudah terlanjur masuk ke mulut sampai-sampai urung kutelan.

    "Kandungan cafein di kopi membuat orang susah tidur jadi mirip orang jatuh cinta kan?" Imbuhnya lagi.

    Ok, mendengar penjelasan konyol itu aku hampir menyemburkan susu di mulutku ini lalu tertawa terbahak-bahak. Tapi untungnya tak kulakukan, aku tak berniat menambah daftar hal memalukan yang terjadi hari ini.

    "Iya, iya, bisa jadi." Komentarku akhirnya, masih menahan tawa.

    Perhatianku sekilas tertuju pada televisi yang dipasang di mini market itu. Dalam sebuah program berita malam disiarkan bahwa baru-baru ini telah ditangkap seorang sasaeng fans oleh pihak kepolisian. Pasalnya fans itu ketahuan mencuri barang milik idolanya. Aku langsung bergidik ngeri mendengar berita itu. Apa dunia ini sudah jadi tempat yang tak aman untuk ditinggali. Sekelebat memori saat aku diserang orang tak dikenal malam itu muncul seketika. Sontak aku menggeleng, mengusir ingatan itu pergi.

    "Untung fansku tak pernah berbuat aneh-aneh." Komentar Myungsoo yang rupanya juga sedang menonton berita itu.

    "Oh ya?" Alisku terangkat naik, meragukan ucapannya.

    "Tentu saja, mereka baik dan hmmm baik... hehe. Tapi aku kenal seseorang yang memiliki sasaeng fans yang cukup parah. Orang itu bercerita kalau terkadang dia dikirimi surat-surat berbau teror dari sasaeng fans itu. Peringatan kalau dia tak boleh dekat dengan wanita manapun."

    Bulu kudukku meremang, mendengar hal seperti ini langsung memang beda sensasinya dibandingkan membaca artikelnya di internet.

    "Siapa orang itu yang kamu maksud?" Aku bertanya hati-hati.

    Myungsoo tampak ragu. Ia memilih tak menatapku. Pandangannya lurus ke arah depan.

    "Minho hyung, dia pernah mengalami hal seperti itu." Ungkapnya kemudian.

    Ekspresiku sekarang ini berubah tegang. Aku tak menduga nama itu akan disebut. Minho dan rahasia-rahasianya adalah hal yang tak pernah bisa kusentuh. Dan itu membuatku yakin bahwa aku tak akan pernah bisa mendampinginya.

 

***

To be continued..

 

 

 

 

 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2025 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK