“Dia pasti datang, Tae Joon.”
“Ne, Nevi-ah, dia pasti datang.”
Mendung yang bergelayut di langit telah bermuara menjadi tetes-tetes air. Deras kini berteman dengan desiran angin. Pohon di halaman rumah meliuk mengikuti irama hujan dan angin. Butiran air datang menjangkau jendela kamar Tae Joon, mengetuk-ngetuk kaca seakan ingin melesak masuk. Di dalam kamar, tepatnya menghadap jendela, Tae Joon dan Nevi memandangi hujan. Kembali terdiam dibuai nyanyian rinai.
Pandangan Tae Joon berpindah pada wajah pasi Nevi yang masih tak bergeming. Bening air mata menetes dari pelupuk mata Nevi yang nanar. Deras. Tak ada bedanya dengan hujan di luar sana. Sedari kanak-kanak, semasa mereka bersahabat, Tae Joon sangat jarang melihat Nevi menangis di hadapannya. Hanya senyum riang yang sering hadir di wajah manis Nevi. Saat terbaring di rumah sakit karena kanker hati yang menggerogotinya pun Nevi masih tersenyum kala Tae Joon datang menjenguk. Namun sifat Nevi menjadi bertolak belakang semenjak setahun lalu, saat dia tidak merasakan sakit lagi. Nevi menjadi sosok pemurung pula senang menangis.
Di luar sana hujan masih deras. Bagi Tae Joon, hujan kali ini menjadi mesin waktu yang memaksa memori otaknya memutar kenangan sepuluh tahun silam.
“Yoon Hwan bilang bahwa dia menyukaiku, Tae Joon,” ujar Nevi saat perjalanan pulang sekolah. Lengannya mengamit pundak Tae Joon.
“Jinjja? Chukkae! Apakah kau juga menyukainya?”
“Ne.” Nevi tersipu malu dengan wajah yang bersemu merah.
Ada rasa perih di dada Tae Joon ketika mendengarnya. Cemburukah? Sebagai seorang sahabat sedari kecil atau sebagai pria yang menyadari bahwa senyum Nevi bukan seutuhnya untuk dia lagi? Entahlah. Saat itu Tae Joon belum mampu menetralisir getaran aneh dihatinya. Sebenarnya akhir-akhir ini Tae Joon telah menyadari kedekatan Nevi dengan Yoon Hwan yang juga teman satu kelasnya itu. Namun memang Tae Joon tak berhak melarang Nevi dekat dengan siapapun, termasuk Yoon Hwan.
“Ya! Kenapa kau diam, Tae Joon?” Nevi memukul kepala Tae Joon dengan tangan kanannya. “Atau… Kau melihat sesuatu yang aneh di dekatku?” Nevi bergidik ngeri.
“Aniyo. Kajja! Kita pulang.”
Setelah kejadian itu, Tae Joon merasa kehilangan Nevi yang selalu bersamanya ketika pergi dan pulang sekolah. Meski berbeda kelas, Tae Joon dan Nevi biasanya selalu bersama saat jam istirahat tiba. Kini, Nevi lebih banyak menghabiskan waktu bersama Yoon Hwan. Tae Joon harus terbiasa melakukan sendiri kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan bersama Nevi.
Dan Tae Joon juga kembali mengingat saat Nevi datang menembus derasnya hujan hanya untuk menemui dia. Dengan mengigil Nevi bercerita bahwa Yoon Hwan dan keluarganya pindah tanpa sedikitpun memberitahu akan pergi kemana. Hanya rumah kosong Yoon Hwan yang menjadi saksi bisu kedatangan Nevi. Dengan gemetar menahan tangis, Nevi bercerita betapa dia merindukan Yoon Hwan. Nevi tak berhenti bercerita meruahkan kecemasannya sampai Tae Joon datang memeluk. Tae Joon bukan teman dekat Yoon Hwan yang tahu bagaimana kondisi keluarga dan kemana Yoon Hwan pergi. Hanya pelukan yang mampu Tae Joon berikan saat itu untuk menenangkan hati Nevi yang gundah. Nevi akhirnya terdiam dalam pelukan Tae Joon. Sampai Tae Joon merasakan hangat air mata Nevi membasahi dadanya.
“Uljima Nevi-ah…”
Hujan sudah mulai reda. Namun air mata Nevi belum jua reda. Matanya masih lekat memandang jalan yang ada di hadapan jendela kamar Tae Joon, menanti Yoon Hwan datang menemuinya…
***
“Kau? Yoon Hwan?!” mata Tae Joon terbelalak menatap sosok yang ada di balik pintu.
“Ne. Tae Joon, mianhae aku baru datang sekarang,” mata Yoon Hwan berkaca-kaca.
Rasanya Tae Joon ingin melampiaskan amarah yang dipendam bertahun-tahun pada orang yang telah meninggalkan Nevi, orang yang disayanginya begitu saja. Namun Tae Joon masih menghargai kehadiran Nevi yang sekarang telah berada di sampingnya. Mata Nevi yang selama ini terlihat nanar dan terkesan hampa, kini terlihat berbinar. Walau tak urung mata itu juga berkaca-kaca kemudian luruh menjadi butiran kristal bening.
“Aku… Aku tak tahu, Tae Joon… Ahh…” Yoon Hwan tertunduk, air mata bergulir deras di wajahnya.
“Seharusnya kau tidak pergi begitu saja. Sepuluh tahun lalu, apa begitu sulit memberitahu Nevi atas kepergianmu?” terasa sulit Tae Joon meluncurkan kata-kata tersebut di tengah amarahnya yang berkecamuk.
“Saat itu kondisi keluargaku cukup pelik, Tae Joon. Aku pikir kini saatnya aku bisa menemui Nevi… Tapi aku terlambat…” Yoon Hwan terduduk di lantai teras rumah Tae Joon.
“Tae Joon, kumohon.. Sampaikan padanya bahwa kini aku bahagia. Jebbal!” Nevi memohon pada Tae Joon.
Tae Joon terdiam. Rasa amarah masih berkecamuk di hatinya. Amarah untuk seorang Yoon Hwan yang pernah mengambil waktu bersamanya dengan Nevi lalu meninggalkan begitu saja tanpa kabar berita. Marah karena Yoon Hwan tak ada di samping Nevi saat melawan sakitnya. Marah untuk Nevi yang dengan mudahnya mencintai Yoon Hwan dan setia menunggu bertahun-tahun. Tae Joon marah!
“Sudahlah Yoon Hwan… Dia sudah bahagia,” lama terdiam, Tae Joon akhirnya mampu meredam amarah. Namun tak pelak gunung es amarahnya telah mencair menjadi aliran air mata.
“Apa kau masih seperti dulu, Tae Joon? Apa Nevi ada di sini sekarang?” tanya Yoon Hwan.
“Ne, aku masih mampu melihat yang tak bisa orang lain lihat. Dia, Nevi kini ada di hadapanmu. Tentunya sekarang dia bahagia, tidak ada kesakitan lagi. Dan dia akan lebih bahagia jika kau juga bahagia.”
Hujan kembali turun menyapa bumi. Nevi berjalan perlahan menuju derasnya hujan dengan senyum tersungging. Lamat-lamat tubuh Nevi kian memudar terkikis oleh air hujan. Seharusnya Tae Joon tak perlu menangisi perpisahan ini untuk kedua kalinya, namun tetap saja air mata mengalir deras. Nevi menghilang ditelan hujan.
Selamat tinggal, Nevi…
***
25 November 2015…
Tae Joon menggenggam erat seikat bunga daisy di tangan kanannya. Hari ini Tae Joon genap berusia 25 tahun. Dan setahun yang lalu, Nevi menghembuskan nafas terakhir karena kanker hati yang dideritanya. Kemudian tepat hari ini, roh Nevi tak lagi datang menemuinya. Dulu Tae Joon sangat membenci kemampuannya dalam melihat makhluk lain yang tak kasat mata karena hal ini membuatnya terlihat aneh. Tapi Nevi tak pernah sedikitpun menjauh bahkan terkadang dia melakukan hal bodoh yaitu menyapa makhluk yang hanya bisa terlihat oleh Tae Joon.
“Nevi-ah, gomawo... Hadirmu setahun ini membuatku banyak bersyukur atas kemampuan anehku ini,” Tae Joon meletakkan bunga daisy tepat di depan nisan yang bertuliskan nama Nevi.
“Ini perpisahan kedua kali kita tepat dihari ulang tahunku. Ahh, tak ada mendung,” Tae Joon memandangi langit. “Hujan tidak turun hari ini, karena kau tak pantas bersedih lagi.” Langit sedang teriknya siang ini. Tak ada sedikitpun awan hitam yang menghalangi matahari. Angin sepoi membelai lembut rambut Tae Joon.
“Pogo sipo Nevi-ah… Dan selamat tinggal, kau sudah bahagia di sana.” Tae Joon melangkah pergi.