Park Jin Young POV
“Suzy-a!!!” aku memanggil yeoja cantik di depanku. Dia adalah anak ku Bae Suzy. Tentunya marganya berbeda dengan margaku. Sebab ia bukanlah anak kandungku. Namun rasa sayang dan cintaku padanya melebihi rasa sayang dan cinta seorang ayah kandung. Anggap saja aku menemukan seekor ulat, lalu ku rawat dan ku berikan tempat yang nyaman. Sehingga ia cantik layaknya seekor kupu-kupu. Dia tumbuh menjadi anak yang cantik dan anggun.
“Nae, abeoji. Apa kau ingin menambah sayuran?” Ia bertanya lembut padaku. “Annio, appa hanya ingin memanggil putri appa yang cantik ini” ujarku menggodanya. Ia tersipu malu. Lagi-lagi iya tersenyum memperlihatkan garis bibirnya yang manis. Anak ini, tak ku sangka sudah membesarkannya selama 23 tahun.
“Aku tak ingin kau pergi meninggalkan appa Suzy-a. kau masih ingat kan kata-kata appa tentang cinta sejati? Cinta sejati itu tak pernah ada. Tak akan pernah ada. Appa tak ingin kau sakit hati gara-gara cinta. Jadi dengarkan kata-kata appa.” Aku meyakin kannya.
“Nae Abeoji” Suzy tersenyum. “Abeoji, nanti aku akan lembur di kantor. Apakah boleh?” Seperti biasa apapun yang akan dia lakukan selalu meminta persetujuan dariku. Ia sangat patuh padaku. Dia anak yang baik, manis dan tak pernah mengecewakanku.
“Nae, Suzy-a. Asalkan kau bisa menjaga dirimu.” Aku mengembangkan senyumku tanda aku setuju dengan permintaannya.
“Gamsahamnida abeoji.” Ujarnya dan tertawa kecil memperlihatkan sedikit giginya yang berjajar rapi. Ia melihat arloji yang melingkar di tangannya. “Omo, Abeoji ini sudah jam 8. Aku harus cepat ke kantor.” Ia tergesa-gesa merapikan semua perlengkapannya di meja makan. “Abeoji. Aku pergi dulu” Ia melambaikan tangan padaku. Melihatnya ceria seperti itu, aku merasa tak ingin kehilangan dia. Anakku yang sangat ku sayang.
Di usiaku yang sudah tidak terbilang muda lagi ini, aku selalu merenung tentang Suzy yang suatu hari nanti pasti memiliki keinginan untuk memiliki seorang pasangan. Aku sangat takut saat Suzy membicarakan itu. Aku sangat takut nanti ia akan berbicara padaku tentang laki-laki yang di cintainya. Sebab aku tak ingin Suzy merasakan sakit hati karena kehilangan seseorang yang di cintainya. Aku tak ingin Suzy suatu hari nanti kecewa sepertiku. Kecewa akan kisah cinta yang sangat indah dan berakhir dengan kepedihan. Seperti ini. Seperti perasaanku yang sampai sekarang masih terasa sakit.
23 tahun silam sangat menyakitkan bagiku. Di saat aku mulai merasakan cinta. Di saat aku mulai mencintai seseorang. Di saat aku mulai percaya pada seseorang, aku harus merasakan hal yang sangat menyayat hati. Yang benar-benar menyayat hati.
-flash back-
“Minsoo-ssi” ujarku pada seorang yeoja cantik di depanku.
“Nae oppa,” Ia tersenyum padaku. Dia gadis yang sangat ku cintai. Cintaku padanya melebihi apapun yang ku miliki. Aku tak pernah merasakan cinta, aku di besarkan tanpa cinta.
“Kau sangat cantik” Ujarku sambil menyibakkan rambut Min Soo.
“Gumawo oppa,” ia tertunduk malu. Wajahnya sangat cantik saat sedang malu seperti ini ada rona merah di pipinya. “Oppa,” ujarnya menatapku. “Aku ingin mengatakan sesuatu.” Ia tersenyum kecil. Seperti ada yang di sembunyikannya.
“Mworago?” ujarku duduk di sampingnya sambil menikmati indahnya suangai han bersamanya. Aku memegang tanganya. Kebiasaan ku jika selalu bersamanya. Seperti enggan untuk ku pegang tangannya, ia berusaha untuk menjauhkan tangannya dari genggaman tanganku. Ku rasakan sebuah cincin melingkar di jari manisnya.
“Oppa, mianata” Ia melepaskan genggaman tanganku lalu mengepalkan tangan kirinya, “Jeongmal mianata”
“apa maksudmu?” Aku mulai penasaran. Tak hentinya aku melihatnya yang kini ekspresinya berubah. Ada keraguan ku lihat terpancar dari wajahnya.
“Aku,,, aku sebenarnya selama ini membohongimu.” Ujarnya terus tertunduk. “Jeongmal mianata.”
“Aku masih tak mengerti apa maksudmu?” Aku mengulang pertanyaanku. Aku masih tak mengerti tentang apa yang di bicarakan.
“Aku sebenarnya sudah memiliki seorang namja chingu. Dan aku baru saja bertunangan dengannya.” Ku lihat ia masih tertunduk.
“Mwo? Kau ingin mengatakan kalau kau selama ini berselingkuh dengan namja lain?” aku terkejut.
“annio, bukan begitu oppa. Saat kau menyatakan cinta padaku, aku juga sangat mengagumimu. Aku menyayangimu. Tetapi saat itu aku sudah memiliki namja chingu dan kami sudah berpacaran lebih dari 3 tahun.” Ia mulai berani menatapku. “Saat itu, ia sedang menjalani wajib militer dan sekarang ia telah kembali. Aku mencintainya oppa. Aku sangat mencintainya.”
“Jadi selama ini, cinta yang kau katakan padaku adalah palsu?” Seperti ada belati yang menyayat hatiku, aku tak bisa menahannya. Luka ini tiba-tiba datang begitu saja.
“Annio, bukan seperti itu.” Ia membantah ragu.
“Hmmm” aku tersenyum kecil. “Aku mengerti.” Aku menarik nafas pelan, berusaha untuk menenangkan hatiku ini. Sangat sakit ku rasakan disini. Ingin rasanya aku berteriak. Ingin rasanya ku hentikan hidupku ini. Namun tidak, tidak untuk itu. Aku sudah terbiasa hidup tanpa cinta. Walau luka ini akan membekas selamanya, aku tak akan pernah mencintai lagi dan aku tak akan pernah percaya tentang cinta sejati. “Semoga kau bahagia bersamanya” Aku pergi meninggalkannya sendiri. Aku sudah tak kuat lagi bila terus ada di dekatnya. Di perjalanan aku tak henti-hentinya menyesali semuanya. Aku menyesal telah mencintainya, jika ku tahu aku akan merasakan sakit seperti ini aku tak mungkin ingin merasakan namanya cinta dan di cintai.
Aku berjalan tak tahu arah tujuan, tiba-tiba aku teringat panti asuhan tempat aku di besarkan, aku berjalan menuju panti asuhan itu. Sudah 5 tahun aku meninggalkan tempat ini karena aku sudah mendapatkan rumah dan pekerjaan. Ini tempat di mana aku di besarkan. Tanpa cinta pastinya.
Aku melangkah pelan. Aku mengingat tempat ini di mana aku hanya sendiri. Tak bermain bersama teman-temanku, aku ingat aku bukan anak yang pandai bergaul. Bukan anak yang suka bermain bersama teman-temannya. Aku hanyalah anak pendiam yang menjadi bahan ejekan teman-temanku.
Huaaaaaaaaaa, aku mendengar suara tangisan anak kecil. Aku menoleh saat melihat seorang yeoja kecil berumur berkisar 3 tahunan menangis di tanah. Aku menghampirinya, entah mengapa aku sangat suka melihatnya. Aku menggendongnya.
“Ya… anak kecil ada apa?” tanyaku merapatkan wajahku padanya.
“Aku kehilangan permenku Ahjusi.” Jawabnya sambil di iringi rengekan.
“ah… sudah” ujarku, ku lihat ia sangat lucu. “Apa kau ingin permen?”
Ia mengangguk kecil. Ia terlihat lusuh namun tak membuat kecantikannya hilang. Ia tersenyum, dan senyumnya mampu membuatku melupakan sejenak masalah cintaku yang tadi. Seandainya aku bisa menikah pasti aku akan memiliki seorang anak yang lucu seperti dia. Semuanya sudah terlanjur, aku sudah tak percaya cinta lagi. Aku tak ingin tersakiti untuk kedua kalinya. Biarlah, aku tak ingin memiliki pasang. Aku tak ingin mencintai seorang yeoja lagi. Aku tak percaya akan cinta sejati.
Aku menurunkan anak itu dari gendonganku. Namun ia memegang kakiku. “Ahjusi, bolehkah aku ikut bersamamu? Aku ingin bermain denganmu?” ia menunjukan tampang polosnya. Sepertinya ia kesepian. Tak memiliki teman untuk bermain. Sama halnya denganku dulu. Aku jadi kasihan padanya. Aku tersenyum lalu jongkok dan merapatkan wajahku.
“Apa kau ingin tinggal bersama Ahjusi?” Ia mengangguk, lalu tersenyum membuatnya terlihat sangat manis. Aku ingin merawatnya. Memberikan tempat yang layak untuknya serta membuatnya menjadi seekor kupu-kupu yang indah nantinya.
-flash back end-
Sejak saat itu Suzy tinggal bersamaku. Aku merawatnya hingga ia dewasa seperti sekarang ini. Menjadi kupu-kupu yang sangat manis tentunya.
Park Jin Young POV End
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Bae Suzy POV
Jam menunjukan pukul 20.00 KST saat aku melirik jam dinding di kantor. Aku bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang konstruksi. Ahhh, lelah sekali rasanya hari ini aku kerja lembur. Membuat tubuhku terasa seperti batu duduk terlalu lama. Saat ku merapikan semuanya dan hendak untuk pulang, tiba-tiba hapeku berbunyi. Tertuliskan sebuah panggilan masuk pada layar hapeku. Panggilan dari Chansung. Sontak membuat suasana hatiku yang tadi kalut menjadi berbinar.
Tanpa berpikir panjang aku menekan tombol hijau. “Yeoboseo”
“Yeobo-yaaa” ujar chansung lembut di seberang sana. Ini membuatku sangat nyaman.
“Nae Chagia.” Timpalku dan tersenyum sendiri.
“Apa kau lembur hari ini?” ia bertanya lagi masih dengan nada yang sama. Sangat lembut.
“Nae, Waeyeo? Tetapi aku sudah akan pulang” ujarku. Jika saja ia ada di sini pasti ia akan menjemputku.
“Annio. Aku hanya ingin mendengar suaramu sayang. Aku akan pulang 3 munggu lagi” ujarnya.
Deg, jantungku sedikit tertohok. Sudah 1 bulan lebih ia berada di Jepang. Tak adakah rasa rindunya untuk menemuiku? Tapi, aku orang yang sabar. Aku sangat mengerti keadaannya sebagai seorang pebisinis. Pasti sangat sibuk. “Nae, Gwenchana Oppa, kau ini ada-ada saja. Kalau begitu aku pulang dulu nae? Nanti aku telfon lagi”
“Nae, Saranghaeyeo” Ia mengucapkan kata-kata wajibnya saat kami akan mengakhiri percakapan.
“Nado Saranghaeyeo, oppa” Ujarku lalu menekan tombol merah. Chansung, dia benar-benar namja yang selalu mengerti aku. Sudah 4 tahun kami bersama membuatku sangat nyaman dan merasa sangat di cintai. Ia orang yang sangat romantis. Buru-buru aku keluar dari ruanganku dan berjalan cepat. Aku ingin segera melanjutkan pembicaraanku dengan namja yang sangat ku sayang itu.
Di kantor sudah mulai sepi, jalanan juga sudah mulai renggang. Tiba-tiba aku merasakan ada yang membekap mulut dan hidungku. Mereka memaksaku untuk masuk ke dalam sebuah mobil hitam. Aku terus meronta tapi tak bisa. mereka berhasil membawaku masuk kedalam sebuah mobil.
“Diam!!!” bentak seseorang di sampingku sambil mengacungkan sebuah belati, namja yang satu lagi mengikatkan sebuah kain di mulut dan di mataku. Ya Tuhan, aku sangat takut. Apa yang akan di lakukan pria-pria ini. Aku terus berusaha berteriak tetapi tak bisa. kain di mulutku ingin membuatku tak bisa melakukan apa-apa. Aku hanya bisa menangis.
Mereka menurunkanku dan memaksaku untuk mengikutinya. Mereka membawaku bagaikan tahanan. Sangat kasar. Mereka membawaku ke suatu tempat. Aku di tinggalkannya berdiri seorang diri. Tempat apa ini. Aku tak bisa melihat sebab kain ini menghalangi penglihatanku. Aku berusaha membuka ikatan tanganku. Tapi tak bisa dan ku rasakan seseorang mendekatiku. Lalu membuka kan kain yang menutupi mata dan mulutku dari arah belakang.
Aku membuka mataku pelan. Ku lihat hal yang sangat menakjubkan. Lilin-lilin tersusun dan berjajar rapi menghiasi pinggiran taman ini. Dan baru aku sadar bahwa aku berdiri tepat di dalam kumpulan lilin yang membentuk hati.
“I Love You” ujar seorang namja di telingaku. Hembusan nafasnya yang hangat ku rasakan. Aku berbalik dan melihat sosok yang selama ini mengisi hari-hariku. Seseorang yang sangat ku cintai.
“Oppa,” ujarku. Kami sekarang berhadapan aku memandang wajahnya. Mata kami saling beradu. Ya Tuhan namja ini benar-benar Chansung, batinku.
“Chagia, saranghae” ujarnya dan mendaratkan sebuah kecupan di keningku. “Jeongmal saranghae” lanjutnya dan menggenggam kedua tanganku sambil mengecup keningku lagi. Beginilah namja yang bersamaku ini. Ia begitu romantis.
“nae oppa. Nado saranghae.” Aku menyunggingkan sebuah senyum untuknya. Ia merentangkan tangannya. Seperti biasa. Ia ingin di peluk olehku. Dengan otomatis ku daratkan pelukan untuknya. “Yak oppa, kau membohongiku.” Aku melepaskan pelukannya.
“Tapi kau suka kan?” tanyanya sambil melihat ekspresi wajahku yang kini merona merah. Ia membalikan badanku dan memelukku dari belakang. Sangat romantis tentunya. “Apakah ini romantis chagi?” tanyanya.
“Apakah ini tidak romantis oppa?” aku bertanya balik.
“Hmmm… Kajja.” Ia melepaskan pelukannya. “Oppa akan menunjukan sesuatu untukmu” ia menggenggam tanganku dan mengajakku ke sebuah tempat di pinggir taman. Lebih tepatnya di pinggir sungai han. Ada sebuah meja yang di hiasi oleh sebuah lilin di tengahnya, “Chagia, oppa tau pasti kau belum makan nae?”
“Nae oppa,” Ia menepuk tangannya 3 kali dan suara music pun terlantunkan. Music yang romantis tentunya, Seorang pelayan datang menghampiri kami. Dan membawakan sebuah hidangan pembuka. Ia meletakkan hidangan itu tanpa membuka penutupnya dan memberikan 2 buah minuman lalu pergi begitu saja. Aku agak sedikit malu-malu pada namja di hadapanku ini.
“Apa harus aku yang membuka tutup hidangan itu untukmu?” ujarnya. Aku tersenyum. Dasar namja, haruskah dalam keadaan seperti ini seorang yeoja yang harus melakukannya? Batinku. Aku membukakan makanan itu untuknya. Aku sangat terkejut saat membuka tutup hidangan itu. Ternyata aku salah. Di dalamnya bukan sebuah makanan tetapi sebuah kotak hitam yang terbuka berisi 2 buah cincin emas putih. Lagi-lagi Chansung mampu membuatku merasakan perasaan ini. Perasaan yang tak mampu aku ungkapkan dengan kata-kata. Tanpa sadar ada butiran air mata yang akan keluar dari pelupuk mataku. Air mata kebahagiaan yang tak sanggup untukku hindari, sekarang aku merasakan air mata itu mengalir di pipiku.
“Waeyeo chagia?” ujar chansung mengkhawatirkanku. Buru-buru ia mengelap air mataku dengan kedua ujung ibu jarinya. “apa kau tak suka dengan cincin ini?” ia bertanya sebuah pertanyaan konyol. Konyol sekali, fikirku.
“Gumawoyeo oppa” ujarku sedikit terisak. “Jeongmal gumawo” aku tak bisa mengungkapkan apa-apa lagi. Ini sangat membuat jantungku sanggup memompa lebih kencang lagi.
“Chagia, oppa ingin mengatakan sesuatu padamu” ujarnya sambil menatap mataku sangat dalam. Matanya mengatakan padaku bahwa ada hal yang penting yang ingin ia sampaikan. Lalu ia menggenggam tanganku. “Will you marry me? Jika kau menerimaku pasangkan cincin itu untukku.” kata-katanya membuatku tak sanggup untuk berkata-kata. Itu pertanyaan yang sangat sulit bagiku. Aku sangat menyayanginya. Tetapi, dalam keadaan seperti ini aku teringat akan appa. Bagaimana dengan appa? Apakah appa akan mengizinkan aku menikah dengannya? Karena sejak kecil appa melarangku mendekati seorang namja. Appa pernah berkata padaku bahwa ia tak percaya dengan cinta. Ia tak ingin melihatku kecawa dengan cinta. “Waeyeo chagia? Apakah kau masih takut pada appamu?”
Aku mengangguk. Aku pernah menceritakan semuanya tentang appa. Ia tersenyum lalu memasangkan cincin itu pada jari manisku. “Gwenchana.” Ujarnya sabar. “Aku mengerti keadaanmu chagia, tapi aku sangat ingin menikah denganmu chagi.” Ia mengatur nafas. “Aku akan menunggumu, menunggumu sampai kapanpun kau siap”
“Gumawoyeo oppa” Aku masih melihat pasangan cincin di jariku ini masih tergeletak manis di kotak itu. “Oppa.” Aku meraih cincin dan kotak itu. “Aku akan menyimpan ini. Jika suatu hari nanti aku siap menikah denganmu. Aku akan memasangkannya untukmu.” Ia tersenyum padaku tanda setuju. Pelayan datang membawakan makanan untuk kami. Di iringi lagu romantis, ini adalah makan malam yang sangat indah untukku dan juga malam yang sangat berharga bagiku.
SUZY POV END
Next >>> Part 2 (Last Part)