Sungguh lucu bahwa hari hari yang bakal menjungkirbalikkan hidupmu tidak dipasangi label peringatan. tidak ada bendera merah yang berkibar-kibar di kalender, atau tanda seram bahwa hari itu akan jauh berbeda dari rutinitas biasa.
Hari itu kamis, 8 Maret, kira-kira tiga minggu setelah aku membuat blogku. Aku telah membuat beberapa postingan, termasuk cerita peri. Teman-teman ku memposting komentar dan Miss Portia bilang itu sangat mengesankan. cuma ada satu hal yang sedikit mengganggu : seseorang meninggalkan komentar di comment box yang berkata 'permintaanmu telah dicatat dan akan dikabulkan'. Aku menyadarinya setelah Carina memberitahuku bahwa ada orang yang berkomentar aneh di blogku, dan aku langsung melihatnya. Tapi aku tidak mencemaskan itu. Walaupun beberapa temanku agak kesal karena ada orang asing yang muncul ditengah-tengah kami.
Sekarang, aku akan kembali pada hari kemunculan si Ratu Salju, itu salah satu hari ketika cuaca tidak jelas, tidak cerah, tapi tidak hujan. Hal pertama yang terlihat berbeda adalah mobil yang di parkir di luar blok apartemen kami. Mobil sport bewarna biru dengan atap putih yang bisa dibuka.
Aku masuk keapartemen dan langsung masuk ke dapur untuk mengambil makanan. Aku tidak mau mengganggu jika Aunt Jullya ada tamu. Tapi aku bingung, biasanya ketika Aunt Jullya ada tamu, pasti Carina akan berada di dapur. Aku melihat jam yang melingkar di tanganku. "Harusnya jam segini dia sudah pulang. Apa dia ada jam tambahan?" Kataku pelan.
"Rayna." Kata Aunt Jullya yang tengah berada di dapur. Dia terlihat aneh, pucat, matanya sedikit berbinar. "Syukurlah kau sudah pulang. Ada sesuastu... sesuatu telah terjadi?"
Aku langsung membelakkan mata ku, "Apa yang terjadi? Apakah Carina? Dia baik-baik sajakan? Dimana dia sekarang?"
"Tidak Rayna, tidak. Carina dia.. Tidak terjadi apa-apa padanya." Kata Aunt Jullya tergagap.
"Ah, dia sudah pulang." Seorang wanita tinggi berdiri diambang pintu dapur dengan seorang pria di belakangnya. Rambutnya hitam, matanya biru, dan segala sesuatu tentangnya tampak sempurna.
"Kau dan kakak mu sama cantiknya. Ohya nama ku Madame Christine, Christina Wu. Kau bisa memanggilku Madame Christine." Ia memperkenalkan diri dengan senyuman yang hangat, tetapi dengan mata yang tajam menatapku. "Baiklah, kenapa kita tidak duduk saja di ruang tamu. Agar masalah ini cepat selesai." Ia lalu melangkah dengan anggun ke ruang tamu.
Aku menolah kearah Aunt Jullya, "Ada apa?"
"Dia akan menjelaskannya kepadamu, Ray." Aunt Jullya tersenyum, ada perasaan ragu yang tampak di wajahnya.
Aku melihat Carina duduk, dengan ekspresi yang tak dapat kubaca, tak biasanya dia seperti ini. Aku menyentuh pundaknya, "Ada apa?"
Carina tersenyum, "Kau dengar saja dari wanita itu sendiri." Katanya dengan nada dingin.
Seorang pria yang tadi berdiri dibelakang Christine, dan tersenyum kepadaku. "Miss lee, namaku Jarge Gilham dan aku pengacara yang bekerja di firma Gilham and Elliot, di kota. Beberapa waktu silam, aku menerima kabar dari klienku, meminta firma kami melaksanakan penyelidikan tertentu. inilah yang membawa kami padamu."
Aku mulai merasa cemas dan itu membuat kesal. Aku berkata, agak kasar, "Kuharap kalian berhenti berbelit-belit. Mengapa kalian disini? Apa..." Aku terdiam saat Carina menatap tajam kearahku.
Senyum simpul, dingin, kembali tersungging di bibir christi ne, dia berkata,"Kau impulsif rupanya, tidak seperti kakakmu. Hidung, warna, dan sepasang rahang yang kokoh kalian, persis seperti kakek kalian, seluruhnya. Tidak diragukan lagi."
Aku menatap wanita itu, “Apa kakekku?” Tanyaku bingung.
“Tidak bukan kakek dari ibu. Tapi kakek dari ayah, Ray.” Kata Carina dengan nada dingin.
Aku melihat kearah Carina, “Ayahku tidak pernah bicara tentang keluarganya.” Kataku datar.
“Pernah, Ray.” Kata Carina dengan tatapan kosong. “Aku pernah bertemu kakek, 2x. Setiap kali kakek menemui kita. Pasti kau sedang tidur. Oleh karena itu, kau tidak pernah melihat kakek.” Katanya lagi dengan tersenyum. “Tapi, semenjak 8 tahun yang lalu, sejak kecelakaan itu. Dia tidak pernah lagi mengunjungi aku dan Carina. Bahkan menghubungi ku pun tidak.” Dia menatap kearah Christine. “Kau siapa? Kenapa kau yang menjemput kami? Apa nyonya adalah rekan bisnisnya dari china, dan kebetulan ada di Australia? Kenapa tidak kakek saja yang langsung menjemput kami?”
Aku melihat kearah Christine, aku tau tatapan itu, aku rasa dia mengerti apa yang kami rasakan. Tapi dia tetap saja bersikap ‘sok’ anggun di depan kami, apalagi di depan Aunt Jullya.
Wanita itu diam, lalu dia tersenyum. “Tidak. Aku sekretaris kakekmu.”
Awalnya aku tidak tanggap. Aku lega karena si Ratu Salju bukan kerabatku. Aku bisa membayangkan tatapan tajamnya itu bisa menusuk jantungku. Lalu aku tiba-tiba menyadari apa yang dia katakan. “Sekretaris kakekku?” aku mengulangi. “Kakekku di korea masih hidup?”
“Dia sakit, oleh karena itu aku yang menjemput kalian. Mungkin saja kalau dia sehat, dia sendiri yang akan menjemput kalian.” Kata Christine. “Stroke, beberapa minggu yang lalu. Dia sudah pulih, tapi tetap saja kadang-kadang kondisinya menurun. Dia ingin bertemu dengan kalian. Kita akan berangkat secepat mungkin.”
Aku mengerjap. “Apa?” Aku memperhatikan wajah Aunt Jullya, wajahnya datar. Aku lalu melihat kearah Carina, aku tau ada sedikit keterkejutan. Tapi dia berusaha menutupinya.
“Aku sudah bicara dengan bibi kalian.” Christine mengerling kepada Aunt Jullya. “Dia sudah mengizinkan. Dia bilang paspormu masih berlaku.”
“Paspor?” Kata Carina mulai membuka suara. Dia menatap Aunt Jullya, aku juga menatap Aunt Jullya.
Aunt Jullya berpaling sedikit. Dia berkata, “Carina, aku selalu merasa ini akan terjadi entah kapan. Aku tau kalian berdua harus siap berangkat kapan saja.”
“Apa maksudmu?” seru Carina. “Kau tidak pernah mengatakan apa pun soal ini!”
Aku menatap Carina, aku langsung menggenggam tanganya. Dia menghela nafas dan langsung menundukkan kepalanya.
Aku pernah beberapa kali ke korea bersama ayah, ibu dan Carina. Setiap aku ke Korea pasti ayah selalu mengajak ku berjalan di daerah Busan. Aku ingat sekali dia selalu berhenti di suatu rumah yang cukup megah. Dia selalu menatap rumah iitu, lalu tersenyum pahit. Dan langsung mengajak aku dan Carina berjalan lagi-lagi.
Benda yang selalu ayahku bawa kemana-mana adalah bros burung hitam. Selain bros burung hitam, satu-satunya yang tersisa adalah aksesn koreanya. Kalau begini pantas saja Aunt Jullya selalu memastikan aku dan Carina menghadiri les bahasa korea. Bahasa korea Aunt Jullya pun tidak terlalu buruk. Karena dia memperlajarinya di universitas.
Christine tersenyum dengan mata tajam yang menatap ke arah ku. “Jadi kalian berdua akan pindah ke Korea secepatnya.” Aku langsung menatap Aunt Jullya. “Bibimu. Aku sudah mengajaknya, tapi dia tidak mau. Jadi apa boleh buat.”
“Ku mohon padamu Rayna. Aku akan mengunjungi kalian begitu situasi telah memungkinkan.” Ucapnya tersnyum hangat, lalu mengelus lembut rambutku.
*** Maafya perkembangan ff nya lama banget, soalnya lagi gak ada ide ni.-. selamat membaca^^