05.12 PM
"Apa kau berfikir adik mu telah mati? Kalau kau berfikir demikian.. Chukahae, pikiran mu tidak meleset keponakan ku sayang. Orang-orang ku sudah membunuh Jongin"
BRUK..Eunhee jatuh bersimpuh tepat di hadapan bibi Shin. Ia begitu terpukul atas apa yang baru saja didengarnya.
Bibi Shin melangkah mendekati Eunhee, lalu ia menjambak rambut yeoja itu dan mendorongnya kasar hingga Eunhee tersungkur.
"YA!" Keempat yeoja disana berusaha mendekat. Bibi Shin dengan cepat mengarahkan senjatanya kepada keempat yeoja tersebut lalu kembali mengarahkannya pada Eunhee. "Jangan mendekat!! Atau kalian akan menyaksikan sendiri kematian teman kalian ini!!", seru Bibi Shin histeris.
Baik Sungchan, Miyoung, Songhee, ataupun Eunkyo tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa diam karena senjata di tangan Bibi Shin sangat berbahaya. "Bibi Shin.. kumohon jangan lakukan ini pada Eunhee jebal..." Pinta Eunkyo lirih.
"Cih~" Bibi Shin justru mengarahkan senjatanya tepat ke kepala Eunhee. "Kuberi kalian dua pilihan. Kalian ingin melihat ia mati dihadapan kalian atau aku akan pergi bersamanya dan menyaksikan kematiannya sendiri?", ujar Bibi Shin menarik tangan Eunhee agar Eunhee berdiri. Ia menahan tubuh Eunhee dengan tangannya.
"Dasar Iblis!", Hardik Songhee menahan tangisnya. "Kau benar benar tak punya hati nurani!!"
Tanpa rasa bersalah sedikitpun, Bibi Shin tersenyum tenang. "Baiklah, kalian memilih ia mati disini rupanya"
"NEO!", SongHee bergerak maju ingin sekali menghajar Bibi Shin.
Miyoung mencegah Songhee melakukannya, ia memeluk, dan menarik mundur sang adik.
Sudut mata Sungchan menemukan sesuatu. Ia terdiam selama beberapa saat hingga..."Kami tidak perduli!", bentaknya.
Miyoung, Eunkyo dan Songhee membelalak . "Ya!! Apa maksud mu!" Bentak Songhee dan Eunkyo kesal.
Sungchan tidak melirik ke arah mereka sedikitpun. Matanya menatap tegas Bibi Shin. "Aku tidak peduli kalau kau memang ingin membunuhnya, bunuh saja.. ia bukan saudara ku. Aku.. juga tidak terlalu mengenalnya", gumam Sungchan melangkah maju satu langkah. "Tapi jangan bunuh dia di hadapan kami.. Aku tidak mau polisi menjadikan ku saksi atas pembunuhan yang terjadi. Aku tidak mau terlibat", gumamnya datar.
Bibi Shin merasa senang atas ucapan Sungchan. "Ternyata masih ada yang berfikir 'normal' diantara kalian"
"KAU SUNGGUH KETERLALUAN!", seru Miyoung
Sungchan mengabaikan ucapan Miyoung. Ia merebut kunci mobil Miyoung.
"Ya! Kembalikan!", BRUKKK... Miyoung mendapat dorongan keras dari Sungchan hingga ia terjatuh.
"Eonniee!", Songhee dan Eunkyo berjongkok membantu Miyoung berdiri.
"Tak kusangka kau orang semacam ini Sungchan eonnie!!" Songhee sangat kecewa melihat sikap Sungchan, mengingat Sungchan juga merupakan saudara kandung dari Chanyeol, namja yang Songhee cintai. "Sekarang aku tahu mengapa Chanyeol sangat membenci dirimu!!" Pekiknya.
"Gurae.." Jawab Sungchan santai. "Bibi.. Pertama aku akan membuka pintu mobil", Sungchan memencet tombol pada kunci untuk membuka pintu otomatis. "Satu", Ia dengan tenang melewati Bibi Shin untuk berjalan menuju mobil. Ia membuka pintu mobil Miyoung yang kini tidak terkunci.
"Kau sungguh anak pintar", ujar Bibi Shin merasa kemenangan sudah di depan matanya. Ia menyimpan pistol di tangannya, mendorong Eunhee maju menuju mobil Miyoung. Keduanya berjalan sampai...
Eunkyo bereaksi. Ia harus melakukan sesuatu sebelum semua ini semakin runyam. "Ini keterlaluan!"
"Hentikan", gumam Miyoung menahan Eunkyo. "Lihat itu"
Songhee dan Eunkyo tercengang atas apa yang ditunjukkan Miyoung pada mereka.
Sungchan menyingkir dari samping pintu mobil. Matanya hanya tertuju pada pistol yang disimpan Bibi Shin pada saku nya, dimana separuh bagian pistol tersebut masih dapat terlihat. "Kedua.. Aku akan memberikan kunci mobil ini pada mu.. terakhir.... ", Kali ini, mata Sungchan menatap lurus ke depan. Tapi anehnya bukan Bibi Shin ataupun Eunhee yang ditatapnya, meski mereka ada di hadapan Sungchan, "Terakhir.. kau bisa melakukannya"
"Araseo.. tenanglah, aku tidak akan menyakiti mu.. berikan kunci mobil itu padaku" Pinta Bibi Shin. Ia menengadahkan tangannya.
"Hem.. Dua", Hitung Sungchan. Sungchan tidak memberikan kunci itu begitu saja. Ia sengaja melemparkan kunci tersebut tinggi.
Bibi Shin mencoba menggapai kunci yang dilemparkan oleh Sungchan, sampai pada akhirnya..
SRUUUUUKKKK...
Pistol disaku bibi Shin direbut cepat oleh Sungchan. Bibi Shin mengalihkan perhatiannya saat ia sadar ini adalah jebakan. Ia membiarkan kunci mobil terjatuh ke belakangnya. "KAU!!!" Sentaknya. Ia mengaitkan tangan di leher Eunhee. "Aku akan tetap membunuh anak ini apapun yang terjadi!! Jangan berfikir kau menang bocah SIALL!!!"
Sungchan balik mengarahkan pistol ke arah Bibi Shin. "Begitu kau pikir...."
"HA! HAHAHA Pistol itu kosong anak manis", ujar Shin menendang Sungchan hingga ia tersungkur.
"Arghh..", Sungchan terjatuh akibat dorongan Bibi Shin. Namun justru Sungchan tersenyum kecil. "Kejutan sesungguhnya baru dimulai", gumam Sungchan pelan.
Bibi Shin, wanita setengah baya itu berbalik badan. Tangannya masih melingkar kuat di leher Eunhee. Ia mencari kunci mobil yang tadi jatuh di belakangnya. Bukannya menemukan kunci mobil, ia justru melihat sosok seseorang di belakangnya. "Jangan macam-macam atau aku akan mencelakai yeoja ini!!" ancam bibi Shin.
"Tentu saja aku tidak akan melakukan apapun, awwh.. " Jawab Namja itu santai.
"Berikan kunci itu pada ku!" Sentak Bibi Shin
"Emmm ssss.. Eothokhe? Tapi aku yang menemukannya lebih dulu jadi mobil ini milikku" Jawabnya sekali lagi. Pandangannya mengarah pada mobil tersebut.
Suara namja lainnya terdengar dari belakang Bibi Shin. "Jangan terlalu banyak basa basi hyung"
DUAAKKK!! Hantaman keras diterima oleh Bibi Shin. Kepalanya berat, ia hampir terjatuh pingsan. Sebelum itu terjadi, Baekhyun menarik Eunhee lalu menyingkir dari hadapan Bibi Shin, sehingga.... BUKKKKKK Bibi Shin jatuh tepat disamping Baekhyun, wajah bibi Shin langsung menyapa hangatnya aspal jalanan.
"Upss.. Mian" Canda Baekhyun santai.
"Yehet!", Seru Sehun yang berdiri di samping Sungchan.
Sungchan menggeleng. "Ckkckc.. Kalian anak-anak muda tidak sopan, main keroyokan terhadap ajuma-ajuma ckckck"
"ah.. Aku harus berdoa demi arwahnya", jawab Sehun asal. Ia berlutut lalu bersujud disamping tubuh Bibi Shin yang sudah tidak sadarkan diri. "Semoga arwah bibi tenang di alam sana"
Baekhyun dan Sungchan mengerutkan dahi mereka melihat Sehun yang bersujud seperti menghormati abu orang mati dijalanan. "Ya...iya hanya pingsan...aish cham", gerutu Baekhyun yang malu atas tingkah adiknya yang sedikit unik itu.
"Selera humornya parah sekali. Ia lebih terlihat seperti anak sinting yang terobsesi oleh tubuh ajuma-ajuma ewwwh...." Ujar Sungchan tenang.
Sehun bangkit "Chan Noona... Itu humor masa kini!" jawabnya membela diri.
"Kalau begitu aku bersyukur tidak lahir di jaman mu", balas Sungchan.
☆*:.。. o)o .。.:*☆
05.10 PM
Hanya Luhan dan Lay yang masih tersisa. Mereka masih mampu bertahan melawan beberapa orang, tapi pikiran mereka terpecah karena keadaan tiga teman mereka lainnya. Satu dua kali mereka juga tidak bisa terhindar dari serangan lawan.
Punggung Lay dan Luhan merapat. Enam orang mengelilingi mereka. "Mengapa mereka seperti tidak ada habisnya? jangan-jangan mereka bisa mengkloning diri" Eluh Luhan yang mulai lelah.
"Bertahanlah.. Kurasa mereka yang terakhir.... Sepertinya" jawab Lay.
Luhan memandang sekitarnya. Hatinya semakin miris dengan keadaan Chanyeol, Kris, juga yang terparah Kyungsoo. Ia menggigit bibirnya.
BRUKKK
BRUKKK
BUUKKKK..
"Arrgghh.." Luhan terhempas menabrak pembatas jalan setapak.
"Luhan!", pekik Lay. BUKKKKK.. Ia lengah, sampai ia terkena pukulan dari lawannya hingga terjatuh. "Eunggh... Sial" eluhnya.
"Kalian semua menyusahkan sekali! Lebih baik kalian mati saja!!" Hentak Namja itu kesal, ia mengeluarkan pisau lipat ditangannya.
"LAYYY!!" Teriak Luhan, ia hendak berdiri.. namun BRUKKK.. lawannya menendangnya dan menginjak kuat dadanya. "Eugghh... aarrg" Sakit yang luar biasa dirasakan oleh Luhan.
Lau menegaskan pandangannya. Ia melihat Inkyung mengendap-endap berjalan mendekat. Kondisi tubuh Lay yang sudah payah membuatnya berfikir mungkin itu hanya halusinasi nya saja. "Inkyung-ah" sebutnya lirih.
Tiba-tiba saja Pisau ditangan namja suruhan Bibi Shin yang berhadapan dengan Lay terjatuh. Tak lama tubuh namja itu juga tak seimbang hingga terjatuh, untung Lay menghindar sehingga namja itu tidak menimpanya.
Pandangan Lay melihat Inkyung membawa sebuah alat semacam alat pengeruk tanah dengan ujung besi di tangannya. Lay terdiam menatap Inkyung karena ia masih berfikir ia berhalusinasi. "Oppa gwenchanayo?" Tanya Inkyung.
"YA!" Bentak satu orang namja yang tersisa (sebelumnya berhadpaan dengan Luhan) "Apa yang yeoja semanis diri mu lakukan ditempat semacam ini, cantik..", Pelan-pelan namja itu mendekat. TRAANGGG... ia menghempaskan benda ditangan Inkyung dengan mudah.
Inkyung mundur sedikit demi sedikit "O-Oppa.. !", ucap Inkyung ketakutan.
Lay baru menyadari apa yang dilihatnya adalah nyata. Inkyung sedang dalam bahaya saat ini. Lay mencoba bergerak tapi sekujur tubuhnya begitu sakit.
"AHHHHH!!" Inkyung berteriak kencang saat namja jahat memeluknya.
Diarahkannya pisau pada wajah Inkyung. "Diamlah cantik, mereka semua sudah tidak bisa menyelamatkan mu lagi.. Sudah nasib mu untuk mati ditempat ini.. tapi sebelum kau mati.. beri oppa ppopo", Ujar namja itu tak sopan mencoba memaksa untuk mencium Inkyung.
Inkyung tak habisnya berontak. "Aaaaa!!!.. lepaskan aku!! lepaskan!!!"
DUAAAAAKKKKK... BRUKKKK.. Namja itu terkapar setelah kepalanya dipukul keras oleh Lay.
"Hhhh~ euh..", Lay mengatur nafasnya. Brukk..Lututnya bersinggungan dengan jalan. Ia terlalu lemas untuk berdiri.
Inkyung berlutut menyamakan tinggi dengan Lay. "Oppa!", pipi nya yang memerah karena ketakutan, dihiasi dengan air mata yang menetes. "Oppa gwenchanayo? hiks.. Oppa" Inkyung memeluk erat tubuh Lay.
Rambut panjang Inkyung mendapat sentuhan hangat tangan Lay yang dipenuhi oleh luka. "Gwenchana Inkyung-ah.. eunggh.. cepat telepon ambulance. Kondisi yang lain.. lebih menghawatirkan dari ku"
"Ne araseo Oppa" Jawab Inkyung. Ia tahu bukan saatnya untuk menangis. Ia melihat Kris, Chanyeol, Kyungsoo, dan Luhan sudah terkapar disana. Inkyung mengeluarkan handphonenya, ia menelpon rumah sakit juga kantor polisi.
☆*:.。. o)o .。.:*☆
09.00 PM (21.00)
Mereka semua bertemu di rumah sakit. Beberapa dari mereka seperti Chanyeol, Kris, juga Luhan, Lay dan Kai hanya menderita luka ringan. Mereka mendapat pengobatan cepat dan tidak perlu dirawat.
Keadaan berbeda di terima oleh Kyungsoo dan Tao. Kondisi Tao saat ini kritis. Tim dokter keluarga Suho sedang berusaha mengeluarkan peluru dari tubuhnya. Yoora, Kris, MinHyo, Jongdae dan Suho menunggu di depan ruang operasi.
Kris memeluk sang adik yang terus menangis. "Yoora-ya.. sudahlah, apa kau tidak lelah mengis terus begini"
"Tao seperti itu karena ia melindungi ku Oppa.. ia.. hikss...harusnya akulah yang terkena peluru bukan dia" Jawab Yoora terisak.
"Aniya.." Kris mengeratkan pelukannya.
Minhyo juga menangis setelah mengetahui keadaan Tao. "Hiks Chingu Tao hikss"
"Noona.. Tao akan baik-baik saja, percayalah padaku", hibur Chen.
"Ia pergi bersama ku tadi.. hikss.. sebelum semua ini terjadi ia masih berbincang dengan ku hikss.. Chinggu Taooo hikkss Meski semua mengatakan ia anak yang aneh, tapi Chingu Tao adalah teman ku yang paling setia. Ia tidak pernah sekalipun menyakiti ku hikss.."
Chen terenyuh mendengar ucapan Minhyo. "Ne.. ia juga dongsaeng yang baik bagiku. Ia selalu meminta ku untuk mentraktirnya setiap malam. Ia menghabiskan banyak uang ku, tapi meski begitu.. ia selalu mendengarkan apapun yang ku ceritakan. Meski kadang ia lebih sibuk dengan makanan nya dibanding ceritaku, tapi ia tidak pernah membuat ku merasa sendiri", nada suara Chen begitu parau. Ia mengingat banyak memory selama hampir dua tahun tinggal bersama Tao di rumah Suho.
Suho sendiri tidak bersuara sejak tadi, ia duduk diam disamping Chen. Chen dan Minhyo mentap ke arahnya.
"Suho hyung" Chen menyentuh pundak Suho. "Kau ingin minum sesuatu? Aku akan membelikan untuk hyung"
Suho menggeleng pelan. Pandangannya hanya menatap pintu ruang operasi. Wajah namja itu terlihat begitu pucat dan kelelahan.
Beberapa menit setelahnya, Dokter muncul dari balik pintu ruangan operasi. Suho, Chen, Minhyo, Yoora dan Kris berdiri menanti apa yang akan diucapkan oleh dokter mengenai kondisi Tao.
"Operasi berjalan dengan lancar, tapi.. kondisi saudara Tao belum stabil" Ujar Dokter tersebut.
"Apakah itu berarti.. Tao belum sepenuhnya melewati masa kritis?" Tanya Suho.
"Ne.. sayangnya hal itu benar. Kita masih harus menunggu beberapa jam lagi untuk memastikan operasi yang dilakukan akan memberikan dampak baik bagi keadaannya atau tidak" Jelas dokter. "Permisi" Dokter itu meninggalkan mereka.
Yoora terduduk lemas.. "Tao-ya~"
Kris mengelus pelan kepala Yoora. Ia berlutut mensejajarkan posisinya dengan Yoora. "Tao pasti akan segera pulih, percayalah.."
Yoora memeluk Kris, tangis masih terdengar darinya. "Hiks.. Oppa.. hikss Oppa, aku ingin menemani Tao disini"
"Gwenchana.. kalau kau memang ingin seperti itu. Aku akan menemani mu"
"Gomawoyo Oppa.."
"Aku juga tetap disini" Seru Minhyo
Chen merangkul pundak Minhyo. "Noona, lebih baik noona pulang, orang tua noona pasti mencari noona"
"Jongdae benar, kau pulanglah.. aku akan mengabarkan perkembangan keadaan Tao" Ujar Kris meminta Minhyo untuk pulang.
"Baiklah" Jawab Minhyo kecewa.
Chen menatap Suho yang terdiam sejak tadi "Hyung....juga sebaiknya pulang, wajah hyung pucat sekali, hyung butuh istirahat"
"Ne.." Jawab Suho tak bersemangat. "Kris, tolong kabari aku" pintanya.
"Kalian tenang saja"
"Kalau begitu aku akan mengantarkan kalian pulang", ucap Suho pada Minhyo dan Chen.
"Ah hyung, aku mau ke ruang rawat Kyungsoo dulu", Ujar Chen
"Aku juga ingin menjenguk Kyungsoo" Seru Minhyo
"Aku ikut saja, nanti kita tetap pulang bersama"
"Ne hyung" Jawab Chen. Mereka bertiga bergegas menuju kamar rawat Kyungsoo. Namun, ketika mereka hampir sampai, mereka melihat Eunkyo tengah berbicara dengan kedua orangtua Kyungsoo di depan kamar rawat Kyungsoo. "Sepertinya besok saja kita menjenguknya",ujar Chen yang tak enak hati jika harus menginterupsi pembicaraan Eunkyo dan kedua orangtua Kyungsoo yang tengah terlihat bicara serius.
☆*:.。. o)o .。.:*☆
23.00 PM
Garis polisi terpasang didepan rumah Kris, memaksa Chanyeol dan Sungchan untuk bermalam di rumah Luhan. Lay dan Chen juga berada disana, bersama dengan Baekhyun yang enggan pulang setelah mengantar Sehun dan Inkyung ke rumah mereka.
"Tempat penampungan jadi pindah begini" Ujar Sungchan melihat Chanyeol, Baekhyun, Lay Chen dan Luhan berkumpul di ruang keluarga. Ia membuatkan teh hangat untuk mereka.
"Kris hyung sudah memberi kabar tentang Tao?" Tanya Chanyeol.
"Belum, sepertinya belum ada perkembangan" Jawab Chen. Chen melirik Baekhyun, ia menendang kecil Baekhyun dengan kakinya "Ngomong-ngomong kau mau apa disini? pulang sana" Usir nya.
"Cih.. bilang saja kau senang melihat ku disini, jangan malu begitu" Jawab Baekhyun santai. "Tapi mian jongdae-ah....aku disini karena.. Saat mengalami kecelakaan tadi pagi, aku menyadari betapa aku takut tidak bertemu Sungchan noona lagi". Mata Baekhyun mengerling genit ke arah Sungchan. Sore tadi Baekhyun, Inkyung dan Sehun mengalami kecelakaan kecil. Mobil mereka menabrak pembatas jalanan. Untungnya kondisi mereka baik-baik saja. Karena merasa banyak hal penting yang harus mereka selesaikan, mereka membiarkan mobil mereka ringsek di sudut jalanan begitu saja sembari menghubungi orang rumah untuk mengurus semua nya.
BLEPAKKK.. Sungchan menghajar Baekhyun.
"Awww..", rintih Baekhyun. "Noona kenapa memukul ku? sakit...", rengeknya. Baekhyun kemudian merangkul lengan Sungchan dan melancarkan serangan Puppy eyes lengkap dengan kerlingannya.
"Sampai kapan kau akan menggoda noona ku?! Ya!", Pekik Chanyeol melemparkan bantal sofa ke arah Baekhyun.
"Kalian diamlah sedikit...aku sudah mengantuk", keluh Lay. Matanya sudah menerjap-nerjap hampir tertutup.
"Selama Baekhyun belum pulang, disini akan berisik terus Hyung.. maka dari itu, lebih baik kita usir Baekhyun dari sini" Celetuk Chen.
Baekhyun menyelak membela diri. "Ya..ya. .ya Kim Jongdae, kenapa jadi aku yang disalahkan?!"
"Memang kau yang cari gara-gara" Jawab Sungchan. Sungchan dapat membaca ekspresi wajah Luhan yang nampaknya sedang tidak dalam keadaan baik. Rasa sakit pada tubuhnya akibat kejadian tadi sore, juga pikiranya yang kalut akibat sang adik belum juga membuka mata sampai saat ini membuat emosi Luhan tidak stabil. Candaan Baekhyun juga membuat dirinya kesal seketika. Luhan memalingkan wajahnya sejak tadi. Sungchan menyingkir dari dekat Baekhyun. Ia merebahkan dirinya di sofa dan duduk tepat di samping Luhan, membiarkan tubuhnya bersandar pada bagian kepala sofa tersebut. Ia memejamkan matanya. Perlahan tangannya meraih telapak tangan Luhan.
"Eung?", Luhan sedikit kaget. Ia mengarahkan pandangannya pada Sungchan yang sudah memejamkan mata disamping nya. Luhan ikut bersandar di sofa tersebut. Ia membiarkan tangannya membimbing kepala Sungchan agar bersandar pada pundak nya. "Kau mengantuk?" Tanya Luhan pelan.
Sungchan membuka matanya, anggukan pelan dilakukannya. "Eum"
"Chamkaman.." Pinta Luhan. Ia merubah posisi tangannya, tangan kanannya merangkul pundak Sungchan, membuat Sungchan bersandar nyaman dalam pelukannya. "Tidurlah sekarang"
"Neodo.." Sungchan menempatkan telapak tangannya pada perut Luhan. Melakukan tepukan-tepukan pelan berharap membuat Luhan mengantuk. "Jangan dimasukkan ke hati, mereka hanya bercanda" Ujarnya pelan pada Luhan. "Kau tahu ia seperti itu karena ia sendiri sedang tidak dalam kondisi baik"
Sigh~ Luhan tersenyum tipis setelah menyadari keadaan disana. Ia membiarkan perhatian nya tersita sesaat ke arah Baekhyun. "Kau benar" Jawab Luhan berbisik. "Mianhae.. tidak seharusnya aku mencemburui anak itu. Ia terus bercanda untuk menghibur dirinya sendiri juga"
"Hm.. sekarang tutup mata mu sebelum aku berubah pikiran dan masuk ke kamar noona, lalu tidur disana saja", gumam Sungchan mengancam Luhan.
"Andwe..~ tidur disini saja" Pinta Luhan manja. Ia mengeratkan pelukannya.
"Karena itu, cepatlah tidur", perintah Sungchan
"Ok.. Ok Ok.." Luhan langsung menutup matanya, ia persis seperti anak kecil yang diancam oleh orang tuanya akan melihat hantu jika tidak segera tidur.
"Rusa bodoh..", gumam Sungchan.
Baekhyun berdiri.. ia melangkahkan kaki menuju kamar mandi yang terletak tak jauh dari tangga. "Aku ke belakang dulu" Ujarnya.
Jam dinding menunjukkan pukul 23.30. Chanyeol dan Chen menghabiskan satu persatu cookies yang berada di atas meja. Mereka menggigit jari cemburu melihat Sungchan dan Luhan. Disaat seperti itu mereka jadi ingat tentang kedekatan Kyungsoo dan Eunkyo selama dirumah sakit. Eunkyo menemani namja itu ketika petugas medis membawanya ke rumah sakit. Bahkan sampai setelah mereka pulang, Eunkyo masih berada di rumah sakit bersama Kyungsoo.
Chen membahas hal tersebut lebih dahulu. "Kau merasa tidak? Seperti ada yang berbeda dari Kyungsoo dan Eunkyo noona tadi?"
"Ho! Kupikir hanya aku saja yang curiga.. kau juga rupanya. Sejak kapan mereka jadi dekat begitu?" Tanya Chanyeol heran, karena sebelum kejadian ini ia tidak pernah tahu tentang kedekatan Kyungsoo dan Eunkyo sama sekali.
"Memangnya kalian tahu apa? Kalian memang selalu ketinggalan informasi" Sambar Lay.
"Ya hyung! kau juga baru lihat mereka seperti itu kan?!", Sentak Chen tak mau kalah.
Lay menguap mengantuk. "Huaammm......Mereka selalu bertemu di perpustakaan, aku sering melihat mereka. Kyungsoo juga sudah lama menyukai Eunkyo sepertinya. Ia selalu menemui yeoja itu setiap jam makan siamg"
"Ah Jincha? aku tidak sadar sama sekali" Jawab Chen tersentak. "Daebak....Kyungsoo suka yeoja juga rupanya"
Chanyeol menyetujui pernyataan Chen. "Nado....ah...jadi itu alasannya kenapa ia selalu pergi ke perpustakaan setiap jam makan siang? Kupikir karena memang jabatannya sebagai staff perpustakaan....rupanya ada maksud terselubung...psh jincha", ujar Chanyeol.
Chen mengedarkan pandangannya. Ia berlari ke toilet "Aku ingin buang air kecil" Ujarnya. Ia berhenti di depan toilet "Chakam.. Bukankah tadi Baekhyun bilang ia ingin ke toilet? Tapi tidak ada orang di toilet?"
"Mworago!!! Ia menghilang?" Sentak Chanyeol kaget. Ia menghampiri Chen ke toilet dan melihat toilet memang kosong. Ia lalu kembali ke ruang tengah "Hyung! noona! Baekhyun hilang" Teriak Chanyeol panik.
Sungchan dan Luhan hanya melirik, lalu kembali tidur..
"Mengapa kalian santai begitu?" Tanya Chanyeol panik.
"Kalian memang payah. Bagaimana bisa sadar dengan hubungan Kyungsoo dan Eunkyo yang jarang kalian lihat bersama... yang jelas-jelas selalu bersama kalian terus saja kalian tidak sadar begitu" gumam Lay.
"Maksud hyung?"
☆*:.。. o)o .。.:*☆
23.10 (11.10 PM)
Baekhyun berlalu lalang di depan tempat tidur, dimana Micha masih terbaring. "Kau tidak mau bangun juga?!" Ia berlagak memarahi Micha yang sama sekali tidak mendengarnya itu. Ia berhenti sesaat.. lalu kembali bolak-balik di depan tempat tidur setelah sadar Micha tidak merespon.
Baekhyun juga mencoba bersembunyi, kemudian merangkak sampai ke samping tempat tidur Micha. "BOOOO!!" Ia mengagetkan Micha. Tapi sekali lagi tidak juga ia dapatkan respon.
"Hufh.." Hampir lima menit Baekhyun melakukan berbagai hal, berharap yeoja yang sedang diganggunya itu membuka mata.
Sekarang ia lelah. Ia duduk di karpet kamar Micha. Disamping tempat tidur. Ia meletakkan boneka di samping bantal Micha. "Noona.. kapan kau bangun?" Ia menggerakkan boneka itu seolah sang boneka bicara pada Micha.
"Ya...noona bodoh itu tidak mendengar mu", Ujar Baekhyun pada boneka itu. "Ia sedang menjadi putri tidur. Kau tahu? mungkin kau harus menciumnya", Baekhyun menyentuhkan bibir boneka pada bibir Micha, membuat suara "muuach" sendiri.
"Ahhhh!" Ia mengacak-acak rambutnya sebal, karena usaha sang boneka gagal total. "Mungkin tuan putri sudah mati!!! Atau dia memang tuli, atau dia memang kerbau yang sulit dibangunkan?" Hardiknya emosi. Ia meletakkan boneka kecil itu di dalam pelukan Micha karena sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa."ShimShimi.. kau sungguh tidak ingin membuka mata mu? Kau sungguh akan terus seperti ini? Apa kau tahu rasanya terus bicara pada seseorang yang tidak pernah merespon mu?". Baekhyun tahu pasti ia tidak akan mendapatkan jawaban apapun, tapi ia terus bicara seperti apa yang selama dua tahun ia lakukan terhadap Minseok. Baekhyun tersenyum miris. "Kalian bekerja sama untuk menguji kesabaran ku, Kau.. dan Minseok hyung"
"Kalian bahkan bergosip tentang ku.. jangan menyangkal.. aku tahu itu..", ujarnya pada Micha. "Aku membaca apa yang Minseok hyung tulis di buku ku tentang pembicaraan kalian" Adu nya.
***
POV : Baekhyun
Ditangan ku buku catatan ini berada. Aku bahkan terus membawa nya dan hampir kehilangan buku ini saat kecelakaan hari ini. Untung Sehun menemukannya. Ku buka lembar-lembar pada bagian akhir buku ini.
Aku bertanya pada Yi Jie mengapa ia hanya memperhatikan mu diruang music setiap kali ia melihat mu bermain piano disana. Kau terlihat sedih, begitu jawabnya. Sekali lagi ku tanyakan padanya 'Mengapa kau tidak menghampirinya?'. Ia terdiam begitu ku tanya alasan padanya. Tapi jawabnnya setelah itu membuat ku semakin gemas dengan kalian. Ia mengingat hal-hal kecil, ia bahkan mengatakan dengan detil sesuatu yang pernah kau ucapkan padanya. 'Aku bukan tipe-tipe mahluk mellow seperti dirimu Aku sedang bahagia.. Jangan merusak hari ku dengan imajinasi menyedihkan mu' Itu yang ia katakan. Apa benar kau mengucapkan hal itu padanya, Baekhyun-ah? Ia bilang ia mengetahui kau hanya menutupi kesedihan mu, karena itu kau mengatakannya, tapi cara menjawab mu membuat ia berfikir kau tidak menyukai cara nya memperhatikan mu. Huffhh kalian berdua membuat ku gila! hal semacam ini.. mengapa kalian membiarkan kesalah pahaman macam ini berlanjut? Aku ingin sekali mempertemukan kalian berdua lalu mengatakan. "Ya kalian saling menyukai, berhentilah saling bersembunyi" (Italic word means Baekhyun read Minseok's message on his book)
Aku tertawa getir setiap kali membacanya. Setiap kalimat dalam tulisan Minseok hyung begitu menghakimi ku.. hemm mungkin juga menghakimi Micha. "Mengapa kau begitu sensitif dengan ucapan orang Shimi-ya..?" Ku tatap kembali wajah yeoja yang sampai kapan entah ia akan tertidur seperti itu. "Aku hanya tidak ingin membebani pikiran mu dengan masalah ku.. Karena kau terlalu mudah sedih dan memikirkan segala sesuatunya telalu dalam.. Aku ingin Kau.. setidaknya tersenyum saat kau bersama ku. Kau.. tidak perlu ikut bersedih bersama ku. Kau tidak perlu mengetahui masalah ku, kemudian memberiku semangat atau kata-kata puitis untuk membuat ku merasa lebih baik. Karena hanya dengan keberadaan mu didekat ku.. kau.. sudah memperbaiki segalanya.. "
Kusadari untuk kesekian kalinya, ia tidak mendengarku. Sekali lagi aku terdiam. Lelah.. mungkin itu yang bisa mengambarkan kondisi ku saat ini. Ku biarkan ia beristirahat, begitu juga dengan diriku. Beberapa lembar buku ini terus ku bolak balik. Minseok Hyung sungguh mencemaskan cara ku mendekati Shimi. Tangan ku berhenti bergerak, perhatian ku tersita pada sebuah tulisan yang sempat ku pikirkan begitu kecelakaan tadi sore terjadi.
"You Love her.. But
You didnt have any confidence to give her happiness.
Now i asking you
What would you do if you could never see her again?"
"Apa yang akan kau lakukan jika kau tidak akan pernah bisa melihat ku lagi Shimi?", Ku ganggu keheningan yang sempat ku ciptakan. "Hanya dengan memikirkannya saja begitu menakutkan. Aku.. mungkin.. mungkin aku akan kehilangan sebagian dari alasan ku hidup. Kau tahu? saat dulu kau mengatakan kau tidak memiliki mimpi. Aku sempat berpikir mengapa ada orang bodoh yang hidup tanpa mimpi. Lucunya.. saat pertanyaan itu ku kembalikan pada diriku, aku menemukan kenyataan.. bahwa aku juga hidup dengan cara yang sama dengan mu. Tidak ada keinginan besar yang benar-benar aku inginkan. Sejak Saat itu aku mulai memperhatikan mu.. sekedar ingin tahu bagaimana mahluk sejenis ku dapat bertahan hidup".
Pandangan mataku lurus ke depan tanpa memperhatikannya. Ya... karena aku tahu ia tidak mendengarkan ku, anggap saja.. aku sedang bicara dengan tembok ataupun lantai. Senyum ku terkembang kecil "Dan aku mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan ku. Kau dan Aku.. Bukan tidak memiliki mimpi, tapi kita hanya selalu menyerah sebelum berani memimpikannya. Bisa dibilang kita lebih suka bermain aman dibanding sakit pada akhirnya. Nyatanya hidup ini tidak sesimple itu.. bukan? Kita harus berani mengambil resiko. Karena itu seseorang seperti dirimu dan diriku terlihat begitu bodoh dimata orang lain. Tapi.. mereka tidak mengetahui.. jauh dibalik itu, kita berusaha begitu keras.. hanya saja dengan cara kita sendiri. Gwenchana.. itu bukan berarti kita orang aneh. kita hanya.... sedikit sulit dimengerti hihi"
Lembar berikut nya dari buku ini terbuka.. Senyum ku semakin parau melihat tulisan yang satu ini "Tapi Minseok hyung juga benar.. kadang kita tidak bisa terlalu santai menghadapi hidup jika kita tidak ingin kehilangan sesuatu yang sebenarnya bisa kita dapatkan dengan sedikit usaha... "
"Making a choice and protecting something is difficult things to do,
even if you've made a choice,
no one know what comes after that as well
the choice is for each one to make..
Living grateful while you are still with her
dont be so calculative.. Just love"
Ku julurkan tangan ku ke atas kepalanya dan ku belai rambut panjangnya. "Aku tidak pernah sungguh-sungguh menginginkan sesuatu.. tapi kali ini, kurasa aku tidak akan membiarkan keinginanku dirampas orang lain. Perasaan seperti sore tadi.. aku tidak ingin merasakannya lagi. Aku tidak ingin mati sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan. Aku akan sedikit memaksa. Aku akan lebih berusaha. Apapun yang terjadi dan bagaimanapun caranya, aku.. akan mempertahankan keinginan ku untuk melindungi dan memiliki mu.."
"Berjanjilah kau juga akan melakukan hal yang sama dengan ku.. Yi Jie-ah. Berhentilah terlalu banyak berpikir.. kau bisa mencintai ku dengan cara apapun yang kau inginkan. Semua akan baik-baik saja.. "
☆*:.。. o)o .。.:*☆
23.00 (11.00 PM)
Kedua orang tua Kyungsoo baru saja keluar dari ruangan tempat Kyungsoo dirawat. Eunkyo mengantar mereka sampai ke depan pintu. Ia membungkuk sopan. "Hati-hati di jalan omonim"
"Kau juga jangan terlalu lelah.. kau bisa pulang...toh keadaan kyungsoo sudah tidak apa-apa" Ujar Nyonya Do khawatir.
"Gwenchanayo, Eomma dan Appa mengijinkan ku untuk menginap disini" Jawab Eunkyo sopan.
"Aigoo.. mengapa Kyungsoo tidak pernah cerita bahwa ia memiliki yeojachingu secantik dan sesopan dirimu? ahh aku sungguh tenang sekarang" Puji Omma Kyungsoo.
Rona merah diwajah Eunkyo tergambar. Ia hanya dapat mengembangkan senyumnya. Ia tidak mungkin mengatakan pada orang tua Kyungsoo bahwa ia belum resmi menjadi yeojachingu Kyungsoo. Ia tak bisa berkutik saat Kyungsoo mengatakan pada orang tuanya bahwa dirinya adalah yeojachingunya.
"Aku pamit dulu Eunkyo-ya.. kau harus istirahat ne? Kabari kami jika terjadi sesuatu.
"Ne omonim..", ujar Eunkyo membungkuk sopan, melepas kepergian kedua orang tua Kyungsoo. Ia bergegas kembali ke dalam kamar rawat Kyungsoo. Dilihatnya, namja itu sedang tertidur. Ia melangkah pelan mendekati Kyungsoo dan duduk di tepian kasur rawat namja itu. Ia terdiam sejenak memperhatikan Kyungsoo yang tertidur. Beberapa luka lebam masih menghiasi wajahnya. Eunkyo menggerakkan tangannya pelan hendak menyentuh wajah Kyungsoo, namun mendadak ia menahan dirinya karena ia tak mau membangunkan namja itu. Ia menghela nafas sejenak dan hendak bangkit dari posisinya hingga....TAPP!, Eunkyo terkejut ketika tiba-tiba Kyungsoo menggenggam pergelangan tangannya, menahannya agar tetap pada posisinya. "K-Kyungsoo-ya..k-kupikir kau tidur",gumam Eunkyo terkejut.
"Eodiga?", tanya Kyungsoo membuka matanya perlahan dan menatap Eunkyo.
"A-Ani...aku hanya ingin merapikan barang-barangku", ujar Eunkyo sambil menunjuk barang-barangnya yang berantakan.
"Ergh...", Kyungsoo merintih pelan ketika ia memaksakan diri untuk terbangun dan duduk di kasur rawatnya meskipun sekujur tubuhnya masih sakit.
"Ya mwohae?!", seru Eunkyo panik.
"Gwenchanayo...aku lelah berbaring terus", ujarnya tersenyum. "Eomma sudah pulang?" Tanya Kyungsoo pada Eunkyo .
"Eum" Jawab Eunkyo. "Baru saja mereka pulang"
"Ah.. Syukurlah...tadi paman Lee (Supir keluarga Byun) juga sudah bilang, Baekhyun menyuruhnya mengantar eomma sampai rumah" Ujar Kyungsoo.
"Ne...kkokjongma", gumam Eunkyo. Keduanya pun terdiam selama beberapa saat. "B-Bagaimana keadaanmu?", tanya Eunkyo memecah keheningan.
"Seperti yang kau lihat sendiri", ujar Kyungsoo tersenyum tenang.
Tak ada suara dari Kyungsoo maupun Eunkyo setelah itu. Sesekali pandangan mereka bertemu, lalu keduanya mengalihkan ke lain tempat.
"Eunkyo-ya", panggil Kyungsoo
"Eum?"
"Mianhae.."
"Wae?"
"Aku.. mengatakan pada orangtuaku kau adalah yeojachingu ku"
"Gwenchana"
"Gurae"
Keduanya bicara dengan canggung entah karena alasan apa. Mereka bicara, lalu diam.. bicara... lalu diam lagi.
"Kyungsoo-ya"
"Eunkyo-ya"
Mereka saling menyebut nama lawan bicara secara bersamaan. Kyungsoo membiarkan Eunkyo bicara lebih dulu. "Kau duluan"
"Eumh.. Mianhae", gumam Eunkyo tertunduk.
"Untuk?"
"Untuk apa yang ku lakukan selama ini.. Aku.. selalu membicarakan tentang Suho dihadapan mu, setiap hari setiap saat. Pasti.. sangat menyakitkan bagi mu setiap kali mendengar ku menyebut namanya. Aku..begitu bodoh tidak menyadari semua yang telah kau lakukan untukku. Keberadaan mu selalu disampingku, kau yang tak pernah lelah mendengarkan ku. Aku justru mengharapkan seseorang yang sama sekali tidak memperhatikan ku.....aku benar-benar bodoh"
Kyungsoo terdiam memperhatikan ekspresi yeoja di hadapannya ini. "Kau kecewa?"
"Eung?"
"Kau pasti kecewa karena ia tidak menjadi milik mu"
"Kyungsoo-ya.. aku.."
"Kau masih mencintainya" Selak Kyungsoo. "Tak ada yang perlu kau tutupi dariku...Tidak ada seorangpun yang bisa melupakan seseorang yang sangat dicintainya dalam waktu satu-dua hari atau satu minggu saja"
Eunkyo terdiam. Ia masih mencintai Suho. Meski kini ia sudah sama sekali tidak mengharapkan namja itu. "Aku.. " Eunkyo menghentikan ucapannya karena ia sadar apapun yang ia ucapkan, Kyungsoo dapat membacanya.
Hangat tangan Kyungsoo mendekap tangan Eunkyo. "Jangan sedih begitu", ujarnya tersenyum. "Namja di dunia ini bukan hanya Suho hyung saja...manusia di hadapanmu ini juga seorang namja matchi?"
Eunkyo menatap Kyungsoo. Ia terdiam setelah mendapat sambutan senyuman hangat Kyungsoo. Wajah lebam dan lelah Kyungsoo tak menghalangi nya untuk memancarkan ketulusan. Ia balas menggenggam erat tangan namja itu. "Kyungsoo-ya...apa kau mau memberiku kesempatan sekali saja? Aku.... ingin memulai semuanya dari awal dengan mu. Aku tidak akan memungkiri hati ku masih..", Lagi-lagi Kyungsoo membungkam dirinya dengan bibirnya seperti apa yang sempat dilakukannya di perkebunan tadi sore.
Mata Eunkyo terbelalak untuk beberapa saat. Ia hanya terdiam ketika bibir Kyungsoo masih memeluk erat bibirnya. Kedua tangan Kyungsoo bergerak menangkup wajahnya, semakin menutup jarak di antara keduanya. Tak lama kemudian, Eunkyo menutup matanya perlahan, Membiarkan lembutnya sentuhan bibir Kyungsoo menyentuh bibirnya, tanpa seincipun jarak di antara keduanya.
Berbeda, apa yang ia rasakan saat ini berbeda dengan apa yang ia rasakan sebelumnya. "Kurasa saat ini waktu berhenti berputar.. semua hal menghilang kecuali diriku dan namja di hadapanku ini" Ucap Eunkyo dalam hatinya. Tanpa di sadarinya, tangannya bergerak mencengkram sisi kiri baju Kyungsoo demi meminimalisir perasaan berdebar yang kini dirasakannya.
Tak ada yang memburu mereka, tidak ada orang diluar ruangan yang hendak menganggu, tidak ada takdir buruk yang siap menyambut. Tempat itu.. waktu itu.. hanya milik mereka. Mereka menikmati nya. Tak berniat mengakhiri meski hampir satu menit keduanya seperti itu.
Kyungsoo mengakhirinya lebih dulu. Ia perlahan menjauhkan wajahnya dari wajah Eunkyo dan menempelkan keningnya pada kening yeoja itu. Ia membuka matanya perlahan lalu tersenyum manis saat melihat sang gadis belum mampu membuka matanya. Eunkyo mungkin malu, ia malu harus menatap Kyungsoo setelah apa yang baru saja mereka lakukan. Ia memberi sedikit jarak antara wajahnya dan Eunkyo agar bisa melihat wajah yeoja itu yang kini terlihat merona merah."Kim Eunkyo" Panggilnya mencoba mengembalikan Eunkyo dari alam bawah sadarnya.
Eunkyo membuka matanya perlahan. Ia segera mengalihkan wajahnya sesaat setelah membuka mata. Detak jantung Eunkyo berpacu dengan deruan nafasnya. Wajahnya merah padam.
Kyungsoo meletakkan jari telunjuk dan ibu jarinya pada dagu Eunkyo, membimbing wajah yeoja itu menatap kedua matanya. "Kenapa kau justru meminta hal itu padaku?"
Itu...Itu karena...Aku hanya tidak ingin kau salah paham, Aku memang.."
"Arasseo....", potong Kyungsoo.
"Y-Ya...biarkan aku menjelaskan-"
"Dan aku akan membungkam mulutmu lagi seperti tadi", Goda Kyungsoo. Ia menatap lekat kedua mata Eunkyo, membuat Eunkyo terdiam. "Kau tidak perlu menjelaskan apapun padaku..... Aku juga memang tidak berniat melepaskan mu..kau milikku mulai saat ini dan seterusnya"
Senyum Kyungsoo semakin intens mengintimidasi Eunkyo. "Aku tahu kau masih memiliki perasaan pada Suho hyung, tapi bukan berarti aku akan menyerah seperti dulu. Aku membiarkan mu terus mengejarnya, karena aku ingin kau bahagia bersamanya. Tapi sekarang sudah jelas ia tidak memiliki keinginan untuk bersama mu, itu artinya kau juga tidak akan bahagia bersamanya. Lalu untuk apa aku menyerahkan mu pada nya... Biar aku yang berfikir.. biar aku yang berusaha.. untuk membahagiakan mu, kkeut" Ujar nya santai.
Eunkyo memijat-mijat dahinya. Apa yang terjadi harinya cukup membuatnya sakit kepala. "Seharusnya kau mengatakan padaku sejak dulu", gumamnya.
"Disaat kau masih sangat menyukai Suho hyung? Itu seperti menggali lubang kuburku sendiri...aku tahu kau pasti akan menolakku dan aku tak bisa menciummu seperti tadi jika aku mengatakannya sejak dulu", ujar Kyungsoo tersenyum penuh kemenangan.
TAKK...., Eunkyo menyentil kening Kyungsoo.
"Ahh..!! Waeyo?!", Protes Kyungsoo setelah Eunkyo menyentil keningnya.
"Kau masih bertanya? Bukankah sudah ku katakan pada mu agar mengingatkan ku untuk menghajar kepala mu di kencan pertama kita? masih beruntung aku hanya menyentilmu satu kali.. seharusnya ku lakukan yang kedua lebih kencang dari itu.. untuk tindakan berani mu... yang barusan" Sindir Eunkyo. Wajahnya merona merah tiap kali mengingat hal itu.
"Ah gurae? Tapi Sepertinya tadi juga ada yang masih menejamkan mata, bahkan setelah aku mengakhirinya. Haruskah aku menyentil nya juga?" Tanya Kyungsoo balas menyentil pelan kening Eunkyo.
"Ya! Ah molla aku tak mau bicara lagi denganmu", sungut Eunkyo memalingkan wajahnya yang mendadak panas itu.
"Eunkyo-ya~", Eunkyo menutup telinga nya. Sejak tadi setiap kata-kata Kyungsoo membuatnya merasa semakin tak bisa menatap namja itu "Aku tidak mau dengar lagi"
"Hahaha" Tawa Kyungsoo renyah. Ia menarik kedua tangan Eunkyo. Pelan namun pasti ia menyandarkan kepala Eunkyo dalam pelukannya. "Mianhae"
"Untuk apa lagi?" Tanya Eunkyo.
"Tadinya aku berniat menyatakan perasaanku saat kita berkencan...tapi kita justru berakhir seperti ini", gumamnya.
"Psh.. Sekarang Kau bisa mengajakku kencan kemanapun dan kapanpun kalau kau sudah sehat nanti... " Jawab Eunkyo. "Cepatlah sembuh..", Tangan Eunkyo melingkar pada tubuh Kyungsoo. Ia memberikan pelukan hangat seperti yang Kyungsoo lakukan. "Dan jangan berkelahi lagi, Aku hampir mati melihat mu dalam keadaan tak berdaya seperti tadi sore.."
"Kau menangis?"
"Kau pikir saja sendiri!"
"Hahaha.. Araseo.. Araseo....gomawo.....Jagiya", gumam Kyungsoo tersenyum. "Saranghae", sambungnya.
"Nado....saranghae", balas Eunkyo tersipu malu.
☆*:.。. o)o .。.:*☆
22.30 (10.30 PM)
Suho tidak melakukan apapun semenjak ia tiba di rumahnya. Ia tidak makan, tidur ataupun sekedar beristirahat. Ia berdiri di samping dinding ruang santai rumahnya. Merasakan kehampaan yang tiba-tiba menyerang seisi rumah yang biasanya selalu ramai itu. Tidak ada Lay.. tidak ada Chanyeol.. Tidak juga Chen.. dan kini juga Tao.
Suho terduduk meringkuk di depan ruangan tersebut. Kemanapun matanya memandang, hanya sepi yang ia rasakan. Hari itu mungkin hari terburuk dalam hidup nya. Hari itu ia mengetahui bahwa yeoja yang ia cintai...Songhee, mencintai namja lain. Hari itu juga ia menyaksikan dengan mata kepalanya, sang sahabat yang telah ia anggap seperti adiknya sendiri.. Tao, mereggang nyawa karena menyelamatkan yeoja pujaan hatinya.
Di sampingnya, terdapat sebuah rak dengan sebuah album foto terletak di atasnya. Suho mengambilnya. Satu demi satu orang-orang dalam foto itu membuatnya semakin merindukan keadaan sebelum semua ke kacauan ini terjadi
Tak terasa air mata Suho mengalir hanya karena melihat foto-foto tersebut. "Seharusnya aku melindungi kalian semua.. hikss.. Jongdae-ah Mianhae.. hyung tidak bisa membuat mu tetap nyaman berada di rumah ini tanpa Chanyeol. hh~ Yixing-ah Mianhae.. aku mencampuri urusan mu dengan Inkyung. Hikss ss~ Chanyeol-ah Mianhae, hyung telah membuat mu melepaskan seorang yeoja yang seharusnya menjadi milik mu. Tao-ya mm.. hh~ Hiksss.. hikss kalau saja tadi hyung datang lebih cepat, mungkin hyung bisa menyelamatkan mu, hikss.. mianhae.. mianhae.. hikss"
"Kau menghancurkan segalanya JoonMyeon-ah.. Kau mengahancurkan segalanya…kau membuat semua orang disekitar mu menderita hiksss..", rutuk Suho pada dirinya sendiri. "Hikk.. Kau. pantas mendapatkan semua ini! Kau pantas kehilangan mereka semua hikss.. hiksss hikss". Suho tidak berhenti menyalahkan dirinya atas semua yang terjadi pada dongsaeng-dongsaengnya. Ia terus memukuli dadanya sendiri. "Kau bersalah.. kau pantas mendapatkannya hiksss... aaaarrrggg hikss.."
"Suho Oppa!! Apa yang kau lakukan?!" Songhee baru saja datang, ia berlari setelah melihat Suho terus memukuli dirinya sendiri "Oppa.."
"Tinggalkan aku.. tinggalkan aku!!!! pergilah seperti semua orang.. pergi lah Lee Songhee" Usir Suho dengan suara meninggi.
"Oppa.. hajima", Songhee mencoba mendekat perlahan, ia meraih pundak Suho, kemudian memeluknya. "Oppa ini bukan kesalahan mu"
Suho bersikeras melepaskan pelukan Songhee. "Aniya.. hiksss semua ini kesalahan ku. Aku hanya mengurusi hati ku sendiri.. hikss aku membuat semua orang disekitar ku tersakiti, aku begitu egois hhh.. hiks"
Songhee mempertahankan pelukanny.a "Oppa hikss.. Kau tidak boleh seperti ini.. Kau harus kuat" Isak tangis Songhee mulai terdengar. Keadaan Suho saat itu cukup menghawatirkan, ia tertekan oleh semua masalah yang terjadi.
Tiga puluh menit berlalu dan Suho sedikit demi sedikit merasa tenang. Ia tidak lagi berusaha melepaskan pelukan Songhee yang masih melekat pada dirinya sampai saat ini. Tidak jauh dari tempat mereka berada, Miyoung berdiri di ambang pintu bersama dengan Kai dan Eunhee. Mereka baru saja kembali setelah mengurus segala urusan dengan polisi. Miyoung tertunduk murung ketika melihat hal tersebut. Ia berusaha menahan tangisnya hingga tak lama kemudian, ia merasakan sesuatu menyentuh tangannya. Miyoung menoleh dan mendapati Eunhee berdiri di sampingnya sambil menggenggam tangannya seolah berusaha menguatkan sahabatnya tersebut.
***
Kelimanya duduk pada kursi makan di meja yang sama. Miyoung sengaja membeli makanan, karena tak satupun dari mereka makan seharian penuh ini. Karena seorangpun tidak ada niat untuk menyentuh makanan dan suasana begitu sepi di meja makan tersebut, Miyoung membuka pembicaraan. "Sampai kapan kalian akan seperti ini?" ujarnya.
Tidak ada respon dari Kai, Eunhee, Songhee dan Suho.. mereka bergelut dengan pikiran mereka masing-masing.
Miyoung menendang-nendang kaki Suho di bawah meja. Suho menoreh kearah Miyoung. Miyoung memberi isyarat-isyarat melalui tatapan matanya. Suho menarik dalam nafasnya. Ia memasang senyum palsu untuk mencairkan suasana. "Jha~ Jongin-ah.. kau suka chicken bukan? mengapa kau tidak makan? Nanti kau sakit". Ia meletakkan sepotong ayam di atas piring Jongin. "Eunhee noona, kau juga harus makan, kalau kau tidak makan.. Jongin juga akan begitu terus"
Eunhee menatap sang adik yang duduk di sampingnya. Benar kata Suho, jika ia terus seperti itu, maka Kai juga tidak akan melakukan hal yang sama. Eunhee pun mengambil makanan yang tersaji dan memakannya dengan lahap.
"Songhee-ah.. kau jangan diam saja, ayo makan" Ajak Suho.
Songhee mengangguk. Ia, Miyoung dan Suho juga mulai melahap makanan yang ada.
Eunhee menyentuh lengan Kai. "Eungh.. euhh", ujarnya. Ia menyodorkan potongan ayam ke mulut Kai.
"Jongin-ah.. Eunhee akan sedih kalau kau tidak makan" Seru Miyoung.
"Ne noona" Jawab Kai patuh.
☆*:.。. o)o .。.:*☆
24.01 (12.01 AM )
Suara TV masih menyala. Chen dan Chanyeol belum bisa tertidur. Mereka sudah menghabiskan dua porsi jajangmyun juga beberapa kemasan cookies dan sebotol besar cola. Kurang lebih satu jam lalu, mereka turun dari kamar Micha. Mereka tidak masuk, hanya melihat Baekhyun tengah bicara dengan Micha yang masih belum sadarkan diri dari depan pintu.
"Kita bodoh sekali", ujar Chen.
"Kau yang bodoh", jawab Chanyeol.
Chen megerutkan dahinya. "Ya Park Chanyeol.. aku tidak bahas masalah otak sungguhan! Aish…cham…”, gerutu Chen.
"Lalu apa?", tanya Chanyeol masih sibuk mengunyah makanan.
"Ini tentang Baekhyun dan Micha noona.. kita berada di sekitar mereka selama ini, tapi kita tidak mengetahui apapun tentang mereka. Tidak mungkin mereka tidak ada apa-apa.. Kau lihat kan tadi Baekhyun tertidur disamping tempat tidur Micha noona, tangannya juga menggenggam erat tangan Micha noona?"
Chanyeol tidak menanggapi terlalu serius pembicaraan itu. "Mau bagaimana lagi.. Baekhyun tidak pernah cerita. Baekhyun itu banyak bicara, tapi semua yang dibicarakannya tidak pernah penting, kita bisa apa?"
"Ya! Jangan santai begitu!", bentak Chen. "Chanyeol-ah apa menurut mu Micha noona menyukai Baekhyun juga?"
"Karena itu aku tidak mau terlalu ikut campur"
Jawaban Chanyeol membuat Chen bingung. "Apa maksud mu..?"
Chanyeol menarik Chen, ia berbicara pelan. "Setahuku sejak dulu Micha noona menyukai Lay hyung"
"Ehemmm" Lay berada di sofa tepat di belakang Chen dan Chanyeol.
Chen dan Chanyeol mengunci rapat bibir mereka. Mereka saling mendorong menyalahkan. "Itu karena suara mu terlalu keras neo paboya”, bisik Chen.
"Kau yang mulai duluan!", balas Chanyeol berbisik.
Tak lama kemudian, Baekhyun terlihat menuruni tangga dengan langkah cepat.
"Baekhyun-ah wae? noona sudah sadar?" Tanya Chen.
Baekhyun menggeleng. "Ani.. Tapi aku harus pulang hehehe"
"Kau tidak mau menjaga Micha noona?" Tanya Chen lagi. “Kyungsoo saja dijaga Eunkyo noona…”, ledek Chen mencoba memancing agar Baekhyun mau mengatakan sesuatu tentang dirinya dan Micha.
“Ah mwoya?! Kenapa kau menghubungkan Kyungsoo denganku? Kami tak ada hubungannya sama sekali!”, gerutu Baekhyun.
Baekhyun menunjukkan ekspresi nakalnya. Ia mengangkat bahunya seolah tak peduli. "Lagipula Kau pikir aku ini apa? Pangeran berkuda putih yang diciptakan untuk membangunkan putri tidur? Tidak perlu ditunggu juga nanti mahluk itu bangun sendiri" Jawab Baekhyun asal. Baekhyun mengenakan mantel nya karena udara diluar mulai terasa dingin. Terlihat cahaya lampu mobil. Sepertinya mobil yang menjemput Baekhyun akan segera datang. "Aku pergi dulu.. jangan merindukan ku" Ia membuka kunci, lalu keluar.
"Aissh anak itu", gerutu Chen. “Ia dan Kyungsoo sama-sama menyebalkan…apa sulitnya memberitahu kita tentang perasaan mereka pada yeoja yang mereka sukai?”, gerutu Chen.
“Maja maja! Jangan-jangan mereka berpikir kita akan merebut yeoja yang mereka sukai”, tuduh Chanyeol. “Ah…molla”, ujarnya tak lama kemudian.
Suasana menjadi sepi selepas kepergian Baekhyun, hingga….
Cling! Baekhyun kembali muncul dari balik pintu.
"AH KKAMJAKGIYA! Ya! mau apa lagi?!", Teriak Chanyeol tidak sabar.
“Berhenti bergosip dan segera Kunci pintunya bocah-bocah malas.. Bye.. hahaha", Baekhyun meninggalkan rumah Luhan dengan tawa yang bahkan masih terdengar sampai ke dalam.
Chen melemparkan bantal ke arah pintu. "Aiisshh jincha..! Aku menyesal sudah mencemaskannya tadi. Kasihan juga Micha noona kalau harus berakhir dengan namja macam Baekhyun. Aku dukung noona dengan Lay Hyung saja"
"EHEMM!!!", Lay berdehem kencang memberi isyarat menandakan ia belum tidur dan masih mendengar semua ucapan Chen.
***