home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > BELIEVED

BELIEVED

Share:
Author : LatifahNL999
Published : 11 May 2015, Updated : 01 Jun 2015
Cast : Song Mino [Winner] - Jung Narae [OC]
Tags :
Status : Complete
4 Subscribes |668 Views |5 Loves
BELIEVED
CHAPTER 1 : Believed

 

 

Mata hitam Narae yang masih terlihat awas itu menatap Mino sejenak dengan tajam, lalu ia memalingkan wajah ke luar jendela kamarnya. "Kau tidak perlu datang setiap hari." gumamnya.

Mino mengangkat bahu. "Aku sama sekali tidak keberatan."

"Anio, Kabwa" desak Narae. "Lakukan apa yang biasa kau lakukan sebelum kau terpaksa menemaniku di sini."

Mino mengerutkan kening. "Geu......”

"Keojyeo...” sela Narae lebih keras, masih tidak memandang Mino. Lalu ia memejamkan mata dan bergumam pelan, "Tolong pergilah."

 

 

Sejak hari itu Narae menolak menemui Mino.

"Dia tidak mau menemuiku?" tanya Mino bingung ketika ia kembali ke rumah sakit keesokan harinya. "Waeyo?"

Ny. Jung mendesah berat dan menggeleng juga mengangkat kedua bahunya. "Mungkin ia hanya ingin sendirian hari ini." Ny.Jung tersenyum menyesal, berusaha menenangkan Mino. "Bagaimana jika kau kembali lagi besok? Mungkin perasaannya sudah lebih baik saat itu."

 

Tetapi Narae tetap masih tidak mau menemui Mino keesokan harinya. Dan keesokan harinya. Dan keesokan harinya lagi. Hal ini membuat Mino frustasi. Ia tidak mengerti kenapa yeoja itu tiba-tiba tidak mau menemuinya, tidak mau berbicara dengannya, tidak mau berurusan dengannya.Yeoja itu mau menemui teman-temannya yang datang menjenguknya.Ia mau menemui SeungHoon, Chaerin juga JinWoo dan Minzy. Ia bahkan mau menemui Danha adik perempuan Mino yang datang menjenguknya. Tetapi kenapa ia bersikeras tidak mau menemui Mino. Mino jadi bertanya-tanya apa yang sudah dilakukannya. Apa salahnya? Apakah ia melakukan sesuatu yang membuat yeoja itu marah? Ia sungguh tidak mengerti.

Walaupun Narae menolak menemuinya, Mino tetap datang kerumah sakit setiap hari. Ia tidak tahu apa lagi yang bisa dilakukannya selain itu. Ia hanya ingin berada didekat Narae. Meskipun saat ini gadis itu tidak mengakui keberadaannya dan mengabaikannya, setidaknya Mino bisa duduk diluar kamar Narae dan itu berarti ia masih bisa berada di dekat Narae.

 

***

 

Hari ke-20 Mino datang kerumah sakit dan diberitahu bahwa Narae tidak mau menemuinya. Mino hanya bisa tersenyum lesu kepada Ny.Jung yang terlihat tersiksa karena tidak bisa membiarkan Mino masuk ke kamar rawat Narae. Tanpa berkata apa-apa, Mino duduk dibangku tidak nyaman yang sudah sering didudukinya selama dua minggu terakhir. Lima menit kemudian pintu kamar rawat Narae terbuka. Mino mendongak dan melihat ayah Narae melangkah keluar. Dari raut wajah pria yang kini terlihat jauh lebih tua daripada usia sebenarnya itu Mino tahu bahwa Tn. Jung keluar bukan untuk menyuruh Mino masuk.

"Bisa Kau temani aku minum kopi,"   ajak Tn. Jung kepada Mino

Mino bangkit dan mengikuti pria itu ke kafetaria.

 

 

"Kopi di sini mengerikan," Komentar Tn. Jung ketika mereka sudah duduk berhadapan dimeja bundar kecil dikafetaria yang tidak terlalu ramai. "Tapi kurasa kau harus menerima apa yang bisa kau dapatkan saat ini."

"Narae bisa membuat kopi yang sangat enak," kata Mino tanpa berpikir.

Tn. Jung menatap Mino sejenak. Sinar matanya terlihat lembut, namun sedih. "Dia sedang    sakit,"  katanya   kepada     Mino dengan hati-hati. "Karena itu dia tidak bersikap seperti dirinya yang biasa. Kuharap kau tidak tersinggung atau marah karenanya."

Mino menunduk menatap kopi ditangannya. Tenggorokannya tercekat. Pria yang duduk dihadapannya ini jelas-jelas sangat menderita karena mencemaskan putrinya, tetapi ia masih bisa mencoba menghibur Mino. Ia yakin saat ini orangtua Narae juga teramat sedih walaupun mereka tidak bisa menunjukannya di depan putri mereka dan harus selalu bersikap kuat serta positif.

"Aku mengerti," gumam Mino dengan suara serak. "Aku tidak marah, Tn. Jung. Aku hanya berharap aku tidak melakukan sesuatu yang membuatnya marah."

"Kau mencintainya, bukan?" tanya Tn. Jung pelan. Mino masih menunduk. Mengakui perasaannya didepan ayah Narae tidaklah semudah yang dibayangkan,jadi ia hanya mengangguk kecil.

"Aku yakin dia juga merasakan hal yang sama."

Kali ini Mino mendongak, menatap pria dihadapannya dan tersenyum muram. "Kuharap aku bisa seyakin Anda."

“Dia putriku, aku mengenalnya” Tn. Jung menegaskan.

Mino menghela nafas. “Aku hanya berharap bisa mendengarnya langsung dari mulutnya suatu hari nanti. Mungkin jika dia bersedia menemuiku.”

“Akan ku bicarakan lagi dengannya.” Tn. Jung menawarkan diri.

Mino tersenyum berterimakasih kepada pria yang dihormatinya itu. Tn. Jung sudah beberapa kali mencoba membujuk Narae tanpa hasil, tetapi pria itu masih tetap ingin mencoba. Untuk itu Mino sangat berterimakasih.

 

Tiba-tiba Mino teringat sesuatu. Ia mengerjap ketika menyadari sesuatu yang terlupakan olehnya.

“Waeyo, Mino-ya?” Tanya Tn. Jung agak cemas ketika melihat perubahan raut wajah Mino

Mino merogoh saku celananya dan mengeluarkan secarik kertas warna kuning lusuh. Sepertinya kertas ini adalah harapan terakhirnya untuk membuat Narae bersedia menemuinya. Mino meletakkan kertas kuning itu diatas meja dan mendorongnya kearah Tn. Jung yang menatapnya dengan bingung.

“Aku ingin meminta sedikit bantuan anda.” Pinta Mino. “Tolong berikan ini kepadanya.”

Tn.Jung memungut kertas itu dan membaca tulisan yang tertera disana. Ia tersenyum kecil, lalu kembali menatap Mino. “Dan permintaanmu??”

“Hem,, aku ingin diizinkan menemuinya. Satu kali lagi saja, jika dia memang tidak mau menemuiku lagi.”

“Aratseo..” Tn. Jung mengangguk dan mengantongi Voucher permintaan kepada Narae. “Akan ku berikan padanya.”

Mino mendesah lega, sebersit harapan terbit dalam hatinya. Yeoja itu akan mengabulkan permintaannya. Ia sudah berjanji, jadi ia pasti akan mengabulkan permintaan Mino.

Voucher permintaan itu, adalah hadiah natal dari Narae, karna Narae tidak tahu mau memberi hadiah apa kepada Mino, maka dia memberi Mino tiga lembar kertas berwarna kuning kepada Mino, dan setiap kertas dituliskan ‘Voucher permintaan kepada Jung Narae’. Dan apapun permintaan Mino, akan dikabulkan oleh Narae.

“Kamsahamnida, Tn. Jung” Akhirnya Mino bisa menemui Narae.

“Justru aku yang harus berterimakasih padamu, Song Mino.”

Mino memberengut heran. “Untuk apa?”

“Hhem,, karna kau sudah mencintai putriku.”

 

***

 

3 hari kemudian Narae baru mengabulkan permintaan Mino dan mengizinkan Mino masuk menemuinya. Tn. Jung menepuk pundak Mino dengan pelan ketika ia dan istrinya keluar dari kamar Narae, meninggalkan Mino bersama Narae.

Setelah pintu kamar tertutup, Mino mengalihkan pandangan kearah yeoja yang setengah berbaring bersandarkan bantal-bantal ia mendapati dirinya tidak tahu harus berkata apa. Padahal ia sudah menyiapkan banyak hal untuk ditanyakan. Tapi,setelah berdiri ditengah-tengah kamar dan setelah akhirnya berhadapan dengan Narae, Mino lupa apa yang ingin dikatakannya. Isi pikirannya menguap begitu saja.

“Apa kabar?” Suara Narae yang lirih terdengar jelas didalam kamar yang sunyi itu, menyentakkan Mino dari lamunannya. Ia melihat jemari Narae memainkan ujung selimut dipinggangnya dengan gugup. Matanya menatap Mino sekilas, Lalu beralih memandang kearah lain.

“Sudah lebih baik.” Jawab Mino sambil berjalan menghampiri Rajang Narae dan duduk dikursi yang tersedia disisi kanannya.

Narae menelan ludah dengan susah payah, membasahi bibirnya yang pucat dan kering, lalu ia kembali menatap Mino. “Jadi apa yang ingin kau katakan padaku?”

Mino tidak langsung menjawab, ia mengamati wajah Narae dengan seksama, memperhatikan pipinya yang pucat dan cekung, lingkaran hitam disekeliling matanya yang masih bersinar tajam. Yeoja itu terlihat rapuh dan dada Mino tiba-tiba terasa perih. Saking perihnya sampai ia hampir sesak nafas.

“Ini kedua kalinya kau menghindariku.” Ucap Mino perlahan, “Kenapa kau menghindariku?”

Sesuatu berkelabat dimata Narae, Namun ia mengerjap dan mata hitamnya kembali datar seperti tadi. “Aku tidak menghindarimu.” Bantahnya. “Aku hanya tidak mau kau menghabiskan waktumu disini.”

“Apa maksudnya?’

“Kau sudah disini sekarang, sebaiknya kau mengatakan apa yang ingin kau katakan.”

“Aku mohon jangan menghindariku lagi!”

Narae menatap Mino sejenak, lalu ia memalingkan wajah dan menatap lurus kedepan. Mino bisa melihat tenggorokkannya bergerak ketika Narae menelan ludah dengan susah payah. Tapi yeoja itu hanya diam tanpa kata. Mino mencodongkan tubuh ke depan. Sebelah tangannya terulur hendak menyentuh tangan Narae. Namun, tepat sebelum ujung jemarinya menyentuh punggung tangan Narae, Mino mendadak ragu dan menghentikan gerakannya. Apakah Narae akan menarik diri jika Mino menyentuhnya? Mino mengurungkan niatnya dan menarik kembali tangannya.

“Jika aku membuatmu marah, maafkan aku.” Ucap Mino, Narae mengerjap, lalu berkata pelan.

“Aku tidak marah.”

“Aku……” Suara Mino tercekat dan ia harus berhenti sejenak untuk mengendalikan diri. Selama ini ia menganggap dirinya bukan orang yang gampang terbawa perasaan, tapi kali ini berbagai emosi berkecamuk dalam dirinya dan membuatnya sesak. “Jika kau tidak ingin bicara padaku, tidak apa-apa, jika kau tidak ingin aku bicara padamu, itu juga tidak apa-apa bagiku. Tapi kumohon, jangan menghindariku. Biarkan aku disini bersamamu”

Wajah Narae berkerut samar dan bibirnya terkatup rapat, tapi kini matanya berkaca-kaca. “Mungkin kau tidak membutuhkanku, tapi aku membutuhkanmu.” Lanjut Mino

Setetes air mata jatuh dari sudut mata Narae dan Narae cepat-cepat menghapusnya, meskipun Mino sudah melihatnya, dan harapannya terbit tanpa bisa dicegah, yeoja itu tidak akan menangis jika kata-kata Mino tidak berpengaruh baginya.

Kali ini Mino memberanikan diri untuk menggenggam tangan Narae, Dan Narae sama sekali tidak menolak. Mino merasa jantungnya berdebar sangat keras. “Katakan padaku,” Mino menatap Narae dengan sungguh-sungguh meskipun yeoja itu menatap lurus kedepan. “Bagaimana perasaanmu terhadapku?”

Begitu kata-kata itu meluncur dari mulut Mino, sebuah isakan lirih terdengar dari mulut Narae. Air matapun kembali mengalir sementara ia memejamkan mata dan menggigit bibir.

“Apa kau juga mencintaiku? Sedikit saja kemungkinan kau bisa mencintaiku?” Tanya Mino lirih. Mendengar itu, air mata Narae tak terbendung lagi. Tangan satunya terangkat membekap mulutnya sementara ia memejamkan mata dan terisak-isak sampai sekujur tubuhnya berguncang keras. Melihat Narae menangis seperti itu membuat Mino merasa tersiksa. Ia tidak tahu kenapa gadis itu tiba-tiba menangis. Mino merangkul bahu Narae dan menarik gadis itu kedalam pelukannya, membiarkan Narae menangis didadanya sementara ia menempelkan pipinya kekepala Narae.

 

 

Satu minggu kemudian, Narae dikabarkan tidak sadarkan diri. Virus-virus dari kankernya, sepertinya sudah menyebar keseluruh tubuh. Narae kembali masuk kedalam ruangan ICU. Dan tiga hari kemudian, para dokter dengan sangat menyesal berkata bahwa tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan. Dan Narae tidak pernah sadarkan diri lagi.

 

***

 

Alunan music klasik bergema diruangan itu, Mino duduk dilantai kamar yang beralaskan karpet tebal, kepalanya tersender ditempat tidur, dan matanya terpejam. Jinwoo masuk kedalam kamar itu sambil membawakan makanan dan meletakkannya keatas meja. kemudian mengambilkan senampan yang berisi bermacam makanan yang tidak disentuh sama sekali. Jinwoo mendesah dan duduk ditempat tidur menatap miris teman satu flatnya itu.

“Mino-ya.” Panggil Jin Woo pelan.

“Aku baik-baik saja.” Sela Mino

Satu bulan berlalu sejak Narae meninggal dunia, Mino tidak mampu meninggalkan flatnya. Ia seolah-olah kehilangan semangat hidup dan hanya bisa menyerah dalam kesedihannya. Ia belum bisa menembus kabut tebal dan dingin yang menyelimutinya selama ini. Ia belum menerima kenyataan bahwa Narae tidak akan pernah kembali kepadanya. Meskipun ia memohon kepada langit dan bumi agar Narae dikembalikan kepadanya. Ia tidak akan bisa menjadi Song Mino sebelum mengenal Narae. Ia telah kehilangan sebagian hati dan jiwanya pada hari Narae meninggal.

“Sampai kapan kau akan seperti ini? Ini bukan lah yang diinginkan Narae!” Ucap Jinwoo pelan.

Mino membuka matanya, matanya yang sayu hampir akan mengeluarkan air mata lagi. Lalu ia mengatur posisi duduknya dan mendesah berat.

Tiba-tiba ponsel Mino berdering lalu ia mengambil benda itu dan membaca nama yang tertera dilayar. Mino bergegas menempelkan ponsel ketelinganya.

“Ya, Tn. Jung?.... aah,, aniyo, anda sama sekali tidak mengganggu…. Ya tentu saja….eodiseoyo??? Algetseoyo, aku akan kesana sekarang.”

Jinwoo tersenyum mendengar kalimat terakhir dari mulut Mino, akhirnya ada orang yang berhasil menyuruhnya keluar.

 

***

 

“Apa kabarmu, Nak?” Kata Tn. Jung hangat ketika Mino sudah duduk dihadapannya. “Jangan menjadi orang asing, kunjungilah kami sesekali. Kau tahu, kau akan selalu diterima dengan tangan terbuka”

Mino tersenyum kecil dan mengangguk singkat. “Kamsahamnida!!”

Tn. Jung berpikir sejenak, “atau kau masih merasa sulit mengunjungi kami tanpa merasa terlalu tertekan?”

Mino menggeleng, “anieyo. Bagaimana dengan kabar anda dan juga Ny. Jung?”

“Aku masih bertahan.” Pria yang lebih tua itu mengangguk-angguk, “Istriku masih menangis setiap kali memikirkan Narae. Karena itu istriku butuh sedikit waktu sebelum ia bisa membereskan barang-barang Narae.” Lanjut Tn. Jung

“Algetseoyo.” Sahut Mino

“dan karena itulah, aku minta maaf, karena aku tidak bisa menyerahkan ini kepadamu lebih awal”

Mino menatap ponsel smartphone narae yang diletakkan Tn. Jung diatas meja, lalu menatap pria dihadapannya dengan tatapan bertanya.

“Aku tidak mengerti. Apa anda ingin aku menyimpannya?”

“Oh..” Jawab Tn. Jung yakin. “Kurasa kau harus melihatnya dan menyimpannya.”

Mino baru hendak mengutak-atik ponsel Narae, ketika Tn. Jung menghentikannya. “Akan lebih baik jika kau mengutak-atiknya dirumah, nak!” kata Tn. Jung “Aku juga harus pulang. Istriku menungguku. Ingat ucapanku, kunjungi kami jika kau sempat.”

Mino ikut berdiri ketika Tn. Jung berdiri. Ia mengulurkan tangannya kepada pria itu. Tn. Jung menjabat tangan Mino, namun kemudian menarik Mino kedalam pelukannya. Tn Jung menepuk punggung Mino dengan ramah. Tn. Jung melepaskan pelukannya dan berbalik. Namun ia teringat sesuatu dan berbalik kembali. “Kuharap kau bahagia, nak.”

Berusaha menahan bongkahan pahit ditenggorokannya, Mino membalas, “anda juga, Tn. Jung”

 

***

 

Mino kembali ke flatnya yang sunyi dan hampa itu, ia langsung menuju kamarnya. ia duduk disofa yg terdapat dikamarnya itu. Ia meletakan ponsel Narae diatas tangan sofa dan mengamati benda itu sejenak dengan ragu, akhirnya ia meraih ponsel itu dan mengutak-atiknya. Ia mulai membuka dari gallery fhoto. Mino tersenyum melihat fhoto-fhoto Narae, disana juga tertera fhoto-fhoto Mino tanpa sepengetahuan Mino, Mino kaget, fhoto-fhoto itu menunjukkan gerak-gerik Mino. Senyumnya berubah hambar. lalu ia beralih ke Video. Didalam ponsel itu, hanya ada satu Video. Dan cover video tersebut adalah wajah Narae waktu dirumah sakit. Awalnya ragu, namun kemudian jempol kanannya menekan play pada layar tengah ponsel.

Gambar yang muncul disana membuat nafas Mino tercekat dan ia hampir menjatuhkan ponsel itu dari tangannya.

Mino-ya, annyeong.” Kata Narae yang menatap lurus kearah Mino dari layar. Mendadak mata Mino terasa perih sementara emosi yang berhasil dipendamnya selama ini muncul kembali ke permukaan dan menerjangnya, membuatnya hampir tidak bisa bernafas. Melihat wajah Narae dari layar ponsel, mendengar Narae memanggil namanya, mengingatkan betapa ia merindukan yeoja itu. ia begitu merindukan sampai sekujur tubuhnya terasa sakit.

Mino tahu Narae merekam ini dirumah sakit dari seragam pasien yang dikenakan Narae. Wajah Narae terlihat pucat, cekung, dan lelah, namun ia masih mencoba tersenyum ketika menatap lurus kearah kamera, kearah Mino.

Sepertinya terasa aneh, Karena aku tidak pernah merekam diri sendiri.” Kata Narae kikuk. Ia memperbaiki posisi kamera sehingga wajahnya terlihat lebih jelas. “Tapi aku ingin melakukan ini karena… yaah,, karena ada yang ingin kukatakan padamu.” Narae membasahi bibirnya yang kering dan mengangkat sebelah bahunya dengan lemah. “maksudku, jika kau sedang melihat ini, berarti sesuatu telah terjadi padaku, dan aku tidak bisa mengatakannya kepadamu secara langsung.”

Mino mengusap pipinya sendiri dan menutup mulut dengan satu tangan sementara berusaha mengendalikan tangannya yang gemetar.

Narae tersenyum kecil. “Kau tahu, sebenarnya aku sudah lupa bahwa kau masih memiliki ini.” Narae mengacungkan secarik kertas kuning lusuh didepan kamera. Mino mengenal kertas itu. ‘Voucher permintaan kepada Jung Narae’. “aku tidak pernah menduga kau akan meminta ayahku menyerahkan ini kepadaku. Aku tidak mengatakannya kepadamu tadi ketika kau ada disini, geundae…” Narae diam sejenak dan menghela nafas perlahan. “Mian,, Mian,, karna aku menghindarimu. Aku hanya berharap segalanya akan lebih muda jika kita tidak bertemu. Lebih muda bagimu, juga bagiku. tapi,, sepertinya aku salah.” Narae menggigit bibir sejenak sebelum melanjutkan, “Sebenarnya tidak ada maksud untuk menghindarimu. Aku hanya sedang berusaha menghindari perasaanku sendiri dengan menghindarimu.” Narae terdiam dan tersenyum samar “aku sangat ahli menghindari perasaanku sendiri, ara? suatu perasaan yang tidaklah nyata jika aku menolak mengakuinya.”

Narae menghela nafas lagi. “Geurigo,, aku menghindar karena aku takut pada perasaan yang kau timbulkan dalam diriku.” Bisiknya serak, lalu menelan ludah dengan susah payah. “aku merasa tidak berhak merasakan perasaan yang selalu membuatmu kembali berharap, kembali memikirkan ‘Seandainya’.”

Mata Narae terlihat berkaca-kaca ketika ia menatap kearah kamera. “Aku tidak berhak merasakan perasaan itu. tidak sementara kondisiku masih seperti ini.” Setetes air mata jatuh bergulir dipipi Narae, dan ia menghapusnya dengan  cepat. Ia mendesah lirih dan menggelengkan kepala. “Tidak ada yang bisa ku tawarkan, juga tidak ada yang bisa ku janjikan.

Mino memejamkan mata sementara setetes air matanya juga jatuh kepipi. Dadanya terasa sakit.

Karena itu, saat kau bertanya padaku tadi, aku tidak memberikan jawaban yang kau minta. Kau pantas mendapatkan semua yang terbaik didunia ini. Mino-ya. Dan aku tidak bisa memberikannya padamu saat ini.” Lanjut Narae lirih, air matanya jatuh lagi dan ia kembali menghapusnya dengan telapak tangan. “Karena itu aku diam, tapi aku berjanji ketika aku sehat kembali,, ketika aku memiliki masa depan yang bisa kuserahkan padamu.. aku akan berhenti menghindar. Dan pada saat itu aku akan berdiri tegak juga memberikan jawaban yang pantas kau terima.” Narae menelan ludah dengan susah payah. “Bagaimanapun juga, setelah apa yang kau katakan padaku. Setelah kau menyatakan perasaanmu padaku, ku pikir kau berhak mendapat jawaban. Yah,,aku tahu, mungkin tidak bisa memberikan jawabanku secara langsung kepadamu seperti yang kuharapkan. Karena itulah aku memutuskan merekam diriku. Untuk berjaga-jaga.

Air mata Mino mengancam akan jatuh lagi. Dilayar Narae memirinkan kepalanya sedikit dan mentap langsung kearah Mino. Air matanya kembali mengalir dari sudut matanya.” Aku ingin kau tahu bahwa aku sangat mensyukuri aku bisa mengenalmu. Aku juga ingin berterimakasih atas semua yang sudah kau lakukan untukku. Terima kasih tetap sabar denganku, walaupun aku cenderung bersikap tidak masuk akal akhir-akhir ini. Aku tidak tahu kenapa kau bisa jatuh cinta pada orang sepertiku, tapi,, terima kasih sudah mencintaiku.” Suara Narae berubah menjadi bisikan serak. Ia tidak lagi berusaha menghapus air mata yang mengalir deras dipipinya sementara ia menunduk dan terisak pelan.

Mino mengerjap, berusaha menyingkirkan airmatanya,sementara jari telunjuknya yang gemetar menyentuh wajah Narae dilayar ponsel, ialah yang seharusnya berterimakasih kepada Narae. Karena telah menemaninya selama ini. Karena telah sabar menghadapinya meskipun ia terkadang bersikap buruk kepada Narae dan juga karena telah membuatnya bahagia. Narae menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan pelan untuk menenangkan diri, lalu ia mengangkat wajah dan kembali menatap Mino dengan mata basah, dan seulas senyum samar terlihat dibibirnya. “Satu-satu penyesalanku adalah karena aku tidak bisa bersamamu sekarang dan mengatakan semua ini secara langsung kepadamu. Tapi, ku mohon percayalah padaku ketika kukatakan bahwa aku ingin selalu bersamamu. Percayalah padaku ketika kukatakan bahwa aku selalu ingin berada didekatmu. Dan percayalah padaku ketika kukatakan…… bahwa aku juga mencintaimu.

Mino merasa dirinya berhenti bernafas. Jantungnya juga berhenti berdetak. Dan dunia seolah-olah berhenti berputar sesaat. Apakah ia salah dengar? Sejenak kemudian sebersit harapan yang dikiranya sudah terkubur jauh didalam hatinya tumbuh kembali, seiring jantungnya yang mendadak kembali berdetak. Dua kali lebih cepat. Dua kali lebih keras.

Aku mencintaimu, Song Mino.” Bisik Narae sekali lagi, seolah-olah ingin meyakinkan Mino.”Meskipun tidak ada hal yang bisa kau percayai, percayalah bahwa aku mencintaimu, sepenuh hatiku.

Mino memejamkan mata erat-erat sementara rasa lega yang hebat menguasainya, menyelubunginya, menyesakkannya, membuat sekujur tubuhnya gemetar, dan membuat air mata yang berusaha ditahannya sejak tadi tumpah keluar.

Ini bukan mimpi. Akhirnya harapan yang tidak lagi berani diharapkannya itu terkabul. Akhirnya ia mendapat jawaban yang ditunggu-tunggunya selama ini.

Akhirnya ia tahu Jung Narae mencintainya. Itulah yang terpenting baginya, seandainya tidak ada hal lain didunia ini yang bisa dipercayainya, Mino masih bisa bergantung pada keyakinan bahwa Jung Narae mencintainya. Dan ia yakin akan baik-baik saja. Karena Jung Narae mencintainya.

 

FIN

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK