home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > GRAY PAPER

GRAY PAPER

Share:
Published : 06 May 2015, Updated : 02 Nov 2015
Cast : Juliette Lee (OC), Super Junior's Yesung, Jane Lee (OC), Super Junior Member, CEO, Managers and
Tags :
Status : Complete
1 Subscribes |6877 Views |2 Loves
GRAY PAPER
CHAPTER 1 : Chapter 01

Cameo(s) :

  • Stalker

 

__________________________________________________________________________________________________________________________

 

“Tiga bulan lagi aku akan pergi, pergi selama dua tahun dan entah aku tidak tahu bisa atau tidaknya aku bertemu denganmu, yang bisa kupastikan aku akan sangat merindukanmu.” –Kim Jong Woon

 

 

15th of February 2013, 20:16 PM K.S.T.

Mouse & Rabbit Cafe, Seoul, South Korea

Lee Hyo Yeon menatap ke arah jalanan lewat kaca jendela dengan tatapan bosan. Ia sudah lumayan lama memperhatikan jalanan di depan kafe yang menjual berbagai jenis kopi dan beberapa smoothie serta dessert ini. Ia menunggu seseorang untuk menghampirinya yang sedang duduk dalam keadaan penuh kebosanan.

“Astaga, Apa yang sebenarnya dia lakukan sih.” Kesalnya. Ia kembali menoleh ke arah meja kasir untuk yang kesekian kalinya. Memperhatikan seorang Kim Jong Woon yang tengah asiknya mengobrol dengan ELF—nama penggemar Super Junior—kesayangannya. Sedangkan, kekasihnya sudah kebosanan disini. Ia pun memajukan bibirnya dan kembali menyesap Coffee House Latte yang ia pesan saat baru sampai ditempat ini, tadi.

Demi apapun Hyo Yeon sudah sangat bosan sekarang dan tubuhnya juga sudah terasa sangat lelah. Setelah ia menjalani beberapa jadwal yang membuatnya tidak bisa beristirahat sebentar, kecuali saat diperjalanan tentunya. Tadi, saat acara di Music Bank telah selesai, ia memang menyuruh Yoo Chang Hyun, manajernya. Agar mengantarnya datang kesini, Jin Yeon yang berstatus menjadi adik kandungnya mau-mau saja, asalkan Hyo Yeon mentraktirnya minum kopi. Untung saja manajernya mau menurutinya, setelah mereka selesai makan malam, ia langsung mengantar Hyo Yeon dan Jin Yeon ke kafe ini.

Tapi, apa nyatanya? Awalnya Hyo Yeon mengira kalau Jong Woon akan menghampirinya dan memeluknya—setidaknya harus seperti itu, karena mereka sudah beberapa hari tidak bertemu, bagi Hyo Yeon—tapi ternyata semua harapannya harus pupus, bahkan Jong Woon hanya menoleh sekilas saja ketika mendengar pintu kafe ini terbuka dan hanya menunjukkan senyuman tipisnya saja! Apa Jong Woon tidak tahu kalau Hyo Yeon hampir mati karena merindukannya?

Hyo Yeon menghela napas, berusaha untuk menahan emosinya yang tiba-tiba akan meluap dan melirik sekilas ke arah Jin Yeon yang sedang memainkan ponselnya yang bisa dipastikan sedang membalas pesan dari Kyu Hyun, kekasih Jin Yeon. Hyo Yeon kembali memperhatikan ke sekelilingnya. Ia memang sengaja memilih tempat yang sedikit dipojok dan lumayan sepi, namun masih bisa mengawasi Jong Woon yang sejak tadi tidak beranjak dari meja kasirnya. Didepannya, banyak ELF yang mengantri bahkan mengobrol dengannya dan bahkan ada juga yang salaman! Sedangkan Hyo Yeon? Apa ia benar-benar tidak dianggap disini? Hyo Yeon mendengus kesal.

Hyo Yeon melihat ke arah jam tangan berwarna putih yang ada ditangannya, sudah setengah jam lebih ia berada disini dan Jong Woon masih belum menghampirinya. Tiba-tiba saja ponsel yang diletakkannya di atas meja bergetar. Hyo Yeon mengambil ponselnya, lalu membaca pesan masuk yang tertera di layar touchscreen benda segi panjang itu, pesan dari manajernya, Yoo Chang Hyun.

“Mau sampai kapan kau berada di sana, Hyo Yeon-ah? Besok kau masih ada jadwal kan?”

Hyo Yeon kembali memajukan bibirnya lagi setelah membaca pesan itu. Masa-masa comeback stage yang sedang dijalaninya—karena Hyo Yeon seorang penyanyi solo—benar-benar tidak bisa membuatnya istirahat sebentar saja dan ia akui tubuhnya sangat lelah hari ini. Belum lagi besok ia harus fansigning dan masih harus perform dibeberapa acara musik. Hyo Yeon meniup poninya kesal, lalu membalas pesan dari manajernya.

“Oppa pulang duluan saja, nanti aku dan Jin Yeon-ah pulang naik bus, kalau orang itu tidak mau mengantarku.”

Begitu pesan terkirim, Hyo Yeon meletakkan ponselnya ke atas meja dengan asal. Ia merasa kesal sekali jika ditidak-pedulikan seperti ini. “Jin Yeon-ah, eotteokhae? Chang Hyun oppa sudah mengomel. Kita pulang naik bus saja ya?” tanyanya sambil menatap ke arah Jin Yeon. Tapi, sesekali sudut matanya juga tetap memperhatikan Jong Woon.

Jin Yeon menatapnya terkejut saat mendengar pertanyaan dari kakaknya, “Mwoya? Aku tidak mau pulang naik bus.” Jawabnya, Hyo Yeon mendesah pelan. Pasalnya, Hyo Yeon sudah bilang kepada Chang Hyun dan kalau Chang Hyun tidak langsung membalas pesannya, pasti manajernya sudah kembali ke dorm yang ia tinggali bersama adiknya, manajernya dan penata riasnya sendiri itu, tentunya.

“Dia tadi mengomel, jadi aku sudah menyuruhnya untuk pulang duluan.” Balas Hyo Yeon.

“Aku minta jemput Kyu Hyun oppa saja.” Hyo Yeon langsung menggeleng, tidak menyetujui ucapan adiknya, ia sangat tidak ingin merepotkan orang lain, terlebih Kyu Hyun. Apa lagi Dong Hae yang kebetulan menjadi kakak tirinya. Bagi Hyo Yeon, selama ia masih bisa mengerjakan sesuatu hal sendiri, ia tidak akan meminta bantuan orang lain.

“Tunggu sebentar.” Hyo Yeon bangun dari duduknya, lalu menoleh ke samping kaca besar yang menghadap keluar jalanan, untung saja ada kaca besar seperti ini didekatnya. Lalu mencari mobil van berwarna putih yang biasa dipakai Chang Hyun dan benar perkiraannya itu. Mobil van itu bahkan sudah tidak terlihat sama sekali sekarang!

Good.” Umpat Hyo Yeon kesal. Mengambil ponselnya dengan asal dan mengetik pesan untuk seseorang, ia baru sadar sekarang ini benar-benar sudah malam, jadi tidak mungkin Hyo Yeon mudah mendapatkan bus di jam segini.

“Oppa, apa kau masih lama? Ini sudah malam, aku akan pulang bersama Jin Yeon-ah naik bus. Jika kau masih lama, aku akan pulang sekarang.”

Begitu mengirim pesan, Hyo Yeon segera menoleh ke meja kasir. Sebelumnya ia sedikit menurunkan beanie putih yang ia pakai. Setelah Jong Woon menyodorkan beberapa gelas minuman yang dipesan ELF dan segera mengecek ponselnya yang berbunyi pendek. Jong Woon menoleh ke arahnya. Hyo Yeon yang terkejut pun mengambil minuman yang dipesannya tadi, lalu mengalihkan pandangan dari laki-laki itu, merasa gugup secara tiba-tiba.

Tangan Hyo Yeon telah mengetuk-ngetuk pelan meja yang berada didekatnya tanpa ia sadari, tanda bahwa Hyo Yeon benar-benar sudah sangat amat bosan, ia menghela napas lagi. Ini sudah lima menit dan ternyata Jong Woon hanya menoleh seperti itu saja padanya? Oke, cukup, Lee Hyo Yeon. Lebih baik kau pulang dan tidur. Ucapnya dalam hati dengan kesal.

Hyo Yeon bangkit dari duduknya dan mengambil tasnya. “Kajja, kita pulang saja.” Jin Yeon langsung melihatnya bingung saat ia berdiri. Jin Yeon hanya mengangguk dan menuruti omongannya, baguslah. Mungkin dia juga sudah lelah dengan aktivitas hari ini. Pikirnya.

Chamkkaman!” Suara Jong Jin—adik Jong Woon—yang sedikit berteriak itu langsung terdengar saat Hyo Yeon akan berjalan menuju pintu keluar. Hyo Yeon menghentikan langkahnya dan berbalik ke arah suara itu berasal.

Ne, oppa?” tanya Hyo Yeon heran. Sebenarnya, yang ia harapkan bukan Jong Jin! Tapi seseorang yang ada dimeja kasir tadi. Loh? Kemana orang itu? Ia baru sadar jika tadi Jong Jin sedikit berteriak padanya dan laki-laki itu sudah menggantikan Jong Woon yang tadi menjaga kasir. Mata Hyo Yeon membulat, menatap ke arah Jong Jin dengan tatapan bertanya. Hyo Yeon tidak mau mengundang ribut dari para ELF yang masih ada disini kalau mengatakannya langsung. Hanya dengan panggilan dari Jong Jin seperti itu saja semua yang ada disini sudah menoleh ke arahnya dan Jin Yeon.

“Ke ataslah, dia telah menunggumu.” Ucap Jong Jin lagi. Hyo Yeon menaikkan sebelah alisnya, menunggunya? Siapa yang menunggunya? Astaga, kenapa otaknya sekarang sangat lama untuk mencerna kalimat itu? Hyo Yeon pun berpikir dan terdiam. Tapi, sekarang sudah malam dan Hyo Yeon juga tidak mau Chang Hyun khawatir padanya dan adiknya.

“Ini sudah malam oppa, aku harus pulang.” Balasnya dan kembali berjalan ke arah pintu dengan menarik sebelah lengan Jin Yeon tanpa menunggu balasan dari kata-katanya. Sudah cukup diacuhkan seperti ini, ia harus beristirahat, meskipun rasa rindu itu semakin memaksanya untuk menemui Jong Woon. Hyo Yeon mendengar langkah kaki seseorang yang menuruni anak tangga dan berjalan mendekat kearahnya, seketika semuanya terdengar hening. Seperti hanya ada dirinya saja yang berdiri di ruangan ini.

“Juliana, ikut aku.” Ucap orang yang tadi menuruni anak tangga itu, bukan dengan nada yang tinggi memang, namun cukup tegas. Sehingga akhirnya Hyo Yeon hanya bisa menurutinya sambil mencoba menenangkan jantungnya yang entah kenapa tiba-tiba berdetak dengan cepat. Hyo Yeon masih syok karena di panggil oleh Jong Woon seperti itu.

Juliana adalah nama yang selalu Hyo Yeon pakai kalau ia sedang berada di London, Inggris—tempat tinggalnya dulu—bukan di Seoul, Korea Selatan seperti sekarang. Memanggilnya dengan panggilan nama seperti itu memang sudah menjadi kebiasaan Jong Woon kalau mereka tengah berada didepan publik. Karena hubungan keduanya memang tidak boleh diketahui oleh masyarakat luas—berhubung mereka adalah artis yang sama-sama sedang melambung tinggi namanya—dan Jong Woon tidak mungkin ingin terjadi skandal kalau memanggilnya dengan nama 'Hyo Yeon'. Lagi pula, tidak banyak orang yang tahu dengan namanya yang satu itu.

Gadis keturunan campuran dari Inggris-Jepang-Korea itu menghela napasnya dan berbalik. Saat ia melihat Jong Woon yang sudah kembali menaiki anak tangga, Hyo Yeon terpaksa melepaskan lengan Jin Yeon yang tadi dipegangnya.

Sorry, sepuluh menit. Tunggulah disini.” Dan seperti biasa Jin Yeon hanya mengangguk. Ya ampun, kenapa ia baru sadar sekarang jika sikap Jin Yeon jadi agak dingin seperti itu?

Hyo Yeon segera menaiki anak tangga saat menyadari seluruh orang yang ada di dalam kafe memperhatikannya, ia berjalan menuju salah satu ruangan yang ia yakini itu adalah ruangan pribadi, bisa disebut kamar tempat beristirahat ibu Jong Woon di siang hari. Hyo Yeon berdiri didepan pintu, berpikir apakah ia harus masuk atau tidak? atau apa lebih baik ia menunggunya saja? Hyo Yeon sama sekali belum pernah memasuki ruangan itu meskipun kafe ini sudah hampir setahun dibuka.

Hyo Yeon mendengar pintu dibuka dan langsung mundur beberapa langkah. “Mau sampai kapan berdiri didepan sana, Hyo Yeon-ah?” tanya laki-laki yang muncul tiba-tiba sedetik setelah pintu terbuka itu. Wajah Jong Woon yang tadinya cemerlang, ceria dan bahagia didepan para ELF kini menghilang. Berubah menjadi kusut, berantakan, lelah dan kesal. Seperti sedang kesal pada seseorang. Bukan kesal, tapi marah.

“Masuklah.” Lalu, Jong Woon kembali masuk ke dalam kamar itu.

Hyo Yeon mengangguk ragu dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar itu. Begitu pintu tertutup, matanya memperhatikan ke sekeliling isi kamar. Tidak ada yang terlihat aneh. Ini terlihat seperti kamar biasa saja dengan satu tempat tidur, satu meja dan kursi, serta beberapa lampu. Hyo Yeon melihat Jong Woon yang sudah duduk di atas kasur.

“Ada apa oppa memanggilku?” tanya Hyo Yeon yang langsung menghampiri Jong Woon, ikut duduk disampingnya. Jong Woon menghadapkan tubuhnya ke arah Hyo Yeon dan menatapnya serius, seolah ia akan mengatakan hal yang penting atau mungkin akan mengomelinya? Biasanya Jong Woon akan menatapnya dengan tatapan seperti itu kalau Hyo Yeon melakukan sebuah kesalahan. Kesalahan? Tunggu, apa aku melakukan suatu kesalahan? Hyo Yeon menatap Jong Woon heran.

“Ada apa oppa?” desaknya, seperti menyuruh Jong Woon mengatakan sesuatu yang sepertinya penting itu.

“Kenapa kau mengatakannya seakan kau tidak punya salah, Hyo Yeon-ah?” laki-laki itu malah bertanya balik. Hah? Apa katanya? Memangnya aku punya salah padanya? Hyo Yeon menatap tidak percaya ke arah Jong Woon. Menurutnya, ia tidak punya kesalahan apapun selama ini padanya. Hyo Yeon memutar otak, apa karena comeback stage yang ia lakukan sejak bulan lalu itu?

“Memang, salahku apa? Konsep comeback mini album baruku? Makna dari lagu baruku? Makeup-ku? Atau apa?” tanya Hyo Yeon bertubi-tubi, ia penasaran kenapa Jong Woon malah kembali bertanya. Padahal Hyo Yeon yakin dirinya tidak melakukan kesalahan apa-apa, kecuali saat comeback stage sekarang ini. Terdengar Jong Woon menghela napas, seperti orang yang sedang membuang semua rasa lelahnya.

Hyo Yeon mengerutkan keningnya saat memperhatikan wajah Jong Woon, menyadari ada dua lingkaran hitam yang cukup jelas di sepasang mata sipit itu saat Hyo Yeon berada didekatnya seperti ini, Jong Woon seperti sengaja memakai kacamata tanpa lensa karena tidak mau penggemarnya khawatir. Tapi, Hyo Yeon tidak menyukai penampilan Jong Woon itu, terlebih pada warna kacamatanya yang hampir terlihat sama dengan warna pink. Hyo Yeon sangat benci dengan warna pink.

“Semuanya itu benar, Hyo Yeon-ah.” Hyo Yeon mengalihkan matanya yang menatap wajah tampan Jong Woon. Berharap semoga ia tidak ketahuan karena sedang memperhatikan wajah itu dengan sangat amat jelas. Tunggu...

Ne?” Hyo Yeon mengerjapkan matanya saat menyadari ucapan Jong Woon, apa ia tidak salah dengar? Konsep albumnya salah? Yang benar saja? Padahal lagu untuk comeback stage-nya kali ini benar-benar seperti perasaannya sendiri, seperti ia sendiri yang mengalaminya, kisah nyatanya.

“Lagunya aku sendiri yang memilihnya, oppa.” Hyo Yeon kembali menatap Jong Woon.

“Bukan, bukan dari lagu, aransement lagu, lirik lagu, ataupun maknanya.” Sangkal Jong Woon cepat. Jong Woon tidak mempermasalahkan semua tentang lagunya. Bahkan, ia sangat yakin kalau lagu yang Hyo Yeon pilih sesuai dengan karakter suaranya.

“Lalu apa? Bahkan, makeup-nya saja tidak terlalu tebal. Apa karena rambutku yang berubah menjadi lurus? Kalau iya, nanti akan aku usahakan supaya bisa bergelombang, nanti aku bilang pada Ah Ra eonni, nanti—”

“Lee Hyo Yeon, semua itu tidak pernah kupermasalahkan.” Sambar Jong Woon, emosinya meluap secara tiba-tiba saat Hyo Yeon mengira kalau ia mempermasalahkan penampilannya, memang benar tapi bukan penampilan pada wajahnya.

Hyo Yeon menundukkan kepalanya, takut menatap ke arah Jong Woon yang terlihat marah padanya. Hyo Yeon malah bisa merasakan tatapan yang menajam dari laki-laki itu. Lalu apa? Otaknya kembali memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan comeback stage-nya. Seakan mendapat ide, mata Hyo Yeon pun melebar, jangan-jangan Jong Woon mempermasalahkan kostumnya saat di atas panggung maupun di video klipnya itu? Ya, benar sekali.

Hyo Yeon sepertinya melupakan Jong Woon yang sudah melarangnya menggunakan pakaian yang benar-benar tidak disukai oleh laki-laki itu. “Ya, benar. Apa yang sedang kau pikirkan itulah kesalahanmu, Hyo Yeon-ah,” Ucap Jong Woon, kali ini dengan nada dingin. Dia bisa membaca pikiran orang lain ya? Pikirnya. Hyo Yeon sedikit mendongakkan kepalanya dan menatap mata Jong Woon lagi.

“Konsep, tarian dan kostum. Aku sudah pernah bilang padamu kan? Memakai rok di atas sepuluh senti dari lutut, kalau kau tidak sedang bersamaku akan aku acuhkan, kan? Bahkan ini lebih dari sepuluh senti.” Lanjut Jong Woon, Hyo Yeon menelan ludahnya dengan susah payah, seakan tenggorokannya tercekat oleh sesuatu. Dan ia terperangah mendengar ucapan dari Jong Woon.

Nada suara yang Hyo Yeon dengar bisa membuatnya takut, ternyata Jong Woon tidak hanya mempermasalahkan kostumnya yang terbilang sangat pendek. Jong Woon juga mempermasalahkan tariannya yang terlihat seksi di tambah dengan dua penari latar laki-laki karena ia juga berduet dengan adiknya sendiri, Jin Yeon. Dan konsepnya, yang meskipun sedih tapi tetap saja membuat Jong Woon tidak suka karena ada artis laki-laki yang menjadi model di video klipnya dan itu bisa membuat hati Jong Woon panas hanya karena melihatnya sepersekian detik saja. Hyo Yeon baru sadar kalau ia melupakan hal itu, Lee Hyo Yeon pabo. Rutuknya dalam hati. Hyo Yeon mau tidak mau pun mengangguk, walaupun terkesan pelan.

“Bagus jika kau masih mengingatnya.” Jong Woon masih terlihat menatap Hyo Yeon dengan tatapan yang kelam dan mengintimedasi.

Oppa, itu kan tuntutan pekerjaanku. Dari agensiku memang harus seperti itu.” Rajuk Hyo Yeon, berusaha membela dirinya sendiri. Hyo Yeon juga sedikit tidak terima dengan peraturan Jong Woon, kecuali ketika sedang tidak perform. Hyo Yeon pasti tidak akan memakai pakaian yang panjangnya di atas lutut saat keluar dari dorm. Tapi, ia juga selalu memakai pakaian seperti itu saat sedang bersantai di dorm, membuat Jong Woon harus menghela napas kadang-kadang. Jong Woon berdecak kesal.

“Tsk, apa kau tidak bisa protes? Aku tidak bisa membayangkan kalau banyak penggemarmu yang melihat tarianmu itu dan mau tidak mau—atau walau sedikit—orang-orang yang akan berbuat jahat padamu.” Jelas Jong Woon dengan kalimat yang panjang. Masih berusaha untuk protes atau lebih tepatnya menceramahi dan mengomeli Hyo Yeon dalam satu tarikan napas.

“Ada beberapa acara yang mengharuskan aku untuk memakai kostum asli dari video klipnya, oppa. Lagi pula, bulan depan masa promosinya juga akan habis.” Hyo Yeon bersikeras, ia tidak mau menentang agensi yang sudah membesarkan namanya, ia tidak mau membuat Chang Hyun yang sudah pusing dengan jadwalnya yang padat dan mencekik, juga skandalnya yang bermunculan itu dengan mengajukan protes, Hyo Yeon hanya bisa menjalaninya saja. Lagi pula, kalau dipikir-pikir lagi, kenapa Jong Woon malah mengomelinya sekarang? Padahal ia sudah comeback stage dari bulan Januari dan ia juga datang saat acara penghargaan Seoul Music Awards.

Jong Woon mendesah pasrah. Ya, pasrah dengan kalimat yang Hyo Yeon ucapkan, ia sangat tahu, itu adalah salah satu resiko yang harus diterima olehnya kalau Jong Woon memiliki kekasih yang seorang artis seperti dirinya sendiri.

“Jaga dirimu baik-baik, Hyo Yeon-ah. Mungkin, nanti aku tidak bisa bersama denganmu lagi.” Hyo Yeon terkejut mendengarnya. Apa? Memangnya dia mau kemana? Ia menatap heran ke arah Jong Woon.

“Apa katamu?” sambar Hyo Yeon cepat dan menatap Jong Woon serius. Entah kenapa Hyo Yeon merasa kalau perasaannya itu langsung berubah menjadi tidak enak.

Jong Woon menggeleng dan tersenyum kecil, senyum yang selalu Hyo Yeon sukai meskipun ia masih penasaran dengan ucapan Jong Woon. “Bukan apa-apa. Pulanglah, ini sudah malam.” Tapi ia malah memeluk tubuh Hyo Yeon. Meskipun tidak begitu erat. Tapi, tetap saja bisa membuat Hyo Yeon sesak napas, karena jantungnya langsung berdetak tidak teratur. Padahal itu bukan pertama kalinya Jong Woon memeluknya dengan tiba-tiba.

Oppa menyuruhku pulang, tapi malah memelukku. Sebenarnya yang bodoh ini aku atau oppa?” rajuk Hyo Yeon, tapi tetap membalas pelukan yang Jong Woon berikan. Ia tidak pernah bisa menolak pelukan hangat yang diberikan padanya. Karena ia selalu menyukainya, karena hanya karena berada di dekapannya seperti ini membuat Hyo Yeon merasa nyaman dan aman. Jong Woon langsung terkekeh setelah mendengar rajukannya.

“Kau, sekalipun aku bodoh, kau tetap lebih bodoh dariku, Hyo Yeon-ah.” Bisik Jong Woon dan mengecup keningnya saat gadis didepannya memejamkan mata sekilas, pipi Hyo Yeon selalu berakhir dengan memerah setiap kali Jong Woon melakukan hal itu. Hyo Yeon langsung salah tingkah.

Oppa, aku harus pulang.” Hyo Yeon merogoh saku coat yang dipakainya, mengambil ponselnya. Benda itu sudah bergetar lama dan bisa Hyo Yeon pastikan Chang Hyun yang meneleponnya. Hyo Yeon melirik layar yang menyala dengan sekilas dan dugaannya benar, karena di layar touchscreen ponselnya tertera nama Chang Hyun dengan foto narsis yang membuatnya terkekeh. Hyo Yeon pun menggoyangkan sedikit ponselnya seakan menunjukkan panggilan yang belum berhenti itu kepada Jong Woon yang langsung tersenyum.

“Aku yang akan mengantarmu dan Jin Yeon-ah.” Jong Woon kembali menatap Hyo Yeon tepat di matanya, membuat Hyo Yeon mengerjapkan matanya kembali karena terkejut. Tentu saja Jong Woon tidak mungkin membiarkan dua gadis itu pulang sendirian dengan transportasi umum, apa lagi ini sudah malam.

Oppa, kau serius?” Hyo Yeon menatap Jong Woon tidak percaya. Laki-laki itu mengangguk, lalu menyeringai.

“Aku serius. Tapi, kau harus mencium bibirku dulu.” Pinta Jong Woon. Hyo Yeon pun memutar bola matanya dan menarik hidung Jong Woon. Lalu, dengan cepat melepaskan pelukannya.

Oppa byeontae!” Protesnya kesal. Jong Woon langsung mengaduh kesakitan sambil memegangi hidungnya yang memerah.

“Baiklah, kajja, kajja!” Ucap Jong Woon akhirnya, pasrah dengan sikap gadis yang tidak mau menciumnya, tapi Jong Woon masih mempunyai cara lain. Hyo Yeon pun bangun dari duduknya, sedangkan Jong Woon langsung berjalan ke arah nakas kecil yang berada di samping kasur, mengambil kunci mobilnya. Hyo Yeon yang sekarang memperhatikannya pun tersenyum kecil. Karena merasa jika Jong Woon benar-benar akan mengantarnya pulang, lalu ia berjalan ke pintu kamar.

“Hyo Yeon-ah.” Hyo Yeon baru akan memegang gagang pintu saat Jong Woon memanggilnya tiba-tiba. Ia pun menolehkan wajahnya, matanya melotot saat bibir Jong Woon entah kenapa sudah menempel di depan bibirnya sendiri. Hyo Yeon langsung terdiam seperti patung.

Oppa—” baru saja Hyo Yeon akan mengajukan protes dan akan melepaskan tautan itu, Jong Woon malah mengecupi bibirnya beberapa kali, kedua tangannya juga mengurung tangan Hyo Yeon yang ingin memberontak. Setelah Jong Woon melepaskan tautan itu, Hyo Yeon langsung terdiam seakan ia berubah menjadi patung.

Eonni! Sudah jam sepuluh malam!” Hyo Yeon terkejut dan matanya langsung membulat, Jong Woon yang melihat ekspresinya yang lucu itu pun terkekeh dan meraih pundaknya, mengusapnya pelan. Hyo Yeon menundukkan kepalanya dengan pipi yang memerah setelah kesadarannya kembali sepenuhnya.

Kajja.” Hyo Yeon yang masih merasa malu pun menundukkan wajahnya dan berjalan sambil menatap ke arah lantai, tidak berani menatap ke arah Jong Woon, karena Jong Woon pasti akan menertawakannya kalau melihat kedua pipi Hyo Yeon yang memerah seperti itu.

 

*****

 

Oppa, apa yang kau lakukan pada eonni-ku?” Jong Woon terkekeh mendengar pertanyaan polos dari seorang evil seperti Jin Yeon. Jong Woon pun menggelengkan kepalanya.

“Bukan apa-apa, kajja pulang.” Jawabnya singkat.

Hyo Yeon menarik lengan Jin Yeon yang masih menatapnya dengan heran membuat Jong Woon merasa ingin tertawa dengan keras, tapi ia mengurungkan niatnya itu saat melihat Hyo Yeon yang akan menghukumnya kalau-kalau ia tertawa keras saat itu juga. Hyo Yeon menatapnya dengan tatapan membunuh tapi dengan kedua pipinya yang masih memerah. Jong Woon mengacak pelan rambut Jin Yeon, lalu mereka bertiga menuruni anak tangga. Begitu mereka ada ditengah-tengah anak tangga ia pun berhenti dan melepaskan rangkulannya dipundak Hyo Yeon. Baru menyadari bahwa masih ada banyak ELF disini.

“Pergilah duluan dan tunggu aku. Aku akan keluar lima menit kemudian.” Jong Woon berbisik pada Hyo Yeon yang langsung mengangguk, seakan tahu arah tujuannya. Yaitu, agar hubungan mereka tidak diketahui oleh publik, dan tentunya para ELF. Hyo Yeon menggandeng tangan Jin Yeon dan kembali menuruni anak tangga, sedangkan Jong Woon yang sedang memperhatikan mereka berdua itu pun menghela napasnya saat menatap ke arah kaki jenjang Hyo Yeon, tepatnya, menatap ke arah sepatu hak setinggi dua belas senti itu.

Sampai kapan anak itu akan memakai high heels setinggi itu? Jong Woon merasa dirinya pasti akan terlihat pendek jika berjalan berdua dengan Hyo Yeon. Jong Woon pun menggelengkan kepalanya dengan pelan, sepertinya ia harus membelikan Hyo Yeon flat shoes, bahkan menyuruh Hyo Yeon agar lebih baik memakai flat shoes saja saat bertemu dengannya. Ingatan Jong Woon tiba-tiba terarah kembali pada form enlistmentnya yang sudah dengan rapi ia sembunyikan di ranselnya. Formulir pendaftaran untuk wajib militernya tahun ini. Jong Woon langsung berpikir.

Bagaimana jika Hyo Yeon mengetahui bahwa beberapa bulan lagi Jong Woon akan melakukan wajib militer? Tidak bertemu dengannya beberapa minggu saja sudah membuat gadis itu menangis saat live perform kemarin. Bagaimana jika dua tahun tidak bertemu dengannya? Karena jika Jong Woon wajib militer, ia akan hiatus dari dunia keartisan untuk sementara, tepatnya dua taun.

Tapi, kalau Jong Woon mengira gadis itu tidak tahu, ingatannya terulang kembali. Ia langsung menyadari, gadis itu.. apa jangan-jangan sudah mengetahui bahwa Jong Woon akan melakukan wajib militer? Makanya ia menangis seperti itu? Tapi itu tidak mungkin. Karena, Hyo Yeon tengah mempromosikan mini album barunya, jadi tidak mungkin tahu. Jong Woon sangat tahu, kalau Hyo Yeon akan menjauh dari akun media sosialnya dulu untuk bisa lebih fokus pada jadwal-jadwalnya yang mencekik. Jong Woon menghela napas lagi.

Kenapa tiba-tiba Jong Woon merasa merindukan Hyo Yeon dengan begitu besar? Apa karena ia tidak rela saat akan meninggalkannya nanti? Bagaimana jika tanpanya Hyo Yeon tidak bisa menjalani hari-harinya dengan ceria lagi? Seperti Hyo Yeon yang biasa ia kenal. Jong Woon pun berusaha menghilangkan semua pikiran itu.

Biarkan saja Hyo Yeon tidak mengetahuinya, itu lebih baik, setidaknya sampai goodbye stage. Ya, mungkin hanya itu yang harus ia lakukan. Ia menuruni anak tangga dan beberapa ELF yang masih duduk setia menunggunya menanyainya berbagai hal. Tapi Jong Woon hanya menanggapinya dengan senyuman kecil, bermaksud tidak ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kadang membuatnya pusing sendiri.

“Maaf, aku harus pergi.” Ucap Jong Woon sopan. Begitu sampai pintu keluar, ia membukanya dan mendekati mobil yang terparkir sedikit jauh dari kafenya berada. Membuka pintu mobil dan duduk dibelakang kemudi, memakai seatbelt, lalu menyalakan mesin. Jong Woon langsung berdecak kecil saat matanya melihat Hyo Yeon dan Jin Yeon yang sedang berdiri disorot oleh sinar lampu yang berasal dari mobilnya. Jong Woon pun segera menjalankan mobilnya.

Kajja!” Jong Woon sedikit berteriak. Hyo Yeon mengangguk dan membuka pintu. Bagusnya, setiap ia mengantar ataupun menjemput Hyo Yeon dan Jin Yeon, Jin Yeon selalu duduk dikursi penumpang, bukan disebelahnya yang memang khusus Hyo Yeon. Jong Woon tidak tahu itu hanya refleks saja, atau memang karena Jin Yeon lebih suka duduk dibelakang, atau karena gadis itu tidak ingin mengganggunya dengan Hyo Yeon? Entahlah.

“Jin Yeon-ah, pakai seatbelt yang benar. Jika kau masih mengantuk, tidur saja.” Ucap Hyo Yeon dan begitu mendapat anggukan kepala dari Jin Yeon, ia langsung menutup pintu dan membuka pintu depan, ia duduk disamping Jong Woon dan kembali menutup pintunya. Jong Woon pun menjalankan mobil begitu Hyo Yeon selesai memakai seatbelt.

 

*****

 

22:28 PM K.S.T.

Galleria Foret Apartment, Seoul, South Korea

Begitu sampai di basement, Jong Woon mematikan mesin mobilnya dan melepas seatbeltnya, juga kunci mobilnya. Lalu, ia menggerakkan lengan Hyo Yeon dengan pelan, sepertinya gadis itu tertidur saat di perjalanan, sama seperti Jin Yeon yang bahkan sudah tertidur pulas di kursi belakang.

“Hyo Yeon-ah.” Panggil Jong Woon, berusaha membangunkan Hyo Yeon yang masih memejamkan matanya. Jong Woon menghembuskan napasnya berat, tersadar kalau Hyo Yeon adalah tipe orang yang agak susah dibangunkan. Ia pun mendekatkan tubuhnya pada Hyo Yeon, supaya suaranya terdengar jelas.

Ireonayo...” ucap Jong Woon. Ia harus membangunkan gadis itu, tapi ia tidak bisa mengelak kalau ia senang melihat gadis itu yang tengah tertidur seperti ini. Wajah baby face itu terlihat damai dan polos. Gadis yang merasa tubuhnya diguncang—karena memang Jong Woon sedikit keras menguncangkan lengannya—pun membuka matanya.

“Hmm... Oppa? Sudah sampai?” Hyo Yeon mengusap kedua matanya yang tanpa memakai apa-apa. Memang setiap kali setelah perform, ia selalu menghapus makeup-nya sampai bersih. Karena ia sangat anti dengan jerawat dan benar-benar menjauhkan makhluk itu. Jong Woon mengangguk dan langsung tersenyum saat melihat mata Hyo Yeon mengecil. Matanya memang akan selalu seperti itu kalau baru bangun dari tidurnya.

“Astaga, maaf aku ketiduran,” Hyo Yeon segera membenarkan duduknya dan sedikit merenggangkan tubuhnya. Lalu ia merogoh saku coat-nya seakan mencari sesuatu.

“Di mana ponselku? Nah ini dia.” Ucap Hyo Yeon pelan, khas orang yang mengantuk. Ekspresinya terlihat berubah saat menemukan benda segi panjang berwarna putih itu. laki-laki yang memperhatikannya sejak Hyo Yeon tidur tadi pun mengeryitkan keningnya. Heran sekaligus bingung. Apa yang akan Hyo Yeon-ah lakukan?

“Mau apa kau? Menelepon Chang Hyun hyung?” tebaknya, matanya masih menatap Hyo Yeon dengan heran. Untuk apa ia menelepon manajernya? Dan pertanyaan darinya langsung dijawab oleh anggukan kepala dari Hyo Yeon.

“Iya oppa, aku mana kuat menggendong Jin Yeon-ah—Omona, kepalaku pusing sekali.” Jawab Hyo Yeon dan mengeluh saat sebelah kepalanya berdenyut. Efek kurang tidur dan karena dibangunkan paksa. Selalu seperti itu, ia langsung memegangi kepalanya. Jong Woon menatapnya khawatir, ia pun mengambil ponsel Hyo Yeon.

“Jangan menelponnya, biar aku saja yang menggendongnya.” Jong Woon kembali menyodorkan ponselnya saat panggilan telepon sudah ia putus sebelum ada yang menjawabnya. Jong Woon mengusap pelan rambut Hyo Yeon, lalu ia membuka pintu mobilnya, menutupnya dan ia membuka pintu Hyo Yeon. Jong Woon langsung menarik pelan lengan Hyo Yeon.

Kajja, kau bisa tidur lagi saat sudah sampai di dorm.” Ucap Jong Woon saat ia mengetahui kalau Hyo Yeon akan memejamkan matanya lagi. Hyo Yeon mengangguk dan segera keluar dari mobil. Ia refleks terhuyung saat sudah berdiri di atas tanah dan hampir terjatuh. Jong Woon langsung memegang kedua pundak Hyo Yeon.

“Kau tidak apa-apa?” pertanyaan dari Jong Woon hanya dijawab oleh anggukan kecil. Ia mendengus kesal sekaligus khawatir. Ia tahu Hyo Yeon merasa pusing seperti itu pasti karena ia membangunkannya secara paksa tadi dan karena ia tidak mau Hyo Yeon menunggu lama, ia pun membuka pintu penumpang, tepatnya setelah ia menutup pintu Hyo Yeon terlebih dahulu.

Dengan hati-hati Jong Woon meletakkan tangannya untuk mengangkat tubuh Jin Yeon dari kursi penumpang dengan perlahan. Ia menatap Jin Yeon yang berumur dibawah empat tahun dari Hyo Yeon, gadis itu benar-benar tertidur sangat pulas. Bahkan Jong Woon sempat hampir terjatuh tadi, tapi gadis itu tetap tidak bergeming dan masih tertidur. Ia pun membenarkan posisi Jin Yeon, lalu menutup pintu mobilnya dengan kaki.

Hyo Yeon yang masih dalam keadaan nyawa yang seakan belum terkumpul itu pun menghampiri Jong Woon ketika pintu sudah tertutup dan ia sudah mengunci pintu mobilnya, mereka berdua melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung, menuju lift dengan Jin Yeon yang ada di dalam gendongan Jong Woon.

 

*****

 

Hyo Yeon masuk ke dalam dorm setelah memasukkan pin di sebuah kotak segi panjang yang ada didekat gagang pintu. Lalu melepas sepatunya dan berjalan ke arah kamarnya, diikuti oleh Jong Woon yang masih menggendong Jin Yeon.

Oppa, kamar Jin Yeon-ah disana.” Hyo Yeon menunjuk pintu bercat soft pink yang berseberangan dengan kamarnya setelah kesadarannya kembali sepenuhnya. Jong Woon langsung mengangguk, sedikit menggerutu, ia tentu tahu di mana kamar Jin Yeon, memangnya ini pertama kalinya ia datang kesini?

Jong Woon segera berjalan ke dalam kamar itu, begitu pintu telah dibuka dengan susah payah, ia langsung menghela napas melihat lampu kamar itu mati, lebih tepatnya dimatikan. Jong Woon menggerutu lagi, kenapa hanya kamar Jin Yeon yang menyala-matikan lampunya harus secara manual?

Ketika Jong Woon berhasil menyalakan lampu, ia pun menuju kasur dan membaringkan tubuh Jin Yeon dengan hati-hati, gadis ini masih harus perform dengan Hyo Yeon besok, dan besoknya lagi. Bahaya kalau sampai terjadi apa-apa pada kaki atau tangannya. Jong Woon menarik selimut hello kitty yang berwarna pink cerah sampai sebatas dada Jin Yeon.

Dan, saat Jong Woon sudah memastikan Jin Yeon masih tertidur pulas, ia mematikan lampu kembali dan menyalakan lampu tidur, lalu menutup pintu kamar dengan perlahan. Begitu ia menghampiri ruang tengah, ia melihat Hyo Yeon yang tengah minum air putih dan terduduk di sofa. Sepertinya gadis itu baru selesai minum obat. Obat pusing ia rasa.

Oppa mau langsung pulang?” Hyo Yeon menggeser tubuhnya ketika Jong Woon menggelengkan kepalanya, bermaksud untuk menyuruhnya duduk disampingnya dan ia langsung menurut.

“Aku ingin disini sebentar.” Hyo Yeon mengerutkan keningnya saat mendengar ada perubahan nada dari suara Jong Woon. Ia menggeser tubuhnya lagi, mendekat ke arah Jong Woon dan menatapnya. Mata lelahnya itu... bisa tidak terhapus dari wajah tampan Jong Woon?

Oppa terlihat lelah.” Ucapannya itu dijawab dengan anggukan asal dari Jong Woon, Hyo Yeon pun mendengus dan memukul pelan lengan Jong Woon yang langsung menatapnya dalam. Seketika pipi Hyo Yeon langsung memerah.

Oppa, mau kuambilkan minum?” tawar Hyo Yeon. Ia sedikit salah tingkah jika di tatap dalam seperti itu oleh Jong Woon, ia menggeser duduknya agak menjauh dari Jong Woon. Ketika laki-laki itu mengangguk, Hyo Yeon langsung menghela napas lega dan beranjak dari duduknya. Lalu, berjalan ke dapur untuk mengambil gelas dan berhenti didepan dispenser. Ia kembali dengan segelas air putih.

Gomawo.” Setelah Hyo Yeon menyodorkan sebuah gelas berisi air minum, Jong Woon langsung meminumnya dengan sekali teguk, Hyo Yeon menatapnya tidak percaya. Apa laki-laki didepanku ini kelelahan menyetir? Pikirnya.

Oppa, kalau kau benar-benar lelah lebih baik menginap disini saja.” Kali ini ucapan Hyo Yeon  langsung mendapatkan sebuah jitakan mulus dari Jong Woon. Ia pun mendengus kesal dan mengelus kepalanya.

“Kau mau membuatku tidak menemuimu sebulan penuh lagi, Hm?” Jong Woon  menatapnya, tepat dimanik matanya, Hyo Yeon kembali menjadi salah tingkah dan mengalihkan pandangannya, tapi ia malah kembali menatapnya lagi. Jong Woon terkekeh pelan, ini salah satu hal dari sekian banyak hal yang sangat disukainya dari Hyo Yeon. Gadis itu tetap atau akan kembali menatapnya sekalipun sedang malu, salah tingkah, ataupun saat pipinya memerah seperti sekarang ini.

Jong Woon menggeleng, “Aniya, aku akan pulang sekarang.” Ia meletakkan gelas dimeja dan bangkit dari duduknya. Hyo Yeon mengangguk dan ikut bangkit dari duduknya.

“Sampaikan salamku untuk eommonim, abeoji dan Jong Jin oppa.” Hyo Yeon mengikuti langkah panjang Jong Woon yang menuju pintu dorm. Jong Woon mengangguk dan memakai sepatunya.

“Aku tadi juga tidak sempat berpamitan pada mereka, sampaikan permintaan maafku, oppa. Nanti aku akan berkunjung lagi.” Jelasnya dan dijawab oleh anggukan lagi. Jong Woon yang semula duduk di undukan satu tingkat di dekat pintu pun bangun, berdiri tepat didepan Hyo Yeon yang masih memperhatikannya dari tadi.

“Tidak perlu meminta maaf, mereka pasti mengerti. Kau jangan sampai sakit, hmm.. Jangan lupa makan dan minum vitamin. Jadwalmu masih padat kan?” Jong Woon balik menjelaskan. Hyo Yeon memajukan bibirnya karena mendapat 'wejangan' dari kekasihnya. Tapi ia mengangguk kecil mengiyakan.

“Setidaknya untuk sebulan ke depan, apalagi nanti aku ada album baru, oops!” Hyo Yeon langsung menutup mulutnya dan mati-matian merutuki kebodohannya yang entah kenapa bisa keceplosan seperti itu. Jong Woon pun menatapnya tajam dan serius.

Comeback apa lagi? Konsep seksi? Apa kau benar-benar ingin mati Hyo Yeon-ah?!” sambar Jong Woon kesal. Hyo Yeon hanya menghela napas berusaha sabar mendengar pertanyaan itu, ia menggeleng.

“Nanti, jika waktunya sudah dekat, aku akan memberitahumu, oppa.” Janjinya. Jong Woon menatapnya dengan tatapan yang sulit dimengerti oleh Hyo Yeon.

Jong Woon memperhatikan wajah Hyo Yeon, mata, hidung dan bibir. Matanya terlihat lelah tapi terpancar rasa bahagia, yang ia yakini sendiri itu karena dengan bersamanya, hidungnya masih tetap sama, bibirnya.. demi apa pun Jong Woon benar-benar ingin setiap hari merasakan kecupannya. Jong Woon sedikit menggeleng pelan saat sadar pikirannya mulai tidak waras.

Wajahnya, masih seperti bayi meskipun sedikit terlihat dewasa karena umurnya sudah lebih dari dua puluh tahun. Jong Woon menghela napas lega, entah.. dengan melihatnya saja ia sudah merasa beruntung memilikinya. Jong Woon tidak tega kalau sepasang mata cantik Hyo Yeon berair lagi ketika tahu ia akan pergi wajib militer bulan Mei nanti.

“Tapi kan..” tiga bulan lagi aku akan pergi, pergi selama dua tahun dan entah aku tidak tahu bisa atau tidaknya aku bertemu denganmu, yang bisa kupastikan aku akan sangat merindukanmu, terusnya dalam hati. Jong Woon menghela napas, menyimpan semua kalimat yang hanya bisa ia ungkapkan dalam hati. Ia tersenyum ketika menyadari ucapannya terputus begitu saja. Hyo Yeon yang melihat hal itu sempat menatapnya heran.

“Sudah, sana pulang. Oppa harus membantu eommonim membereskan toko yang akan tutup kan? Sudah hampir jam dua belas malam.” Hyo Yeon tidak ingin terlalu memikirkan ucapan Jong Woon yang terputus, ia tidak ingin merasa penasaran. Ia pun sedikit mendorong tubuh Jong Woon, membuka pintu dorm dan keluar bersama Jong Woon.

Jong Woon yang masih menatapnya pun tersenyum kecil, menghela napasnya, lalu ia mengangguk. Mereka tidak menyadari ada orang lain yang berpakaian hitam-hitam yang berusaha untuk tidak terlihat sedang memperhatikan mereka berdua, bahkan sejak Hyo Yeon datang di dorm bersama Jong Woon tadi.

“Baiklah, istriku. Suamimu ini pulang dulu, ne?” ucap Jong Woon. Hyo Yeon pun terkekeh dengan wajah yang menggemaskan.

Oppa, kita belum menikah dan itu masih sangat jauh!” Elak Hyo Yeon, ia terdiam sebentar kemudian terkekeh lagi, Jong Woon juga ikut terkekeh.

Jong Woon mendaratkan sebuah kecupan ringan di bibir sempurna Hyo Yeon. Tawanya langsung teredam dan tiba-tiba berhenti. Bergantian dengan pipinya yang berubah menjadi semerah tomat. Ketika ia melepas tautannya, Hyo Yeon memukuli dada Jong Woon dengan pelan. Sikap Jong Woon langsung dipotret oleh orang yang tengah bersembunyi di salah satu dinding, berada sedikit jauh dari mereka berdua.

Oppa!” Protes Hyo Yeon. Jong Woon hanya tersenyum lebar. Ia mengelus pelan rambut gadis itu dan memeluk tubuh tinggi rampingnya. Seakan mencurahkan semua rasa rindunya. Seakan tidak ada hari esok, seakan ia tidak bisa memeluknya lagi dan seakan ini yang terakhir. Orang yang sejak tadi masih memperhatikan mereka pun berdecak kecil dan memotret sebanyak yang ia bisa.

“Sudah, istirahat sana.” Suruh Jong Woon, tidak menggubris protes dari Hyo Yeon yang langsung mengangguk. Ia tersenyum manis ketika menatap laki-laki itu. Ia menikmati pandangannya pada setiap inci bagian wajah laki-laki itu. Membuatnya merasa bahagia hanya karena menatapnya dari dekat seperti ini. Membuatnya merasa beruntung dan merasa ada. Meskipun diluar sana, hanya ada sedikit orang yang mengetahui hubungan sebenarnya antara Hyo Yeon dan Jong Woon, tapi selama Jong Woon mengakui kalau laki-laki itu mencintainya juga.

Apa yang harus ia beratkan? Apa yang harus ia sesali dan kecewakan? Yang harus Hyo Yeon yakini sekarang adalah bahwa Jong Woon mencintainya dan ia pun juga mencintai Jong Woon, meskipun mereka berdua tidak bisa menunjukkannya di depan publik. Tapi Hyo Yeon pikir, hanya seperti ini saja sudah cukup untuknya. Hanya seperti ini saja sudah bisa membuatnya bahagia.

Kali ini Jong Woon mengecup keningnya, semua lamunan yang tiba-tiba masuk kedalam pikirannya pun menguap entah kemana. Tapi, Hyo Yeon selalu merasa nyaman dengan apa yang Jong Woon lakukan. Bahkan hanya sesederhana ini ia bisa bahagia, hanya karena laki-laki itu ada didekatnya seperti ini. “Aku mencintaimu, Hyo Yeon-ah.” Ucap Jong Woon dengan tulus.

“Aku juga mencintaimu, oppa.” Hyo Yeon sedikit berjinjit dan mencium sebelah pipi Jong Woon. Meskipun ini bukan yang pertama kalinya, tapi pipi Jong Woon langsung berubah menjadi merah. Hyo Yeon pun terkekeh lagi.

“Aku pulang dulu, Hyo Yeon-ah. Selamat malam, tidur yang nyenyak sleeping beauty.” Jong Woon melepas pelukannya dengan enggan. Tapi, biarlah. Dua hari lagi ia akan berada di satu acara musik yang sama dengan Hyo Yeon. Hyo Yeon mengangguk dan tersenyum, lalu melambaikan tangannya ke arah Jong Woon yang sudah berjalan menuju lift.

Bersyukur bahwa dirinya sendiri masih bisa menahan diri untuk tidak membuka akun media sosialnya. Sehingga, Hyo Yeon tidak tahu ada kabar apa saja yang menjadi trending topic untuk Super Junior, terutama Jong Woon. Hyo Yeon menghela napas dan masuk ke dalam dorm, lalu menutup pintunya dan mengunci pintunya. Ia hanya bisa berharap hari esok benar-benar menjadi hari yang baik, sekaligus melelahkan. Ya, tentu saja.

Sedangkan, orang yang tadi memotretnya bersama Jong Woon sudah hilang entah kemana sedetik sebelum Jong Woon berjalan ke arah lift, dengan seringaian yang tercetak jelas dibibirnya, seolah ia puas dengan apa yang ia lihat dan didapatkannya di dalam kamera DSLR yang dipegangnya.

 

_T.B.C._

 

 

Bekasi, 6th of May 2015

 

Regards,

ClouSky Precious

Lady Juliette Lee

 

Give me love? Thanks! ^^

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK