******
05
“I SEE YOU…”
******
Jieun baru saja mengeringkan rambutnya yang basah sehabis mandi ketika ponselnya berbunyi malam itu. Jaehyun menelepon Jieun dari kantor-nya dan memberitahunya sebuah berita gembira, “Selamat! Lee Jieun-shi, Kamu diterima sebagai pemeran utama wanita di drama Sky of Heaven!”
“serius??!! Yesss!!!” Jieun melompat kegirangan di kamarnya, “gomawoyo, Jaehyun oppa!You are the best!!!”
“oh, Jieunah, besok datang ke staragency jam sepuluh pagi ya, kita langsung reading script…” perintah Jaehyun.
“wah, cepet banget. Memangnya drama ini uda deket sama deadline?” tanya Jieun.
“ya bisa dibilang begitu…” jawab Jaehyun, “besok kujelasin dengan rinci. Bye, Jieunah…”
******
Suji sedang menonton video latihan dance boyband VIXX yang akan segera debut di StarAgecncy di ruangan kantornya. Malam sudah larut dan jam berbentuk kastil di meja kerja Suji menunjukkan pukul dua belas malam dan CEO wanita ini belum beranjak sedetikpun dari tempat duduknya. Wajahnya diliputi senyum penuh kepuasan dengan kekompakan dance yang ditunjukkan group VIXX dalam video.
Telepon Suji berdering dan dengan segera ia mengangkatnya, “Suji ya… kamu masih dikantor?”
“nee, ommonim. Aku masih memonitor boyband VIXX yang akan segera debut…” jelas Suji.
“ini sudah jam berapa, Suji?” tanya Omma-nya dengan nada cemas dari seberang telepon.
Suji melirik jam berbentuk kastil di mejanya “Jam dua belas…”
“cepatlah pulang, Suji. jangan memforsir badanmu, nanti kamu bisa sakit…” pinta Omma Suji.
“arassoyo ommonim. Aku akan pulang sekarang…”
******
Suji keluar dari lift basemen satu saat matanya melihat Myungsoo sedang melepas rantai yang mengunci sepedanya di tempat parkir Staragency. Suji pun berjalan mendekati dan menyapanya, “Myungsoo-ya…”
“oh! Suji…” Myungsoo tampak terkejut melihat bosnya masih berada di kantor selarut malam ini.
“kamu baru selesai latihan?” tanya Suji sambil tersenyum.
“nee… anak-anak VIXX sepertinya kelelahan berlatih seharian. Kalau dipaksa, mereka bisa cedera nanti, makanya kusuruh mereka pulang sekarang…”
Suji mengangguk pelan, “kamu benar. … Apalagi, sebenarnya aku berencana untuk memajukan tanggal debut mereka…”
“nee?!” Myungsoo sekali lagi terkejut mendengar ucapan Suji.
“nee. aku berencana mendebutkan mereka tiga minggu lagi…” ujar Suji mantap.
“mwoo?”
“nee… aku bermaksud mendebutkan mereka bertepatan dengan pertunanganku. waeyo?” Suji mengernyitkan dahinya mendengar pernyataan Myungsoo.
“pertunangan?!” tanya myungsoo yang masih tidak paham dengan ucapan Suji.
“ahhhh, aku lupa belum memberimu undangan pertunanganku dengan Jongsuk oppa, ya?” ujar Suji dengan riang, “lagipula tidak masalah mendebutkan VIXX secepat itu. Mereka pasti sudah menanti untuk debut. Toh semua persiapan mulai dari video klip sampai budget sudah kutandatangani. Mereka hanya tinggal menunggu persetujuanku untuk bisa debut, myungsoo…” jelas Suji, “aku senang karena kehadiranmu membuat mereka semakin mahir dance”
“oh…” entah kenapa dada Myungsoo terasa nyeri mendengar ucapan Suji. ia hanya bisa mengangguk pasrah dengan wajah lemah.
“gomawoyo, myungsoo” ujar Suji dengan senyum tulus pada Myungsoo.
“for what?” Myungsoo menatap Suji dengan ekspresi heran.
“semuanya, aku senang kamu mau kerja lagi di staragency. Aku juga seneng kamu sudah mau kembali ke korea untuk melatih persiapan boyband baru kami sebelum debut” Suji menyunggingkan senyum yang membuat semua kepenatan di pundak Myungsoo menguap dalam sekejap.
“never mind, Sujiya…” Myungsoo memandangi Suji dengan tatapan penuh senyuman, “Sujiya…”
“nee?”
“mau kuantar pulang?” ajak Myungsoo sambil menunjuk sepedanya.
“ehhh??” Suji membulatkan matanya tak percaya.
“ayo kuantar kerumah naik sepeda… kamu suruh saja supirmu howon pulang duluan…”
“tapi…” Suji tidak terlalu yakin dengan permintaan Myungsoo.
“pliss! Kamu bilang kan tadi kamu seneng aku mau kerja lagi di Staragency. Jadi, Jangan tolak permintaanku ini… anggap aja ini sebagai tanda reunian kita setelah tiga tahun… so?”
“hmm… okay!” jawab Suji sambil tersenyum canggung.
“sip!! Jadi, ayo naik!” pinta Myungsoo yang sudah siap di atas sepedanya, “pegang sabukku erat-erat ya! Aku ga mau kamu jatuh kalau nanti aku kekencangan ngayuh sepedanya…”
“hmmm… hati-hati ya…”
“Siap bos! Let’s go!!!” Myungsoo menginjak pedalnya kuat-kuat dan segera meluncur dengan wajah sumringah.
******
Malam terlihat gelap tanpa satu pun cahaya bintang yang masih senang bersembunyi di balik sisa awan hujan, Lee Jongsuk duduk sendirian di ayunan yang berada di taman dekat kompleks rumah Suji. Meskipun sudah memasuki musim semi, udara malam hari masih terasa dingin membeku dan membuat gigi putih Jongsuk jadi kaku. Ia merapatkan jaket coklat yang dikenakannya, berusaha menahan dingin yang mengelus-elus pipi pucatnya. Sepenggal kenangan menyusup melalui celah rantai penyangga ayunan disebelahnya bersama angin malam dan membuat Jongsuk tersenyum kecil.
Lee Jongsuk yang saat itu berumur dua belas tahun senang sekali bisa bermain lempar bola bersama teman-teman lelakinya di taman bermain kompleks ini setiap pulang sekolah. Si jangkung berambut kecoklatan ini baru pindah dari daerah gunung Taebaek ke Seoul dua minggu lalu bersama ayahnya Lee Jinhyuk dan adik perempuannya Lee Jieun. Ayahnya memulai bisnis sebagai CEO StarAgency yang bergerak di bidang industry hiburan sehingga ia terpaksa harus pindah rumah dan mengajak kedua anaknya. Ibu Jongsuk, nyonya Lee Jinri tidak bisa ikut pindah ke Seoul karena masih harus mengurus panti asuhan Haneuli yang berada di desa kecil yang berada di gunung Taebaek. Awalnya Jongsuk berniat untuk tinggal bersama ibunya, namun sang ibu membujuknya dengan mengatakan bahwa di Seoul Jongsuk juga bisa mendapatkan teman baru yang sama menyenangkannya dengan teman-temannya di panti asuhan.
Permainan lempar bola ini sangat menyenangkan bagi Jongsuk. Karena Ia terlalu bersemangat melempar bola kearah Jaehyun, lemparannya jadi meleset dan bolanya malah jatuh di kaki seorang gadis muda yang sedang duduk diatas ayunan. Gadis berambut hitam panjang itu menunduk dan memungut bola yang jatuh di dekatnya. Jongsuk menghampirinya dan meminta kembali bola itu. Sang gadis mengulurkan tangannya untuk mengembalikan bola itu, tapi dengan cepat melempar bola ditangannya ke arah atas. Untungnya bola yang dilempar itu jatuh dibelakang kepala Jongsuk. Sang gadis muda tertawa kecil melihat Jongsuk yang berusaha menghindari lemparan bola sehingga membuat jarak diantara mereka menjadi dekat.
Sang gadis muda itu berdiri dari ayunan dan memandangi wajah Jongsuk. Ia bisa melihat dengan jelas manik mata kecoklatan pemuda jangkung dihadapannya ini, “ kamu tinggi yaa…”
“nee??!” Jongsuk terkejut melihat betapa dekatnya jarak diantara mereka yang hanya dua jengkal tangan.
Si gadis muda mengukur tingginya jika dibandingkan Jongsuk, “lihat! Tinggiku Cuma sedadamu! Wahhh!”
“kamu aneh…” cetus Jongsuk yang mundur perlahan.
“arra.. makanya aku Cuma duduk di ayunan ini sendirian…” jawab si gadis muda yang kembali duduk di ayunannya.
“cobalah bergaul dengan teman yang lain biar kamu ga kesepian” saran Jongsuk.
Si gadis muda menggeleng pelan dan tersenyum mendengar ucapan Jongsuk, “aku sudah terbiasa sendirian kok, saat aku pergi nanti, aku juga akan pergi sendiri”
Jongsuk tidak paham ucapan si gadis muda, “nee? Memang kamu mau pergi kemana?”
“namaku Suji, margaku Bae… namamu?”
“Lee Jongsuk”
“banggawoyo, Jongsukah… kamu baru pindah ke kompleks ini ya? Aku belum pernah melihatmu”
“neee, Sujiya… dua minggu lalu”
“kamu mau ndorongin punggungku?”
“wae?”
“aku Cuma pengen tahu rasanya punya teman yang bersedia mendorongku terbang tinggi sampai ke langit biru…” Suji memandangi langit di atasnya yang dipenuhi awan berarak.
Jongsuk mendongak kepalanya dan bertanya, “langit biru?”
“kamu mau gak bantuin aku?” tanya Suji sekali lagi pada Jongsuk.
“hmmm… nee…” Jongsuk berjalan ke bagian belakang Suji dengan canggung.
“kalau gitu, cepat berdiri di belakang punggungku! Dorong aku yang kuat yaa!!! Aku mau terbang ke langit!! Kajja!!”
Jongsuk memandangi langit yang tak berbintang diatasnya sendirian. Ia menarik nafas berat dan panjang dan membatin, ‘Sujiya, kapan aku bisa mendorongmu terbang tinggi ke langit lagi?’
******
Lampu di salon Classic Beauty masih menyala di jam dua belas malam. Seorang pria masuk kedalam salon dan melepas topi hitam yang menutupi wajahnya. Ia pun menyapa gadis berponi yang sedang menata peralatan kosmetik, “Soojung-ah…”
Soojung menoleh dan melihat sang hallyu star sedang berdiri didepan pintu salon, “Soohyun oppa… ada apa kemari malam-malam begini?”
“aku kebetulan baru selesai pemotretan didaerah sini. Waktu lewat sini, kulihat lampu di salan Classic Beauty belum padam, makanya aku mampir” jelas Soohyun sambil duduk di salah satu kursi salon.
“ohh… ini, aku ke salon untuk mengambil beberapa peralatan make-up baru untuk nona Jieun” jawab Soojung sambil mengunci lemari tempat peralatan kosmetik tersimpan.
Soohyun mengangguk paham, “ah… hmm.. Soojungah, sebenarnya aku juga ingin bertemu denganmu dan menanyakan sesuatu…”
“nee? Apa yang ingin oppa tanyakan?” Soojung duduk di hadapan Soohyun.
“hmm… sebenarnya waktu kamu kuantar pulang saat sakit kemarin, aku lihat kamu punya tanda lahir di tengkuk lehermu…”
“nee??” Soojung kaget mendengar penuturan Soohyun yang tiba-tiba. Ia teringat saat tadi siang Myungsoo mengatakan hal yang sama. Soojung bertanya-tanya apa yang membuat tanda lahirnya special akhir-akhir ini.
“aku merasa pernah melihat orang yang memiliki tanda lahir sepertimu, tapi memoriku sepertinya terkunci rapat dan entah kenapa kepalaku selalu sakit begitu aku ingin mengingatnya” Soohyun melihat wajah Soojung berubah bingung dan panik dengan penuturannya.
“sebenarnya… aku juga mengalami hal yang sama denganmu, oppa…” ungkap Soojung perlahan.
“benarkah? Siapa yang membuatmu merasa sakit kepala?”
Soojung mengangguk, ia teringat pada tanda lahir berbentuk bintang di pergelangan tangan kiri milik Bae Suji. Soojung menatap wajah Soohyun yang menanti dirinya bicara, “hmm…”
“katakanlah Soojungah… aku berjanji tidak akan memberitahu orang lain… ok?”
“hmmm… aku pernah melihat nona Bae Suji punya tanda lahir di pergelangan tangan kirinya… berbentuk bintang…”
“kamu juga tahu tentang tanda lahir Suji?!!” Soohyun merasa terkejut mendengar penuturan Soojung.
Gadis berponi itu mengangguk, “ya. Aku merasa sangat familiar dengan tanda lahir nona Suji, tapi begitu aku mencoba mengingatnya, aku tak pernah bisa…”
Soohyun mengangguk tanda mengerti dengan ucapan Soojung, “kurasa hanya Suji yang bisa menjawab pertanyaan kita. Aku akan menanyakannya kalau bertemu lagi dengan Suji,…”
“sebenarnya…” Soojung ingin sekali mengatakan pada Soohyun bahwa dirinya juga sering merasa gugup dan pusing saat bertemu dengan Myungsoo. Tapi bibirnya terkatup rapat karena tidak sanggup merangkai kalimat untuk diungkapkan pada sang hallyu star dihadapannya.
“kenapa Soojungah? Ada lagi yang ingin kamu ingat?” tanya Soohyun
Soojung menggeleng dengan cepat sambil tersenyum penuh kepura-puraan.
******
Suji duduk disamping Myungsoo di sebuah tepi sungai dalam perjalanan pulang. Wanita cantik ini mengedarkan pandangannya kearah sungai yang terlihat gelap. Ia menoleh kepada Myungsoo yang mengeluarkan nafas berat dan bertanya, “ada apa myungsoo-ya?”
Myungsoo menggeleng dan memandangi sungai dihadapannya, “hmm? Nothing. Aku tak menyangka selama tiga tahun di amerika, aku sudah kehilangan kesempatan besar disini…”
“maksudmu?”
“yaaa… aku kehilangan kesempatan untuk menjadi yang terbaik untuk seseorang…” ungkap Myungsoo yang terlihat menyesal karena merasa tidak ada lagi kesempatan untuk menyatakan perasaannya pada Suji.
“untuk siapa?” tanya Suji yang tidak paham sama sekali dengan ucapan Myungsoo yang penuh kiasan.
Myungsoo memandangi Suji yang wajahnya tetap cantik meskipun make-up di wajahnya telah luntur. Ia tersenyum penuh arti dan hanya terdiam melihat bosnya yang sama sekali tidak mengerti bahwa dirinya sangat kecewa mendengar bahwa Suji akan segera bertunangan. “Sujiya, Saat aku di amerika, setiap malam aku selalu duduk di tepi sungai seperti ini. Aku hanya senang memandangi sungai dan langit malam hari. Sujiya, lihatlah! Warna mereka sama kan? Hitam, kelam dan gelap…”
“rasanya seperti bercermin kan, Myungsoo?” tanya Suji.
Myungsoo mengangguk, “ya… sungai tahu saat langit bersedih, dia juga akan bersedih. Jika langit berwarna biru terang, sungai pun memiliki warna yang sama…”
“kamu benar, Myungsoo. Itu gunanya teman kan? Seseorang yang bisa memantulkan refleksi yang sama denganmu” Suji tersenyum kecil.
“Sujiyaa” Myungsoo menatap wanita yang paling cantik dalam hidupnya itu dengan penuh senyuman.
“yaa?”
Myungsoo memandangi wajah Suji yang menatapnya dengan pandangan penuh tanya. Tangan kanan Myungsoo terulur dengan lambat kearah wajah Suji yang lelah. Ingin sekali rasanya Myungsoo mengusap kelelahan yang melanda Suji. Namun, tangan kanan itu hanya bisa berhenti di pundak Suji dan menepuk perlahan rasa lelah yang tertumpuk disana, “aku akan selalu menjadi teman yang baik untukmu”
“arra, Myungsoo. Kamu sudah buktikan itu dengan pulang ke korea untukku”
Myungsoo hanya tersenyum mendengar ucapan Suji. ia tidak bisa mengatakan bahwa dirinya kembali ke korea bukan hanya untuk bertemu dengan Suji, melainkan untuk menyembuhkan memorinya dan menemui tiga orang yang sama-sama mengalami hal buruk seperti dirinya.
“ayo pulang!” ajak Suji yang sudah berdiri dan menatap Myungsoo yang masih terduduk.
******
Jongsuk bangun jam enam pagi dan bersiap untuk berangkat kekantor saat ia melihat adiknya Jieun sedang duduk membaca koran di meja makan.
“kukira kamu akan tidur di rumah abeoji…”
“aku tidak tahan melihat appa yang terus menerus memandangi foto omma di ruang keluarga, oppa. Rasanya menyakitkan untukku…” jawab Jieun sambil menuangkan segelas jus jeruk di gelas.
“tentu saja Jieunah. Omma kan orang yang paling dicintai abeoji” ujar Jongsuk setelah meneguk jus jeruk di gelas yang disiapkan adiknya.
“tapi tidak akan sama denganmu yang terlalu mencintai Bae Suji…” sindir Jieun yang membuat kakaknya terdiam beberapa saat.
“jangan mulai lagi, Jieunah…” pinta Jongsuk singkat. Ia malas berdebat di pagi cerah ini dengan adiknya yang tak mau mengalah.
“aku serius oppa. Pikirkanlah baik-baik, kalian ini terlalu sempurna untuk menjadi sepasang kekasih. Tidak ada tantangan apapun dalam hubungan cinta kalian, hal yang sangat mustahil dalam sebuah hubungan antara lelaki dan perempuan” ujar Jieun sambil melipat koran yang sudah selesai ia baca.
Jongsuk menggeleng mendengar ucapan Jieun yang sangat provokatif, “kamu terlalu banyak menghayal Jieun!. Sebaiknya kamu juga mencari kekasih yang baik seperti aku yang memiliki Suji”
“nugu?! Memangnya ada yang pantas untuk pop star setenar aku?” tanya Jieun sambil tersenyum penuh percaya diri.
Jongsuk mengangkat kedua bahunya tanda tidak ada komentar dengan pertanyaan narsis adiknya.
“gimana kalau aku kencan dengan kim soohyun? Oppa Setuju?”
“memangnya kim Soohyun mau sama kamu?” Sindir Jongsuk yang kini bisa tersenyum puas melihat wajah adiknya yang merah padam menahan marah.
“MWOO?!! Kok kamu gak ndukung aku sih oppa??” tanya Jieun dengan ketus.
“sudahlah, kamu jangan lupa datang ke kantor jam sepuluh untuk reading script” Jongsuk bangkit dari tempat duduknya dan mengacak rambut adiknya sebelum pergi.
******
“Sujiya, kamu bisa datang sore ini ke rumah sakit seoul?” tanya dokter Jaerim dari seberang telepon.
“ada apa dok?” tanya Suji yang saat ini masih sibuk membaca dokumen penting kantor.
Dokter Jaerim menghela nafas sejenak sebelum berujar, “ada sesuatu yang harus kuberitahu, datanglah setelah urusan kantormu selesai, oke?”
“nee… aku akan datang, dok” balas Suji dengan mantap.
******
Jongsuk duduk di meja kantornya sambil memainkan pulpen berwarna emas ditangan kanannya. Pikirannya sama sekali tidak fokus ke arah dokumen yang berada di hadapannya. Pria tampan ini teringat apa yang ia lihat tadi malam saat dirinya pulang dari taman didepan rumah kekasihnya, Suji, yang baru saja pulang diantar oleh Myungsoo naik sepeda.
Jongsuk tahu bahwa mereka berdua berteman sejak Suji masih menjadi manager Jieun tiga tahun lalu. Tapi ada perasaan yang tidak nyaman dihati Jongsuk saat melihat kekasihnya itu tersenyum kepada pria selain dirinya.
“Tuan Lee, acara script reading akan segera dimulai” ucap asistennya yang berhasil membuyarkan lamunan Jongsuk.
“nee. Aku segera kesana” balas Jongsuk singkat.
Jongsuk merapikan dokumen di mejanya, tapi lengannya secara tidak sengaja menyenggol satu frame foto hingga terjatuh. Pria jangkung itu membungkuk dan menatap penuh tanda tanya foto saat dirinya dan Suji masih berusia dua belas tahun dan berdiri berjejer di depan ayunan taman.
“pertanda macam apa ini, Sujiya?” tanya Jongsuk pada dirinya sendiri.
******
Pagi yang sangat cerah menyinari setiap tanaman di taman belakang rumah nyonya Kim Sungryung. Ia kini sedang duduk bersama seorang pria yang juga merupakan teman lamanya di dunia entertainment. Mereka berdua menikmati segelas teh melati yang harum sambil menikmati angin semilir.
Nyonya Sungryung berkata, “seharusnya aku tidak menerima penawaranmu untuk mengadopsi anak itu dulu, Jinhyuk oppa…”
“kamu tahu kan istriku, Lee Jinri, saat itu sedang sakit, sungryung-ah…” jawab Jinhyuk sambil menghirup aroma bunga melati dari gelasnya.
“arra… tapi karena kedatangan Soohyun lah, suamiku tidak mau pulang ke rumah, oppa. Ia begitu niat sekali untuk menemukan obat yang bisa menyembuhkan anak angkatnya itu dari kehilangan memorinya…” jelas Sungryung.
“kamu sudah menjadi ibu yang baik untuk Soohyun selama empat belas tahun ini, Sungryung-ah. Lihatlah! Siapa yang tidak mengenal actor hallyu star Kim Soohyun sekarang, hmm??” ujar Jinhyuk sambil tersenyum menatap wanita paruh baya yang masih terlihat menawan dihadapannya.
“popularitas akan menghilang dengan berjalannya waktu, oppa. Sebagai mantan bosku, kamu sangat paham hal itu” ujar Sungryung.
Jinhyuk menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum penuh arti, “kebohonganlah yang akan menghilangkan popularitas, Sungryung”
“maksudmu?” tanya wanita dihadapannya.
“sampai sekarang, kamu tidak membongkar pada media siapa sebenarnya Kim Soohyun. Bukan karena kamu takut Kim Soohyun kehilangan popularitas, tapi kamu takut popularitasmu lah yang justru akan hilang begitu media tahu bahwa dia hanyalah… anak adopsimu” jelas Jinhyuk dengan senyum penuh arti.
“aku tidak suka ancamanmu, oppa…”
“aku tidak mengancam. Hanya saja, aku sudah merasa lelah menyembunyikan ini semua. Kurasa, Lee Jinri pasti juga tidak tenang selama keempat anak panti itu masih hilang ingatan dan berpura-pura hidup normal seperti sekarang. Kamu tahu kan, mereka berempat seperti kertas putih, Sungryungah”
“apa yang kamu rencanakan, oppa?” tanya Sungryung dengan nada penuh kekhawatiran.
“ aku akan berusaha menghentikan pertunangan Jongsuk dengan Suji” jawab Jinhyuk mantap.
******
Myungsoo baru saja berganti pakaian setelah mandi saat ia melihat sebuah undangan tergeletak di kasurnya. Memorinya memutar kembali kejadian tadi malam saat dirinya mengantar Suji pulang ke rumah.
“tunggu ya, Myungsoo…”
“nee?”
Suji bergegas masuk kedalam rumahnya. Myungsoo menunggu wanita itu didepan pintu pagar rumahnya yang tinggi. Ia membayangkan betapa menyenangkannya bisa tinggal dirumah sebagus rumah Suji. Senyum Myungsoo berubah menjadi sebuah kemurungan saat ia menyadari betapa berbedanya hidup yang ia jalani bersama Suji. ia jadi khawatir jika Suji mengetahui bahwa dirinya juga mengalami kehilangan memori karena pil Anti Memory Depressant.
“Myungsoo, ini untukmu…” ujar Suji sambil menyerahkan undangan pertunangannya.
“hmm… gomawo, Suji” jawab Myungsoo yang kagok menerima undangan ditangannya.
“datanglah. Aku dan Jongsuk oppa sangat berharap kamu mau membagi restumu untuk kami” ujar Suji sambil tersenyum penuh kegembiraan.
“Sujiyaa…” myungsoo menatap wanita dihadapannya dengan tatapan penuh kesungguhan.
“hmm?” Suji menatap Myungsoo dengan tatapan tanda tanya.
“apa kamu bahagia dengan hidupmu saat ini?” pertanyaan Myungsoo yang pelan itu membuat senyum Suji sejenak menghilang. Suji tidak menyangka bahwa pertanyaan sederhana itu melemparkannya kembali ke sebuah lubang hitam tentang kehilangan memori yang ia derita saat ini.
Suji memasang wajah manis penuh kepalsuan dan menjawab riang, “tentu saja. Kenapa kamu bertanya seperti itu?”
Myungsoo menggelengkan kepalanya dengan tatapan lesu. “aku pulang dulu ya… kamu jangan lupa istirahat, good night, Sujiya!”
Myungsoo mengecek jam di dindingnya dan segera bergegas mengambil tasnya untuk berangkat latihan dengan VIXX. Dilemparnya undangan itu ke atas kasurnya dan tidak memperdulikannya.
******
Kim Soohyun, Lee Jieun dan semua cast drama “Sky of Heaven” bersama-sama membaca skrip dengan penuh penghayatan.
Jieun menunjukkan talentanya sebagai aktris yang bukan hanya sekedar cantik. Ia bisa menghayati peran Hanbyul dengan sangat baik.
Soohyun juga menunjukkan kualitas hallyu star yang luar biasa. Ia bisa merubah ekspresi wajahnya dengan cepat untuk menyesuaikan karakter Taehwan.
Selesai reading skrip, Jieun mengobrol dengan Soohyun yang duduk disampingnya.
“oppa, hari ini ada acara?” tanya Jieun.
“aku mau ke gym” balas Soohyun sambil merapikan tasnya.
“gym? Dimana?”
“ada di mall dekat sini. Wae?”
“hmmm… aku boleh ikut? Aku juga member di gym yang sama denganmu, oppa” ujar Jieun yang memamerkan senyum manisnya.
“boleh. Memangnya kamu suka ke gym?” tanya Soohyun sambil bangkit dari tempat duduknya.
“aku jarang olahraga sih. Tapi gapapa deh, untuk memulai kebiasaan baik kan perlu ada yang ngajakin. Makasih ya udah ngajakin aku, oppa” Jieun berdiri dari kursinya dan berjalan di belakang Soohyun.
Soohyun tersenyum dan menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Jieun yang sangat percaya diri.
******
Soojung sedang membaca majalah di kafe lobi Staragency. Ia dengan telaten mencatat beberapa item fashion yang sedang in dan cocok dengan Lee Jieun. Saking seriusnya, Soojung tidak menyadari bahwa Suji sudah duduk dihadapannya sambil membawa dua buah gelas cappuccino.
“kamu sibuk sekali, Soojungah…” ucap Suji sambil menyodorkan segelas cappuccino pada Soojung.
“oh!! Nona Suji! maaf ya, saya ga tahu kalo anda disini” balas Soojung sambil menunduk malu. Ia menerima capucino dengan senang hati.
“tak apa. Lagipula kayaknya aku deh yang nggangguin kamu” celetuk Suji.
“aniya… saya cuma mencatat beberapa item fashion baru untuk nona Jieun” jawab Soojung.
“aahhh… hmm.. Jieun baik kan sama kamu?” Suji berusaha mengakrabkan diri kepada Soojung.
“nee… nona Jieun sangat perhatian pada saya” balas Soojung sambil mengangguk.
“bagus deh. Aku yakin Jieun pasti memperlakukan pekerjanya dengan adil. Tiga tahun lalu waktu aku masih jadi managernya, Jieun juga baik sama aku…” Suji tersenyum menatap wajah ayu Soojung.
“nona Suji…” Soojung memberanikan diri bertanya sesuatu kepada Suji.
“hmmm??”
“tanda lahir anda bagus… itu dipergelangan tangan kiri anda” Soojung menunjuk tangan kiri Suji, “bentuk bintang kan?”
“hmm…” Suji terdiam beberapa saat sebelum mengangguk pelan, “ne.. wae?”
“sebenarnya, saya juga punya tanda lahir” ucap Soojung dengan nada yang berhati-hati.
“ohya? Dimana?”Suji nampak terkejut mendengar pernyataan Soojung yang mulai terbuka kepadanya.
“ini di tengkuk leher saya. Bentuknya bulan sabit.”
“keuraee?” Suji tersenyum menatap Soojung yang berani membuka dirinya, “wah, kita cocok ya… kamu bulan, aku bintang. Bersama-sama kita menerangi malam… keren kan?”
“neee…” Soojung menyunggingkan senyum penuh arti pada Suji.
******
Jieun mengikuti Soohyun ke gym dengan penuh semangat. Ia mengganti pakaiannya dengan kaos dan celana training yang ia bawa di dalam kopernya yang selalu tersedia di mobil. Dongwo menggelengkan kepalanya saat melihat Jieun yang bersemangat memakai sepatu olahraganya didalam mobil.
“kamu yakin mau olahraga bareng Soohyun?”
“waeyooo?”
“ ya aku Cuma takut ini akal-akalan mu aja supaya menarik perhatian media”
“aku ini Lee Jieun, dongwo oppa. Siapapun dan dimanapun, aku akan selalu menjadi sorotan” balas Jieun sambil menalikan kedua sepatunya, “udah ya. Kamu tungguin aku disini, oppa. Oya, suruh aja Soojung pulang. Aku lupa bilang ke dia kalau aku ke gym”
“haahh?! Kamu ini gak perhatian banget sama Soojung” omel dongwo, “kan kasihan dia nungguin kamu di Staragency”
“makanya sekarang oppa telepon dia, suruh aja dia pulang. Besok aku ada pemotretan di staragency, bilang ke dia supaya jangan lupa fashion item yang kuminta”
Dongwo menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Jieun yang masih seenaknya.
******
Kim Soeun memandangi bunga krisan yang mulai mekar di taman rumah sakit pagi ini. Musim semi tahun ini membuat bunga-bunga bermekaran dengan indah dan membuat mata segar.
Jung Jiah berjalan menghampiri sahabatnya Soeun yang sedang duduk sendirian di bangku putih taman.
“Soeunni..” Jiah menoleh kearah wanita yang masih terlihat pucat wajahnya.
“oremaneyeyo, jiah…” Soeun tersenyum membalas tatapan Jiah.
“kamu keliatan lebih baik daripada dua hari lalu” ujar Jiah dengan nada penuh perhatian.
“gomawo. Jiah-ya, lihat bunga krisan itu… kamu pasti ingat kan arti bunga krisan kuning?” tanya Soeun tiba-tiba.
“nee… nyonya Lee Jinri pernah bilang dulu, bunga krisan kuning yang selalu tumbuh subur di gunung taebaek mengartikan harapan agar seseorang selalu diberi kesehatan dan panjang umur”
“sebentar lagi peringatan empat belas tahun meninggalnya nyonya Jinri… dan ibuku..”
“arra. Nyonya Jinri meninggal tepat satu tahun setelah kejadian itu… setelah kematian ibumu…” Jiah menghentikan ucapannya melihat Soeun yang sudah berkaca-kaca.
“abu ibuku sudah kusebar di gunung taebaek… mungkin sekarang abunya sudah menyuburkan bunga krisan yang ada disana, Jiah…” Soeun menatap bunga krisan dihadapannya dengan tatapan penuh kesedihan. “kamu akan ke gunung taebaek, kan? Ajak aku ya, Jiah… aku ingin sekali ke makam nyonya Jinri di sana… aku sama sekali belum pernah memberi penghormatan kepada beliau…”
“jaerim tidak akan mengizinkannya, Soeunni…” Jiah mengenggam tangan sahabatnya yang dingin, “lagipula, aku tahu kamu menghindari seseorang selama empat belas tahun ini. Kamu menghindari ayahmu sendiri yang selalu menghadiri penghormatan dimakam nyonya jinri…”
“apa pria seperti itu masih bisa disebut ayah, Jiah-ya?” Soeun menatap penuh tanda tanya kearah Jiah “kamu tahu kan, ibuku tidak pernah menikah dengan tuan Jinhyuk. Bagi pria sepertinya, Aku hanya anak haram nya yang tidak mungkin dia ingat…”
“kamu tidak bisa menghindari takdir, Soeuni. Tuan Lee Jinhyuk adalah ayahmu sendiri, itu adalah sebuah takdir yang harus kamu terima…” Jiah mencoba menguatkan hati Soeun.
“Nyonya Jinri terlalu baik untuk disakiti, Jiah. Meskipun beliau tahu ibuku adalah mantan kekasih tuan Jinhyuk, nyonya Jinri sama sekali tidak marah dan tetap menikahi pria itu… bahkan nyonya Jinri malah memperlakukanku seperti anak kandungnya, sama seperti beliau memperlakukan Jongsuk dan Jieun…” Soeun berusaha menahan airmata yang mulai menggenangi kedua matanya.
“kedua adik tirimu itu, apa kamu tidak ingin memberitahu kepada mereka yang sebenarnya?”
Soeun menggeleng, “aku tidak mau meneteskan racun di gelas kehidupan yang sedang mereka jalani saat ini… karier Jongsuk dan Jieun bisa mati karena perbuatan buruk ayah mereka…”
“tapi Soeunni, Nyonya Jinri bisa menghadapi kenyataan pahit suaminya itu dengan senyuman…”
“ya. Beliau sama sekali tidak marah padaku…” ucap Soeun pelan pada dirinya sendiri.
“jika nyonya jinri marah, aku rasa kamu dan ibumu sudah lama dibuang kejalanan oleh beliau. Kalian tidak mungkin bisa tinggal di panti asuhan Haneuli, Soeunni tanpa kebaikan nyonya Jinri” Jiah masih menggenggam tangan Soeun dengan lembut.
“arrasoyo… untuk itulah, aku harus memberikan penghormatan terakhirku kepada nyonya Jinri tahun ini. Aku tidak yakin bisa melakukannya tahun depan…” suara Soeun melemah di ujung kalimat.
“jangan bicara yang aneh-aneh… kamu akan kembali sehat… jaerim pasti akan berusaha membuatmu sehat dengan obat herbalnya…” Jiah berusaha menyemangati Soeun.
Soeun menggeleng pelan, “ Jaerim oppa tahu seperti apa penyakitku. Aku selalu mendengarnya menangis di sisi ranjangku setiap malam, Jiah. Hatiku terasa sedih mendengar pria yang paling kucintai menangis diam-diam disampingku. Menurutmu itu pertanda baik atau buruk?”
“Soeunni…” Jiah tercekat dan kehilangan kata-katanya.
“tenanglah Jiah. Aku sudah mempasrahkan diriku ini. Yang bisa kulakukan sekarang adalah hidup tanpa penyesalan seperti empat belas tahun lalu. Aku harus mengembalikan semuanya seperti semula”
“apa yang akan kamu lakukan? Aku akan membantumu sebisaku” tanya Jiah.
“aku akan memenuhi permintaan terakhir nyonya Lee Jinri. Aku akan mengembalikan memori keempat anak panti yang malang itu, Jiah”
******