달콤한 소녀
Sinar matahari menembus jendela dan membangunkanku. Awal September yang cerah menggugah semangatku untuk melanjutkan sekolahku setelah liburan musim panas usai. Udara pagi yang segar, diwarnai dengan matahari yang seakan tersenyum ke arahku, serta bau basah dari embun yang tercipta setelah hujan semalaman. Akupun bergegas mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah. Mandi dan merapikan tempat tidurku sendiri, menyiapkan sarapan dan menjalaninya sendirian. Yah, semuanya memang kujalani sendiri, karena aku menyewa tempat kos sendiri disini. Jadi, mau tidak mau aku harus mandiri kan? Aku tidak punya rumah sendiri seperti kebanyakan teman sekolahku. Aku bukan warga negara di Negeri Kimchi ini. Aku hanya siswa yang mendapat beasiswa melalui pendaftaran di internet. Akupun menghidupi kehidupanku sendiri disini. Membeli buku pelajaran, membeli bahan makanan, dan akupun bekerja sebagai pelayan di sebuah toko roti. Bayarannya memang tak cukup besar. Namun, setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhanku sehari-hari. |
“Tiiin!!! Tiiin!!!” suara klakson pun terdengar dari luar kos-kosan ku. Ya, itu temanku, Shin Hyo Jin. Aku selalu berangkat ke sekolah bersamanya. Akupun langsung bergegas menghampirinya dan masuk ke dalam mobil BMW miliknya itu.
“Annyeong!” sapaku sambil tersenyum.
“Ne, annyeong! Sepertinya sudah tidak sabar ya ingin segera sampai ke sekolah?” tanyanya sedikit tersenyum sambil melirikku.
“Tentu saja. Rasanya aku merindukan Kirin!” jawabku tersenyum ke arahnya. Aku memang lebih menyukai sekolah daripada liburan. Saat liburan, aku cenderung bosan di rumah apalagi dengan pekerjaan rumah yang harus aku kerjakan sendiri. Akan lebih membosankan lagi jika aku juga diliburkan dari pekerjaanku. Ya, hidup di negara orang memang membutuhkan kesabaran ekstra. Kau harus hidup mandiri, dan mau tidak mau kau harus memiliki pekerjaan paruh waktu jika kau ingin terus hidup di sini.
Akhirnya kami sampai di Kirin. Sekolah seni yang membuatku mengerti tentang apa itu seni. Tentu saja dengan banyaknya teman-teman yang dengan senang hati membantuku, karena aku orang asing di sini. Itu membuatku semakin antusias untuk belajar lebih giat dan menguak semua yang belum kuketahui disini.
Dengan Hyo Jin aku berjalan menuju kelas. Sebenarnya banyak murid-murid disini yang bilang bahwa aku mirip dengan Hyo Jin. Rambut yang sama panjang dan berwarna coklat, tinggi badan yang hampir sama, bentuk wajah yang sama, serta warna kulit yang sama. Namun, jika kau lebih teliti, tantu kau dapat mengenali yang mana Hyo Jin, dan yang mana Victoria Hwang. Rambut Hyo Jin terlihat sedikit lebih panjang, tinggi badannya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi badanku, bentuk wajah Hyo Jin terlihat lebih kurus di bagian pipinya, sedangkan aku lebih terlihat cubby.
Pelajaran pun dimulai. Aku dan Hyo Jin duduk bersebelahan seperti biasa. Suasana kelas yang sedikit riuh tiba-tiba terdiam dengan datangnya Ui Seon seonsaengnim dengan seorang murid baru. Namja itu pun memperkenalkan dirinya.
“Annyeonghaseyo. Jeoneun Lee Gwang Sun-imnida. Mannaseo bangapseumnida.” Katanya sambil tersenyum dan membungkukkan badan. Kelas pun kembali riuh membicarakan namja itu. Tak ketinggilan, aku dan Hyo Jin juga berbicara tentang namja itu.
“Yaa! Lihatlah namja itu. Tubuhnya tinggi semampai, dengan wajah yang ramah dan tampan. Wuaaah...pasti dia akan menjadi idola di Kirin dalam beberapa jam.” Oceh Hyo Jin sambil terus memandangi Gwang Sun dan melambaikan tangan padanya saat dia duduk di belakang tempat dudukku.
“Ne...memang sih. Dia terlihat baik dan lembut. Tapi, kita lihat saja benar atau tidak omonganmu.” Jawabku melirik namja itu sambil sedikit tersenyum. Meskipun senyumanku terlihat palsu. Setidaknya dia mendapat sambutan hangat dari aku dan Hyo Jin. Sepanjang pelajaran berlangsung, Hyo Jin menjadi partner sementara Gwang Sun selama dia masih berstatus murid baru dan tidak tahu menahu tentang Kirin serta pelajaran yang diberikan. Hyo Jin memang lebih pintar daripada aku. Tentu saja karena aku dari luar negeri. Dia pun menikmati waktunya membimbing Gwang Sun. Sedangkan aku hanya cuek dan tidak terlalu peduli akan mereka berdua. Aku memang orang yang cuek dengan lingkungan sekitarku. Kecuali kalau memang dalam situasi darurat. Tidak mungkin kan aku hanya terdiam saat situasi darurat? Justru saat itulah aku terlihat lebih agresif dan lebih peduli dari siapapun. Entah apa yang membuat Hyo Jin tahan dengan sikapku yang cuek dan sedikit jutek ini. Mungkin karena aku dan Hyo Jin memiliki banyak kesamaan.
Kulihat jam tangan yang kukenakan. Jarum jam menunjukkan angka 3. Waktunya pulang. “Waktu yang paling tidak kusukai” pikirku dalam hati dengan ekspresi kesal. Hari ini cukup menyenangkan dengan Hyo Jin dan Gwang Sun. Meski aku dan Gwang Sun hanya sekedar berkenalan dan membicarakan tentang bagaimana keadaan sosial di sekolah kami. Tidak sampai satu hari pun Gwang Sun menjadi idola di Kirin. Banyak yeoja yang mengidolakan dia. Terutama karena parasnya yang tampan itu. Termasuk aku. Yah, kuakui aku juga menyukainya dari segi penampilan. Tapi aku tidak mengidolakan dia seperti yeoja yeoja di sekolah kami yang selalu berteriak dengan wajah yang selalu berharap akan idolanya.
Oke, sekarang waktunya aku untuk kembali menjadi pelayan di toko Tous Les Jours. Semua orang tahu toko itu. Ya, toko milik ibu Eun Hyuk, salah satu personil Super Junior itu. Namun tidak semua orang di sekolah Kirin tahu kalau aku bekerja di toko milik ibu dari artis terkenal itu. Hanya Hyo Jin seorang yang mengetahuinya. Aku memang sengaja tidak memberitahukan pada yang lainnya. Karena aku tidak mau jadi pusat penitipan barang, salam atau juga pusat informasi tentang Eun Hyuk oppa. Apa jadinya nanti jika setiap bekerja aku membawa banyak bingkisan untuk Dance Machine itu? Tapi, semua itu tidak akan pernah terjadi. Dan akupun berangkat menuju toko.
“Kami berangkat dulu ya!” kata Hyo Jin pada Gwang Sun sambil melambaikan tangannya. Sesekali aku mengucapkan salam perpisahan dan melambaikan tangan.
“Bye! Hati-hati di jalan ya!” teriakku padanya, melihat dia menaiki sepeda pancal. Dia pun melambaikan tangannya pada kami. Hyo Jin masih saja cengar-cengir mengingat hari-harinya dengan Gwang Sun.
“Sudah, jangan cengar-cengir terus. Kau terlihat seperti orang gila.” Ocehku meliriknya.
“Dia begitu tampan dan baik hati.” Jawab Hyo Jin dengan ekspresi terpesona.
“Kau tahu? Ternyata dia itu berasal dari Busan, sama sepertiku” lanjutnya.
“Apapun yang kau katakan, aku malas mendengarnya” jawabku lirih sambil memasang headphone dan menyetel lagu dengan cukup keras.
“Baiklah. Mianhae, aku terlalu terobsesi dengan Gwang Sun” sambung Hyo Jin. Namun, aku tetap tidak merespon perkataannya itu.
Akhirnya, kami sampai di Tous Les Jours. Akupun langsung turun dari mobil tanpa mengatakan apapun pada Hyo Jin. Hanya sekedar melambaikan tangan padanya. Entah apa respon Hyo Jin, aku seakan tidak mempedulikannya. Aku hanya menatap lurus ke depan dan berjalan memasuki toko. Kulihat Super Junior sedang berkumpul. Namun, aku tetap berjalan sambil berpikir.
Mwo? Super Junior? Jinjja? Apa yang mereka lakukan disini?
Tiba-tiba Eun Hyuk oppa datang dan membuyarkan pikiranku.
“Hei! Mengapa datang tidak memberi salam? Tidak seperti biasanya. Ada apa hari ini? Apa ada sesuatu yang terjadi di sekolah?” ocehnya dengan wajah yang bertanya-tanya.
“A-aniya!” jawabku menggelengkan kepala dengan nada sedikit gugup.
“Emmm, aku akan mulai bekerja!” lanjutku membungkukkan badan dan segera meninggalkannya dengan wajah yang masih terus bertanya-tanya.
“Baboya! Baboya!” bisikku sambil mamukuli kepalaku dan mulai bekerja.
“Kenapa sikapnya jadi aneh seperti itu?” kata Eun Hyuk oppa sambil kembali duduk dan berbincang dengan personil yang lain.
“Siapa yang aneh?” tanya Dong Hae oppa.
“Oh! Aniya” jawabnya sedikit tersenyum pada Donghae oppa.
Aku hanya bisa menahan kegugupanku dan sesekali melirik ke arah mereka. Selang beberapa menit, Eun Hyuk oppa memanggilku. Aku pun menuju tempat mereka. Mereka memesan beberapa roti untuk dibawa pulang.
“Cepat ya!” kata Eun Hyuk oppa.
“Ne. Silahkan tunggu sebentar” jawabku sedikit membungkukkan badan sambil menahan gugup. Aku pun segera memberikan catatan pesanannya ke kasir. Aku melanjutkan pekerjaanku selagi pesanan mereka sedang disiapkan. Saat aku akan mengantarkan pesanan mereka, Eun Hyuk berkata padaku,
“Yaa! Victoria-ssi!” katanya sedikit berteriak dengan wajah yang innocent.
“Ne, ne, arrasseo” bisikku dengan raut wajah yang mulai kesal.
Dengan segera aku mengantarkan satu kresek berisi roti kepada mereka. Aku melangkah dengan sedikit cepat dengan raut wajah yang mungkin tidak enak dilihat.
“Ini pesanannya” sahutku meletakkannya di atas meja.
“Dasar cerewet!” bisikku dalam hati sambil meliriknya.
“Mwoya? Kenapa melirikku seperti itu?” oceh Eun Hyuk oppa padaku. Ia melihatku dengan ekspresi yang sedikit marah.
“Aah~aniya” jawabku memalsukan senyuman sejenak dan kembali pada raut wajah kesal.
“Hei! Kalian ini, kenapa sih? Eun Hyuk-ssi, apa kau selalu memperlakukan dia seperti ini? Jangan memperlakukan yeoja seperti ini!” tanya Dong Hae oppa penasaran.
“O-ooh?! A-aniya. Hanya saja wajahnya itu” jawabnya gugup sambil menunjuk wajahku.
“Mwo?” sahutku melihatnya dengan pandangan sinis dan mata yang sedikit terbelalak.
“Menyebalkan” jawab Eun Hyuk memalingkan wajahnya.
“Cuiih” bisikku segera meninggalkan mereka.
Dasar namja aneh! Seenaknya saja bilang bahwa aku menyebalkan. Bukannya kau yang menyebalkan? Deoreowo!
Sesekali aku melihat ke arah mereka dengan tatapan sinis saat aku memikirkan kelakuan Eun Hyuk yang aneh hari ini. Biasanya dia tidak seperti ini. Dia selalu ramah pada semua orang di sini. Apa dia ada masalah? Pikirku dalam hati. Namun, saat Dong Hae oppa mulai membelaku, aku seakan ingin membenarkan omongannya di depan si Monkey itu. Tapi, semuanya terhenti dengan perkataannya yang kasar itu.
Kulanjutkan pekerjaanku tanpa memperdulikan mereka. Sedikitpun aku tidak menoleh apalagi melirik ke arah mereka. Kudengar mereka juga sedang sibuk dengan guyonan mereka. Sampai akhirnya mereka kembali ke dorm. Aku hanya mengucapkan terima kasih dan salam perpisahan dengan sedikit senyuman. Kulihat jam tanganku. Sudah pukul 11 malam, dan aku harus pulang. Aku bergegas mengganti pakaianku dan segera pulang.
“Yaa! Tidak tinggal dulu?” sahut Eun Hyuk sedikit berteriak padaku. Aku serasa malas melihat wajahnya.
“Ani. Aku masih ada tugas sekolah.” Jawabku singkat sambil terus berjalan.
“Ciiih! Dasar aneh” ucap Eun Hyuk sedikit berbisik. Langkahku terhenti oleh seorang namja yang sepertinya kukenal dari aroma parfumnya itu. Aroma yang segar, dan penuh semangat.
Bukankah ini aroma parfum Gwang Sun? Hah?! Namja di depanku ini, Gwang Sun?
Segera aku menoleh ke arah wajah namja itu. Dan aku pun kaget setengah bingung.
“Gwang Sun-ah?!”
“Annyeong!” sapa Gwang Sun tersenyum lembut ke arahku.
“N-ne, annyeong” jawabku dengan senyuman bingung.
“Yaa! Gwang Sun-ah! Kemarilah!” teriak Eun Hyuk membuyarkan kebingunganku. Gwang Sun pun langsung berjalan menuju Eun Hyuk oppa.
Mereka berdua saling mengenal? Tapi, bagaimana bisa? Apa mereka teman semasa kecil? Atau jangan-jangan mereka mempunyai ikatan saudara? Aiissshhh~~apa sih yang kupikirkan?
Pikirku sambil menggelengkan kepalaku. Dengan segera aku melanjutkan kembali langkahku yang sempat terhenti oleh Gwang Sun menuju kos-kosan.
Sesampai di kos-kosan, aku membaringkan tubuhku sejenak di atas tempat tidur. Aku kembali berdiri untuk membereskan barang bawaanku dan langsung mengerjakan tugasku. Kulihat jam dinding sudah menunjukkan angka 12. Namun, aku tetap tidak mempedulikannya sembari melanjutkan tugasku.
∞
Aku terbangun saat alarm berbunyi. Rupanya aku tertidur semalaman. Untungnya semua tugasku telah kuselesaikan. Akupun segera bersiap seperti biasa, mengingat aku selalu dijemput oleh Hyo Jin. Hari inipun mulai menjadi saat Hyo Jin mulai mendekati Gwang Sun lagi. Kulihat Hyo Jin tergila-gila dengan ketampanan dan kecerdasan Gwang Sun. Aku Hanya bisa tertawa saat melihat kelakuan mereka berdua. Kamana-mana kami bertiga selalu pergi bersama. Saat istirahat makan siang, kami bertiga pergi ke kantin bersama. Seperti biasa, aku membaca novel kesukaanku, Love Paradise. Hyo Jin selalu memesan ramen saat istirahat. Sedangkan Gwang Sun, entah kenapa dia selalu membawa buku kumpulan puisi. Apa mungkin dia suka membuat puisi? |
“Yaa! Victoria! Aku memesan minuman dulu” sahut Hyo Jin membuyarkan lamunanku.
“Hah?! Oh, ne” jawabku sedikit tersenyum. Aku melanjutkan membaca novel yang sudah sampai setengah buku itu. Tak lama, Gwang Sun melontarkan sebuah pertanyaan.
“Kau bekerja di Tous Les Jours?” pertanyaannya itu sontak membuatku kehilangan konsentrasiku. Aku langsung menatapnya heran sambil menutup mulutnya seakan memberikan isyarat agar tidak mengatakannya keras-keras.
“Ssssst!” bisikku sambil menempelkan jari telunjukku dibibirku. Aksiku itu ternyata dilihat oleh Hyo Jin. Dia memandang heran kami berdua sambil kembali duduk di sebelahku.
“Ada apa?” tanya Hyo Jin heran. Dengan wajah gugup dan melihat sekeliling, aku membisikkan apa yang terjadi barusan pada Hyo Jin. Setelah kuberitahukan semuanya, kami bertiga pun saling bertatap heran.
“Kau tahu dari mana?” tanyaku berbisik pada Gwang Sun.
“Eun Hyuk Hyung yang memberitahuku. Awalnya aku hanya penasaran apa yang kau lakukan disana, dan aku memberanikan diri untuk bertanya” jawabnya.
“Hyung?” gumamku ditengah-tengah kalimat Gwang Sun yang belum terselesaikan.
“Memangnya kenapa? Kenapa dirahasiakan?” lanjut Gwang Sun dengan wajah bertanya-tanya.
“Aku tidak mau menjadi pusat penitipan barang dan pusat informasi bagi para ELF disini” bisikku sambil melihat sekeliling. Namun aku kembali bingung dan mengingat kejadian semalam. Dengan wajah yang sedikit bingung, aku bertanya kepada Gwang Sun.
“Tunggu. Kemarin, apa yang kau lakukan disana? Apa kau kenal dengan si Monkey itu?” kataku smbil mengangkat sebelah alisku.
“Mwo? Ooh! Itu. Aku hanya ingin memesan roti disana. Tentang hubungan antara aku dan Eun Hyuk itu...” tiba-tiba ucapannya terhenti sejenak. Wajahnya gugup dan sedikit malu untuk mengatakan kenyataan itu.
“Mwo? Kau kenal kan dengan Eun Hyuk?” sahut Hyo Jin dengan wajah penasarannya itu.
“Iya iya!” jawabnya sedikit kesal.
“Aku adik sepupunya” lanjutnya sedikit malu dan menutupi setengah wajahnya dengan buku yang dia pegang dan pura-pura membaca.
“Mwo?!” ucapku dan Hyo Jin kaget mendengar kenyataan yang baru saja terucap dari mulut Gwang Sun itu. Kami berdua bertatap heran mendengar perkataannya itu.
Tidak disangka si Dance Mechine itu memiliki sepupu seperti Gwang Sun. Seorang namja mempesona yang dapat mempunyai banyak penggemar hanya dalam waktu beberapa menit.
Menjadi idola memang butuh perjuangan. Namun tidak bagi Gwang Sun. Cukup dengan paras yang tampan dan kecerdasannya itu, ia bisa menjadi idola. Sekolah pun berlanjut. Beberapa hari berlalu, setelah aku dan Hyo Jin mengetahui tentang ikatan persaudaraan antara Eun Hyuk dan Gwang Sun. Kami bertiga membicarakan tentang Eun Hyuk hampir setiap saat. Ada saat dimana Gwang Sun menceritakan keburukan Eun Hyuk dan rahasia-rahasianya. Dan terkadang ceritanya itu membuat kami tertawa tak terhentikan. Saat bekerja pun hampir setiap hari Gwang Sun datang dan kembali bercerita denganku. Sampai suatu hari, semua itu membuat Eun Hyuk kesal melihat Gwang Sun sangat akrab denganku.
“Aneh! Bagaimana bisa Gwang Sun akrab dengan yeoja aneh seperti itu?” bisik Eun Hyuk sambil menatap kearah kami dengan wajah heran.
“Mwoya?” sahutku menatap Eun Hyuk sambil menghentikan tawaku.
“Aniya! Cepat lenjutkan bersih-bersihnya! Ini sudah malam. Kau harus pulang dan beristirahat” jawabnya sedikit gugup dan memalingkan wajahnya.
Aku hanya bisa tersenyum heran. Aku bertatap bingung dengan Gwang Sun. Dia mengangkat sebelah alisnya dan tertawa kecil. Dan aku membalasnya dengan tawa kecil.
“Ne, baiklah!” sahutku dengan sedikit tersenyum geli dan melirik kearah Eun Hyuk. Aku langsung melanjutkan tugasku membersihkan toko. Gwang Sun menghampiri Eun Hyuk dan mereka berdua berbincang.
“Kalian berdua akrab sekali?” tanya Eun Hyuk pada Gwang Sun berusaha menyembunyikan wajah penasarannya.
“Oh, itu? Ya, kami satu kelas di Kirin. Kenapa hyung?” jawab Gwang Sun sambil meneguk se-cup moccachino yang dia pesan tadi.
“O-ooh~aniya” jawabnya menggelengkan kepala dan memalsukan senyuman.
“Emmm...kalian berdua cocok!” lanjutnya sedikit berteriak yang sontak membuatku dan Gwang Sun menatap wajah Eun Hyuk dengan kaget.
“Mwo?!” sahut kami berdua kaget setengah merengut.
“A-aniya! Lanjutkan pekerjaanmu. A-aku mau bicara dengan ibuku dulu” katanya gugup dan langsung meninggalkan kami.
Aku dan Gwang Sun bertatap heran akan perkataan Eun Hyuk. Entah apa yang dipikirkan Gwang Sun, tiba-tiba dia tertawa kecil lalu meninggalkanku pergi keluar toko. Wajahku masih bertanya-tanya. Apa arti dari tawa kecilnya itu? Tawa kecil yang manis, dengan pandangan yang penuh dengan harapan tersembunyi. Sebenarnya apa yang dia pikirkan? Aku membubarkan lamunanku, menggeleng gelengkan kepala dan melanjutkan bersih-bersih ku.
Pekerjaanku selesai, aku langsung bergegas pulang. Saat keluar dari toko, kulihat Gwang Sun tertidur di kursi depan.
“Hmmm? Kenapa masih disini?” gumamku sambil menduduki kursi di depannya. Saat kulihat wajahnya, aku tak berpikir banyak tentang dia. Wajahnya sedikit tertunduk dengan syal yang terlihat menjaga kepalanya agar nyaman. Dengan raut wajah yang terlihat capek dia terlelap. Namun aku mengalihkan pandanganku dan segera membangunkannya.
“Gwang Sun-ah! Cepat bangun!” kataku sembil menggoyangkan sebelah lengannya yang masih memegang cup coffee di atas meja itu. Perlahan dia membuka matanya dan melihat sekeliling. Dia menegakkan posisi duduknya.
“Ternyata dari tadi kau disini? Kukira kau pulang” sahutku.
“Hmmm? Aniya aku menunggumu” jawabnya sambil tersenyum ke arahku.
“Mwo? Jega?” sahutku setengah kaget sambil menunjuk kearah diriku sendiri.
“Ne. Wae?” jawabnya sedikit tersenyum
“Tidak apa kan kalau aku mengantarmu pulang? Kau ini kan seorang yeoja. Bahaya kalau pulang sendiri malam-malam begini” celotehnya sambil tetap tersenyum.
“Aah~ne, ne” sambungku dengan sedikit senyuman palsu dan ekspresi bosan mendengarkan perkataan yang selalu dia ucapkan setiap hari ketika aku akan pulang bekerja. Sesaat setelah itu, Eun Hyuk dan ibunya keluar dari toko. Kami berdua langsung beranjak dari tempat duduk kami.
“Ooh! Kalian masih disini? Gwang Sun-ah, kau tidak pulang?” oceh Eun Hyuk dengan wajah heran.
“Hmmm...aniya. Aku mau mengantarkan Victoria pulang dulu” jawabnya sambil tersenyum.
“Hmmm...baiklah. Jangan terlalu lama ya, sudah larut malam. Ayo Bu, kita pulang” kata Eun Hyuk tanpa ada jeda dan wajah datar. Ia tidak melihat ke arah kami setelah Gwang Sun mengatakan tujuannya untuk mengantarkan ku pulang.
“Oppa!” sahutku pada Eun Hyuk. Langkahnya terhenti, namun dia tidak berani menampakkan wajahnya itu.
“Gwaenchana?” tanyaku sedikit khawatir dan penasaran akan sikapnya itu.
“Ne, gwaenchana” jawabnya sedikit menoleh padaku. Ia langsung pergi bersama ibunya meninggalkan aku dan Gwang Sun.
“Sudah, jangan mengkhawatirkan dia. Mungkin dia capek” sahut Gwang Sun menepuk pundakku.
“Ayo pulang!” ajaknya menarik tanganku. Akupun mengikuti Gwang Sun. Aku berjalan mendahuluinya dan membimbing dia ke kos-kosanku. Kami berdua berjalan dengan tenang, dan tak banyak melontarkan kata-kata. Akupun hanya diam dan terus berjalan, tak mempedulikan apakah Gwang Sun masih mengikuti ku atau tidak. Aku masih memikirkan sikap Eun Hyuk hari ini. Ada yang aneh dengan sikapnya itu. Seakan dia tidak suka jika Gwang Sun akrab denganku. Atau jangan-jangan...
“Victoria!” panggil Gwang Sun sedikit berteriak. Sontak membuat lamunanku menghilang. Aku langsung menoleh kearah Gwang Sun dengan ekspresi yang tidak tahu apa-apa.
“Hah?! Mwo?” kataku dengan wajah datar.
“Bukankah disini kos-kosanmu?” tanyanya sambil menunjuk kos-kosanku di kanan jalannya itu.
“Ooh~ne” jawabku tersenyum dan sedikit malu.
“Bagaimana bisa kau berjalan sampai melewati kos-kosanmu sendiri? Kau melamun ya?” katanya sambil tertawa kecil.
“Mwoya?” sahutku dengan wajah kesal. Aku berusaha menyangkal perkataannya itu sambil berjalan menuju kos-kosanku. Saat aku akan masuk, tiba-tiba ia meraih tanganku. Aku menoleh ke arah Gwang Sun.
“Hari ini cukup menyenangkan denganmu. Gomawo” katanya dengan senyuman manis yang membisukanku.
“N-ne, cheonmaneyo” balasku dengan ekspresi yang masih terhipnotis oleh senyumnya yang manis itu.
“Istirahatlah. Sampai ketemu besok” sambungnya mengulangi senyumannya yang membuatku terdiam untuk kedua kalinya. Entah apa yang kupikirkan, sampai-sampai aku tidak mengatakan apapun saat dia pergi. Aku menutup pintu dan berjalan menuju tempat tidurku. Namun, aku masih terhipnotis oleh senyuman Gwang Sun yang sekejap membuatku tidak dapat berkata apa-apa. Semua lamunanku seketika menghilang saat kudengar ponselku berbunyi. Kulihat ada telepon masuk dari...
“Gwang Sun? Sejak kapan dia menyimpan nomornya di ponselku?” gumamku. Kuangkat telpon dari Gwang sun dan menyapanya.
“Yoboseyo?” sapaku padanya.
“Victoria-ssi” balasnya dengan nada yang sedikit khawatir.
“Ne? Ada apa?” kubalas panggilannya itu. Namun, dia terdiam sejenak dan mulai mengatakan sesuatu.
“Hmmm...aniya. Aku hanya ingin mengucapkan selamat malam padamu. Jaljayo” jawabnya dengan suara senyuman yang terdengar dari ponselku.
“Ooh~ne. Gomawo” balasku dengan sedikit senyuman.
“Ne~” katanya mengakhiri pembicaraan dan langsung menutup teleponnya. Aku heran dengan hari ini. Mulai dari sikap Eun Hyuk yang aneh. Sampai sikap Gwang Sun yang membuatku penasaran. Semua itu membuatku bingung memikirkannya. Aku berusaha untuk melupakan kejadian aneh hari ini. Aku memejamkan mataku, mencoba untuk tidur. Berharap aku memimpikan sesuatu yang bisa membuatku lupa akan kejadian hari ini, dan tidak memikirkannya lagi besok. Namun, entah mengapa aku malah terbayang senyuman Gwang Sun yang sudah dua kali menghipnotisku itu. Senyumnya yang manis, dengan tatapan yang lembut, penuh kasih sayang, namun juga mengharapkan sesuatu dalam hidupnya. Sebenarnya apa yang dia rasakan sekarang? Apa ada sesuatu dalam diriku yang mengingatkannya akan seseorang? Cukup lama aku memikirkannya. Perlahan mataku mulai terpejamkan. Terlelap dengan pikiran yang mulai kembali tenang. Terhanyut dalam dinginnya malam. Mengakhiri hari ini dengan kadamaian yang mulai menyelimutiku. Menunggu sang surya terbangun dari tidurnya.
∞