Aku merindukan pelukan Yi Lin saat ini. Aku merindukan senyumnya. 5 bulan ini aku tidak bisa menemukan sedikit senyum diwajah mungilnya. Yi Lin ku... Shim Yi Lin, perempuan yang sangat amat ku cintai sejak aku remaja, dan aku menemukannya kembali setelah dewasa. Dia menyuruhku membunuhnya dan bayinya. Bayi yang ada dalam perutnya sekarang ini. Bukan bayiku. Sangat sakit mengetahui semua kenyataan ini. Berawal dari kesalahanku. Dia tidak pernah bisa ku sentuh, dia selalu menolakku. Aku mengerti mengapa dia begitu, aku pun mencoba menjaga dirinya sampai kami benar-benar menikah. Menikah? Aku sangat ingin membunuh sepupu bajingan itu. Aku ingin membunuhnya. Jika saja waktu itu aku tidak membiarkan Yi Lin bertemu dengannya. Sekarang, Yi Lin tidak bersama ku. Di dalam kamar ini, biasanya dia menyiapkan aku makanan, dia bukan pembantuku. Tapi dia perempuan yang kuharapkan jadi istriku, sehingga aku memintanya melakukan semua pekerjaan rumah. Dia tidak menolaknya. Gadis selembut Yi Lin... Aaaahhh...
Flashback...
Seperti biasa, aku akan mengantar Yi Lin kembali, dia sudah selesai membereskan kamarku. Kami kembali. Dia selalu tersenyum di hadapanku. Perempuan ini sangat lembut, mampu meluluhkan hatiku. Sedari kecil aku mengenalnya. Kami terpisah, karna sepupuku, Mino. Sepupuku melukainya, menjahilinya, karna Yi Lin lebih kecil darinya. Sampai Yi Lin meminta kepada orangtuanya untuk membawanya pergi jauh. Yi Lin belum tau aku menyukainya, karna usianya masih sangat muda saat itu. aku hanya tau bagaimana mencintainya. Aku tidak bisa melupakan masa remajaku bersama perempuan kecil itu. Setelah aku dewasa, aku mencarinya melalui internet, dan aku berhasil menemukannya. Mungkin takdir yang membuat dia kembali padaku.
Song Min Ho, seseorang yang dulunya sangat akrab denganku, tapi karna dia membuat Yi Lin ku terganggu dan memilih pergi keluar negeri, aku membencinya. Ukuran tubuhku sewaktu aku SMP dan dia SD, hampir sama, dia dan aku sangat gemuk. Saat aku tau Yi Lin pergi karnanya, aku memukulnya habis habisan. Aku membuatnya babak belur. Dan karna itulah orangtua kami memisahkan kami. Tapi sekarang aku bertemu lagi dengannya.
[**]
Aku mengantar Yi Lin, dan berpapasan di depan gedung apartemen dengan Mino. Aku mengenalkan mereka. Mino tidak mengingat siapa Yi Lin. Mungkin karna dulu aku memukul kepalanya sangat keras sehingga dia melupakan Yi Lin. Aku melihat mata Mino yang mencuri pandang ke arah Yi Lin, tapi aku mendiamkannya. Yi Lin pun tidak mengenali Mino. Aku tidak tau bagaimana Yi Lin melupakan Mino. Ah, bisa saja karna Yi Lin terlalu sibuk sampai dia tidak menyadari Mino adalan lelaki gemuk yang mengganggunya waktu kami kecil.
**
Hari ini aku terlambat pulang dari kantor, dan Yi Lin sudah menungguku. Aku menitipkannya kepada Mino dengan terpaksa, karna Yi Lin tidak ku beritahu password apartemenku. Segera ku selesaikan pekerjaanku. Khawatir dengan Yi Lin. Aku tidak suka Yi Lin di dekati oleh lelaki manapun, terlebih itu Mino. Aku melaju ke arah apartemen. Memasuki kediaman Song. Aku melihat Mino dan Yi Lin di ruang tamu. Ah, mata Mino, aku mengerti arti pandangannya. Aku segera membawa Yi Lin pergi dari sana, tanpa lupa berterimakasih pada Mino. Aku membenci Mino menatap Yi Lin.
Kami memasuki apartemenku. Yi Lin segera mengambil posisinya di dapur, memasak dan akan bersih-bersih. Sementara aku duduk di sofa menenangkan kepalaku, aku sangat tidak suka pada Mino. Terlebih dia sekarang suka menatap Yi Lin, dan pandangannya kepada Yi Lin itu sangat .... Aku ingin pindah saja dari sini. Agar Yi Lin tidak bertemu dengannya. Seketika aku mengingat masa lalu kami. Aaaah, aku tidak ingin kehilangan Yi Lin lagi.
Aku melihat kearah Yi Lin yang sedang asik memasak, aku datang ke arahnya dan memeluknya dari belakang, dia terkejut. Dia menolakku memeluknya. Aku terus mengganggunya, menggigit telinganya. Dia tau aku tidak akan pernah berhenti sampai dia menciumku. Dia berbalik arah dan hanya mencium keningku. Menyuruhku mandi. Akhirnya aku berhenti dan segera mandi.
Aku memilih tidak keluar dari kamar, aku ingin tau reaksinya bagaimana jika aku tidak kembali keluar. Setengah jam berlalu, dia tidak mencariku. Aku tau dia tidak akan masuk, karna dia terlalu takut padaku. Aku pernah memaksa menciumnya, tapi dia menolak. Sudah 1 tahun sejak mengenalnya, aku selalu ditolak. Aaah, yeoja 1 ini benar benar... Handphone ku berdering, ku lihat, Yi Lin memanggilku. Tapi ku diamkan saja. Aku ingin dia masuk saja ke kamarku. Suara pintu terbuka, aku terkejut, betapa tumben yeoja ini berani masuk ke kamarku. Aku bersembunyi di balik pintu ingin mengejutkannya. Dia masuk perlahan, aku segera memeluknya dari belakang. Aku menginginkannya saat ini. Aku mencium lehernya, aku melihatnya merinding, aku memeluknya erat. Aku membalikkan tubuhnya kearahku segera mencium bibirnya. Dia tidak mampu melawanku. Akhirnya aku berhasil melakukannya. Ada kesenangan tersendiri di kepalaku, mengingat betapa kerasnya dia menolakku menciumnya selama 1 tahun ini. Aku terus menciumnya, tidak ingin melepasnya. Aku menikmati semua ini. Handphone ku berdering, aaaah, aku tidak ingin mengangkatnya. Tidak penting, tapi, Yi Lin perlahan mendorong tubuhku, menyuruhku menjawab panggilan telepon. Ku lihat wajahnya memerah, dia malu. Aku senang saat ini. Dia segera pergi saat aku menjawab telepon. Aku hanya tertawa.
[**]
Hari ini ulangtahunku. Aku ingin merayakannya. Aku mengundang semua rekan kerjaku, termasuk Song Min Ho. Perayaan kali ini di hotel. Perayaan kedua setelah pertemuanku dengan Yi Lin. Aku mencari Yi Lin, seharusnya dia sudah berada disini. Akhirnya aku menemukannya. Dia sangat anggun dan cantik. Yi Lin, perempuanku.
Aku mengenalkannya kepada rekan-rekanku. Tapi sesuatu mengusik pandanganku. Park Bom nuna, dia hadir malam ini. Ah, bagaimana ini. Bom nuna adalah seorang wanita cantik yang pernah mengisi kehidupanku selama aku belum menemukan Yi Lin. Dia mantan kekasihku. Bukan aku yang meninggalkannya, hanya saja kami sering berbeda pendapat. Umurnya lebih tua beberapa tahun dariku. Dia seperti berbie, cantik juga seksi. Dia menatapku tanpa henti. Aku tidak bisa membiarkan dia bertemu dengan Yi Lin. Karna dia adalah seorang wanita yang sangat nekat. Aku melepas gandengan tanganku, menyuruh Yi Lin bergabung dengan temannya. Dia mengiyakan. Aku segera datang kearah Bom nuna, dan menarik tangannya sigap. Aku keluar dari pesta, ingin menjauhkannya dari keramaian. Aku membawanya ke kamarku yang sudah kupesan sebelumnya.
Bom nuna, menarikku kedalam kamar, aku menolaknya. Kuceritakan kisahku sekarang. Aku sudah bahagia tanpanya. Lalu dia menarikku paksa ke dalam kamar mandi. Aku tidak terlalu tau apa tujuannya. Dia menciumku, memaksaku. Aku ingin menolak. Tapi untuk wanita secantik dan seseksi dia, aahh, Yi Lin bagaimana ini? Aku tidak tau bagaimana. Hatiku untuk Yi Lin, tapi wanita ini begitu indah, sulit untuk menolaknya. Bom nuna menarik tanganku dan meletakkan ke bagian tubuhnya, aku tidak bisa lagi berpikir jernih. Akhirnya aku kalah. Maafkan aku Yi Lin.. Ini diluar kendaliku.
Tiba-tiba aku merasakan sesuatu, entah bagaimana, aku teringat Yi Lin. Segera aku melepas Bom nuna. Aku memandangnya lekat. Aku teringat Yi Lin yang tidak bisa ku sentuh dan aku menjaga tubuhnya. Bagaimana bisa aku mencoba mengkhianati perempuan yang menjaga dirinya dengan baik untukku? Aku menjelaskan kepada nuna, bahwa aku benar-benar tidak ingin bersamanya lagi. Nuna terdiam tak percaya. Aku meninggalkannya di kamar, aku pergi ke pesta, mencari Yi Lin. Sudah 1 jam lebih aku meninggalkannya. Aku berkeliling mencarinya. Tidak ku temukan. Aku mengelilingi hotel. Apamungkin dia salah arah? Atau dia pulang? Aku meneleponnya dan menunggu di luar hotel.
120 panggilan, akhirnya terjawab, padahal aku hampir menyerah. Ku dengar suara Yi Lin menangis. Dia mengatakan ingin musnah dari dunia ini. Aku benar benar terkejut. Apa yang terjadi pada Yi Lin ku? Aku segera meneleponnya lagi namun tidak diangkat. Aku langsung memilih ke ruangan pengamanan hotel, mencari Yi Lin melalui CCTV hotel. Aku memohon mereka menemukan Yi Lin, sambil aku menghubungi Yi Lin. Akhirnya, aku menemukan Yi Lin melalui cctv, dia keluar dari kamarku sambil menangis, Mino menarik tangannya, mengajak Yi Lin ke kamar Mino. Kenapa? Apakah Yi Lin melihatku dan Bom nuna tadi? Tiba tiba handphone ku berdering, setelah lelah 132 panggilan ku yang tidak dijawabnya. Segera ku jawab.
“Hyung... ini aku Mino. Hyung mian... aku sangat minta maaf padamu. Ini semua diluar kendaliku hyung. Aku tidak sengaja menyakiti Yi Lin. Sekarang dia dikamarku hyung, maafkan aku. Kau boleh membunuhku,” Setelah mendengar itu, aku berlari menuju kamar Yi Lin, semua yang ada di ruang pengamanan sangat terheran heran dengan tingkahku. Aku mengambil pakaian Yi Lin. Kepalaku sakit. Aku ingin segera mengetahui apa yang Mino maksud. Ku kemas baju Yi Lin, aku tidak sabar dan menendang kamar Mino sekuat tenaga, lalu terbuka. Tidak ada orang, aku menuju kamar mandi. Ku lihat Mino berdiri dan Yi Lin duduk menangis hanya menggunakan selimut. Dia basah? Yi Lin? Apa mungkin Mino memperkosa nya?
Aku memukul Mino, menghajarnya tanpa henti. Aku ingin membunuhnya. Aku bahkan tidak pernah menyentuh Yi Lin tanpa izinnya, dan Mino? Dia sudah mengotori gadis yang paling ku cintai. Mengapa aku memperkenalkan Mino pada Yi Lin? Sekarang ini aku benar benar ingin membunuh Mino. Yi Lin menangis. Aku salah. Yi Lin pasti melihatku dengan nuna. Ahhhh... Tabi pabooo... Mino tidak melawanku sama sekali, seluruh tubuhnya sudah berdarah. Aku berhenti, dia menatap Yi Lin dengan iba. Aku mengarah pada Yi Lin, sangat ingin memeluknya, dia pasti sangat tersiksa dan ketakutan. Ampuni aku Yi Lin, semua kesalahanku. Yi Lin menolakku lagi, dia menangis. Aku memberinya jaket yang ku pakai, menyuruhnya mandi dan memberinya pakaian yang sudah ku kemas tadi. Aku menyeret Mino keluar. Ku biarkan dia tergeletak tak berdaya. Aku terduduk melihat tempat tidur, ada noda darah. Kepalaku semakin sakit dan akan pecah sekarang. Yi Lin ku... dia ... aaahhh. Apa yang harus ku lakukan? Ku lihat sekeliling, pakaian Yi Lin berserakan. Mino, dia mencoba bangkit, tapi tak bisa. Aku menendang perutnya keras.
Yi Lin keluar dari kamar mandi, masih menangis. Memegang erat pakaiannya, seakan trauma akan lelaki. Dia menjauhi Mino. Dia tidak mendekatiku. Aku segera memeluknya. Dia menangis dan berteriak sekencangnya. Dia memegang tanganku sangat erat, seakan mencakar seluruh tubuhku. Dia mengatakan bahwa ingin membunuh dirinya saat ini, aku memeluknya terus.
<**>
Aku melangkah ke arah kamar Yi Lin dimana dia di rawat. Setelah kejadian menyakitkan itu, dia jatuh sakit, dan tidak mau bertemu dengan siapapun. Aku selalu mencoba menerobos ke kamarnya tapi dia melempar seluruh barang barang di kamar rumah sakit itu. Mino, dia menunggu Yi Lin di rumah sakit. Aku ingin melaporkan nya pada polisi, tapi tidak, dia masih saudaraku.
Aku menunggu Yi Lin setiap hari. Ini sudah 2 minggu sejak kejadian itu.
Aku tidak sempat menjelaskan apapun, karna Yi Lin tidak mau mendengarnya. Mino juga meminta maaf padaku, bahkan ibu dan adiknya juga memohon maaf padaku. Tapi tidak ada gunanya. Yi Lin tidak akan kembali seperti dulu walaupun mereka membunuh Mino.
Aku melihat suster berlari kearah kamar Yi Lin. Dia muntah didalam kamar. Aku khawatir. Lalu mereka memeriksanya. Aku di panggil karna aku yang menjadi walinya. Dokter bertemu denganku. Menjelaskan keadaannya. Dokter ini, dia dengan bahagia menyelamati aku, bahwa aku akan menjadi seorang ayah. AYAH?!!! Menyentuh Yi Lin saja aku tidak pernah. Aku menahan diriku. Awalnya aku ingin segera mencari Mino dan membunuhnya. Aku keluar dari kamar itu, segera ke kamar Yi Lin. Yi Lin sedang tidur, dia sangat kesakitan. Dia tidak bisa makan. Aku duduk disampingnya. Ku pegang tangannya, ku letakkan di pipiku. Tidak tau mengapa, air mataku menetes. Ah, aku terlalu cengeng. Ku usap segera, agar tidak terlihat. Yi Lin... aku minta maaf atas semuanya, bagaimana aku harus menghadapi dunia ini tanpamu?
Yi Lin bangun, melihatku menatapnya. Dia menarik tangannya. “Oppa, tolong bunuh aku...” dia memohon sambil menangis lagi. Tiada hari tanpa tangisannya. Aku tersiksa. Aku mengatakan kepadanya untuk tetap bertahan hidup. Aku memberitahu nya tentang kehamilannya. Dia berteriak lagi. “Aniyaa!!! Aku tidak mau anak ini!! Aku tidak menginginkannya Oppa! Bunuh lah aku dan bayi ini, agar aku tidak menyesal!” aku memeluknya... dia menangis sekuatnya. Aku tidak tahan. Lalu ku katakan padanya, tidak ada artinya hidupku tanpa dirinya. Aku memohon kepadanya agar bertahan, kami akan melalui semuanya. Dia tetap menangis.
“Oppa... apa kau akan menikahi aku? Apa kau mau dengan wanita kotor seperti aku? Oh? Aku tidak akan bisa hidup seperti ini oppa!!”
Akhirnya Yi Lin di beri obat penenang karna dia berteriak sedari tadi. aku menelepon Mino. Menyuruhnya segera datang. Dia datang bersama ibunya. Aku menjelaskan kepadanya bahwa Yi Lin dalam keadaan hamil. Mereka terdiam. Berpikir keras bagaimana mencari solusi terbaik.
“Tidak kah lebih baik jika Mino menikah dengan Yi Lin, Seung Hyun?” tanya ibu Mino padaku. Aku terperangah mendapat jawaban seperti itu. Mino menunduk, terlihat bingung dengan semua ini. Aku tidak memberikan jawaban apapun. Situasi buruk seperti ini, ahhh, apa aku harus menggugurkan kandungan Yi Lin? Tidak mungkin! Aku tidak sejahat itu. Tapi bayi itu, tidak ada seorangpun yang menginginkannya! Bagaimana ini? Lalu aku melihat Mino kearahku, dia mengambil posisi berlutut, memegang kakiku, duduk memohon kepadaku. Astaga Mino-yaa.“Hyung, aku akan bertanggung jawab untuk semuanya. Izinkan aku menikahi Yi Lin hyung, aku berjanji akan merawatnya dengan baik. Kita tidak mungkin membuang bayi itu, dan membiarkan Yi Lin menjadi seorang ibu yang jahat. Aku tau aku bersalah besar hyung. Maafkan aku...”
Aku menarik kakiku, melangkah kekamar Yi Lin. Ku biarkan Mino dan ibunya di luar. Aku sakit. Bagaimana ini? Ku lihat Yi Lin tertidur. Kudatangi dia. Mencium keningnya.
[**]
Akhirnya... Mereka menikah. Yi Lin dan Mino. Aku menjadi saksi mereka. aku tidak waras saat ini. Ku lihat Yi Lin dengan gaun pengantin yang sangat indah, seharusnya dia menjadi pengantinku. Ku relakan dia dengan Mino. Tapi tidak sedikitpun Yi Lin tersenyum. Betapa raut wajahnya sangat membenci Mino. Terpaksa, itu sangat jelas terukir di wajah Yi Lin ku.
[**]
Setelah mereka menikah, Yi Lin tinggal di apartemen Mino yang baru. Aku selalu terpikir, Mino terlalu muda untuk menjadi seorang ayah, dan Yi Lin terlalu muda untuk menjadi seorang ibu, tapi apa dayaku, aku tidak mampu berbuat apapun. Aku sering mengunjungi Yi Lin. Aku melihat keadaannya yang sangat menyedihkan. Tidak ada senyuman seperti dulu. Mino tidak tidur seranjang dengan Yi Lin, aku tau itu. Yi Lin hanya mengerjakan pekerjaan rumahnya seperti biasa, dan ketika Mino pulang bekerja, hanya ada keadaan diam dan bisu. Aku tau itu. Aku menginap disana beberapa hari. Kami bertiga tidur terpisah. Aku tidak tau kenapa masih saja tidak bisa meninggalkan Yi Lin, harapan ku melambung tinggi. Aku ingin menjadi ayah bagi bayi itu.
[**]
Aku menginap di apartemen Mino dan Yi Lin lagi hari ini. Mino tidak keberatan, bahkan dia memintaku menjaga Yi Lin. Yi Lin hanya mau berbicara kepadaku. Dia tidak pernah memandang Mino sekalipun. Aku gelisah, apa aku seorang pengganggu bagi mereka? Ah perasaan apa ini?
Semakin lama, aku melihat keadaan Yi Lin yang terpuruk. Dia benar-benar mengalami trauma dan luka yang dalam. Aku bahkan tidak mampu menolong menyembuhkannya. Yi Lin maafkan aku.
Perut Yi Lin membesar, 4bulan dia mengandung. Aku tidak melihat tubuhnya membesar, hanya perutnya saja yang membuncit. Didalam kamarnya, sudah ada beberapa perlengkapan bayi, padahal bayi itu masih 5 bulan lagi kelahirannya, tapi Ibu Mino sengaja mempersiapkannya.
Yi Lin yang dulu periang berubah menjadi Yi Lin yang sangat dingin.
[**]
Hari ini, aku akan pergi wajib militer. Selama 2tahun aku akan meninggalkan wanita yang paling ku cintai di muka bumi ini. Aku meminta dia menemaniku sehari ini. Dia sudah mengetahui rencana kepergianku.
Aku sengaja mengambil waktu berdua saja dengannya. Sudah 5 bulan kami lewati tanpa berbicara banyak hal seperti dulu. Dia, di dalam kamarnya. Aku masuk dan duduk di sampingnya. Dia tidak menjauhiku.
Aku menceritakan dan menanyakan bagaimana perasaannya.
“Oppa tidak taukah? Aku membencimu tapi tidak juga bisa berhenti mencintaimu. Dalam waktu yang sama aku merasakan sakit yang luar biasa, tapi aku ingin memilikimu lagi, dan ternyata tidak bisa,” jawabnya. Ku jelaskan padanya tentang Bom nuna, dia menangis sekeras-kerasnya. Aku melewatkan banyak waktu bersamanya, melihatnya memasak di dapurku, melihatnya tersenyum. Tapi sekarang aku harus meninggalkannya. Mungkin memang takdir kami harus terpisah.
Akhirnya, aku memeluk Yi Lin. Dia duduk di tempat tidurnya. Aku berlutut padanya. Memberitahunya kesalahan ku, memintanya meninggalkan cinta kami, memohon padanya untuk sehat dan tersenyum lagi. Dia mengambil tanganku dan meletakkannya ke pipinya. Dia meneteskan airmata terus menerus, aku kembali menjadi lelaki cengeng, dan ikut menangis.
“Oppa, mianhae... Jebaall... Tidak bisakah kita bunuh saja bayi ini? Aku sudah memaafkanmu. Tidak bisakah kita kembali seperti dulu? Aku pasti akan membenci bayi ini sebanyak aku membenci kejadian itu oppa,” Yi Lin terisak lagi. Aku mengusap air matanya. Aku memohon padanya untuk memaafkan Mino, karna dia akan menjadi ayah bayi itu. Bayi itu tidak bersalah sehingga kami tidak perlu membuangnya. Aku kalah sekarang, dan aku sudah merelakan Yi Lin bersama Mino, untuk seterusnya. Aku pergi wajib militer, membiarkan Yi Lin hidup bersama Mino, adalah cara paling benar. Supaya Yi Lin belajar hidup tanpa aku, dan membuka hatinya kepada Mino. Aku sakit menahan semuanya, aku menerima kekalahan telak.
“Oppa, berjanjilah padaku, oppa akan kembali, melihat aku dan anak ini. Kita akan membesarkannya bersama, dan oppa akan menjadi ayah juga untuk bayi ini,”. Aku mengiyakan keputusan Yi Lin.
Aku meninggalkan Yi Lin yang menangis di kamar. Dia mencium keningku sebelum aku pergi, dan aku membalas mencium keningnya juga. Aku mencintai Yi Lin, tapi harus merelakannya. Aku berpesan pada Mino untuk menjaga Yi Lin sebaik mungkin, dan tidak boleh melakukan sedikit kesalahanpun pada Yi Lin. Aku pasti membunuhnya jika dia menyiksa atau melukai Yi Lin. Mino meminta maaf lagi padaku. Aku tersenyum pahit.
