CHUNSA POV
Tepat pukul tujuh pagi, Kyuhyun Oppa sudah berada di depan rumahku. Aku berjalan cepat sambil menenteng tas dan kotak makan yang berisi sarapan pagiku. Aku tidak sempat sarapan bersama kedua orang tuaku karena aku terlambat bangun. Ini semua karena aku tidak bisa tidur nyenyak semalaman, entah mengapa perasaanku ada yang aneh sejak dari restoran Gong Halmeoni.
“Kau belum sarapan?” tanya Kyuhyun Oppa sewaktu melihat kotak makan yang kupegang.
“Aku tidak sempat. Kaja, nanti kita terlambat menjemput Seungho Oppa.”
Kyuhyun Oppa melajukan mobilnya menuju rumah Seungho Oppa yang kira-kira berjarak lima belas kilometer dari rumahku. Selama perjalanan aku asyik memakan roti isi yang sudah disiapkan oleh Han Ahjumma tadi.
“Oppa, kau mau?” tanyaku sambil mendekatkan roti kemulutnya yang langsung digigitnya.
“Tadi malam itu bosmu yang kau benci? Yang katamu menyebalkan?” tanyanya tiba-tiba.
“Seperti itulah,” jawabku santai.
“Memangnya dia sudah berbuat apa padamu sampai-sampai kau benci dengannya?”
“Tidak ada yang special, mungkin aku saja yang masih belum terbiasa menghadapi orang kaku seperti dia. Kau lihat kan semalam kalau dari penampilannya saja dia sudah terlihat kalau pribadinya kaku,” kataku sambil terus menyantap roti isiku.
Kyuhyun Oppa langsung memberhentikan mobilnya di depan rumah Seungho Oppa dan membunyikan klakson. Tak lama kemudian Seungho Oppa keluar dari pagar rumahnya dengan stelan jas yang seperti biasa memancarkan kharismanya.
“Oppa annyeong,” sapaku sewaktu Seungho Oppa masuk kedalam mobil dan duduk di kursi belakang.
“Annyeong Chunsa-ya,” balasnya sambil mencubit hidungku dengan gemas.
“Oppa kau mau?” kataku sambil menyodorkan roti isi kedekat mulutnya, sama seperti Kyuhyun Oppa yang langsung digigitnya.
“Oppadeul, malam ini apa kita jadi makan malam bersama?”
“Ne tuan putri. Tapi nanti malam bisakah kau jemput Chunsa, hyung? Kemungkinan aku masih meeting nanti,” tanya Kyuhyun Oppa.
“Ok, nanti malam aku yang akan menjemput tuan putri ini.”
“Ah senangnya menjadi tuan putri yang punya supir-supir tampan ini. Kerja bagus,” kataku sambil menatap mereka dengan jahil.
“Aish,” kata Kyuhyun Oppa sambil mengacak-acak rambutku kemudian mengambil roti yang ada ditanganku.
“Bagaimana kerjaanmu kemarin Chunsa? Kudengar bosmu tampan?” tanya Seungho Oppa dan langsung kuberi lirikan maut kearah Kyuhyun Oppa.
“Seperti itulah, kau tanya saja evil yang memberi tahumu ini.”
“Tapi lebih tampan aku kan?” tanyanya lagi.
“Kalian ini aneh sekali, aku pusing mendengar pertanyaan itu terus. Tidak ada yang tampan, lebih tampan artis-artis idolaku.”
Kedua Oppaku langsung tertawa melihat aku menjawab dengan nada kesal. Mereka ini kalau sudah bersatu selalu saja bisa mengalahkanku, selalu saja mereka membuatku kesal. Tidak lama kemudian, mobil yang kami kendarai sudah ada didepan kantorku.
“Oppa bye bye,” kataku keluar dari mobil.
“Ittabwa,” kata Seungho Oppa saat ia berpindah tempat di bangku depan.
“Ne Oppa, jangan telat menjemputku nanti.”
“Arasseo,” katanya sambil mencubit hidungku.
“Yak,” seruku yang hanya dibalas tawa oleh Seungho Oppa.
Aku masuk menuju gedung kantorku, tiba-tiba Rami datang menghampiriku sambil berlari kecil.
“Chunsa-ya, itu siapa? Tampan sekali,” tanya Rami sambil mendekatkan badannya kepadaku.
“Yang mana?” tanyaku pura-pura tak tahu. Aku tahu yang dimaksudnya itu adalah Seungho Oppa karena yang tadi keluar dari mobil hanya Seungho Oppa.
“Itu yang tadi mencubit hidungmu.”
“Oh, itu Oppaku.”
“Lalu yang tadi malam menjemputmu siapa? Sepertinya berbeda.”
“Itu Oppaku satu lagi. Memangnya kau melihat siapa yang menjemputku tadi malam?”
“Iya aku penasaran siapa yang menjemputmu. Tapi, wajahnya seperti tak asing bagiku. Aku seperti mengenal wajahnya disuatu tempat.”
“Oh ya? Mungkin Oppaku wajahnya pasaran,” kataku lalu berjalan menuju lift dan diikuti oleh Rami.
Aku berhenti di didepan lift, tapi agak menjauh karena sudah banyak sekali yang berkerumun di depan lift tersebut.
“Chunsa wae?” tanya Rami heran melihatku berhenti.
“Aniyo, aku menunggu sampai lift agak kosong saja. Kalau kau ingin duluan, kau boleh duluan.”
“Kau serius? Baiklah, aku duluan ya. Ketemu di ruangan. Bye,” kata Rami lalu cepat-cepat berlari karena lift yang ditunggu sudah terbuka.
Dan sesuai dengan prediksiku kalau lift tersebut langsung penuh. Aku tidak bisa membayangkan berada didalam sana, seperti ikan didalam kaleng kalau menurutku. Setelah pintu lift tertutup, aku langsung berjalan mendekati lift karena hanya tersisa tiga orang didepan lift yang tidak bisa mengangkut mereka tadi. Sepertinya aku harus bilang kepada Appaku untuk menambah lift dikantor ini, karena jumlah lift yang ada tidak sebanding dengan jumlah karyawan disini.
“Siapa yang datang denganmu tadi malam?” tanya sebuah suara yang benar-benar mengagetkanku.
“Ne?” tanyaku heran bercampur kaget setelah aku mengetahui pemilik suara tersebut.
“Tidak, hanya aku tidak asing dengan wajahnya.”
“Dia Oppaku. Mengapa kau ingin sekali tahu?”
Pintu lift terbuka dan satu persatu orang yang menunggu tadi masuk kedalamnya, tak terkecuali namja satu ini. Melenggang masuk tanpa menjawab pertanyaanku.
“Kau mau masuk dan bekerja atau tetap berdiri disana sampai menunggu lift ini turun kembali?”
Aku bergegas masuk ke dalam lift dan berdiri disebelahnya. Kalau saja namja ini bukan ketua timku, tidak akan aku sesopan ini padanya. Dan kalau saja aku tidak sedang menyamar sebagai karyawan biasa, kau habis ditanganku Hwang Chansung.
CHANSUNG POV
“Oppanya? Setahu aku Cho Kyuhyun tidak mempunyai adik perempuan,” kataku pelan sambil mengetuk-ngetukkan jari dimeja kerjaku.
Setelah bertemu dengan Cho Kyuhyun tadi malam, aku teringat dengan seorang insinyur muda berbakat yang fotonya sudah banyak menghiasi beberapa majalah-majalah tentang bisnis. Siapa yang tidak mengenal Cho Kyuhyun, apalagi dia sering bekerja sama dengan perusahaan tempat ku bekerja ini. Aku jadi penasaran dengan hubungan mereka berdua, meski aku tidak tahu alasan yang pasti mengapa aku melakukan semua ini.
“Rami, apa bahan-bahan untuk presentasi dengan Bbalge Fashion sudah kau persiapkan?” tanyaku ditelpon.
“Sudah Timjangnim, semua sudah saya persiapkan.”
“Baiklah, kau suruh Chunsa untuk bersiap-siap karena ini adalah client pertamanya.”
“Ne algeseumnida,” katanya kemudian menutup pembicaraan denganku.
Hari ini aku mendapatkan proyek yang menurutku cukup besar, apalagi kalau menyangkut dengan Bbalge Fashion. Perusahaan itu sudah sering masuk dalam 10 besar perusahaan tersukses di Korea Selatan dengan harga saham yang sangat tinggi. Dan untuk kali ini aku akan didampingi oleh Chunsa sebagai proyek pertamanya, semoga saja gadis ini tidak merusak semuanya.
Kubereskan barang-barang yang akan kubawa untuk meeting hari ini, setelah semua persiapan selesai aku segera bergegas keluar dari ruanganku.
“Chunsa apa semua sudah siap?”
“Ne Timjangnim.”
Aku langsung melangkah keluar dari ruangan itu diikuti oleh Chunsa. Seperti biasa, hari ini Chunsa terlihat cantik dengan kemeja berwana biru muda yang dipadu dengan rok pendek berwarna cokelat muda, rambutnya yang panjang diikat tinggi kebelakang, sederhana namun tetap cantik dan mampu membuat karyawan-karyawan pria disini menoleh sejenak menikmati ciptaan Tuhan ini.
Kulangkahkan kakiku memasukki lift yang ternyata kosong, kulirik Chunsa disebelahku yang asyik membaca selembar kertas yang diberikan Rami tadi, mungkin petunjuk-petunjuk yang harus ia ikuti nantinya. Berdua seperti ini membuatku merasa gugup, kusadari kalau jantungku berdegup dengan cepat tidak seperti biasanya. Ada apa denganmu Hwang Chansung, kau baru bertemu dengannya dan kau sudah jatuh cinta? Begitu spesialkah gadis ini sampai ia bisa mencairkan hati dinginmu dengan begitu cepat?
“Timjangnim?” kata sebuah suara mengagetkanku.
“Ne?” tanyaku heran. Dan yang lebih aku herankan, sejak kapan Chunsa sudah berada didepanku? Bukankah dia tadi berada disebelahku?
“Apakah kau tidak ingin keluar dari lift ini? Atau kau mau naik lagi kelantai atas? Semua orang sudah menunggumu untuk keluar dari lift itu.”
Aku menengok kekanan dan kiriku, sudah ada beberapa orang didalam lift ini dan ternyata aku sudah sampai dilantai dasar. Betapa malunya aku, tapi langsung kuubah raut wajahku. Tidak boleh seorang Hwang Chansung kehilangan wibawanya hanya karena seperti ini. Kulihat sekilas Chunsa menahan tawanya, wajahnya yang cantik, kini lebih cantik karena senyum menghiasi wajahnya sekarang. Sejak pertemuan kami yang pertama, tidak pernah kulihat gadis ini tertawa ataupun tersenyum seperti ini.
Kumasuki mobilku yang sudah ada didepan lobby kantor, aku memang tidak terlalu suka memakai jasa supir, maka dari itu hari ini aku mengemudikan mobilku sendiri.
“Kalau kau ingin tertawa, kau boleh tertawa sekarang, aku tidak ingin dituduh sebagai pembunuh karena kau setengah mati menahan tawa,” kataku sambil mulai mengemudikan mobilku keluar dari gedung kantorku.
“Jongmalyo Timjangnim? Hahahahahaha...”
“Aish, bahagia sekali kau sepertinya.”
“Aniyo, joshonghamnida Timjangnim. Aku benar-benar tidak bisa menahan tawaku karena teringat raut wajahmu yang lucu tadi,” katanya masih terus memegangi perutnya sambil tertawa.
“Aish,” kataku sambil tertawa kecil karena aku merasa malu dan lucu sekarang.
“Wuah, kau tertawa? Kau tertawa Timjangnim? Ini jarang sekali terjadi. Kata sunbaedeul, kau itu tidak pernah tertawa sedikitpun.”
“Kau pelajari saja apa yang tadi ditulis oleh Rami, jangan sampai kau memalukan di meeting pertamamu,” kataku langsung merubah suaraku.
“Ne Timjangnim, algeseumnida.”
AUTHOR POV
Chansung menghentikan mobilnya di depan sebuah hotel bintang lima, salah satu hotel termegah di Korea Selatan. Mereka lalu menuju restoran tempat diadakannya pertemuan dengan Bbalge Fashion.
“Annyeonghaseyo, Hwang Chansung-imnida,” kata Chansung memperkenalkan diri kepada orang yang didepannya.
“Annyeonghaseyo, Lee Chunsa-imnida,” kata Chunsa juga memperkenalkan diri.
“Annyeonghaseyo, Kim Woobin-imnida.”
CHUNSA POV
“Annyeonghaseyo, Lee Chunsa-imnida,” kataku memperkenalkan diri.
“Annyeonghaseyo, Kim Woobin-imnida.”
Lelaki didepanku ini mempersilakan kami untuk duduk, sesaat aku sempat tertegun dengan ketampanannya. Wajahnya yang tampan serta postur tubuh yang tinggi menambah nilai plus untuk pria ini. Beruntung sekali hidupku dikelilingi oleh pria-pria tampan seperti mereka, nikmati keberuntunganmu ini Lee Chunsa.
Satu jam telah usai dan pekerjaanku juga telah usai. Sebelum kami pulang, Kim Woobin-ssi menjamu kami untuk makan siang. Aku memesan chicken steak kesukaanku dan banana chocolate float.
“Lee Chunsa-ssi, kau lulusan mana?” tanya Kim Woobin tiba-tiba.
“Aku lulusan Korea University,” jawabku santai.
“Wah, aku juga pernah kuliah disana, tapi tidak sampai lulus. Aku pindah ke luar negeri waktu itu.”
“Oh ya? Tapi aku tidak pernah melihatmu.”
“Mungkin waktu kau masuk, aku sudah tidak berkuliah lagi disana. Kalau Hwang Chansung-ssi, kau kuliah dimana?”
“Oh, kalau aku kuliah di Amerika dan belum lama ini pulang ke Korea.”
“Oh kau lulusan Amerika, pasti kau sangat pintar. Pantas saja kau masih muda tetapi sudah seperti sekarang ini.”
“Ah aniyo. Aku tidak sepintar yang kau bayangkan,” jawabnya merendah.
Tak berapa lama, handphoneku berbunyi dan kulihat nama Seungho Oppa tertampang disana.
“Maaf, aku menjawab telepon sebentar,” pamitku kemudian agak menjauh dari meja.
“Chunsa Oddi?” tanya Seungho Oppa sebelum aku mengatakan hallo.
“Meeting. Wae?”
“Oddi? Meeting dengan siapa?”
“Hwang Timjangnim dan orang yang akan bekerja sama dengan kami. Aku sekarang ada di Hotel M. Oppa? Yoboseyo? Oppa? Aisshhh jinjja,” kataku kesal karena Seungho Oppa tiba-tiba memutuskan pembicaraan kami.
Aku berjalan kembali ke meja kami dan aku melanjutkan makan yang sempat tertunda tadi. Dan aku masih heran dengan sikap Seungho Oppa yang aneh.
“Baiklah, aku masih ada pertemuan setelah ini. Senang bisa berkenalan dengan kalian dan semoga kerja sama kita akan lancar,” kata Kim Woobin setelah setengah jam kami berbincang-bincang.
“Baik, terima kasih juga atas jamuannya,” kata Chansung sambil menjabat tangan Kim Woobin.
Setelah Kim Woobin pergi, aku dan Chansung hendak masuk ke mobil. Tetapi sebuah suara yang sangat kukenal memanggilku.
“Chunsaaa..” teriak Seungho Oppa keluar dari mobilnya yang dia hentikan tepat dibelakang mobil kami.
“Opaa. Waeyo?”
“Neo kwenchana? Kau baik-baik saja?” katanya sambil memutar-mutar badanku kemudian memegang mukaku. Ada nada khawatir disetiap kata-kata dan raut mukanya.
“Kwenchana. Oppa waegere?” tanyaku lebih khawatir.
“Syukurlah Chunsa. Si brengsek itu.”
“Nugu? Oppa, katakana padaku apa yang sebenarnya terjadi?” tanyaku menenangkan Seungho Oppa.
“Lee Chunsa. Nugu?” tanya Chansung tiba-tiba mengagetkanku. Aku hampir lupa kalau ada Chansung diantara kami.
“Naega Oppa. Timjangnim, bolehkah aku mengantar Oppaku dulu baru nanti aku ke kantor?” tanyaku penuh harap.
“Baiklah. Kau pastikan Oppamu baik-baik saja, aku pergi duluan.”
Aku mengantar Seungho Oppa ke kursi penumpang yang ada didepan. Lalu bergegas melajukan mobilnya yang masih belum aku tahu akan kemana.
“Oppa, kau mau kembali kekantor atau aku antar kerumah?”
“Antarkan aku kekantor saja.”
Hayooo tebak kenapa sama Seungho???
Tunggu kelanjutannya..
Please leave comment and click love button..
Thank you