Malam ini begitu dingin sampai mengenakan satu sweater tebal saja tidak cukup untuk membuat tubuh hangat. Namun Jongin hanya memakai t-shit polos putih dan celana jeans pendek. Tidak peduli dingin yang membuat bulu kuduknya berdiri. Perasaan senangnya menutupi rasa dingin yang begitu menusuk dikulit. Mereka, ya mereka, berjalan memasuki rumah kediaman Jongin. Sesekali melirik gadis yang sekarang tangannya sedang digenggam erat olehnya. Ia tersenyum kecil sebelum padangan matanya mengedarkan ke sekeliling.
Mereka berjalan menuju kamar. Terlihat begitu sunyi dan gelap. Saat langkah Jongin ingin memasuki kamar, genggaman tangan gadis itu mengerat, makin erat. Takut. Dan kakinya pun tertahan di depan pintu enggan untuk masuk melangkah mengikuti Jongin.
“Why?”
Dengan ragu gadis itu menjawab. “Aku takut gelap.” ucapnya.
Membuat Jongin melepaskan genggamannya dan berjalan menuju saklar lampu yang tak jauh dari pintu kamar.
“Sudah tidak gelap, kemarilah Yeon.” Jongin terduduk dipinggir ranjang dan mempersilakan gadis itu duduk disampingnya.
Gadis itu memperhatikan sekeliling kamar, memang tidak ada yang berbeda dari ruangan itu sebelumnya. Hanya saja yang membuatnya berbeda adalah sisi pandangnya.
“Aku tidak suka tempat ini.” ucapnya datar.
Jongin menaikkan sebelah alisnya dan menatap Sooyeon heran. Menerka-nerka apa saja yang dilakukan Baekhyun terhadap gadis itu sampai-sampai perlakuannya pada Jongin begitu dingin.
“Lalu kau ingin tidur di kamar tamu?” tawar Jongin yang berjalan ke arah Sooyeon.
Jongin berjalan mendekati gadis itu kemudian Sooyeon menarik kaki kanannya untuk mundur, menjauhi Jongin. Membuat jarak diantara keduanya. Tapi Jongin tidak menyerah begitu saja, ia tetap melangkah maju menghampirinya. Dan sampai keduanya tidak mempunyai jarak untuk menghalangi mereka.
Kedua tangan Jongin mencubit pipi gadis itu, gemas. “Mengapa kau hari ini begitu menggemaskan, Yeon?” kemudian Jongin tersenyum hangat. Mengunci lengkungan tersebut selama beberapa saat. Dan tiba-tiba saja tangan kanan gadis itu melayang ke wajah kanan Jongin. Membuat Jongin mengerang sakit akibat mendapat tamparan dari Sooyeon yang cukup keras dibagian pipi kanannya yang sekarang berubah warna menjadi kemerahan.
Jongin memejamkan matanya sesaat kemudian menhembuskan nafas panjang berharap emosinya tidak terpancing. Ia diam beberapa saat menerima semua perlakuan gadis itu padanya.
“Tampar saja sepuasmu. Aku layak kau bunuh jika kau ingin.” Jongin sama sekali tidak menyesal dengan perkataan terakhirnya. Mungkin jika gadis itu ingin membunuhnya sekarang ia benar-benar rela.
Gadis itu beranjak dari hadapan Jongin, mundur secara perlahan membuat mereka memiliki jarak yang cukup jauh. Mata hazel terus menatap lurus ke arah Jongin yang berada di hadapannya. Kedua tangan gadis itu mengepal erat, membuat tubuhnya bergetar dan rintik air matanya pun terjatuh lantaran tak sanggup dibendung lagi. Mata hazel milik gadis itu tengah dibanjiri oleh air mata yang begitu mendalam. Gadis itu terisak, lalu dijatuhkan tubuhnya kelantai. Ia sudah tidak sanggup untuk menahan semuanya. Terlalu sakit untuknya, terlalu perih untuknya, terlalu rapuh untuk dirinya. Begitu banyak cerita yang dulu ia ingin tahu. Dan inilah pada akhirnya, akhirnya gadis itu mengetahui semua cerita perjalanannya dulu. Perjalanan seorang gadis kuat yang harusnya mempunyai hari lebih baik dari sebelumnya.
Lalu Jongin yang masih berdiri memerhatikan dari jaraknya hanya bisa merasakan sakit di hatinya. Disini bukan hanya Sooyeon yang terluka. Jongin. Laki-laki itu juga masih mempunyai rasa untuk merasakan sakit itu. Sakit dimana ia melihat gadis yang sangat ia sayangi menangis karenanya. Gadis yang sangat ia cintai terluka karenanya. Jongin tahu semuanya akan seburuk ini, tapi ia tahu ini baru saja awal. Seperti dalam naskah cerita ini adalah babak konflik yang baru saja dimulai, belum lagi akan ada klimaks yang nantinya membuat Jongin mau tidak mau harus pergi dari gadis itu. Dan yang terakhir penyelesaian. Ah, Apakah cerita yang Jongin rangkai ini ada penyelesaian masalahnya? Setidaknya yang ia inginkan hanya gadis itu masih bersama, atau jika tidak, melihatnya bahagia bersama orang lain, itu saja. Sepahit apapun akhir kisah ini Jongin sudah harus menerimanya. Well, lihatlah pria malang ini, benar-benar tidak berdaya dihadapan gadis itu.
Jongin menyeret kakinya mendekat, Tapi gadis itu merasa was-was saat Jongin mendekatinya. “Jangan mendekat!” pintanya. Tapi pria itu keras kepala dan tidak mau mendengarkan permintaan Sooyeon. Dia masih berjalan mendekat ke arah Sooyeon, ingin sekali memeluk gadis yang rusak akibat perbuatannya itu.
Sooyeon memukul dada bidang milik Jongin dengan sisa tenaga yang ada, dia tidak bisa membendung emosinya. Dia marah, kesal, benci, dia ingin menyakiti Jongin, ingin membalaskan dendamnya pada Jongin dan membuat hal sama jahatnya untuk pria itu. Tapi disaat yang sama, dia tidak ingin melakukan apapun selain ingin memeluk Kim Jongin yang tampak begitu rapuh.
“I hate you!” ucapnya bergetar.
“Please… don’t.” pria itu mulai bergetar, Jongin menangis dihadapan Sooyeon.
“I’m sorry…” ucap Jongin melemah.
“For what?” balas Sooyeon tanpa menatap kedua manic mata Jongin.
“I’m sorry that i hurt you, sorry for make you cry, I’m sorry for bothering you, I’m sorry for everything i did to you. Sorry….”
Sooyeon menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Menangis sejadi-jadinya tanpa mau melihat mata Jongin yang tidak kalah hancurnya. Sooyeon merasa tidak sanggup dengan hal ini. Seharusnya, Jongin tidak perlu berbuat baik padanya. Seharusnya, Jongin jangan pernah membuatnya bisa merasakan sesuatu lagi. Seharusnya, Jongin tidak mengajarkannya apa itu ketulusan. Seharusnya, Jongin tidak membuatnya merasa aman apabila didekatnya. Seharusnya, Jongin membiarkannya mati waktu itu. Dan yang paling penting, seharusnya… Jongin tidak pernah membuat Sooyeon jatuh cinta padanya. Hingga dia tidak perlu merasakan kepedihan dan kesengsaraan seperti sekarang.
Sesaat Jongin ingin menyerah dan menuruti apa permintaan Sooyeon, membiarkan gadis itu pergi darinya. Sayangnya, dia tidak sekuat itu untuk melakukan keinginan hatinya itu. Jongin melanjutkan langkahnya kembali, membuat Sooyeon merasa gelisa karena dirinya yang merasa terancam.
Jongin berada tepat dihadapan Sooyeon ketika mendapati tubuh gadis itu bergetar hebat. Apa yang Sooyeon takutkan darinya? Apakah gadis itu masih berpikir kalau Jongin akan mengulangi perbuatannya dulu? Jongin kemudian membawa gadis itu kedalam pelukannya. Rasanya ia ingin menebus semua dosanya pada Sooyeon. Apapun itu dia akan lakukan agar Sooyeon memaafkannya atau setidaknya dia tidak membenci Jongin, .
“Bukankah kita sedang baik-baik saja? Kita akan baik-baik saja jika kau melupakan masa lalumu, Yeon” tegas Jongin.
“Kita tidak baik-baik saja.” sanggahnya.
“Aku benci masa laluku” ucapnya kemudian.
Sooyeon ingin melepaskan pelukan itu tetapi semakin ia mendorong tubuh Jongin, semakin erat pula dekapan yang Jongin berikan padanya. “Don’t leave me...please.” ucap Jongin setengah berbisik pada Sooyeon.
“If you hate me, you can do whatever you want but don’t leave me alone, Yeon….” Dia seperti memohon, meninggalkan harga dirinya yang setinggi langit untuk meminta seseorang mengambulkan permohonannya.
Gadis itu hanya menangis, ucapan Jongin seakan mencambuk hati Sooyeon saat ini, membuatnya bingung untuk melakukan apapun.
“Why??! Why??!” teriaknya lagi, kali ini putus asa. Ia masih menangis histeris. Melihat Sooyeon menangis seperti ini, membuat Jongin merasa luka dihatinya berdarah kembali.
Ia tahu Jongin lebih hancur darinya, ia sadar ia memang bukan satu-satunya yang terluka disini. Tapi mendengar pernyataan sepahit ini, siapa yang bisa menerimanya?
---
Jongin terduduk kaku dan membisu di pinggir dinding seraya menatap Sooyeon yang berada di hadapannya dengan memeluk kedua lututnya sementara wajahnya mengumpat dibalik lutut kecilnya.
Hampir 3 jam mereka diam dalam sunyi. Tidak ada pergerakan dari Sooyeon. Tubuhnya masih bergetar hebat. Entah ia mengigil atau masih terisak.
“Yeon…” panggil Jongin halus.
Tak ada reaksi dari gadis itu. Sampai akhirnya Jongin mendekat perlahan kemudian menyentuh pundak gadis itu. Tidak ada reaksi seperti sebelumnya. Sooyeon masih dalam posisi yang sama, tidak bergerak saat Jongin mendekatinya.
Manic Jongin berubah, lalu ia menengadahkan kepala Sooyeon dan benar saja gadis itu sudah tidak sadarkan diri. Seluruh tubuhnya dingin bukan main. Beberapa dibagian tubuhnya membiru terutama dibagian bibirnya.
“Sooyeon!” panggilnya panic. Dia ketakutan, rasa takut yang berbeda dari sebelumnya. Airmatanya yang belum berhenti kembali mengalir hebat. Demi apapun, Jongin begitu panic sekali. Buru-buru ia mengangkat Sooyeon ke dalam kamarnya.
---
Bibir Jongin bergetar. Untuk kesekian kalinya Jongin membuat Sooyeon terbaring tidak berdaya didalam ranjang. Memilukan. Mungkin kata yang tepat untuk Jongin dan juga Sooyeon.
“Apa dia baik-baik saja?” tanya Sehun yang sedang memegang gagang pintu hendak menutupnya.
Jongin mengindahkan pertanyaannya. “Aku yakin gadis itu baik-baik saja.” ucapnya seraya menepuk pundak Jongin, menguatkannya.
“She’s not be fine, with me.” sahut Jongin saat Sehun baru berjalan tiga langkah ingin meninggalkannya.
Kedua tangan Sehun berada didalam saku celananya. Ia menunduk sesaat menghembuskan nafas kasarnya. Ucapan Jongin seakan membuat Sehun ingin berteriak. Lelah setiap kali dirinya selalu menemukan sisi Jongin yang lemah ini.
“Kau tahu apa yang terbaik untuknya, Jongin.” ucap Sehun sebelum ia pergi meninggalkan mereka yang terkunci sepi didalam ruang berukuran cukup besar itu.
---
Duduk merenung, mengamati sesuatu yang sebenarnya tidak ia amati. Memandang sesuatu yang sebenarnya tidak ia pikirkan. Sebenarnya apa yang sedang pria berkulit tan itu fikirkan?
Sehun datang, berjalan dengan kerutan didahinya saat memandang sahabat yang akan ditegurnya itu tapi-
Mata Jongin memandang kedepan namun pria itu bahkan tak menunjukan eskpresi apapun saat Sehun perlahan mulai mendekat kearahnya.
“Hey” ucap Sehun seraya melambaikan tangannya didepan wajah Jongin. Dan akhirnya jongin menyadari kehadiran Sehun. Pria itu menoleh memandang wajah Sehun bingung.
“Apa tidak ada pekerjaan selain melamun?” tanya Sehun sementara tangannya sibuk menuangkan wine ke gelas dan memberikan satu gelas untuk Jongin.
“Aku tidak ingin minum, Hun.” menolak pemberian Sehun.
Sehun memutar bola matanya malas. Menatap lekat-lekat pria dihadapannya ini. “Apa kau ingin aku mengasihanimu? Hey! kurasa kau bukan sosok pria lemah dimataku, Ayolah Jongin, kau dulu sudah tahu apa akibatnya.”
“I really regret what i have done to her.” Jongin menyadarkan tubuhnya ke sofa yang berada di ruang tv kemudian menghela nafas berat.
“Oh, that’s pity you are” ucap Sehun sembari berjalan menuju ruang tv.
Baru beberapa detik Sehun duduk di sampingnya Jongin kemudian bangkit dan berjalan menuju kamar gadis itu. Gemuruh hatinya seakan tidak bisa membendungnya tapi beberapa menit ia meninggalkan gadis itu seakan membuat otaknya terus berfikir yang tidak-tidak.
“Kau sudah sadar?” tanya Jongin yang menemukan mata gadis itu terbuka menatap langit-langit kamarnya.
“Don't come any closer” pinta gadis itu dengan gurat gusarnya.
Pria itu benar-benar keras kepala dan tidak mau mendengarkan permintaan Sooyeon. Dia berjalan perlahan menghampiri Sooyeon.
“Please stay where you are.” pintanya sekali lagi pada Jongin. Jongin pun berhenti melangkahkan kakinya. Hatinya luluh dengan permintaan gadis itu.
“Sooyeon… please, don’t hate me. Aku tahu semua perbuatanku ini tidak bisa dimaafkan. But don’t hate me.” ucap Jongin dari jarak ia berdiri.
“But I don't want to carry on like everything is fine” sahutnya kemudian.
Air mata itu muncul lagi. Jongin dapat melihat gadis itu menangis kembali. Rasanya Jongin ingin merengkuh tubuh gadis yang sama rapuhnya seperti dirinya. Memeluknya erat, menenangkannya, membuatnya nyaman di dekapannya, tapi semua itu hanya ambisi yang harus ia tahan. Mengingat gadis itu saja enggan Jongin mendekat, bagaimana bisa Jongin mendekap gadis itu erat atau membuatnya nyaman di dekatnya.
“I’m sorry.. for loving you too much, I’m sorry for wanting to see you everyday, for always thinking about you before sleep, for feeling upset if i don’t see you, for wanting to be by your side, I’m sorry for wanting to make you ha-ppy, for wanting you to be part of my life, for trying make you smile, I’m so sorry for getting mad, sad, and scary...hmm.. i’m sorry for caring about you, i’m just sorry for every single mistake i made…” Jongin menghela nafas lega, membiarkan air matanya menetes saat ini, lalu berjalan pergi meninggalkan Sooyeon dikamarnya yang mungkin masih dengan posisi yang sama, menatap langit-langit tanpa mengindahkan Jongin.
Pria itu berjalan keluar rumah membuat Sehun yang sedang asyik menonton tv itu beranjak mengikuti Jongin.
“Ya! Ya! Mau kemana kau?”
Jongin menghapus airmatanya kemudian terus berjalan menuju mobilnya yang sudah siap di halaman rumahnya.
“Aku titip Yeon padamu.” Jongin memutar setir kemudian menginjak pedal gasnya dan pergi meninggal Sehun dengan seribu keheranan.
“Lalu dia melarikan diri seperti ini? Atau dia ingin? Ya! Ya! tidak mungkin!” Sehun kemudian berlari menuju kamar Sooyeon.
“Lee Sooyeon.. apa yang kau perbuat sampai Jongin seperti itu hoh? Apa kau cukup gila? Disini bukan hanya kau yang terluka, tapi Jongin pun ikut. Kau tahu seberapa besar rasa cintanya padamu? Dia sampai mempertaruhkan semuanya hanya untukmu, Kau tahu seberapa sakitnya saat ia mencintaimu? Dia rela mencintai orang yang ia benci. Apa kau tahu seberapa besar ia membencimu dulu? dan sekarang begitu mencintaimu, tidakkah kau ingin atau setidaknya memaafkannya? Aku tahu ini begitu sulit. Tapi kau tidak bisa terus begini, Yeon. Kau terus menerus menangis membuat Jongin terluka. Apa kau tahu semua tangisanmu itu begitu membuatnya terus menyalahkan dirinya sendiri. Dia begitu frustasi, Yeon. Mungkin jika tidak ada kau dia sudah mati bunuh diri.”
Sooyeon menangis lagi sejadi-jadinya, kali ini suara tangisnya tidak separah sebelumnya. Sehun mengeluarkan semua keluhnya selama ini. Mengeluarkan resahnya selama ini. Benar, bukan hanya Sooyeon yang terluka tapi Jongin juga. Ia membenarkan semua perkataan Sehun. Ia tahu begitu egois dirinya sekarang sampai tidak memikirkan Jongin yang juga kalah kacaunya.
---
Tidak butuh waktu lama untuk gadis itu tertidur lelap. Melihat kejadian sebelumnya sangat menguras energinya. Dan pria itu dapat bernafas lega melihat gadis itu sudah dalam keadaan terlelap. Ia kemudian tersenyum getir kemudian menghela nafas panjang.
“I can't face your breaking heart”
Setelah ucapan itu Jongin pergi meninggalkan Sooyeon untuk beristirahat. Ia tahu semakin ia mendekati gadis itu maka itu akan menganggu tidurnya. Jongin sementara itu membaringkan tubuhnya di sofa ruang tv memejamkan matanya dan berharap semuanya adalah mimpi buruk untuknya. Ia berharap ini bukan kisah hidupnya yang nyata, ia berharap ini adalah dongeng menakutkan yang dulu sering ia dengar dari mulut sang ibu. I hate youucapan itu terngiang dikepala Jongin membuat kedua matanya terbuka dan menyadarkan semua yang ia alami sebelumnya adalah nyata, dongeng menakutkan yang nyata.
“Ini ku buatkan chocolate hangat” Sehun menyodorkan gelas ukuran sedang kepada Jongin.
Jongin yang begitu terkejut melihat Sehun sudah berada di hadapannya. “Sejak kapan kau ada disini?” tanya Jongin lalu meraih gelas pemberian Sehun.
“Aku? sejak kau berada disini.” jawab Sehun santai kemudian menyeruput hot chocolatenya.
“YA! Kau mengikutiku?” satu alis Jongin terangkat. Tangan kanannya yang memegang hot chocolate terangkat mengarah ke wajah Sehun.
“Hey-hey.. aku ini hanya khawatir denganmu, dengan keadaanmu yang tidak stabil seperti ini bisa saja kau mempunyai pikiran buruk. Ck. Ah aku lupa, walaupun keadaanmu stabil pun kau bisa saja mempunyai pikiran buruk.” ejek Sehun.
Sayangnya, yang sedang diejek Sehun malah asyik dengan hot chocolate buatanya. “Ya, haruskah aku mengelitiki perutmu agar aku diperhatikan oleh dirimu, tuan Kim-Jongin?” tanya Sehun jengkel yang berhasil mengundang tawa renyah Jongin.
“Sebaiknya kau cepat-cepat pulang. Bila larut malam mulutmu begitu sangat aktif sekali.” sindir Jongin pada Sehun.
Wajah Sehun begitu tidak nikmat dipandang lantaran sindiran Jongin. “Aku akan tidur disini, sahabat kecilku ini pasti sangat membutuhkanku.” sahutnya seraya berjalan menuju kamar tamu.
“Ck. Aku hanya membutuhkan Sooyeon bukan kau!” lagi-lagi Jongin mengacuhkan Sehun.
“Ya.. lihat saja nanti kau pasti akan membutuhkanku, Kim Jongin-ssi~” ucapnya terdengar berteriak dari dalam kamar.
---
Musim panas di Seoul membuat siang lebih panjang dari malam. Kurang lebih 16 jam warga di sana bisa melihat cahaya matahari karena matahari baru akan terbenam pukul 8 p.m. Beruntunglah bagi negara yang berada pada garis khatulistiwa, sebab siang dan malam akan sama panjang –sepanjang tahunnya– dibanding dengan mereka yang berada jauh dari garis tersebut. Dan Seoul –negara bagian Korea itu– terhitung beruntung dibanding mereka yang berada di Eropa. Karena musim panas di Eropa membuat siang bertahan lebih dari 20 jam lamanya.
Semakin lama, semakin tinggi pula matahari. Hingga cahaya putihnya yang merupakan gabungan dari spektrum warna cahaya membias setelah menembus setiap jendela kaca, lantas membaur— menerangi setiap sudut ruangan. Cahaya matahari juga sudah membaur menerangi setiap sudut ruangan yang ada pada kamar yang saat ini gadis itu singgahi. Meski cahaya lampu tetap mendominasi.
Dan di salah satu kamar itu, terlihat seorang pria yang baru saja keluar dari dalam walk in closet. Tubuhnya dilapisi kemeja berwarna biru dongker dengan sweater tidak terlalu tebal berwarna hitam. Tak lupa celana jeans berwarna senada berbentuk skinny jeans melekat pada kaki jenjangnya. Kesan karismatik sekaligus maskulin pun dapat dilihat darinya.
Rambut cokelatnya ditata asal hingga terlihat sedikit berantakan, namun justru membuat kesan maskulin pada dirinya semakin terpancar. Garis wajah tegas dengan hidung mancung yang lurus, kemudian alis hitam tebal berpadu dengan sorot mata yang tajam menjadi point plus untuknya. Hingga kesan manly-lah yang di dapat saat melihatnya. Begitu tampan juga sempurna.
Ia berjalan meninggalkan kamar dan kemudian mendapati Jongin yang sudah berada di dapur dengan beberapa senjata dapur yang sudah ada ditangannya membuat pria ini sempat terkekeh melihat sahabatnya itu.
“Good Morning Mr. Kim?” sapa Sehun sembari mengambil sepotong roti berisi telur serta keju didalamnya. Ia santap tanpa basa-basi kepada si empunya. “Sejak kapan kau ahli di dapur?” tanyanya sejenak lalu menyantap rotinya kembali.
“Sejak aku mengenal Sooyeon. Aku tidak tahu tepatnya kapan.” jawabnya yang masih asyik dengan 1 potong roti yang baru saja ingin ia tata. “YA! KAU!” pekikan itu terdengar ketika Jongin melihat sepotong rotinya lenyap dan menyusul suara Sehun bertahak ia sudah tahu siapa yang telah mengambil roti itu tanpa seizinnya.
“Seharusnya kau meminta izin dulu padaku!” tegas Jongin.
“Aku benar-benar lapar, aku sangat buru-buru. Ah, ya aku ingin bertemu Kiara, kau masih ingat dia?”
Tak ada jawaban dari Jongin. Pria itu kemudian mengambil posisi duduk dan menatap Sehun lalu mengernyitkan dahinya. Memangkas seluruh ingatannya. “Ah.. gadis itu yang dulu sering kau jahili saat kita masih kecil bukan?”.
Sehun mendengus kesal karena yang Jongin ingat hanya kebiasaan buruknya saja tanpa mau mengingat kebiasaan Sehun yang lain. “Ck. Aku seperti itu karena aku menyukainya. Kau tahu dia menghubungiku. Aku bisa tebak dia sepertinya merindukanku haha.” ucapnya penuh dengan kepuasan terlihat seperti pria murahan yang selalu mempermainkan wanita, ya benar itulah Oh Sehun.
Jongin menggeleng heran. “Ck. Kau tidak berubah. Kau ingat, umurmu tidak akan lama. Kau tidak pernah serius dalam menjalani percintaan, Hun.”
“Kurasa aku akan serius dengannya. Oh ayolah Kim Jongin, Oh Sehun dihadapanmu ini bukanlah Oh Sehun yang dulu. Selalu menjelajahi wanita-wanita. Lagipula akhirnya aku sadar aku telah membuang-buang waktuku dulu.” Sehun tersenyum miring.
“Ah ya aku pergi. Bye!” sambungnya kemudian pergi memunggungi Jongin lalu melambaikan tangan. Dan bayangannya hilang saat pintu rumahnya tertutup kembali.
Kemudian Jongin teringat aktivitas yang akan ia lakukan sebelum ia bertemu Sehun. Ia menyiapkan 2 potong roti dan susu putih didalam gelas. Kemudian membawanya kedalam kamar Sooyeon. Ia kemudian mengetuk pelan pintu kamar Sooyeon. Tak ada jawaban yang ia tangkap ditelinganya. Mungkin gadis itu belum terbangun karena kelelahan semalaman. Ia kemudian menelusup masuk. Dan benar saja, gadis itu masih tertidur pulas setelah semalaman berdebatannya.
Jongin meletakkan sarapan pagi gadis itu di meja dekat dengan ranjang gadis itu lalu tubuhnya bergerak maju mengikuti kata hatinya. Menyematkan dirinya untuk melihat keindahan yang terpajang dihadapannya dengan percuma. Memerhatikan keindahan itu dalam detik yang menurutnya kurang. Sungguh, Jongin ingin meraih surai milik gadis itu yang sedikit menghalangi pandangan untuk menatap wajah teduh gadis itu. Tapi ia tahu pergerakkannya akan membuat gadis itu terkejut.
Ia berbalik arah kembali menuju aktifitasnya. Ada beberapa pekerjaan yang membuat Jongin harus turun tangan karena Sekretaris Yon tidak dapat menggantikannya. Setelah selesai berpakaian, ia menyantap sarapan yang ia buat sendiri. Dengan tangan kiri memegang tablet menghafal beberapa bagian yang harus di presentasikan pagi ini dan juga tangan kanannya yang masih menyisakan roti. Ia gigit sealur dengan membaca presentasi itu kemudian diakhiri dengan meminum hot chocolate yang sudah ia buat sendiri. Sementara Sekretaris Yon yang sudah siap di dalam mobil menunggu Jongin. Sekretaris Yon juga sudah menyiapkan beberapa berkas-berkas yang akan menunjang Jongin untuk presentasi hari ini.
Beberapa mobil mahal terparkir rapih dan elegan di parkiran. Dan beberapa pegawai menyambutnya dengan sangat sopan. Sementara salah satu wanita menghantarkan Presdir Kim ke dalam ruangan meeting. Pagi ini moodnya benar-benar sangat baik. Beberapa kali senyum simpulnya terpancar di wajahnya. Dengan kemeja biru putih dibalut dengan jas biru dongker, celana kain dengan warna yang sepadan dan juga sepatu pantofel vintage yang ia pakai membuatnya terlihat maskulin dan gagah. Membuat setiap pasang mata mengaguminya.
---
“Sungguh aku rindu kota ini...” Seorang gadis yang sedari tadi mengekor Sehun, berucap. Sungguh sangat bertolak belakang dengan Sehun, gadis itu justru terlihat begitu menikmati suhu siang itu. Bahkan saat Sehun sudah memasuki mobilnya, gadis itu masih betah pada posisinya—menikmati sinar matahari dengan mata yang terpejam rapat.
Sehun yang sudah siap mengemudi pun menatap heran gadis itu. Sebelum akhirnya, ia memutar bola matanya malas, “Kau tidak sedang berada di pantai, Na. Berhentilah berkhayal..!!”
“Eh, bagaimana bisa kau— ” Kirana segera masuk ke dalam mobil Sehun, lantas menatap pria itu penuh selidik. Mencoba mengamati pria gagah dengan setelan kemeja putih dilapisi jas hitam tersebut. Pikirnya pun menerka, bahwa Sehun adalah seorang mind reader.
“Ah, tidak mungkin!” Kirana mengibas-ngibaskan sebelah tangannya di depan muka. Tidak mungkin Sehun tahu, ia sedang berkhayal berada di pantai Hawai yang indah. Itu pasti kebetulan. Ya kebetulan. Kirana yakinkan dirinya perihal itu, membuat Sehun yang melihatnya mengerutkan dahi bingung.
“Apanya yang tidak mungkin?” tanya Sehun menyelidik. Ia merasa gadis yang duduk di sampingnya itu sudah gila, karena seringkali berbicara tak jelas.
“Tidak. Kau tidak perlu tahu,” ujar Kirana dengan cengiran bodohnya. Membuat Sehun semakin takut melihatnya.
Sudahlah. Sehun tak ingin memikirkannya lagi. Ia fokuskan konsentrasinya untuk mengemudi menuju CJ Seoul Tower.
Disela-sela perjalanan Kirana hanya terus berdecak kagum dengan kemajuan Seoul sekarang. Sehun hanya tersenyum melihat gadis itu. “Kau sangat merindukan Seoul?” tanya Sehun memecah hening yang terbangun diantara mereka.
Kirana menatap Sehun penuh yakin. “Ya, maybe too much, Hun.” kemudian terkekeh karena dirinya tahu itu sangat berlebihan.
“Kurasa kau bukan merindukan kota ini, tapi aku.” ucapnya kemudian mengangguk seakan meyakinkan ucapannya sendiri.
Gadis itu mendengus lantaran Sehun memang dari dulu tidak pernah berubah. “Kau? Tidak mungkin.” sangkal gadis itu.
“Ya. Memang setiap wanita seperti itu. Tidak pernah jujur menunjukkan rasa rindunya kepada seorang laki-laki yang ia sukai. Aku tahu Na, kau begitu menyukaiku.”
Tanpa disadari wajah Kirana mulai merona lantaran Sehun selalu menggodanya tanpa henti. “Kamu itu terlalu percaya diri, Hun” sangkalnya lagi yang mengundang tawa renyah Sehun.
---
Angin malam menerjang tubuh pria itu yang baru saja ingin masuk ke dalam mobil Mercedes-Benz S-Class miliknya dengan didampingi sekretaris Yon dan juga supir pribadi pria itu. Mobilnya melaju dengan kecepatan normal. Di sela-sela istirahatnya selama perjalanan menuju ke rumahnya, sekretaris Yon bertanya kepada Jongin. “Tuan Kim, bagaimana tentang klient kita yang berasal dari jerman itu?”.
Jongin terdiam kemudian mengingat klient.” Ah, Mr.Audric? Kurasa aku perlu data-data perusahaannya. Bukankah perusahaannya bergerak dibidang perbankan? Coba cari apa kelemahan mereka dan beritahu aku, kuberi waktu 1 bulan ini untuk mencari apa saja kelemahan mereka.” kemudian ia meraih tabletnya dan sesekali melihat saham-saham yang sedang bekerjasama dengannya.
Memang Jongin harus segera memperbaiki kinerjanya selama ini karena beberapa pesaingnya sudah hampir merancak naik ke kancah perekonomian dunia. Perusahaan yang memiliki kapitalisasi paling besar di Korea Selatan, yakni Samsung Electronics. Perusahaan ini berdiri pada 1969 dan kini menjadi produsen chip memori, smartphone dan TV terbesar di dunia. Mereka adalah perusahaan teknologi terbesar di dunia berdasarkan pendapatan dan sejauh ini perusahaan terdaftar terbesar di Korea Selatan. Untuk mendapatkan semua ini tentunya tidak mudah untuk Jongin. Sejak dulu Jongin memang pekerja keras. Tidak ingin siapapun menghalanginya. Dan sampai pada akhirnya ia menjabat sebagai President Director (Presdir) pun berkat jeri payahnya dan juga bantuan dari orangtua Baekhyun selama ini. Tidak dapat dipungkiri mereka cukup andil dalam jenjang karir Jongin selama ini karena berkat bantuan mereka Jongin bisa mendapatkan apapun yang ia mau dan tidak merasakan hidup susah.
Grup yang dikelola Jongin ini memiliki dampak signifikan pada ekonomi Korea, diperkirakan sekitar 1/5 dari GDP negara. Samsung Electronics adalah anak perusahaan unggulan dari konglomerasi bisnis terbesar Korea Selatan, Samsung Group yang memiliki hampir 80 anak perusahaan.
Kapitalisasi pasar Samsung Electronics tiga kali lebih besar daripada pesaing terdekatnya, Hyundai Motor. Laba triwulan kedua firma ini diperkirakan mencapai rekor US$ 5,9 miliar berkat kuatnya penjualan lini smartphone Galaxy. Samsung juga meluncurkan jasa musik online untuk bersaing langsung dengan iPhone milik Apple.
Dan hal yang paling penting, Samsung Electronics merupakan satu-satunya di antara 10 perusahaan Korea Selatan yang sahamnya naik dari 12 bulan lalu hingga 2012 dengan catatan kenaikan 27,2 persen. Data itu diambil dari sumber terpercaya yaitu, CNBC.
---
“Sekretaris Yon cancel beberapa klient yang hanya ingin meraih untung bekerjasama denganku. Apalagi perusahaan-perusahaan kecil. Aku tahu maksud busuk mereka.” ucapnya sebelum keluar dari dalam mobil.
“Baik tuan. Saya akan beritahu mereka 1x24 jam dari sekarang. Istirahatlah, besok memang tidak ada jadwal yang menganjurkan anda untuk bangun lebih pagi” ucapnya lalu tersenyum hangat pada Jongin.
“Ya, ku rasa aku akan bermalas-malasan di rumah seharian. Dan kau sekretaris Yon, seharusnya makan dan minummu itu harus terjaga agar tidak sakit. Dan terus bisa membantuku dalam hal ini.” ujarnya terus terang.
“Baiklah. Saya akan menjaga tubuh saja. Selamat malam tuan Kim” sekretaris Yon pun berlalu dengan itu Jongin kemudian masuk kedalam rumahnya dan menyiapkan dirinya untuk berhadapan dengan gadis itu. Jadi, bisakah dia bermalas-malasan didalam rumahnya?
---
Sehun berdiri di depan sebuah jendela besar yang menyajikan pemandangan langsung ke kota Seoul. Pemandangan itu begitu indah sekaligus menakjubkan, dan semua itu merupakan hasil karya manusia –atas izin Tuhan tentunya.
N TOWER 5: Revolving Restaurant 'N Grill’ Terletak di lantai paling atas lantai 5 N Seoul Tower, ‘N Grill adalah restoran unik yang dapat berputar 360 derajat setiap 1 jam 40 menit. Duduk dimanapun pengunjung akan dapat menikmati pemandangan Seoul dari keempat arah. Kursi terbaik disini adalah kursi berbentuk bulan sabit ‘crescent loveseats’ yang menghadap ke jendela. Untuk memesan kursi itu kita harus reservasi dua minggu sebelumnya.
“Ah… kau sudah memesan tempat ini?” tanya gadis itu yang terkejut melihat beberapa pelayan restoran mempersilakannya duduk di kursi terbaik.
Sehun mengangguk kemudian tersenyum hangat. “Aku memesannya 2 minggu yang lalu, aku tahu ada bidadari yang akan bertemu denganku, jadi aku harus mempersiapkannya dengan matang.” sahutnya dengan nada seductive
Gadis berdarah Korea itu hanya memutar bola matanya malas. Ia benar-benar muak dengan nada Sehun yang sedikit menggodanya. “Oh, ayolah Hun. Mengapa kau selalu menggodaku, huh? Aku hanya ingin menikmati kota ini.” tegasnya.
Sehun menjawil hidung mancung gadis itu, gemas dengan sikap dingin gadis itu. “Ya, aku tahu. Kau sangat merindukannya dan juga aku…” sahutnya jahil.
“Ck…Ya-”
“Ssst… sudah, makanlah. Bukankah kau ingin menikmati kota ini, huh?” ujar Sehun terkekeh.
---
Matahari mulai tenggelam di ufuk Barat. Membuat langit biru perlahan berubah menjadi jingga. Puluhan kawanan burung pun mulai terlihat ramai, meramaikan langit sore itu. Mereka semua terlihat terbang dalam satu arah, meskipun berbeda kelompok juga jenis. Seolah burung-burung itu memiliki tempat tujuan yang sama untuk pulang, meskipun mereka bukan keluarga. Kepakan sayap mereka, membuat pemandangan yang indah kala itu. Tapi sayang, manusia terlalu sibuk untuk sekedar menikmatinya. Termasuk—–
Kim Jongin.
Sedari tadi ia hanya diam mematung, sembari berdiri kaku di tamannya. Ia sibuk dengan dunianya sendiri. Terlihat dari bagaimana mata elangnya menerawang kosong ke arah dimana matahari tenggelam. Memikir sesuatu yang entah apa itu. Bahkan ia membiarkan angin memberantakan anak rambutnya yang sebelumnya tertata rapih. Tanpa peduli penampilannya akan terlihat kacau setelah itu.
Pikirnya seolah melayang. Tapi tidak pernah jauh dari dua nama. Membuatnya tak bisa lepas dari perasaan bersalahnya, juga tak bisa menghilangkan perasaan bencinya.—– Jongin pun semakin tak mengerti dibuatnya. Apalagi perasaan bersalah dan rasa benci itu ada karena kebodohannya.
Bayang-bayang kejadian yang sudah berlalu itupun masih mengusiknya. Semuanya masih berputar jelas bagai roll film dalam benaknya. Bahkan ia tak pernah lupa setiap detail kejadian yang terjadi saat itu.
“Kenapa disaat aku mencintaimu kau justru pergi membenciku, Yeon?” Gumam Jongin parau. Kesedihan yang begitu mendalam pun terpancar jelas dari wajah tampannya. Ia terlihat begitu tersiksa atas semua permainan takdir-Nya. Tapi tak pernah ada yang tahu, seperti apa perasaannya saat ini. Bahkan ia sendiripun tak mengerti. Dan bisa dipastikan hanya Tuhan-lah yang tau.
“Aku mencarimu di ruanganmu. Tapi ternyata kau berada disini.” Ujar sebuah suara. Menyadarkan Jongin dari lamunan panjangnya.
” . . . ” Jongin tak menggubrisnya. Ia hanya membiarkan orang itu datang menghampirinya dan kemudian berdiri tepat di samping tubuhnya.
Selanjutnya tak ada lagi percakapan yang terjadi diantara keduanya. Keduanya seolah sibuk dengan dunianya masing-masing. Dan pada akhirnya hanya membiarkan kesunyian serta hawa dingin datang menyelimuti.
Matahari pun kini telah tenggelam sempurna, membuat langit jingga perlahan kehilangan cahayanya. Dan kemudian tergantikan dengan gelapnya malam.—- Angin yang berhembus pun terasa semakin kencang juga dingin. Membuat tubuh ikut menggigil dibuatnya. Tapi dua orang pria dewasa itu seolah mati rasa. Terbukti dari keterdiaman mereka yang seolah enggan beranjak dari sana.
“Aku ingin membicarakan sesuatu.” Setelah sebelumnya terdiam cukup lama dan membiarkan perasaan asing mengganggunya, akhirnya Sooyeon memutuskan untuk membuka suara terlebih dulu.
Hening..
Keheningan kembali terjadi. Karena hanya itu percakapan yang terjadi diantara keduanya. Tidak lebih. Tapi mereka masih betah mempertahankan posisinya saat ini. Seolah tengah berbagi rasa lewat kebisuan itu.
“Kita harus bicara, Jongin” sahut gadis itu lembut.
“Bicara saja.” jawab Jongin singkat.
“Aku...ak-u ingin pergi.”
Jongin kemudian menelan pahit kenyataan yang ada sekarang. Ia memejamkan matanya beberapa saat kemudian menghela nafas panjang.
“Why?”
“Apakah pertanyaanmu itu pantas ku jawab?”
Jongin mengigit bibir bawahnya seakan menahan sakit direlung hatinya yang terus bertambah. Membuat lubang lukanya yang tertutup menjadi terbuka kembali.
“Don’t yo-u want to stay with me?” tanya Jongin parau.
“But I can't stay this time.” jawab gadis itu menahan nada suaranya yang mulai bergetar.
“Please don’t leave. Stay with me. i can't live without you…” pintanya seakan benar-benar membiarkan harga dirinya rendah dimata Sooyeon. Jika ia mau mungkin ia sudah berlutut dihadapan gadis itu dan meminta layaknya seorang rakyat miskin yang patut dikasihani.
Stop asking me to stay!
~oo000oo~
Hi. Gimana nih? Kira-kira nanti endingnya bakal sedih, senang atau gantung ya?
Tunggu next selanjutnya ya, Ohiya please jangan jadi silent reader.