“Oppa, kenapa baru pulang?” Mina langsung keluar dari kamarnya saat mendengar mobil Ryeowook memasuki halaman rumah mereka. menghampiri Oppa kesayangannya yang bahkan belum melewati pintu rumah.
“Ada sedikit masalah dengan mobilku tadi di jalan.” Ungkap Ryeowook saat sudah berada di hadapan adiknya.
“Tapi Oppa baik-baik saja kan?” Ryeowook tersenyum mendengar pertanyaan bernada khawatir dari Mina. Pria itu mengangguk.
“Oppa baik-baik saja. Untung saja tadi ada pemuda baik yang menolong Oppa. Jika tidak, mungkin malamini Oppa tidak akan pulang.”
“Wah, dia pasti pemuda yang sangat baik.” Ryeowook lagi-lagi tersenyum. Berjalan beriringan, mereka memasuki rumah besar itu meninggalkan mobil Ryeowook yang sudah terparkir sempurna di bagasi.
“Tentu saja.” Jawab Ryeowook. “Kau sudah makan?” Tanyanya kemudian. Mina menggeleng dengan bibir yang di kerucutkan.
“Aku menunggu Oppa.” Ucapnya. Ryeowook hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan adik semata wayangnya itu.
“Kalau begitu ayo kita makan. Oppa akan memasak sesuatu untuk mu.”
©Because It’s You
Ini sudah kali kelima Mina pergi ke toilet. Hyunmi yang duduk di sampingnya merasa heran dengan keadaan sahabatnya saat ini. gadis itu terlihat tidak baik-baik saja.
“Kau kenapa sih?” Tanya Hyunmi akhirnya. Setelah Mina duduk di kursinya.
“Aku gugup, Hyunmi-ya.” Hyunmi mengernyit mendengar ucapan tidak percaya diri dari sahabatnya itu.
“Tidak biasanya. Sudah, tidak usah khawatir. Kau sudah belajar keras selama ini. Aku yakin kau akan berhasil. Fighting!” Hyunmi mengepalkan tangannya dan mengangkatnya di hadapan wajah Mina. Berharap dengan begitu bisa memberikan semangat pada sahabatnya ini.
“Tapi bagaimana jika aku kalah lagi? Ini menyangkut harga diriku, Hyunmi.”
“Hey, hey, sejak kapan kau jadi tidak percaya diri seperti ini?” Ucap Hyunmi. Ada ketidak sukaan dalam nada suaranya. Mina menghela napas keras. Menyembunyikan wajahnya dalam kedua telapak tangannya.
Hyunmi mengerti bagaimana perasaan Mina saat ini. Dia juga sebenarnya khawatir dengan hasil nantinya, tapi dia tidak boleh menunjukannya saat ini. Itu sama saja akan membuat Mina semakin gelisah dan membuat pekerjaannya nanti tidak berjalan sempurna.
Hyunmi menepuk pundak Mina pelan, mengelusnya sebentur sebelum mulai bicara. “Jangan memikirkan hal-hal yang akan membuatmu gelisah. Nantinya kau malah tidak bisa mengerjakan soal-soal yang di berikan dengan baik. Lakukan saja seperti biasa. Anggap ini hanya tes harian biasa. Masalah hasil urusan belakangan. Yang penting kau sudah melakukannya semampu kau bisa.”
Mina tersenyum kemudian mengangguk. “Eum, kau benar. Gomawo. Kau memang paling tahu bagaimana menenangkan ku.”
“Tentu saja. Itu kan gunanya sahabat.” Ucap Hyunmi bangga. Setelahnya mereka tertawa bersama.
Tidak lama kemudian bel masuk istirahat pertama bunyi. Murid-murid yang berada di luar kelas langsung berhamburan masuk ke dalam menempati kursi masing-masing. Membuka buku pelajaran berikutnya dan menunggu guru mereka datang.
Tapi tidak dengan Mina, gadis itu justru berjalan keluar kelas. Usai istirahat pertama, seleksi akan di adakan. Dan gadis itu kini tengah berjalan menuju ruang kepala sekolah. Sebelum benar-benar keluar kelas, Mina masih bisa mendengar teriakan dari Hyunmi yang memberinya semangat. Dan itu cukup membuat gugupnya sedikit berkurang. Seperti yang di katakan Hyunmi, dia tidak ingin memikirkan bagaimana hasilnya nanti. Yang harus dia lakukan sekarang adalah mengerjakan soal-soal itu sebaik mungkin.
©Because It’s You
Sudah sepuluh menit berlalu bel tanda berakhirnya istirahat pertama bunyi. Namun cafeteria masih terlihat cukup ramai oleh para murid. Sebelum jam masuk pagi tadi, pihak sekolah memang sudah mengumumkan jika hanya hari itu para murid hanya mengikuti jam pelajaran pertama. Di karenakan semua guru sedang rapat untuk kenaikan dan kelulusan tahun ini. Sampai jam sekolah berakhir murid-murid di bebaskan. Dengan catatan mereka tetap di lingkungan sekolah. Tidak di ijinkan keluar atau pulang sekali pun.
Begitu pula dengan sebelas pria yang tengah berkumpul di meja yang sering mereka tempati di cafeteria. Sepertinya mereka belum berniat beranjak dari sana. Sepeningal Kyungsoo tadi mereka memutuskan untuk menunggu pemuda itu di sana. Kyungsoo bilang tesnya tidak lama, mungkin hanya memakan waktu empat puluh lima sampai enam puluh menit. Namun bagi pemuda itu sendiri, mungkin dia selesai hanya dalam kurun waktu tiga puluh menit.
“Hey, menurut kalian siapa yang akan menang untuk seleksi ini?” Pertanyaan tiba-tiba Tao membuat sepuluh pasang mata menatapnya.
Beberapa hanya mengangangkat bahunya tanda tidak tahu atau… tidak peduli. Mungkin. Sebagian yang lain terlihat berpikir.
“Mungkin Kyungsoo.” Tebak Chen. “Lagi pula memang biasanya seperti itu, kan?”
Suho mengangguk-angguk, kemudian menjawab. “Memang sih. Tapi seminggu ini ku lihat Mina belajar begitu keras. Ada kemungkinan gadis itu yang akan menang. Sekali pun selama ini belum pernah ada yang mengalahkan Kyungsoo, tapi tidak ada yang tidak mungkin, kan?” Ucapan Suho di tanggapi oleh anggukan oleh beberapa temannya.
“Yang di katakan Suho Hyung ada benarnya.” Sahut Sehun. Diam sejenak sebelum kembali melanjutkan. “Tapi jika boleh jujur aku ingin Kyungsoo yang menang. Aku hanya penasaran apa yang akan di lakukannya pada Mina jika nanti dia menjadi asistennya.” Sehun menerawang dan senyuman jahil terukir di wajahnya.
Sebuah toyoran Sehun dapatkan dari samping kanannya. Itu Kai.
“Dasar kau. Senang sekali melihat penderitaan orang lain.” Sehun mencibir dan balik menoyor kepala Kai.
“Bukan senang.” Bantahnya. “Hanya penasaran saja. Lagi pula pertengkaran mereka selama ini benar-benar hiburan. Mereka itu lucu, saling berteriak jika bertemu. Benar-benar membenci satu sama lain. Aku khawatir mereka akhirnya akan jatuh cinta… HAHAHAHA” Kalimat yang di akhiri dengan tawa itu mengundang gelengan dari yang lain. Tapi tidak bohong jika ucapan Sehun sedikit banyak ada benarnya.
Lain halnya dengan Kai. Berakhirnya ucapan Sehun membuat pria itu langsung terdiam. Seperti ada yang tengah di pikirkannya. Beruntungnya tidak ada satu pun dari mereka yang menyadari perubahan dari raut wajah Kai.
©Because It’s You
Kyungsoo meletakan penanya tepat setelah mengisi jawaban di soal terakhirnya. Sedetik kemudian tidak jauh di sampingnya, Mina pun menyusul meletakan penanya. Mina menoleh ke arah Kyungsoo dan mendapati pemuda itu tengah menatapnya. Tidak ada percakapan yang terjadi di antara keduanya. Hanya tatapan dingin dan senyum meremehkan yang saling mereka berikan untuk satu sama lain.
Seorang guru pengawas sudah mengambil kertas mereka berdua dan berjalan meninggalkan kelas setelah sempat mengatakan “Good luck!” pada kedua muridnya itu.
Mina bangkit berdiri di ikuti Kyungsoo setelahnya. Mereka berdiri berhadapan. Masih saling diam hingga akhirnya Kyungsoo memilih memecah kebisuan itu pertama kali.
“Sudah menyiapkan kekalahanmu, Kim Mina?” Pertanyaan dengan nada mengejek yang tidak perlu di jawab itu di balas Mina dengan dengusan keras.
“Your wish, Mr. Do.” Ucapnya dengan seringai yang terukir di bibirnya. Setelahnya gadis itu melangkahkan kakinya keluar dari kelas yang baru saja mereka pakai untuk tes seleksi olimpiade ini. Meninggalkan Kyungsoo yang masih berdiri di tempatnya.
Mina menutup pintu dengan cara membantingnya. Membuat Kyungsoo sedikit berjengit kaget. “Issh… dia itu wanita atau babon? Kenapa tenaganya kuat sekali?” Tentu saja gerutuan itu tidak ada yang bisa mendengarnya selain dirinya sendiri.
©Because It’s You
Sudah sepuluh menit Ryeowook sampai di depan Sekolah Mina dan menunggu gadis itu keluar. Tapi sampai sekarang seujung pun batang hidung adik kesayangannya itu belum terlihat. Justru sebuah tepukan di pundaknya yang dia dapat. Ryeowook menoleh dan membelalakan matanya saat menemukan D.O –begitu dia menyebutnya- berdiri di depannya dengan senyum lebar.
“Hyungnim!” Serunya.
“D.O-ssi? Wah kita bertemu lagi.” Mereka tersenyum bersamaan. “Kau baru pulang?” Tanya Ryeowook. Kyungsoo mengangguk.
“Kau sendiri? Mau menjemput adikmu?” Ryeowook pun mengangguk.
“Tapi dia lama sekali. Aku sudah dari tadi menunggunya, hari ini tidak ada kelas tambahan, kan?”
“Memang adikmu ada di kelas berapa, Hyung?” Ryeowook menggaruk belakang kepalanya kemudian meringis kecil.
“Aku tidak tahu.” Kyungsoo hanya mengangguk paham dan tersenyum.
“Mungkin sebentar lagi. Setahuku hari ini tidak ada pelajaran tambahan apapun.” Karena hari sudah semakin sore Kyungsoo pun pamit pada Ryeowook. “Kalau begitu aku duluan, Hyung.”
“Pulang bersama saja denganku. Biar ku antar, rumah mu dimana?” Kyungsoo buru-buru menggeleng.
“Terima kasih, tapi tidak usah. Aku membawa mobil hari ini.” Jawab Kyungsoo sopan.
“Begitu?” Ryeowook tampak kecewa. “Tapi lain kali kau harus pulang bersama ku, ya.” Kyungsoo terkekeh mendengarnya, kemudian mengangguk.
“Tenang saja, aku akan menghubungimu untuk menjemputku jika tidak membawa mobil nanti.” Keduanya tertawa bersama.
“Baiklah. Aku tunggu telepon darimu kalau begitu.” Kata Ryeowook membalas candaan Kyungsoo. “Ah, bicara soal telepon, berikan nomor ponselmu.” Ryeowook merogoh sakunya. Mengeluarkan ponselnya dari sana dan memberikannya pada Kyungsoo.
“…nanti aku akan menghubungimu. Mungkin minum kopi bersama tidak buruk.” Ucap Ryeowook kemudian sesaat ponselnya telah kembali ke tangannya.
“Aku tunggu ajakan minum kopi darimu.” Ujar Kyungsoo. “Ah. Sudah mulai gelap, aku pulang kalau begitu.” Pamitnya. Sedikit berlari menuju mobilnya dan menghilang di balik pintunya.
Tepat setelah Kyungsoo pergi dari hadapannya Mina datang dengan cengiran lebarnya.
“Tidak usah tersenyum seperti itu. Senyumanmu mengerikan, kau tahu?” Ryeowook mendorong kening Mina dengan jari telunjuknya. “Dan kau sudah membuatku menunggu lama.”
“Aku tadi ke toilet dulu. Dan jika jam pulang seperti ini, toilet selalu penuh. Jadi jangan marah padaku, marahlah pada toiletnya.”
“Aigoo… kenapa aku mempunyai adik sebodoh ini?” Gumam Ryeowook sambil memijit pelipisnya yang tiba-tiba saja terasa sakit. Dan gumaman itu masih mampu sampai ke telinga Mina.
“Apa kau baru saja mengataiku bodoh?” Ucap Mina menatap Kakaknya galak. Buru-buru Ryeowook menggeleng.
“Tidak. Tidak. Lupakan saja.” Ujarnya. Tidak ingin menjadi bahan pelampiasan keanarkisan adiknya ini.
“Sudah. Ayo pulang! Lihat, langit bahkan sudah gelap.” Ryeowook berbalik untuk memasuki mobil di ikuti Mina yang masuk di pintu sebelahnya. “Ngomong-ngomong tadi aku bertemu dengan orang yang pernah membantuku waktu.” Kata Ryeowook lagi.
Mina menatap Oppa-nya bingung. “Siapa?”
“Itu, yang beberapa waktu lalu menolongku saat mobilku mogok.” Dengan mulut membulat dan mengangguk-angguk, Mina mengerti.
“Orang itu? Yang kau bilang satu sekolah denganku?” Ryeowook mengangguk. “Kau belum memberitahuku namanya. Mungkin dia salah satu temanku.”
“Namanya Kyung- “ Suara Ryeowook seolah menghilang begitu saja di pendengaran Mina ketika matanya menangkap sosok yang amat familiar untuknya.
Ryeowook yang merasa adiknya tidak merespon ucapannya menoleh ke arah Mina. Mesin mulai menyala dan Ryeowook baru akan memasukan gigi untuk kemudian menginjak gas ketika suara Mina memanggil namanya. Sebenarnya bukan panggilan Mina yang membuat Ryeowook menghentikan pergerakannya. Tapi suara lirih dan bergetar milik adiknya yang membuat Ryeowook langsung menoleh dengan cepat.
“Ada Mina-ya?” Tanya Ryeowook khawatir. Kerutan di keningnya sudah tercetak jelas.
Bukan mendapat jawaban, Mina justru membuka pintu mobil dan keluar dengan cepat. Gadis itu berlari ke depan lalu menolehkan kepalanya ke segala arah seperti mencari sesuatu. Buru-buru Ryeowook keluar menyusul adiknya.
“Mina, ada apa? Kau kenapa, eoh?”
“Oppa… Taemin, aku melihat Taemin Oppa. Tadi dia… dimana dia? Tadi dia berdiri tidak jauh dari sini.” Mina kembali mengedarkan pandangannya ke segala sudut jalanan yang mulai ramai dengan lalu lalang kendaraan.
Ryeowook menghela napas berat. “Mina. Dengar!”
“Oppa, kemana dia? Kenapa tidak ada? Tadi- “
“Mina!” Ryeowook menarik wajah Mina untuk menatapnya. “Dengarkan Oppa! Taemin sudah pergi. Dia sudah meninggalkanmu, mengerti? Kita bahkan sudah ke rumahnya dan kau dengar sendiri, seluruh keluarganya sudah pindah ke luar negeri. Jadi, lupakan dia. Oke?”
“Tapi Oppa- “Ucapan Mina di potong oleh gelengan dari Ryeowook.
“Tidak ada gunanya kau memikirkan dia lagi. Dia bahkan pergi tanpa mengatakan apa-apa padamu. Apa kau masih yakin jika dia masih mencintaimu?” Ucapan Ryeowook membuat harapan Mina akan kehadiran mantan kekasihnya itu lagi-lagi harus di kuburnya dalam-dalam.
Ucapan Ryeowook memang benar. Mina sadar itu. Kepergian Taemin yang tiba-tiba tanpa menucapkan apapun padanya, bahkan belum ada kata putus-putus di antara mereka. Ini terlihat jika dia tengah di buang oleh pria yang di cintainya. Ryeowook mungkin bisa menyruhnya untuk melupakan Taemin. Tapi semua itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Mungkin Mina bisa berpura-pura tegar. Tapi dia tidak bisa membohongi dirinya jika jauh di dalam sana masih tersimpan harapan suatu saat sosok itu kembali hadir dalam hidupnya. Tidak apa-apa jika hubungan mereka tidak akan seperti dulu. Paling tidak Mina butuh penjelasan. Kenapa Taemin tiba-tiba meninggalkannya.
Ryeowook menarik Mina ke dalam pelukannya. Mengusap punggungnya agar adiknya itu sedikit tenang. Ryeowook sendiri tidak bodoh untuk tahu jika adiknya itu belum sepenuhnya melupakan laki-laki brengsek itu. Tapi Ryeowook tidak bisa melakukan apapun selain tetap berada di sisinya.
“Ayo pulang. Hari ini Appa dan Eomma pulang. Aku tidak mau membuat mereka khawatir karena kita belum sampai rumah.” Mina membiarkan Kakaknya menggiringnya memasuki mobil dan pergi dari sana.
©Because It’s You
Mina baru saja ingin melanjutkan lagi tidurnya ketika Kakaknya, Ryeowook, gagal membangunkannya. Namun niatnya gagal ketika ponselnya berdering nyaring.
Sambil berdecak malas dengan mata yang masih terpejam Mina meraba-raba permukaan kasurnya mencari keberadaan ponselnya. Berada tidak jauh dari kepalanya gadis itu menemukan ponselnya yang masih mengeluarkan dering nyaring. Tanpa melihat nama penelepon yang menganggu kegiatan tidurnya itu, Mina langsung menggeser tanda hijau di permukaan layar ponselnya.
Belum sempat gadis itu mengucapkan ‘Hallo’ apa lagi memaki karena menganggu tidurnya, suara di seberang sana sudah lebih dulu menyela.
“Ya! Apa yang kau lakukan, hah? Kenapa belum datang ke sekolah? Cepat ke sekolah. Sekarang!” Teriakan bernada perintah itu cukup membuat Mina sedikit terusik hingga membuat gadis itu membuka matanya. Tanpa perlu bertanya, dia kenal betul suara siapa yang baru saja berteriak padanya.
“Hari ini sekolah di bebaskan. Guru-guru masih sibuk dengan rapat. Kenapa harus terburu-buru seperti itu? Aku akan datang satu jam lagi. Jadi biarkan aku tidur la- “
“Aku bersumpah akan ke rumahmu untuk menyeretmu jika kau kembali tidur Kim Mina. Cepat mandi dan berangkat ke sekolah.”
“Hey… hey… hey… kenapa kau terdengar begitu panic? Memang ada apa?”
“Ya Tuhan. Kau tidak lupa kan jika hari ini pengumuman yang lolos seleksi untuk olimpiade keluar? Pengumumannya sudah tertempel dan kau harus melihatnya.” Pernyataan Hyunmi sontak membuat Mina langsung melompat bangun dengan mata langsung melebar.
“Aku lupa!” Gadis itu menepuk dahinya. Akibat menangis semalaman karena memikirkan mantan kekasihnya hingga berakhir dia harus tertidur ketika waktu menunjukan hampir pagi. “Kau sudah lihat pengumumannya? Bagaimana? Siapa yang lolos?”
“Kau harus melihatnya sendiri. Cepat. Ku tunggu di kafetaria.” Hyunmi memutus sambungan teleponnya tanpa menunggu sahabatnya memabalas ucapannya.
Buru-buru Mina bangkit dari tempat tidurnya dan menyambar handuk yang bertengger manis di kursi meja belajarnya. Menghilang di balik pintu kamar mandi miliknya.
Hanya berselang dua puluh menit kemudian gadis itu sudah rapih dengan seragam sekolahnya. Hari ini rambutnya dia biarkan tergerai. Hanya di hiasi bandana putih untuk mempermanis wajahnya. Dia tidak punya waktu untuk mematut dirinya lebih lama lagi di depan cermin.
Mina turun ke lantai bawah dengan tergesa-gesa. Membuat Ryeowook yang sedang ada di meja makan bersama ke dua orang tuanya harus menoleh karena mendengar suara gaduh dari lantai dua rumahnya.
“Mina, jangan berlari di tangga. Itu bahaya.” Tegur Ryeowook. Tapi tidak di hiraukan oleh adiknya tersebut.
Mina menuju meja makan dan menyambar segelas susu yang sudah terhidang di sana. Menenggaknya dengan cepat hingga tandas tak bersisa.
“Kau tidak sarapan dulu sayang?” Tanya Nyonya Kim. Melihat anaknya yang sepertinya tidak akan menyentuh kursi meja makan.
“Aku sudah telat, Eomma. Aku sarapan di sekolah saja.”
“Makanan di sekolah belum tentu higienis. Tunggu sebentar.” Ah. Ibunya ini memang sedikit protective jika menyangkut kesehatan anak-anaknya.
“Sejak pagi Oppa-mu sudah membangunkanmu, kan? Kau malah tidur lagi. Salah sendiri telat.” Ucapan Tuan Kim hanya di balas cengiran dari putrinya tersebut. Mengundang gelengan pelan dari lelaki paruh bayu itu dan kekehan kecil dari Ryeowook.
“Apa pengumumannya keluar pagi ini?” Pertanyaan Ryeowook di tanggapi dengan anggukan dari Mina.
“Maka dari itu sebelum Oppa menuju kampus, mampirlah dulu ke gereja. Kirimkan doa untuk ku.” Ucapnya polos tanpa beban. Ryeowook hanya mendengus mendengarnya.
Berlebihan. Pikirknya. Tapi bagi Mina jika sudah menyangkut rivalnya itu semua terasa wajar memang.
Tidak lama kemudian Nyonya Kim kembali dengan kotak bekal yang berisi sandwich di dalamnya. Menyodorkannya ke arah Mina yang di terima gadis itu dengan senyum lebar.
“Makanlah. Eomma sengaja bikin banyak, jadi kau bisa berbagi dengan Hyunmi.” Ucap Nyonya Kim.
“Gomawo Eomma.”
Mina mencium pipi kedua orang tuanya bergantian lalu beralih ke Ryeowook dan kemudian pamit hingga dirinya mengilang di balik pintu rumah seiring suara mesin mobil terdengar yang perlahan menghilang membawa Mina menuju sekolahnya.
©Because It’s You
Hyunmi tengah menikmati coklat panasnya yang baru saja dia pesan sambil menunggu Mina saat tiba-tiba sesosok pemuda tinggi berdiri di depan mejanya. Hyunmi mendongak mendapati cengiran lebar terukir di wajah tampan favoritenya. Hyunmi masih sibuk menenangkan detak jantungnya ketika pemuda itu duduk di hadapannya seiring suara bass memasuki pendengarannya.
“Aku duduk di sini, ya. Aku bosan duduk sendiri.” Sebuah izin yang tidak memerlukan jawaban.
Hyunmi kembali menyeruput coklat panasnya. Matanya tidak berani menatap sosok pria di depannya. Tiba-tiba saja gugup menghinggapinya. Gadis itu tidak tahu harus bagaimana. Ini pertama kalinya dia berada sedekat ini dengan pria yang sudah lama di kaguminya.
“Kau sendiri? Kemana temanmu?” Pertanyaan itu mengembalikan Hyunmi dari lamunannya.
“Mina maksudmu?” Pria itu mengangguk.
“Dia sedang di jalan menuju kesini.” Anggukan kembali pria itu lakukan seiring bibinya yang membulat.
“Kau sendiri, dimana teman-temanmu yang lain?” Kini giliran Hyunmi yang bertanya. Dengan keberanian yang dia kumpulkan dia mencoba menatap mata bulat di depannya. Tidak sebulat milik D.O atau Minho sunbae-nya yang anggota tim sepak bola. Tapi cukup membuat Hyunmi terpesona dengan binar yang selalu menyorotkan senyum dari tatapannya.
“Aku juga tidak tahu.” Pria itu mengangkat bahunya. “Mungkin aku datang terlalu pagi.”
“Tapi aku melihat D.O di dekat papan pengumuman tadi.”
“Dia sih tidak usah di tanya. Bahkan sebelum penjaga sekolah datang aku rasa dia sudah lebih dulu datang.” Dan ucapannya itu sukses membuat keduanya tertawa bersama. Hyunmi bahkan melupakan kegugupannya beberapa saat lalu. Pria di depannya ini, memang sangat mudah membuat orang lain merasa nyaman jika berada di dekatnya. Pria yang tidak pernah melunturkan senyumnya barang sedetik pun. Tidak heran teman-temannya menjulukinya sebagai happy virus.
“Aku sering melihatmu bersama Kai beberapa kali. Sepertinya kalian cukup dekat.” Hyunmi tersenyum kecil menanggapi pertanyaan itu.
“Kami memang dekat. Aku dan Kai sudah berteman sejak kecil.” Jawaban Hyunmi membuat pria di depannya melebarkan matanya.
“Jinjja? Wah… kenapa Kai tidak pernah bilang jika memiliki teman cantik seperti mu.” Ucapannya sukses membuat wajah Hyunmi menghangat. Saat ini semburat merah pasti tengah bertengger manis di kedua pipinya. Ah memalukan.
“Beruntung sekali Kai memiliki teman sepertimu.” Pujian itu masih terus terlontar dari bibirnya tanpa menyadari jika ucapannya mampu mengacaukan hati gadis di depannya itu.
Hyunmi menggeleng pelan. “Kau itu bicara apa? Justru aku yang beruntung karena memiliki teman sepopuler Kai.”
“Kau benar. Dia sungguh popular di sekolah ini. Aku saja kalah popular darinya.” Hyunmi tertawa kecil.
“Kau bercanda? Kau sama populernya seperti Kai dan teman-temanmu yang lain. Kau tidak sadar ada berapa banyak gadis yang berharap jatuh ke pelukanmu?”
Pria itu mengerjapkan matanya. “Benarkah?” Tanyanya. Lalu mendekatkan wajahnya kea rah Hyunmi. “Apa kau termasuk dari banyaknya gadis itu?” Pertanyaan itu sukses membuat Hyunmi terdiam seketika. Apa ini pertanyaan jebakan? Ah tidak-tidak-tidak. Pria ini kan tidak tahu jika Hyunmi menyukainya.
Tiba-tiba saja udara di sekitarnya terasa menipis. Hyunmi kesulitan bernafas. Dan itu karena laki-laki di depannya. Ya Tuhan. Kenapa jantung ini tidak mau berhenti berdetak? Hey, jantung. Diamlah. Bagaimana jika dia bisa mendengarmu.
Mungkin Hyunmi sudah gila. Salahkan pria di depannya yang sudah membuatnya seperti itu. Beruntung, dering ponselnya menyelamatkan dirinya yang mulai kekurangan oksigen.
Buru-buru Hyunmi mengambil ponselnya yang ada di saku blazer sekolahnya. Kemudian berdiri membuat pria di depannya harus mendongak menatapnya.
“Sepertinya Mina sudah datang. Kalau begitu aku duluan, Chanyeol-ssi. Anyyeong.”
Tanpa menunggu jawaban dari Chanyeol, Hyunmi langsung melesat dan menghilang dari hadapan Chanyeol. Chanyeol hanya diam menatap kosong arah kepergian Hyunmi. Sedetik setelahnya dia tersenyum. “Menggemaskan.”
“YA!!
“Kamjagiya! YA!!”
Jika tidak ingat dia sedang berada di cafeteria mungkin Chanyeol sudah menyiram Baekhyun dengan coklat panas milik Hyunmi yang masih tersisa setengah. Di depannya, Baekhyun tertawa puas karena berhasil mengagetkan sahabatnya itu.
“Bacon sialan.” Umpatnya.
“Suruh siapa kau melamun. Kau juga senyum-senyum sendiri. Kau masih waras, kan? Ini berapa?” Baekhyun merentangkan kelima jarinya di depan wajah Chanyeol. Yang langsung di tepis oleh pemuda itu.
“Aku gila karena terlalu sering bersamamu.” Ucap Chanyeol sebelum berdiri dan meninggalkan kursinya.
“Ya! Kau mau kemana?” Teriak Baekhyun.
“Toilet. Kenapa? Kau mau ikut?” Pertanyaan Chanyeol yang cukup keras mengundang kikikan geli dari beberapa murid yang berada di cafetaria.
Baekhyun mendengus. “Pergi saja sana.” Ucapnya ketus. “Ahjjuma, berikan aku seporsi kimbab.”
©Because It’s You
Mina terus menarik Hyunmi. Tidak mempedulikan jika sahabatnya sudah kelelahan atau meringis karena genggamannya yang terlalu kuat pada pergelangan tangannya.
“Ya! Bisakah pelan-pelan saja? Papan pengumumannya tidak akan berpindah tempat.” Akhirnya Hyunmi bersuara. Tapi ucapannya itu tidak di gubris oleh gadis yang tengah berjalan di depannya sambil terus menarik tangannya. Atau mungkin lebih tepatnya berlari.
Mina merasa tubuhnya begitu lemas. Kakinya seperti tidak menapak, ingin jatuh saja rasanya. Matanya tidak lepas dari nama yang tertulis di papan pengumuman sekolahnya. Mulutnya mendadak kaku. Ingin mengatakan sesuatu tapi tidak ada suara yang keluar dari bibirnya. Hanya gumaman kecil yang mampu terdengar oleh Hyunmi. Dan dari situ Hyunmi sudah mengerti. Dia bisa merasakan bagaimana perasaan sahabatnya saat ini.
“Mina-ya…” Hyunmi mengulurkan tangannya untuk menyentuh bahu Mina yang mulai bergetar.
“Hyunmi-ya, aku…”
Suara siulan menginterupsi kegiatan keduanya. Membuat mereka refleks menoleh. Dan mendapati seorang pria tengah bersandar di dinding koridor tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Mendadak emosi Mina terpancing begitu melihatnya.
“Wah cuaca hari ini cerah sekali ya.” Entah bicara dengan siapa, namun sedetik kemudian tiba-tiba suara gluduk terdengar. Membuat Kyungsoo jadi salah tingkah sendiri. Ucapannya salah ternyata.
Hyunmi hampir saja menyemburkan tawanya jika tidak mengingat suasana hati sahabatnya saat ini. Mina masih menatap Kyungsoo tajam namun yang di tatapnya seolah tidak peduli.
“Ternyata akan turun hujan.” Ucap Kyungsoo lagi. “Aku tidak membawa payung. Bagaimana ini.” Lanjutnya. Dengan mimik panic yang di buat-buat.
Kyungsoo berjalan pelan menghampiri Mina. Berhenti selangkah tepat di depan gadis yang sudah lama menjadi rivalnya ini. “Sepertinya langit ikut merasakan apa yang kau rasakan. Tidakkah kau ingin menangis?” Kyungsoo memiringkan kepalanya. Mencoba menilik wajah Mina dengan seksama. Kemudian tersenyum remeh.
“Sepertinya akan menyenangkan memiliki asisten yang pekerja keras sepertimu.” Lanjutnya. “Selamat atas jabatan barumu.” Kyungsoo langsung melenggang pergi usai menyelesaikan kalimat yang cukup membuat kepala Mina terasa terbakar. Dia benar-benar membenci pria itu. Benci sebenci-bencinya.
Mina benar-benar merutuki kebodohannya. Bagaimana bisa dia gagal setelah belajar begitu keras. Apa dia memang sebodoh yang di katakan Kyungsoo? Atau pria itu yang memiliki otak jenius? Ah Mina benar-benar tidak habis pikir.
Setelah ini dia harus menyiapkan mentalnya. Karena Kyungsoo pasti tidak akan menyia-nyiakan kesempatannya untuk menindasnya.
©Because It’s You
Mina harus mati-matian menahan kekesalannya pada pria bermata bulat di depannya ini. Jika tidak ingat dia sedang berada di dalam perpustakaan saat ini, mungkin sudah sejak tadi dia mengeluarkan segalan cacian dan umpatannya.
D.O hanya menggedikan dagunya pada tumpukan buku-buku tebal yang baru saja dia taruh di depan Mina. “Tugas pertamamu. Rangkum semua materi yang ada di buku itu. Setelah bel istirahat pertama sudah harus selesai.” Sontak saja Mina membelalak sempurna. Apa pria itu gila? Merangkum buku setebal itu hanya dalam tiga jam? Dan itu tidak hanya satu buku. Tapi tiga buku yang tebalnya melebihi novel Harry Potter. Baru saja Mina ingin membuka mulutnya, D.O lebih dulu menyela.
“Aku tidak menerima bantahan.” Mina sudah ingin meledak marah saat D.O kembali bersuara. “Tidak apa-apa jika kau tidak mau. Aku juga tidak ingin memaksa sebenarnya. Tapi itu tandanya kau sendiri yang membatalkan taruhan ini. Dan siap jika ku panggil pecundang.”
Umpatan-umpatan dan makian yang baru saja ingin Mina keluarkan terpaksa harus dia telan lagi. Menggertakan giginya guna menahan seluruh emosinya agar tidak meledak. Mengambil salah satu buku yang D.O berikan dan membukanya dengan kasar.
“Pergi sekarang juga dari hadapanku jika tidak ingin buku ini aku lempar ke wajahmu.” Ucap Mina tajam tanpa menatap D.O di depannya. Dan mulai menuliskan setiap kalimat yang di ambil dari buku tebal di hadapannya untuk di susun menjadi beberapa paragraf.
D.O menarik sudut-sudut bibirnya. “Ternyata kau manis juga jika menjadi penurut seperti ini.”
Mina mengangkat kepalanya. Tidak menjawab, hanya menatapnya namun begitu menusuk. Jika saja tatapan bisa membunuh, mungkin kini D.O sudah terkapar di lantai. Melihat tatapan Mina yang begitu tajam D.O pun memutuskan untuk segera pergi dari sana.
“Oke. Oke. Aku akan pergi.” D.O berjalan keluar perpustakaan. Namun belum sampai pintu pria itu berbalik. “Jangan lupa. Setelah jam istirahat pertama. Kau tahu kan harusnya mencari ku kemana?”
Lagi-lagi Mina tidak menjawab. Gadis itu justru meraih pencil yang di sampingnya dan melemparnya ke arah Kyungsoo.
“Aww! YA!!”
“Hei! Bisakah kau diam?” Seruan dari pengunjung perpustakaan yang lain membuat Kyungsoo mau tidak mau langsung bungkam dan membungkukan badannya beberapa kali pada pengunjung lain yang menatapnya tidak suka. Lalu beralih menatap Mina kesal. Yang di tatap seolah tidak pernah terjadi apapun dan malah melanjutkan menulisnya.
“Aissh… gadis itu benar-benar.”
©Because It’s You
Mina berjalan dengan sedikit tergesa menuju ruang osis. Bel istirahat pertama sudah berakhir beberapa menit yang lalu. Koridor mulai sepi karena beberapa kelas sudah memulai kegiatan belajarnya. Harusnya Mina pun sudah berada di dalam kelas dan duduk dengan manis di bangkunya saat ini. Beruntung kelasnya sedang bebas dari jam pelajaran karena guru yang bersangkutan berhalangan hadir. Jika tidak, mungkin Mina akan berakhir berdiri di depan kelas dengan satu kaki terangkat dan kedua tangan yang berada di bawah kuping.
Mina langsung membuka pintu ruang osis tanpa bersusah-susah mengetuknya lebih dulu. Di dapatinya hanya Kai yang sedang duduk sambil menyandarkan bahunya di sandaran sofa dengan earphone yang menggantung di kedua telinganya.
Menyadari ada yang datang Kai pun melepas earphone-nya dan menoleh ke arah pintu.
“Dimana si burung hantu?” Tanya Mina langsung tanpa membiarkan Kai bertanya lebih dulu apa keperluannya datang ke ruang osis.
Kai mengerutkan keningnya bingung. “Burung hantu?” Ulangnya. Mina memutar bola matanya malas.
“D.O. Di mana dia?” Kai hampir saja menyemburkan tawanya mendengar julukan Mina untuk temannya itu. Tapi dia masih bisa menahannya dan hanya tersenyum geli.
“Dia ada di ruang kepala sekolah. Jika urusanmu penting, tunggu saja. Sebentar lagi mungkin dia kembali.”
Mina melenggang masuk ke dalam dan meletakan beberapa buku tulis yang di bawanya dan meletakannya di meja depan Kai. “Aku titip ini saja.” Ucapnya sebelum berbalik dan melangkah keluar.
“Hanya ini saja? Tidak ada yang ingin kau katakan? Nanti biar ku sampaikan padanya.” Tanya Kai. Menatap bergantian pada buku dan gadis itu yang sudah berdiri di hadapannya.
Mina mendengus. “Jika bukan karena taruhan bodoh itu, apa kau pikir aku sudi datang ke sini dan mencarinya?” Mina tidak membutuhkan respon dari ucapannya. Gadis itu langsung berbalik untuk pergi dari sana. Kai yang melihatnya hanya tersenyum kecil dan menggelengkan kepalanya.
Sebelum benar-benar keluar, Mina menghentikan langkahnya tepat di depan pintu. “Kai.” Panggil Mina pelan. Kai mendongak melihat ke arah Mina yang tidak membalikan tubunya sama sekali untuk menatapnya. Pria itu hanya bergumam sebagai jawaban.
Perlahan gadis itu membalikan tubuhnya. Dengan sedikit ragu dia mencoba menatap Kai, melontarkan pertanyaan yang sejak kemarin selalu mengganggunya. “Taemin… dia benar-benar sudah pergi dari sini? Maksudku, dari Korea?”
Kai cukup terkejut dengan pertanyaan Mina. Dia sempat diam selama beberapa saat sebelum bersuara. “Kenapa kau tiba-tiba menanyakannya? Ku pikir kau sudah melupakannya.”
Mina tersenyum masam atas ucapan Kai. Dan Kai tidak bodoh untuk bisa mengartikan senyuman itu jika jauh di dalam sana, sahabatnya itu masih menjadi pemilik hati gadis di depannya ini.
“Kau tentu tahu Kai, melupakan seseorang yang pernah berarti dalam hidup kita tidak semudah membuang sampah sembarangan.” Mina diam sejenak sebelum kembali melanjutkan. “Aku menanyakannya bukan berarti apa-apa, hanya… ingin tahu. Karena kemarin aku seperti melihat seseorang yang mirip dengannya.”
Kai tidak bisa menutupi keterkejutannya atas ucapan Mina barusan. Beruntung gadis itu tengah mendudukan kepalanya sehingga tidak menyadari perubahan pada raut wajah Kai. Buru-buru dia merubah ekspresi wajahnya seperti semula.
“Mungkin hanya seseorang yang sekedar mirip.”
“Maksudmu aku berhalusinasi lagi, begitu?”
“Bukan begitu maksudku- “
“Tidak apa-apa.” Mina memotong ucapan Kai cepat. “Mungkin kau benar aku berhalusinasi. Lagi pula aku sudah tidak peduli dia ada dimana sekarang.” Mina mengangkat bahunya kemudian melanjutkan. “Aku sebenarnya hanya ingin tahu, dimana letak kesalahan ku hingga dia meninggalkan ku dengan cara seperti ini.” Mina tersenyum miris lalu mendengus. “Sudahlah. Lupakan! Jika kau bertemu dengannya atau jika dia menghubungi mu, katakan padanya, aku akan baik-baik saja meski tanpanya.”
Mina menyelesaikan kalimatnya dan berbalik lagi untu segera pergi dari sana. Tapi panggilan Kai membuatnya kembali menghentikan langkahnya.
“Mina-ya, jangan membencinya.” Kai berujar pelan. Namun ucapannya masih mampu masuk ke dalam pendengaran Mina. Gadis itu tidak menjawab atau pun berbalik. Mina langsung pergi tanpa mengatakan apapun lagi.