Di tinggalkan kekasihnya tanpa alasan yang jelas, membuat Mina seperti mayat hidup untuk beberapa waktu. Bukan hal yang berlebihan mengingat hampir sebagian hidupnya dia habiskan bersama kekasihnya itu. Dan saat pria itu pergi dengan cara yang tiba-tiba membuat Mina seperti orang bodoh yang tidak tahu harus melakukan apa.
Di tengah kegelisahannya, di tengah keterpurukannya, Mina mencoba bangkit dan melupakan sosok kekasihnya tersebut. Hari-hari yang Mina lewati cukup berat. Melupakan seseorang yang pernah mengisi kehidupan kita bukanlah hal yang mudah. Mina melakukan banyak cara untuk itu.
Seorang pria hadir di kehidupannya. Namun bukan untuk menggantikan posisi pria yang lebih dulu mengisi hati Mina. Bukan juga untuk mengobati hati Mina. Seorang pria menyebalkan yang sukses mengacaukan hari-hari Mina. Seorang pria yang selalu menjadi rivalnya dan tidak akan pernah mungkin menjadi temannya. Big No! Mina sungguh amat sangat membenci pria itu. Baginya hidupnya akan jauh lebih damai jika pria itu tidak pernah menampakan batang hidungnya di depan Mina. Gadis itu muak. Dengan segala ke angkuhannya, maupun kepopulerannya. Fakta jika pria itu salah satu pria populer di sekolahnya membuat Mina ingin muntah tiap kali dia mencoba tebar pesona dengan sikap sok coolnya. Cih.
Tidak mengobati sakit hati Mina memang. Tapi setidaknya, bertengkar dengannya membuat Mina sejenak lupa akan sosok mantan kekasihnya tersebut. Setidaknya bertengkar, mencaci maki atau mengumpat pada rivalnya itu lebih baik di banding dia harus terus menangis seperti orang bodoh.
Lalu bagaimana dengan ungkapan jika cinta dan benci perbedaannya begitu tipis. Atau jangan membencinya begitu dalam, karena bisa saja kau akan berbalik mencintainya. Atau semakin kau membencinya, maka akan semakin terlihat jika kau begitu mencintainya. Apa ungkapan-ungkapan itu berlaku untuk mereka? Klasik memang. Tapi... who knows?
Kau tidak akan pernah memahami akhir dari sebuah cerita jika kau tidak mengikuti jalannya cerita itu sendiri.