home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Little Red Riding Hood And The Twelve Wolves

Little Red Riding Hood And The Twelve Wolves

Share:
Author : natadecocoo
Published : 20 Feb 2015, Updated : 23 Feb 2015
Cast : Oh sehun, Jung Nara,Kim Myungsoo, EXO, Lee Jieun
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |1556 Views |6 Loves
Little Red Riding Hood and The Twelve Wolves
CHAPTER 2 : T W O

Sebuah bisikan halus mengalir di kepalaku. Bisikan yang seirama dengan gerakan bibir namja tinggi yang sedang melihat ke arahku itu.

            Sebuah bisikan. “Aku menemukanmu.”


T W O ; MURID BARU

            Keringat menembus kulitku,menyusup keluar melalui pori-porinya. Kukedipkan mataku dan kugelengkan kepalaku berulang kali juga. Namun bisikan namja yang berada di depan terus menerus berdengung di kepalaku.

            “Kita menemukannya.” sebuah suara berat berkata. “Dia benar-benar berada di sini, guys.”

            Seseorang lainnya dengan suara yang sangat lembut terkekeh. “Pencarian kita telah usai. Sebentar lagi kita akan terbebas dari kutukan ini.”

            Tak elak mataku mendelik mendengar kalimat itu. Pasti aku bermimpi, pasti aku bermimpi.

            Akhir-akhir ini aku semakin merasakan bahwa semua kekuatanku menguat. Maksudku, begitu di luar kontrol. Sesuatu yang aku sendiri tidak tahu mengapa.

            Kugelengkan kepalaku lagi lalu suara Myungsoo dapat terdengar di sebelah kananku.

            “Gwaenchana? Kau tampak pucat, Nara-a.” Ia memegang bahuku dan sedikit menggoncang tubuhku karena aku tak juga merespon ucapannya. “Gwaenchana?”

            “A-aa gwaenchana.” jawabku, seraya memberi Myungsoo selayang senyum untuk menenangkannya.

            Meski setelahnya aku masih melihat ke arah sebelas namja itu. Apalagi ketika namja berwajah seperti panda memandangku dengan intens. “Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa dia adalah orangnya?”

            Setelah Myungsoo, kini Jieun yang mempertanyakan keadaanku. “Apa kau yakin kau baik-baik saja?”

            Kuanggukkan kepalaku pelan. “Jeongmal gwaenchana. Sepertinya aku makan terlalu banyak pagi ini sehingga perutku terasa sedikit mual.”

            Aku beralasan. Karena memang aku merasa mual. Meski bukan karena aku makan sarapan terlalu banyak. Rasa mual itu datang begitu saja.

            Apalagi ketika sebuah suara kembali terdengar. “Tentu saja, untuk memastikannya kita harus mendekatinya.”

            Di saat itu juga, kurasakan Myungsoo menahan bahuku karena, percayalah, aku merasa sangat lemas. Entah mengapa tiba-tiba aku merasakan sebuah ketakutan. Yang teramat dalam. Pada saat aku menyadarinya, Myungsoo sudah membimbingku ke belakang barisan seraya membungkuk ke Park Hoon seonsangnim.

            “Park Seonsangnim, ijinkan Nara pergi ke UKS. Dia sedang tidak sehat.”

------------------{@

            Myungsoo menyodorkan segelas teh hangat padaku. Wajahnya tampak gelisah. Rasa Khawatir tertulis jelas di wajahnya.

            “Ya! Ada apa? Baru beberapa detik kau menasehatiku dan Jieun, lalu kau menjadi bertingkah aneh seperti ini..”

            Kutengokkan wajahku ke arah Myungsoo yang masih memandangku penuh rasa khawatir. Aku hanya bisa diam. Tidak mungkin aku menyatakan alasanku, bukan? Bahwa aku bisa mendengar apa yang ke sebelas orang itu katakan padaku dari jarak yang teramat jauh. Itu adalah sesuatu yang sangat mustahil. Mungkin Myungsoo dan teman-temanku masih bisa mentolerir mengapa lariku bisa begitu cepat namun untuk hal ini kurasa tidak.

            “Hey, apa nyawamu tertinggal di gymnasium sana?” Myungsoo mendesah. Wajar saja, pikiranku benar-benar kacau saat ini.

            Aku tidak tahu mengapa, aku merasa takut. Kupandang wajah Myungsoo lekat-lekat. Tiba-tiba perasaan itu datang lagi. Perasaan dimana aku takut kehilangan seseorang. Perasaan dimana aku akan menghilang. Entah, aku bermimpi aneh akhir-akhir ini.

            “Jung Nara. Pasti ada sesuatu terjadi, kan?” tanya Myungsoo padaku yang lagi-lagi tampak berpikiran kosong.

            Kutatap lagi wajahnya setelah aku menyeruput sedikit teh hangat itu di tanganku. Kami saling diam. Dan tak lama kudapati Myungsoo menganggukkan kepalanya setelah aku mengucapkan bahwa aku merindukan eomma dan ingin pergi ke makamnya.

            “Baiklah, sepulang sekolah nanti, kita akan ke makam eommamu.”

------------------{@

            Saat aku dan Myungsoo kembali ke gymnasium, semuanya telah kembali ke kelas. Kami pun menyusul untuk kembali ke kelas. Meski aku masih merasa bulu kudukku berdiri ketika mengingat apa yang telah terjadi di gymnasium, aku berusaha untuk menyembunyikanna. Rahasia ini, entah aku tidak tahu kapan pastinya aku bisa memberitahukannya kepada Myungsoo dan Jieun. Rahasia yang membayangi hidupku hingga sekarang aku berusia 17 tahun.

            Setelah sampai pada kelasku, 2-B, aku dan Myungsoo berpisah. Myungsoo kelas 2-D dan aku kelas 2-B.

            “Pulang sekolah, aku akan menunggumu di parkiran sepeda. Seperti biasa.” ucap Myungsoo dan aku mengangguk pelan.

            Ia tersenyum padaku yang jika aku menerimanya ketika keadaanku lebih baik, aku pasti akan memberinya senyum balik yang lebih baik. Yeah, saat ini aku membalas senyumnya dengan senyum sedikit kecut.

            Aku memasuki kelasku dan mendapatkan Jieun berada di samping bangkuku. Dia selalu duduk di sebelahku. “Gwaenchana?”

            Aku mengangguk.

            Jieun menghela nafasnya.

            “Tadi kau benar-benar tampak pucat.”

            “Gwaencahanyo.” Aku berusaha meyakinkannya tapi bagaimana lagi jika wajahku selalu seperti ini. Maksudku, penampakan pucat itu masih juga menempel bahkan ketika aku kembali mematut bayanganku pada ponselku.

            “Beritahu aku jika kau ingin ke uks lagi.”

            Aku mengangguk. Jieun selalu peduli padaku. Bersyukur aku mempunyai sahabat sepertinya.

            Beberapa menit aku habiskan untuk melihat pemandangan di balik jendela. Well, aku selalu memilih bangku di dekat jendela. Sekolahku berada di tengah-tengah desa karena SMA Kyungwoo memang khusus dibuat untuk warga desa ini. Sebuah desa yang dikelilingi pegunungan dan hutan lebat. Daerah kami begitu jauh dari jangkauan fasilitas kota. Jauh dari gemerlap kota metropolitan. Kecanggihan tercanggih yang pernah kita dapatkan adalah televisi serta komputer di rumah kami dan sebuah ponsel yang jika berada di Seoul pasti sudah tidak dipakai lagi. Kami masih memakai ponsel lipat. Well, hanya Myungsoo yang memakai ponsel yang berlayar sentuh canggih itu.

            Percayalah, aku benar- benar menyukai pemandangan desa yang tampak dari balik jendela ini. Pohon yang tumbuh begitu lebat, menghijaukan tanah desa ini. Sebuah jalan beraspal yang membelah semarak pohon, membentuk sebuah alur berwarna abu-abu di antara lapang hijau itu. Suara kicauan burung masih terdengar di sini. Jika kau mau naik dan menuju ke dalam hutan lagi maka kau akan menemukan lebih banyak satwa lagi.

            “Kau akan datang besok?” Tampak sekali Jieun sudah tidak betah dengan kediaman yang telah kubuat selama beberapa menit ini. Dia benar-benar suka berbicara. Dia pernah menyatakan bahwa ia terlalu mudah terasa bosan jika ia diam tanpa berbicara apapun.

            “Maksudmu...Camping awal semester?” tanyaku, tanpa menengokkan kepalaku ke arah Jieun karena saat ini mataku sedang asik mengamati sepasang burung yang terbang bersama. Berdansa di udara.

            “Yeah.” jawab Jieun penuh semangat.

            Aku menengok ke arahnya sambil memberinya sebuah senyum. “Tentu saja.”

            Sebuah kebiasaan yang belum bisa kuhilangkan sampai sekarang. Memadang ke pemandangan untuk menghilangkan rasa takutku. Dan memang benar,ketakutanku tak sehebat tadi.

            Akhir-akhir ini aku memang merasa sangat sensitif. Merasa seperti selalu diawasi. Merasa seperti aku bisa mendengar apapun yang semua orang katakan. Merasa aku menjadi pusat perhatian seseorang.

            Mungkin hal ini memang sulit dijelaskan secara ilmiah. Aku telah mencoba mencarinya di perpustakaan dan sebuah buku mengatakan bahwa aku hanya merasa sedikit lelah dan kurang tidur. Tapi apa hanya itu? Maksudku, aku tidur 7 jam sehari. Bagaimana aku bisa dikatakan sebagai kurang tidur?

            Deg!

            Baru saja aku memikirkannya, perasaan itu datang lagi. Ketika pulsasiku menguat, antusiasku meningkat dan aku merasa benar-benar diawasi.

            Kusapu pandanganku ke seluruh sudut kelas, mencari siapa yang telah mengawasiku saat ini.

            Hingga pandanganku jatuh ke arah pintu kelas. Ku berjalan cepat ke sana, menuju ke arah mulut pintu lalu menengok ke sekitarnya.

            Namun nihil. Tak ada pertanda seseorang baru saja mengawasiku. Murid-murid yang baru saja dari gymnasium berjalan pada jalur mereka dan tak ada tanda-tanda baru saja pergi ke kelasku dan sedang asik dengan dunia mereka. Berbincang dan tertawa pada teman mereka. Ini aneh. Begitu aneh hingga mungkin aku harus memeriksakan diriku ke psikiater.

            Aku melangkah kembali ke kursi, Jieun sudah menyambutku dengan pertanyaannya.

            “Ada apa? Kau mencari seseorang?”

            Kugelengkan kepalaku pelan, tanpa menjawab pertanyaannya secara verbal.

           

            Aku kembali termangu memandang pemandangan di luar, menenangkan diri dan menganggap kejadian tadi adalah karena sesuatu yang aku anggap ‘antusiasme awal semester’.

            Yeah, that must be it.

            Aku meyakinkan diriku untuk meyakini hal itu.

            “Selamat pagi, semua.” Park Hoon seonsangnim selaku wali kelas 2-B memasuki ruangan. Pandanganku masih terarah ke luar jendela. Bisikan ‘aku menemukanmu’ masih belum dapat enyah dari benakku. Apa salahku? Apa seseorang sedang mencariku? Untuk apa? apa seseorang memiliki dendam padaku? Setahuku, dalam hidupku aku hanya bercengkrama dengan Jieun dan Myungsoo saja...

            Terlalu banyak keanehan pagi ini. Selain kejadian di gymnasium dan di kelas tadi, kelas terasa aneh. Biasanya mereka begitu tenang namun sekarang bisik-bisik terdengar dari mana saja. Termasuk juga dari mulut Lee Jieun.

            “Empat murid baru akan diletakkan di kelas kita. Bukankah itu hebat?”

            “Hebat?” Sahutku sekenanya pada Jieun.

            “Iya hebat. Jumlah murid baru ada dua belas namun dari lima kelas di sekolah kita, mereka meletakkan empat di kelas kita.”

            “Hebat?” Aku mengulanginya. Namun kali ini untuk diriku sendiri. Bukannya kata hebat, aku malah mendengus ada sesuatu yang janggal. Janggal karena, mengapa harus kelas 2-B? Mengapa tidak kelas lain saja?

            “Aku menemukanmu.”

            “Kita menemukannya.”

            “Dia benar-benar berada di sini, guys.”

            “Pencarian kita telah usai. Sebentar lagi kita akan terbebas dari kutukan ini.”

            “Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa dia adalah orangnya?”

            “Tentu saja, untuk memastikannya kita harus mendekatinya.”

            Sial. Bisikan itu tak juga enyah dari kepalaku. Berdengung begitu hebat. Tanpa memperhatikan bagaimana aku tak ingin mendengarnya.

           

            “Yaaa. Baiklah. rupanya kalian sudah antusias untuk menyambut keempat teman baru kita.” Park Hoon seonsang terhenti sejenak, seperti pembawa acara di acara seperti audisi idol Korea yang sengaja memperlama pengumuman dan memperpendek kesabaran sang audiens.

            Kata ‘omo’ terdengar dari berbagai sudut dalam kelas. Mereka begitu welcome, termasuk Jieun dan mungkin hanya aku yang diam dan merasa perutku semakin mual.

            Apalagi ketika Park Hoon mengucapkan. “Baiklah, kalian boleh masuk dan memperkenalkan diri kalian sekarang.” dan bayangan keempat namja itu memasuki kelas. Disambut oleh sorakan para yeoja. Termasuk Jieun. Kecuali diriku. Nafasku memberat ketika kulihat namja berwajah foreign itu memasuki kelas, berdiri dan langsung menatapku. Namja yang ketika di gymnasium mengucapkan ‘aku menemukanmu’ ketika melihatku. Di sampingnya berdiri namja yang lebih pendek dengan gigi seperti tupai. Kudengar Jieun menggumamkan kata ‘Nemou gwiyeopda!” ketika ia memperkenalkan diri. Di sampingnya lagi berdiri seseorang dengan wajah—umm..Myungsoo pernah mengatakannya, istilah orang Seoul untuk seseorang dengan wajah yang tak menggambarkan usianya.---ah wajah baby face. Bibirnya yang tipis melengkung dan ia tampak seperti seseorang yang ramah. Pandangannya tersapu ke seluruh orang di dalam kelas ini, dengan senyumnya. Berbeda sekali dengan namja pertama yang langsung melihat ke arahku dengan tatapan dinginnya.

            Tiga? Bukannya empat?

            “Bukannya empat?” tanya Park Hoon seonsang, persis seperti apa yang aku pikirkan.

            “Ah..” namja dengan wajah baby face lalu keluar dari kelas,berjanji untuk membawakan anak baru keempat. Well, Jieun yang menyebutnya begitu karena baru saja ia tampak gelisah. “Aish. Mana anak baru keempat? Kudengar dia sangat tampan.”

            Seseorang berwajah baby-face---ah kita akan memanggilnya dengan Baekhyun saja karena dia tadi memperkenalkan namanya sebagai Baekhyun--- lalu membawa rekannya itu memasuki kelas. Aku tidak tahu mengapa Baekhyun mengambil waktu begitu lama. Mungkin dia tidak tahu pepatah ‘time is money’ atau sejenisnya.

            “Dia menghilang.” ujarnya setelah memasuki kelas. Memunculkan keributan seisi kelas. Termasuk Jieun. Kecuali aku. Well, sepertinya aku tak perlu menyebutkan dua kalimat itu lagi.

            Seseorang bertubuh tinggi yang sejak tadi menatapku itu lalu membungkuk ke arah Park Hoon seonsangnim “Maafkan kami, Park Seonsang, sepertinya ia memang tidak enak badan sejak tadi. Sehingga kurasa ia tidak akan mengikuti pelajaran untuk hari ini.”

            Park seonsang mengangguk mengerti setelah sebuah desahan panjang. “Baiklah. Meskipun kurasa seisi kelas tampak begitu kecewa.” Ia lalu memanyunkan bibirnya, sebuah kebiasaan khas Park Seonsang.

            “Kalian bisa memilih tempat duduk kalian.” Park Seonsang menginstruksi yang setelahnya dapat kulihat dua per tiga isi kelas---yang artinya yeoja di kelas ini—terlihat membenarkan jepit dan rambut mereka seraya mematut wajah mereka melalui cermin yang mereka bawa.

------------------{@

            Banyak luncuran pertanyaan yang kuluncurkan sejak aku terlahir di dunia ini. Jieun seringkali sebal padaku karena aku bertanya terlalu banyak hal—bahkan hal yang tidak penting sama sekali. Namun kali ini aku benar-benar ingin tahu akan sesuatu.

            Mengapa di antara banyak bangku kosong yang ada, kedua namja tadi memilih bangku yang dekat denganku.

            Seseorang berwajah foreign yang sangat tinggi---yang memperkenalkan diri sebagai Wu Yi Fan atau bisa dipanggil dengan Kris tampak duduk di depanku, di samping Fei yang kini wajahnya tampak merona merah. Aku sempat merasakan ia tersenyum tipis padaku sebelum ia meletakkan tasnya dan duduk. Selain Kris yang sekarang duduk di depanku dengan Fei, di belakangku terdengar namja Baby-face sedang menyapaku.

            “Hey.. Aku boleh duduk di sini, kan?”

            Entah karena apa, keramahanku mendadak luntur dan aku tak mengindahkan kalimatnya sama sekali. Mungkin karena kalimat “Tentu saja, untuk memastikannya kita harus mendekatinya.” masih saja terngiang di benakku. Mendekatiku?

 

            “Yaa. Aku bertanya padamu..”

            Aku masih mendiamkannya. Jieun sudah heboh mengguncang bahuku, menyuruhku untuk menjawab pertanyaan dari namja berwajah baby-face itu.

            “Aish. Aku tau kau mendengarnya. Bahkan jika aku memelankan suaraku, kau masih akan mendengarkannya.”

            Saat itu juga mataku membelalak. Ucapannya sangat mengagetkan. Maksudku, itu adalah sebuah rahasia yang sudah kupendam selama ini. Ketajaman indra pendengaranku, tak seorang pun tahu kecuali, well, almarhum eomma.

            Spontan, aku menghadap ke belakang dan menyapa balik namja baby-face itu—yang seharusnya tak usah kulakukan karena jika aku menghadap ke belakang maka aku dapat melihat wajah kemenangan miliknya.

            “Maaf, tadi kau bilang apa? Duduk di belakangku?”

            Dan benar saja, namja babyface itu menunjukkan wajah kemenanganannya karena telah berhasil menarik perhatianku dengan sebuah kelemahanku.

            “Aaah aku tidak keberatan tapi mungkin kau bisa menanyakannya ke namja di sebelahmu?” Aku menunjuk ke arah namja di belakang Jieun yang ---ugh mengapa aku bisa sesial ini.

            “Dia sedang tertidur.”

            Yeah, Minhyuk memang sedang tertidur meletakkan kepalanya ke maja saat ini. Mungkin karena ia tahu bahwa sekarang ini adalah pelajaran yang diisi oleh Park Seonsang---guru yang memegang teguh ‘Kalian boleh memilih tidur atau memperhatikanku tapi tidak untuk membuat keributan’.

            Hari ini memang bukan hari-ku.

            Mungkin hanya seseorang bernama  Xiumin- namja baru yang tampak tidak banyak bertingkah dan duduk jauh dari tempat dudukku.

------------------{@

 

            Park Seonsang menjelaskan panjang lebar materinya tentang sistem pernafasan manusia. Mulai dari hidung hingga paru-paru. Struktur tulangnya, ototnya hingga persarafannya. Aku berkonsentrasi penuh melihat ke arah dua papan tulis yang kini telah penuh oleh tulisan beliau. Biologi, sesuatu yang tak pernah membuatku bosan. Ilmu yang mempelajari tentang makhluk hidup. Ketika asik membahas bagian trakhea, Park Seonsang tampak berhenti menulis. Dikocoknya spidol yang kini ia pegang lalu ia melangkah menuju ke maja guru dan mengambil isi tinta spidol.

            Well, kurasa tak hanya aku yang mengalami kesialan hari ini. Namun juga beliau.

            “Aaah sepertinya saya terlalu bersemangat untuk mengajar kalian hari ini.” ujarnya seraya bersikeras mencoba menekan botol refill tinta yang sudah tahu sudah kosong. “Mungkin ada yang bersedia membantu saya mengambilkan refill tinta baru ke gudang persediaan?”

           

            Sebuah tangan terangkat tinggi-tinggi dan itu adalah milik seseorang namja di depanku---Kris.

            “Oh, tapi bukannya Yifan-ssi masih belum tahu letak denah sekolah ini?” Park Seonsang kembali melakukan kebiasaannya—memajukan bibirnya.

            Harapan Park Seonsang agar muridnya yang lain mengangkat tangannya kandas. Hanya tangan Kris yang sekarang masih teracung tinggi-tinggi.

            “Ah saya menghargai keinginan Yifan-ssi. Jadi, ada yang bersedia untuk menemaninya?”

            Tanpa perlu ditanya siapa saja yang akan mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Semua yeoja di sini seakan mendengar kata ‘siapa yang mau Pizza jumbo gratis?!. Mereka semua mengangkat tangan mereka. Termasuk Jieun. Kecuali aku.

            Bukan Park Seonsang namanya jika ia tidak unik. Ia malah memilih seseorang yang tidak mengangkat tangannya yang berarti seseorang bernama Jung Nara—alias aku---alias yeoja yang sejak tadi merasa terganggu karena namja bernama Yifan berulang kali menengok ke belakang dan berusaha meminjam hampir semua alat tulisku.

            “Sepertinya Nara-ssi dan Yifan-ssi tidak akrab. Mungkin Nara-ssi bersedia menemani Yifan-ssi?”

 

            Seandainya tidak ada sesuatu bernama poin, aku pasti akan menolak.

------------------{@

            Aku berjalan di depan Kris—yang sepertinya tampak melihat ke sekeliling dan sama sekali tidak mengajakku berbicara. Nah, itu pertanda bagus karena aku sedang tidak ingin berbicara dengannya. Aku belum mempercayainya—seseorang yang instingku mengatakan bukan kawanku. Jangan tanyakan kepadaku mengapa. Biasanya aku tidak seantipati ini pada orang lain, meskipun itu orang asing. Hanya saja, tatapan mata namja itu membunuh dan kejadian di gymnasium masih membayangiku.

            “Sekolah ini cukup luas.” ujarnya pada akhirnya. Aku hanya menyahut yeah lalu ketika akhirnya kami hampir sampai pada gudang penyimpanan, sesuatu dalam hatiku bersorak. Aku ingin cepat menyelesaikan tugas ini. Perasaanku selalu tidak enak ketika dekat dengan namja baru itu. Ketika tiba pada tempatnya, menyusuri lorong yang panjang, aku bersiap-siap untuk mengatakan “Kita sudah sampai—“

            Namun namja itu tak terlihat dimana pun.

            Ia pasti bercanda, bukan?

            Apa mungkin ia sengaja mengerjaiku agar Park Seonsang marah padaku karena telah membiarkannya tersesat dan menghilang?

            Tapi baru saja ia berada di belakangku.

            Dengan gerak cepat aku pun mencarinya. Wajahku menampakkan betapa gelisahnya aku saat ini. Itu pasti. Aku benar-benar takut jika ia benar-benar menghilang—atau sengaja menghilang. Ada sesuatu yang aneh di sini.

            Kucari dimana pun namja itu tak juga memperlihatkan diri.

            Desahan panjang keluar dari mulutku. Kesabaranku benar-benar diuji hari ini.

            Tak ingin menghabiskan energi lebih banyak, aku memejamkan mataku. Semuanya memang tampak hitam saat ini karena kelopak mataku yang mencegah masuknya akses cahaya ke retinaku namun semuanya terasa begitu jelas. Semua deru nafas, derap langkah dan bunyi-bunyi yang tak dapat kujelaskan semuanya begitu jelas terputar di kepalaku. Sebuah hawa dingin menerpa bahuku dari sebuah arah. Aku mengikuti arah itu dan kudapatkan langkahku membawaku ke gymnasium—dimana sebuah kelas sedang menggunakannya untuk kelas olahraga.

            Tampak di depanku Kris sedang melihat takjub ke arah tengah lapangan.

            “Daebak. Gymansium kalian sangat besar. Aku baru saja menyadarinya.” ujarnya ketika aku memegang bahunya.

            Sesuatu yang mencurigakan.

            “Kau memasukinya tadi pagi, Yifan-ssi.”

 

            “Tadi pagi terlalu banyak orang, membuatnya terasa semakin sempit dan mencekikku. Sekarang terasa berbeda.” ujarnya berbalik ke arahku. Aku memandangnya bingung, apalagi ketika ia mengucapkan “Kau pasti tak tahu maksudku. Sudahlah. Kajja kita ke gedung penyimpanan.”

            Kau pasti tak tahu maksudku? Kalimat seakan aku manusia dan dia alien. Apa aku sebodoh itu untuk tidak tahu? Oh, tapi aku memang tidak tahu apa maksudnya.

            Ah lupakan saja.

            Aku mengikuti langkahnya keluar dari gymnasium.  

            Setelah keluar dari gymnasium, kami menyelusuri lorong lagi dan menuju ke gedung penyimpanan. Oh, demi apapun. Perjuanganku sangat berat hanya demi sebotol tinta refill.

            Setelah mengambil satu, kami melesat keluar dari gedung penyimpanan. Kali ini Kris mencoba membuat sebuah percakapan denganku.

            “Kau hebat, bisa menemukanku dalam waktu yang sangat cepat.” ujarnya menatapku dalam.

            Tatapan itu lagi. Tatapan seakan dia membacaku layaknya aku sebuah buku yang terbuka.

            Aku mulai salah tingkah dan mengedikkan bahuku. “B-bisa b-bermasalah ba-bagiku jika ak-ku kehilanganmu. Kau tahu itu, Yifan-ssi.”

            Aku lalu mempercepat langkahku---yang masih aku kontrol karena aku takut ia mengetahui rahasiaku yang lain. Kris berada di belakangku, sedang mendendangkan sebuah tawa kecil yang aku tidak tahu apa maksudnya. 

            Aku mengumpat dalam hati. Perasaanku semakin tidak enak saja. Ingin rasanya aku menggali lubang besar di tanah dan mengubur diriku di dalam sana daripada harus berurusan dengan namja baru ini.

 

            Ini benar-benar bukan hariku.

            Deg!

            Apalagi jika perasaan itu datang lagi. Perasaan yang sama ketika aku berada di Pondok Memanah bersama dengan Myungsoo tadi pagi. Perasaan yang sama ketika aku berada di kelas tadi pagi.

            Seseorang yang lain sedang mengawasiku. Aura sama yang dipancarkan oleh Kris dan kawan-kawannya namun entah mengapa kali ini terasa lebih kuat.

            Someone’s really watching me.

            Kami masuk ke kelas dan Park Seonsang berterimakasih pada kami. Dapat kulihat Jieun memandang ke arahku dengan tatapan...iri?

            Setelah aku terduduk di sampingnya, ia menyambutku dengan ucapannya.

            “Kamu sangat beruntung, Jung Nara. Dua dari dua belas namja tampan itu sepertinya menaruh perhatian padamu.”

            Aku mengedikkan bahuku---tak peduli.

            Tak lama hingga aku menyadari sesuatu aneh pada ucapan Jieun.

            Kupegang bahu Jieun dan keutatap wajahnya seiring dengan pertanyaan yang meluncur dari mulutku.

            “Tunggu... Dua belas? Bukannya tadi di gymnasium hanya ada sebelas?”

 

            Jieun mengangguk. "Namja keduabelas memang tidak mengikuti upacara pembukaan tapi ia tetaplah namja baru sekolah ini. Sepertinya ia sakit sehingga memilih untuk berada di uks."

 

            Saat itu pula, tiba-tiba saja aku teringat akan hawa tidak enak di Pondok Memanah, kelas dan di lorong baru saja.

            Apa namja keduabelas itu yang sejak tadi menimbulkan aura itu? Tapi dimana ia sekarang?

------------------{@

Heyhey, aku nggak nyangka sambutan kalian saat aku baru post chapter satu udah memuaskan bangeet!! Warbiyasaaaak! Cukup untuk membuatku rasanya pengen nangis.

Huhu gomawo readers :’’’’ Jeongmal gomawooo! ><

Nah setelah liat kalian tautau kasih komen empat (dua fb, dua web dreamers) sama love lima, aku buruburu ngetik chapter dua nya nih. Kenapa gak gitu aja terus biar aku semangat update. Hihi

Namja keduabelas? Who is he? : D

Oiya di situ Park Hoon Seonsangnim itu Lee Jongsuk ya guys hehe itu kan nama dia waktu di Dr Stranger :3

Kasih love sama komentar lagi yuk aku tunggu : D

Eh ada  komen nih Myungsoo diganti Mino Winner. Apa readers setuju? Komen yaaa.. Dan bts emang masih rahasia jadi sabar yaaak astituidt :)

Thanks LatifahNL999 sama astituidt dua commenters pertamaa yeaay

Yang kasih komen via fb maaf kalo via pc ga keliatan jadi aku lupa nama kalian tapi komentar kalian inspiring banget kok. Bikin author semangaat :'''D

Makasih juga sama yg udah kasih love. Author kasih love nih via JNE. : D #garingsumpah

 / 

Soo... Myungsoo atau Mino? 

 

Oiya...

Jangan lupa ya dibeli novel Bad Boy Meets Good Girl nya  : )

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK