Kim Myung Soo masih terpaku di tempatnya berdiri saat ini. Airmata sudah membanjiri hampir seluruh wajahnya. Sedangkan Oh Hani sibuk terisak di depannya. Tak lama kemudian muncul Sunggyu dan Eunji dengan wajah kebingungan.
“A-Ahjumma…wae irae?” tanya Eunji seraya menghampiri Oh Hani. “Lalu dimana Jiyeon?”
Tidak ada yang menjawab. Oh Hani masih terisak dan Myung Soo seperti kehilangan akal sehat, hanya diam tanpa ekspresi apa-apa.
“Yaa, ceritakan pada kami ada apa sebenarnya?” tanya Sunggyu yang sama penasarannya dengan Eunji.
Tiba-tiba saja Myung Soo berbalik untuk melangkah pulang.
“M-Myung Soo-ah…” Sunggyu mencoba menahan tangannya. “Wae irae?”
Myung Soo tidak perduli dengan pertanyaan Sunggyu dan terus saja berjalan pulang. Bahkan dia pun meninggalkan sang ibu yang kini berada di dalam pelukan Eunji.
“Eunji-ah, aku akan antar Myung Soo pulang, kau jaga Ahjumma sebentar,” ucap Sunggyu seraya berlari mengejar Myung Soo.
“Ahjumma, lebih baik aku antar kau ke tempat persembunyianmu sekarang,” ucap Eunji menawarkan.
Oh Hani dengan cepat menggeleng seraya berkata, “Aku akan kembali sendiri. Kau lebih baik cari Jiyeon dan tolong berikan padanya surat ini.”
“N-ne,” jawab Eunji seraya menerima surat dari tangan Oh Hani.
Maka pergilah Oh Hani meninggalkan Eunji.
**
Jiyeon menatap kosong sungai Han di depannya. Wajahnya terlihat sangat lelah, bekas-bekas air matanya tadi siang pun masih terpeta jelas di wajahnya. Tak lama kemudian muncul Eunji di sebelahnya.
“Ternyata kau disini,” ucap Eunji dengan nafas tersengal-sengal. “Sebenarnya apa yang terjadi tadi siang, Jiyeon-ah?”
Jiyeon tidak menjawab.
Eunji pun mendesah berat seraya bergumam, “Sepertinya masalah kali ini benar-benar berat.”
“Oh Hani yang selama ini aku cari,” ucap Jiyeon tiba-tiba, membuat dahi Eunji otomatis berkerut bingung.
“M-maksudmu?” tanya Eunji.
Jiyeon menoleh dan berkata, “Dia ibuku, yang melahirkanku, Eunji-ah…” Tangisnya kembali pecah.
Eunji sangat terkejut mendengarnya, sampai bingung harus berkata apa.
“J-jinjiha?” tanya Eunji terbelalak. “A-aku tidak tahu harus berkata apa,” ucap Eunji seraya memeluk Jiyeon. “Omona…kenapa bisa begini keadaannya?”
“Aku mencintai Kim Myung Soo….” isak Jiyeon di dalam pelukan Eunji. “Karena itulah aku tidak bisa menerima fakta bahwa Oh Hani adalah ibu kandungku yang selama ini aku cari.”
“Aku mengerti,” ucap Eunji seraya mengelus punggung Jiyeon. “Rumit….benar-benar rumit….”
Tangisan Jiyeon semakin menjadi-jadi, membuat Eunji mau tak mau ikut menitikkan air mata.
“Kenapa masalah hidupmu seperti benang kusut begini, Jiyeon-ah…” desah Eunji seraya menatap pancuran air dari jembatan Banpo di depannya saat ini. “Myung Soo pun sepertinya juga tidak bisa menerima kenyataan bahwa dia dengan dirimu adalah bersaudara.”
“Kami saudara kembar, Eunji-ah….” ucap Jiyeon seraya melepaskan pelukannya dari Eunji. “Bayangkan, saudara kembar. Ikatan saudara kembar jauh lebih kuat dibandingkan dengan kakak-beradik biasanya. Dan sekarang, aku memacari saudara kembarku sendiri. Aku memacarinya karena aku mencintainya! Aku tidak bisa menerima kenyataan ini…”
Eunji hanya tertunduk dan diam. Nasihat-nasihat yang biasanya meluncur dengan lancarnya dari mulutnya kini entah mengapa tidak keluar.
“Sekarang apa rencanamu?” tanya Eunji. “Aku siap menampungmu kembali dirumahku.”
Jiyeon pun menggeleng seraya menjawab, “Aku harus pulang. Mereka—orang tua angkatku—harus mengatakan soal ini. Ibuku adalah sahabat dekat Oh Hani dan dia diam saja sewaktu kami bertiga pernah bertemu. Aku merasa seperti ada yang mereka sembunyikan dariku.”
“Sebelum kau pulang, ada baiknya kau baca ini dulu,” ucap Eunji seraya mengeluarkan surat titipan dari Oh Hani.
Dengan cepat, Jiyeon pun membuka dan membacanya.
Anakku tersayang, Park Jiyeon…
Akhirnya kita bertemu setelah bertahun-tahun aku mencari jejakmu yang tak kunjung kutemukan. Kau sudah besar dan tumbuh menjadi wanita yang cantik. Matamu memiliki bentuk yang sama dengan mata milik Myung Soo. Mata kalian mengingatkanku akan tatapan Kim Jang Min kepadaku sewaktu dulu. Terkadang aku merasa iri mengapa hanya kalian yang memiliki mata seindah itu? Tetapi sungguh konyol jika keirian ini terus berlanjut, menyadari bahwa kalian bertiga adalah permata hatiku, nafasku dan penyemangat hidupku.
Jiyeon-ah, akan kuceritakan keadaan yang sesungguhnya kepadamu, tentang bagaimana kau bisa terlahir dariku tetapi besar dan tumbuh jauh dariku. Mungkin kau pikir aku adalah seorang wanita sekaligus ibu yang jahat. Bagaimana bisa seorang ibu menjual anaknya sendiri. Semuanya terjadi begitu cepat dan aku tidak mampu menghindarinya. Aku memang harus melakukannya saat itu. Ditengah-tengah kesakitan yang aku rasakan saat persalinan, aku mendapat kabar bahwa suamiku meninggal karena terjebak di dalam gedung yang terbakar. Kupikir hari itu akan menjadi hari yang paling membahagiakan buatku, membayangkan kedua anak kembarku yang sebentar lagi akan terlahir ke dunia. Nyatanya pada hari itu aku harus kehilangan dua orang yang paling aku cintai di dunia ini. Aku harus menjualmu untuk biaya persalinan yang tak mampu kutanggung sendiri. Kematian suamiku pun tak membawa berkah apapun kecuali datangnya segerombol penagih hutang.
Aku harus menjalani masa-masa pahit dengan hidup hanya berdua bersama Myung Soo. Kami sering berpindah tempat tinggal karena harus menghindari jerat hutang yang kian membengkak. Sampai akhirnya Myung Soo cukup besar dan cukup berani mengaturku agar berhenti berkelit dari para penagih hutang itu. Dia berkata akan melindungiku dengan raganya. Kurasa, karena itulah dia memutuskan untuk menjadi seperti almarhum ayahnya, seorang petinju.
Kehidupan kami yang buruk membuatku sempat lupa padamu yang sudah mendapatkan naungan yang nyaman dan hangat di dalam dekapan Park Jin Hee dan Lee Na Ran. Aku tahu mereka akan menjagamu dengan sangat baik. Lee Na Ran tidak bisa memiliki anak dan dia begitu senang saat aku memindahkan tubuh kecilmu dari tanganku ke dalam dekapannya. Aku tahu aku harus melakukannya dan memberikanmu padanya karena dia yang mampu menjagamu dengan baik. Dugaanku pun benar, kau tumbuh sehat dan cantik, seperti yang kuharapkan.
Jiyeon-ah, kau boleh membenciku setelah membaca surat ini. Bahkan kau boleh mulai membenciku disaat kau tahu bahwa aku adalah ibu kandungmu. Aku akan menerimanya. Tetapi tolong, hanya satu pintaku, tolong jangan larang aku untuk tetap bisa bertemu dan melihatmu. Aku harus selalu memastikan bahwa kau berada dalam kondisi baik. Aku tidak mau kau terluka sedikitpun. Kim Myung Soo sudah terlalu banyak mendapatkan luka karena keputusannya menjadi seorang petinju. Aku tidak mau kau seperti dia.
Perlu kau tahu, Jiyeon-ah. Sudah terlalu banyak orang-orang disekitarku yang aku percaya justru menusukku dari belakang. Bahkan mereka dengan kejamnya mengambil semua yang aku punya. Aku mau sudahi perkara ini. Aku tidak mau kehilangan apapun lagi. Aku hanya memilikimu dan Kim Myung Soo. Jika salah satu diantara kalian meninggalkanku, mungkin aku tidak akan sanggup untuk menjalani hidup ini lagi.
Aku sangat menginginkan hari dimana kita bisa berkumpul bersama menjadi satu keluarga yang utuh. Dan aku harap, aku masih memiliki waktu untuk merasakan hal itu. Aku menyayangimu, Jiyeon-ah. Sangat menyayangimu.
Air mata Jiyeon semakin deras menetes, membasahi lekuk wajahnya. Dengan hanya membaca surat ini, entah mengapa Jiyeon mampu merasakan apa yang Oh Hani rasakan selama ini. Rasa benci yang belum lama muncul di hatinya mendadak mencair dan mengalir keluar dari hatinya.
“Jiyeon-ah,” Eunji mengelus bahu Jiyeon dengan pelan.
“Aku sangat egois,” isak Jiyeon seraya mengusap asal air matanya. “Aku hanya memikirkan bagaimana jika hubungan persaudaraan yang tidak aku inginkan ini merusak rasa cintaku pada Myung Soo. Hanya itu yang aku pikirkan. Bahkan aku lupa untuk mengucap syukur setelah aku tahu siapa ibu kandungku…”
Eunji menarik surat dari tangan Jiyeon sebelum memeluknya dengan pelukan khas sahabat.
“Aku lupa aku pernah menantikan hari dimana aku dapat bertemu dengan orangtua kandungku, dengan seorang ibu yang pernah melahirkanku. Aku lupa akan hal itu, Eunji-ah…” Tangis Jiyeon semakin menjadi di dalam pelukan Eunji.
“Gwaenchana, Jiyeon-ah,” ucap Eunji pelan. “Aku tidak menyalahkan perasaanmu itu. Aku tahu kau sangat mencintai Kim Myung Soo. Mendengar kabar bahwa kalian bersaudara memang hal yang sangat menyakitkan. Aku sangat mengerti perasaanmu.”
“Aku nyaris membenci Oh Hani,” isak Jiyeon. “Aku nyaris menganggapnya sebagai seorang ibu yang tidak bertanggung jawab.”
“Aniyo, belum terlambat, Jiyeon-ah,” ucap Eunji. “Kini kau sudah mengerti mengapa kau bisa tumbuh jauh dari Oh Hani Ahjumma. Masih ada waktu untukmu merubah keadaan. Kau bisa tinggal bersama dengan keluarga kandungmu. Dan Myung Soo…” Eunji terdiam, ragu untuk melanjutkan ucapannya.
“Mwo?” tanya Jiyeon.
“Kau harus mulai belajar untuk menyayangi dan mencintainya sebagai saudaramu.” Jawaban Eunji rasanya sama seperti menelan pil pahit bagi Jiyeon. Bagaimana bisa Jiyeon melakukan hal itu.
“Eunji-ah….” isak Jiyeon. “Rasanya aku tidak bisa menemui Kim Myung Soo untuk saat ini.”
Eunji hanya bisa menghela nafas mendengar rencana Jiyeon. Memang menghindar lebih baik untuk saat ini.
“Bagaimana dengan Oh Hani?” tanya Eunji.
“Aku harus menemuinya,” jawab Jiyeon cepat. “Dia harus tahu bahwa aku tidak akan membencinya. Aku memang tidak boleh membencinya di saat dia telah mengalami begitu banyak penderitaan setelah aku dan Myung Soo lahir.”
**
Esok paginya Eunji meminta Sunggyu untuk mengatur tempat pertemuan Jiyeon dengan Oh Hani. Hanya Sunggyu yang bisa membantu mereka saat ini karena Jiyeon enggan bertemu dengan Myung Soo. Myung Soo sendiri saat ini sedang melaksanakan pertandingan tinju di Gangnam, ditemani Mr. Kang dan Gongchul.
Oh Hani duduk di tepi danau menunggu kedatangan Jiyeon. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Tak lama kemudian muncul seseorang dari belakang, menepuk bahu Oh Hani. Oh Hani membalikkan tubuhnya dan terkejut mendapati Gaza sedang tersenyum ke arahnya.
“Annyeong, Noona….” Gaza melambai seraya menunjukkan seringai menyebalkannya.
“K-kau…” Oh Hani spontan beranjak bangun dan mundur beberapa langkah.
“Mengapa kau terlihat sangat terkejut?” tanya Gaza. “Bukankah kita sudah sering bertemu? Lagipula kedatanganku kesini bukan untuk mengurusi hutang. Hutangmu sudah lunas, Noona. Kau lupa? Anakmu yang jagoan itu yang telah melunasinya. Kim Myung Soo, caranya sama seperti Kim Jang Min. Dengan menghajar orang, uang pun berpindah tangan.” Gaza terkekeh usai mencela.
“A-aku harus pergi,” ucap Oh Hani seraya beranjak pergi, hanya saja Gaza menahannya.
“Untuk apa kau terburu-buru seperti ini?” tanya Gaza.
“Urusan kita sudah selesai sejak Myung Soo melunasi hutang-hutang itu padamu,” jawab Oh Hani terdengar ketakutan.
“Urusan hutang memang sudah, tetapi ada beberapa urusan lain yang belum selesai,” ucap Gaza seraya menyeringai.
Oh Hani tidak ingat bahwa ia dan Myung Soo terlibat masalah lain selain soal hutang dengan Gaza.
“Kau tahu, Noona-ah?” Gaza menyisipkan sebatang rokok pada bibirnya. “Demi siapa aku bekerja keras, bolak balik menginjakkan kakiku ke dalam rumah bobrokmu itu, menagih uang yang bunganya semakin membengkak?” Kepulan asap keluar dari bibir Gaza saat rokok dinyalakan.
Oh Hani terdiam, bahkan enggan untuk menatap wajah mengerikan Gaza.
“Park Jin Hee,” ucap Gaza. “Kau tahu siapa dia?”
Wajah Oh Hani menegang kaku.
“Dia yang telah membayar bayimu beberapa tahun yang lalu,” sambung Gaza menjawab pertanyaannya sendiri.
Bibir Oh Hani kini bergetar, menahan tangis. Dia tahu. Oh Hani sudah tahu semuanya.
“Agak mengherankan, melihat responmu terlalu biasa,” ucap Gaza. “Apa kau sudah tahu?”
Oh Hani masih diam, enggan untuk membuka mulutnya.
“Park Jin Hee dan Lee Na Ran, dua orang yang selama ini kau percayai untuk menjaga anakmu. Nyatanya mereka berdua tidak lebih dari seorang pengkhianat,” sambung Gaza seraya menghembuskan kepulan asap rokoknya ke atas. “Aku ada disana, Noona-ah. Disaat kau memindahkan bayi kecilmu ke tangan Na Ran. Aku ada disana. Aku menyaksikan proses dimana bayi bertukar dengan uang.”
Air mata Oh Hani sukses membanjiri seluruh wajahnya.
“Dan setelah bayimu resmi menjadi milik mereka, mereka dengan kejamnya menyuruhku untuk mengejar kau. Aku tahu, Noona-ah. Aku tahu semua tempat tinggal yang kau jadikan tempat persembunyianmu. Seharusnya kau heran, mengapa dengan mudahnya aku mampu menemukanmu. Sampai pada akhirnya kau memutuskan untuk menetap di tempat terakhirmu itu, di rumah bobrok itu.”
“Aku tidak perduli,” ucap Oh Hani tiba-tiba buka suara.
“Mwo?” Gaza terbahak mendengar ucapan Oh Hani. “Sekarang kau berlagak tidak perduli? Lucu sekali. Aku tahu betul berapa banyak kau mengeluarkan tangisan kepedihanmu itu….”
“Lalu apa tujuanmu mengatakan hal itu padaku sekarang?!” teriak Oh Hani tak kuasa menahan amarah.
“Ingat, Noona-ah…” ucap Gaza seraya menatap tajam ke arah Oh Hani. “Satu-satunya orang yang tahu tentang semua kebohongan Park Jin Hee adalah aku. Aku si pemegang kartu As dalam permainan ini. Dan kau, Noona-ah…kau adalah korban yang sangat menyedihkan. Bukan hanya kau, tetapi Kim Jang Min dan juga Kim Myung Soo. Dan tentunya anakmu yang telah kau jual kepada Jin Hee. Kalian semua adalah korban atas ketamakan dan kekuasaan Jin Hee….”
“Sedang apa kau disini Ahjussi?” Sebuah suara tiba-tiba terdengar menyela ucapan Gaza. Park Jiyeon menghampiri keduanya, membuat Oh Hani otomatis terkejut dan langsung menarik tangan Jiyeon kesisinya.
“Ah…” Gaza tersenyum penuh arti. “Apa ada yang belum aku ketahui saat ini?”
Oh Hani tidak berani buka suara, begitupun dengan Jiyeon.
“Jiyeonie, kau tahu siapa Ahjumma ini?” tanya Gaza seperti sedang berusaha memancing keadaan.
“Dia…” Jiyeon terbata, terlihat sedang memikirkan sesuatu. “Dia adalah ibu mertuaku.”
“Mwo?” Kedua alis Gaza bertaut bingung.
“Aku dan Kim Myung Soo sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Dan Ahjumma, dia adalah ibu mertuaku,” jawab Jiyeon terlihat meyakinkan.
“Hanya itu yang kau ketahui?” tanya Gaza seraya menaikkan sebelah alisnya. “Tidak ada hal lain…”
“Hal lain apa yang perlu aku ketahui, Ahjussi?” tanya Jiyeon berusaha menunjukkan wajah bingung.
Gaza pun membuang puntung rokoknya seraya kembali bertanya, “Apa kau mendengar semua yang aku katakan tadi?”
“M-mwo?” tanya Jiyeon. “Memangnya kau mengatakan apa? Aku hanya lihat kalian dari kejauhan. Kau terlihat seperti sedang menakut-nakuti, Ahjumma…”
Gaza pun terkekeh seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana panjangnya.
“Noona-ah, aku hanya ingin mengingatkanmu,” ucap Gaza kembali kepada Oh Hani. “Jika kau bicara terlalu banyak, Kim Myung Soo akan hancur. Bahkan anak ini rasanya perlu menutup telinganya rapat-rapat.”
“Mwo? Maksudmu aku?” tanya Jiyeon. “Memangnya ada apa? Mengapa kau mengancam kekasihku? Apa keluarga Myung Soo terlibat hutang lagi padamu?”
“Kau tidak perlu tahu, Jiyeon-ah,” ucap Gaza. “Jika kau masih ingin diberi keleluasan untuk keluar rumah oleh ayahmu, kau hanya perlu menutup telinga dan mulutmu rapat-rapat.”
Setelah berkata seperti itu, Gaza pun pergi meninggalkan mereka. Menyadari keadaan sudah aman, Jiyeon spontan memeluk Oh Hani dengan sangat erat. Air mata kembali membasahi wajah mereka berdua.
“Eomma….” isak Jiyeon.
“Anakku…” Oh Hani menciumi dahi dan pipi Jiyeon. “Nyaris saja. Kita nyaris tertangkap. Kau tahu dia…”
“Aku tahu semuanya, Eomma,” ucap Jiyeon. “Dan sekarang, kita cari tempat lain yang lebih aman untuk kita bicara.”
Maka Jiyeon membawa Oh Hani ke tempat tinggal Sunggyu.
“Jiyeon-ah, kau sudah baca surat dariku?” tanya Oh Hani seraya memegang erat kedua tangan Jiyeon.
Jiyeon mengangguk seraya mengeluarkan surat yang ditulis Oh Hani dari dalam tasnya.
“Kau tahu, Eomma…” ucap Jiyeon. “Setelah aku membaca surat ini, kini aku mengerti mengapa Myung Soo terlahir untuk menjadi seorang petinju. Ayahku, Kim Jang Min…adalah seorang petinju. Dan kehidupan kalian tanpaku begitu pelik, sehingga mengharuskan Myung Soo untuk melakukan pekerjaan rentan resiko seperti itu.”
“Aku tidak menyesali melihat Kim Myung Soo tumbuh menjadi seorang petinju. Dia sudah banyak menolongku dengan pekerjaannya itu,” ucap Oh Hani seraya mengusap wajah Jiyeon yang basah.
“Eomma, aku tidak akan meninggalkanmu,” ucap Jiyeon seraya memeluk Oh Hani.
Oh Hani mengangguk penuh haru. “Aku pun tidak akan melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Maafkan aku, Park Jiyeon…”
**
“Kalian bisa menginap disini malam ini,” ucap Sunggyu. “Aku berjanji tidak akan memberitahu Myung Soo soal ini.”
“Gumawo, Sunggyu-ah,” ucap Jiyeon.
“Kalau begitu aku pergi cari makan dulu untuk kalian,” ucap Sunggyu. “Dan Myung Soo, kuharap dia memenangkan pertandingan hari ini. Jika tidak…”
“Kalah ataupun menang rasanya sama saja,” sela Jiyeon seraya memberi kode pada Sunggyu lewat matanya untuk tidak meneruskan ucapannya. Jiyeon hanya tidak ingin melihat sang ibu khawatir dengan keadaan Myung Soo.
“Um, ne…Myung Soo sudah terlalu sering menang, jadi kalah atau menang rasanya memang sama saja,” ucap Sunggyu kemudian. “Umm…kalau begitu aku pergi dulu..”
Setelah Sunggyu pergi, Oh Hani kembali melanjutkan perbincangan dengan Jiyeon.
“Jiyeon-ah, apa kau mendengarkan semua yang Gaza katakan?” tanya Oh Hani.
Jiyeon pun mengangguk.
“Maka dari itu, aku berusaha agar Gaza tidak mengetahui kebenaran bahwa aku sudah tahu siapa ibu kandungku,” ucap Jiyeon. “Aku hanya takut Gaza akan melaporkannya pada Appa. Satu-satunya hal yang ingin aku ketahui saat ini adalah mengapa ayah dan ibu angkatku itu begitu merahasiakan hal ini.”
“Sebenarnya, disaat hari ulang tahun Myung Soo kemarin, aku ingin memberitahunya tentang semua rahasia ini,” ucap Oh Hani. “Tetapi keadaannya menjadi lain setelah aku memberitahu rahasia besar itu. Myung Soo terlihat tidak bisa menerima keadaan ini. Dia mencintaimu, Jiyeon-ah. Sangat mencintaimu, sehingga untuk menerimamu sebagai saudara kembarnya rasanya sulit sekali.”
“Kalau begitu kau bisa menceritakannya padaku,” ucap Jiyeon meminta. “Aku pun ingin mendengar semua rahasia tentang keluarga kandungku.”
Oh Hani pun menghela nafas panjang sebelum mengangguk setuju.
“Baiklah, aku akan menceritakan semuanya padamu,” ucap Oh Hani.
**
Sunggyu dengan wajah panik menghampiri Gongchul dan Mr. Kang yang sedang berdiri di depan Unit Gawat Darurat.
“H-Hyung…kenapa dengan Myung Soo?” tanya Sunggyu panik.
Gongchul hanya terdiam seraya menatap lantai rumah sakit.
“Hyung, jawab aku…apa yang sudah terjadi pada Myung Soo?” tanya Sunggyu. “Tidak biasanya dia masuk rumah sakit hanya karena berhasil dihajar di dalam ring!”
Gongchul masih tidak menjawab.
“Ah…” desah Sunggyu dengan wajah mengerti. “Kini aku yakin…bahwa kau memang sengaja memasukkan Myung Soo ke dalam kandang serigala.”
Gongchul mendongakkan kepalanya. “Apa maksudmu?”
“Untuk apa kau menerima kerja sama dengan orang ini jika tujuanmu tidak lain adalah untuk menghancurkan Myung Soo?” tanya Sunggyu berapi-api seraya menunjuk Mr. Kang.
“Yaa! Jaga ucapan dan kelakuanmu!” teriak Gongchul seraya menarik Sunggyu menjauh dari Mr. Kang.
“Aku tidak perduli,” ucap Sunggyu. “Hidup Myung Soo sudah hancur. Dan kau, satu-satunya orang yang selama ini Myung Soo percaya dapat menjaga dirinya dan keluarganya. Kau pengkhianat terbesar yang pernah aku temui, Hyung…” Tuding Sunggyu di depan Gongchul.
“Sunggyu-ah, jangan membicarakan sesuatu yang bahkan tidak kau ketahui kebenarannya…” ucap Gongchul memberi peringatan.
“Jangan bicara soal rahasia lagi, Hyung,” ucap Sunggyu. “Aku mendengarnya…Myung Soo pun mendengarnya! Pembicaraan kalian berdua, kalian yang berencana untuk membuat Myung Soo kalah pada pertandingan. Untuk apa kau melakukan itu? Untuk apa, Hyung!?”
“Tenangkan dirimu!” Gongchul mencengkeram kedua lengan Sunggyu. “Dan tolong pelankan suaramu. Ingat, kita ada di rumah sakit.”
“Aku sudah tidak mau mendengarkan, bahkan menuruti ucapanmu,” ucap Sunggyu seraya menepis kasar tangan Gongchul. “Kau bukan Hyung yang selama ini aku kira baik.”
Sunggyu pun berlari keluar dari rumah sakit, meninggalkan Gongchul dengan wajah depresi.
Mr. Kang pun menghampiri Gongchul seraya berkata, “Jangan perdulikan dia. Dan jangan rusak rencana kita, Gongchul-ah.”
**
“Sunggyu-ah, wae irae?” tanya Eunji yang tiba-tiba lewat di depan rumah sakit. “Kau sedang apa di sini?”
“Myung Soo masuk rumah sakit,” ucap Sunggyu seraya menundukkan kepalanya.
“Mwo?!” tanya Eunji dengan mata terbelalak.
“Eunji-ah, tolong jangan beritahu Jiyeon ataupun Oh Hani Ahjumma,” ucap Sunggyu meminta. “Ada perkara diantara Myung Soo dengan pelatih kami.”
“Aku tahu perkara itu,” ucap Eunji. “Dan aku tahu seberapa kejamnya Mr. Kang. Tetapi…apa Mr. Kang mau mengambil resiko untuk membuat Myung Soo hancur? Bukankah dia memelihara banyak petinju untuk keuntungan finansialnya sendiri?”
“Ini beda, Eunji-ah,” ucap Sunggyu. “Aku tidak mengerti mengapa Gongchul-Hyung bekerja sama dengan Mr. Kang untuk menghancurkan Myung Soo.”
“Menghancurkan Myung Soo?” Kedua dahi Eunji berkerut bingung.
“Dia Hyung kami yang sangat kami percaya,” ucap Sunggyu sedih. “Bagaimana bisa dia menghancurkan Myung Soo. Bahkan ayah Myung Soo dulu adalah sunbae dari Gongchul-Hyung.”
“Ini pengkhianatan namanya,” gumam Eunji. “Mengapa permasalahan diantara Myung Soo dan Jiyeon begitu rumit.”
“Jiyeon?”
“Ne, kemarin kita baru saja mengetahui bahwa Myung Soo dan Jiyeon sebenarnya bersaudara…”
“Mwo?!” Sunggyu terlihat sangat terkejut mendengarnya.
“Kau belum tahu?” tanya Eunji bingung.
“Myung Soo tidak menceritakan apa-apa padaku kemarin,” ucap Sunggyu. “Daebak…jadi itulah alasan mengapa Jiyeon dan Oh Hani Ahjumma ingin bertemu hari ini?” tanya Sunggyu.
Eunji mengangguk. “Kurasa saat ini mereka berdua sedang bicara banyak soal hal-hal yang selama ini tidak terungkap dengan baik.”
“Kau tahu, Eunji-ah?” tanya Sunggyu tiba-tiba.
“Mwo?”
“Sekarang aku ingin makan perut babi dan meneguk tuntas sebotol soju,” ucap Sunggyu. “Permasalahan mereka itu, entah mengapa membuat perutku sangat lapar.”
“Pabbo,” desah Eunji seraya mengusap perutnya yang ternyata juga merasa lapar.
**
Tiga jam setelah perawatan, Myung Soo tersadar di atas ranjang rumah sakit. Pelipis dekat matanya terluka parah. Seorang petinju bernama Bolbang berhasil menghabisinya sewaktu pertandingan di Gangnam siang ini. Disaat Myung Soo membuka matanya, dia mendapati dirinya sendirian di dalam kamarnya yang luas. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, menandakan masuknya sebuah pesan.
Tolong kami — Park Jiyeon
Kedua mata Myung Soo spontan terbelalak membaca pesan dari Jiyeon. Dengan agak serampangan Myung Soo mengganti pakaian rumah sakitnya dengan pakaiannya sendiri. Masih dengan kepala sakit dan mata setengah berkunang, Myung Soo berusaha keluar dari rumah sakit tanpa ketahuan pihak rumah sakit.
Myung Soo mencoba menghubungi ponsel Jiyeon yang ternyata tidak aktif.
“Kami…” gumam Myung Soo. “Dia tidak sendiri.” Myung Soo berusaha keras berpikir di tengah-tengah kesakitan yang sedang dirasakannya. Dan tiba-tiba saja tubuhnya membeku di tempat menyadari dugaannya sendiri. “Mungkinkah….E-Eomma?”
Myung Soo akhirnya memberhentikan sebuah taksi, menyuruhnya untuk pergi ke rumah Sunggyu. Myung Soo ingat, satu-satunya tempat yang aman untuk dijadikan tempat pertemuan atau persembunyian saat ini hanya rumah Sunggyu. Sementara taksi sedang melaju ke rumah Sunggyu, Myung Soo pun mencoba menghubungi ponsel Sunggyu yang tidak diangkat-angkat.
Sementara itu di restoran kecil Hanguk Yuri…
“Kita memiliki teman yang sangat menyedihkan…” ucap Sunggyu yang sudah mabuk berat. Didepannya saat ini, Eunji sudah tertidur setelah meneguk gelas terakhirnya. “Bagaimana bisa mereka mengkhianati sahabatku…Kim Myung Soo…yang bodoh…yang tampan…yang hobi sekali menghajar lawannya…”
“Yaa, berhentilah berceloteh dan angkat teleponmu,” ucap si Ahjumma pemilik restoran. “Ponselmu dari tadi berbunyi terus.”
“Ahjumma!” teriak Sunggyu. “Bagaimana bisa kau mengomeli pembelimu ini, heh? Aku sudah memesan banyak perut babi dan soju. Kau seharusnya beruntung didatangi pembeli seperti aku!”
“Aigoo….sudah mabuk, banyak bicara pula…” desah si Ahjumma seraya masuk ke dalam dapur.
“Soju…” desah Sunggyu seraya menuangkan dua tetes terakhir soju dari botolnya ke dalam gelas kecilnya. “Ahjummaa….soju…lima botol lagi!”
**
Myung Soo membanting pintu pagar rumah Sunggyu dan mendapati rooftop rumah Sunggyu kosong. Tidak ada siapa-siapa. Yang tersisa hanya selembar surat yang Oh Hani tulis untuk Jiyeon. Myung Soo pun akhirnya membaca surat itu dengan cepat.
“Eomma…” desah Myung Soo dengan sisa tenaga yang dipunyanya sementara matanya melihat ponsel Jiyeon yang tergeletak rusak di dekat pot tanaman. “Park Jiyeon…dimana kalian?”
“Berhenti menangisi anakku…” ucap seseorang yang tiba-tiba datang entah dari mana.
Myung Soo pun berbalik dan mendapati sosok yang selama ini tidak pernah ditemuinya secara langsung.
“Akhirnya kita bertemu…” ucap si pria besar di hadapan Myung Soo saat ini.
Tak lama kemudian muncul Gaza di belakang tubuh si pria besar itu.
“Apa yang akan kita lakukan dengan si petinju kecil ini, Jin Hee-ah?”
“Jin Hee?” gumam Myung Soo.
Si pria besar itu pun tersenyum seraya berkata, “Sebaiknya kita berkenalan secara resmi. Aku Park Jin Hee, ayah dari kekasihmu.”
Wajah Myung Soo pun menegang dan tanpa sadar kedua tangannya mengepal erat.
“Kau…tidak berencana untuk menghajarku sekarang kan?” tanya Jin Hee diiringi tawa mengejek dari Gaza.
To Be Continue