Hari sudah lewat tengah malam, Park Ji Yeon masih saja terjaga seraya memeluk bantal guling di atas tempat tidurnya. Ia hanya ditemani oleh suara hujan turun yang tak kunjung mereda di luar sana seakan mengetahui kesedihan yang dirasakannya.
Sesekali ia menutup rapat ke dua telinganya hanya untuk mendengar suara lelaki yang kini tengah dirindukan. Ia memejamkan sepasang mata cantik yang kini sudah sembab bahkan bengkak karena tangisan yang masih belum mereda, membayangkan wajah lelaki yang sedang ia rindukan.
“Wae? Wae? Wae? Kenapa kau meninggalkanku?” tanyanya dengan suara yang parau serta bergetar. “Aku merindukanmu, sangat merindukanmu.” Ungkapnya begitu lirih dan menyedihkan.
Ada rasa sesal di benaknya. Rasa sesal karena ia melepaskan lelaki yang begitu ia cintai. Dia pikir, tidak apa lepas dari lelaki itu. Dia pikir, dia bisa hidup bahagia tanpa lelaki itu. Dia pikir, dia bisa bangkit setelah patah hati. Dan hari ini, dia begitu merindukan lelaki itu.
Tidak ada lelaki sepertinya membuat hati juga hidupnya begitu kosong. Dia merindukan setiap perhatian sepele yang sering ditunjukkan oleh lelaki itu. Semuanya membekas di benak Park Ji Yeon.
Ia membuka matanya kembali perlahan, lalu mengedarkan pandangannya hampir ke seluruh sudut dinding kamar hingga matanya berhenti pada sebuah bingkai foto di dinding, satu-satunya bingkai foto disana. Fotonya bersama lelaki itu. Di foto itu dia dan lelaki itu tampak bahagia.
Lelaki itu, Choi Minho. Lelaki yang masih menjadi kekasihnya seminggu yang lalu. Lelaki itu kini telah berubah sejak seminggu yang lalu. Park Ji Yeon tidak mengenal Choi Minho sekarang. Choi Minho sudah berbeda.
Kepalanya menoleh cepat ke arah ponsel yang tergeletak tidak jauh darinya, lalu diraihnya dengan cepat dan menggenggamnya erat. Ponsel itu sama sekali tidak menandakan adanya seseorang yang menghubunginya. Ia sangat berharap Choi Minho akan menghubunginya. Namun, kenyataannya sejak seminggu yang lalu tidak ada lagi nama ‘Choi Minho’ muncul di layar ponselnya.
“Choi Minho, aku sungguh merindukanmu. Tidakkah kau merasakannya juga?” tanyanya dalam hati begitu lirih berharap Minho juga mendengar isi hatinya.
Air mata kembali jatuh di ke dua sisi pipinya. “Bisakah kau memahamiku? Aku sangat sulit melupakanmu. Aku rindu caramu mendekapku dengan hangat. Aku rindu hal-hal manis yang sering kau katakan padaku. Aku.. aku ingin kau kembali padaku.” Tangis Ji Yeon semakin meluap disertai isakan tangis yang kembali menyelimuti satu-satunya kamar apartement yang ia tempati dua tahun terakhir ini.
“Aku sungguh merindukanmu.” Ungkapnya semakin lirih dan menyedihkan. “Aku mencintaimu, Choi Minho.” ungkapnya lagi seraya semakin erat memeluk bantal guling serta ponsel di genggamannya.
***
Choi Minho tampak berdiri dengan gagahnya ditemani Kim Jongdae, sahabatnya di tepi pantai.
“Kau hebat, Choi Minho!” ungkap Jongdae, namun terdengar seperti sebuah sindiran bukan pujian.
Choi Minho tersenyum enteng dan menyahut, “Aku memang hebat.” Ia membanggakan dirinya sendiri.
“Ne, hebat mengubah dunia seorang gadis populer, cantik dan dikejar-kejar banyak lelaki di kampus bertekuk lutut pada lelaki pemain cinta sepertimu. Kau tidak menyesal mengakhiri hubunganmu dengannya?”
“Menyesal? Entahlaaah… Aku tidak tahu. Hanya saja, aku merasa hidupku begitu kosong tanpanya.” Minho menghirup udara sore di pantai kala itu.
“Dasar pemain cinta tak bertanggung jawab.” Cetus Jongdae seraya meledek dengan kekehan ringannya.
“Mwo? Pemain cinta tidak bertanggung jawab?” sahut Minho lewat pertanyaan.
“Ne, kau adalah pemain cinta tak bertanggung jawab.” Jongdae menghebuskan nafas pendeknya, lalu kembali berkata, “Kau sudah merebut Park Ji Yeon dari kekasihnya yang juga pemain cinta sepertimu.”
“Cho Kyuhyun? Dia tidak pantas disebut pemain cinta sejati sepertiku. Dia itu lelaki br*ngs*k yang hanya memanfaatkan para gadis saja. Aku tidak selevel dengannya. Jadi, jangan pernah bandingkan aku dengan lelaki sepertinya.” Minho ikut terkekeh.
“Setidaknya jadilah pemain cinta yang bertanggung jawab pada gadis yang sudah berhasil meluluhkan hatimu.”
“Mwo? Meluluhkan hatiku?”
“Ne. Kau mulai menyukai Park Ji Yeon. Aku bisa melihat dari cara matamu memandang mata Park Ji Yeon. Kau mencintai Park Ji Yeon.”
“Terserah padamu.”
“Jangan salahkan aku jika suatu saat nanti kau menyesal.”
***
“Park Ji Yeon!!” Kyuhyun tampak berteriak memanggil nama Ji Yeon berulang-ulang kali, namun Ji Yeon terus berjalan melewati koridor kampus tidak peduli Kyuhyun sedang mengejarnya seraya berteriak memanggil-manggil namanya. “Park Ji Yeon!!” Kyuhyun berhasil meraih tangan Ji Yeon lalu menggenggamnya tidak peduli dengan berpuluh-puluh pasang mata yang melihatnya termasuk Minho yang tampak tidak suka melihat gadis yang sempat menjadi kekasihnya itu disentuh oleh lelaki yang juga pernah menjadi kekasih Park Ji Yeon.
Kyuhyun menggenggam tangan Ji Yeon seraya menjegalnya.
“Kembalilah padaku. Aku sudah memutuskan gadis-gadis itu dan sekarang kembalilah padaku. Gadis sepertimu tidak pantas untuk Choi Minho. Kembali padaku, Park Ji Yeon.” pinta Kyuhyun yang dibalas dengan tatapan datar oleh Ji Yeon.
“Aku tidak akan pernah tertipu oleh lelaki sepertimu lagi.” Ketus Ji Yeon seraya membuang pandangan matanya tepat ke arah Minho yang juga tengah memandang ke arahnya.
Minho dengan tatapan tajamnya, entah kenapa hanya senyuman tampan yang bisa Ji Yeon tangkap di wajah Minho.
“Aku lelah menunggumu. Kau pikir, kau siapa? Seenaknya berkencan dengan gadis lain ketika statusmu adalah kekasihku? Aku lelah.. Rayu saja gadis-gadis yang lain. Tidak padaku! Kau pikir, gadis sepertiku pantas untuk lelaki sepertimu?”
‘Gleekk..’ Kyuhyun hanya bisa menelan air ludahnya dengan susah payah. Ia tidak menyangka dengan manipulasi pertanyaan yang dilakukan Ji Yeon padanya.
Ji Yeon tersenyum manis tiba-tiba, namun terasa seperti tamparan dan cemoohan yang tersirat di sorot mata cantik Ji Yeon ketika menatap tepat di bola mata Kyuhyun.
***
Ji Yeon baru saja keluar dari area kampus dan berjalan sendiri menuju halte bus terdekat.
Tiba-tiba hujan turun yang mengharuskannya berlari agar cepat sampai di halte bus.
‘Cekiiiitt….’ terdengar denyitan sebuah mobil yang berhenti tepat di samping Ji Yeon.
Si pengemudi membuka jendela mobilnya. Ji Yeon bisa melihat si pengemudi itu adalah Choi Minho.
“Masuklah.” Ajaknya, namun lebih terdengar sebuah perintah.
Ji Yeon berusaha untuk tidak memperlihatkan rasa rindunya. Ia tidak ingin Minho melihatnya nyaris mati karena merindukannya.
“Palli!! Sebelum pakaianmu basah kuyup!!” ulang Minho dengan nada perintah.
Hingga akhirnya Ji Yeon menganggukkan kepalanya dan masuk ke dalam mobil Minho.
Minho fokus menyetir mobil. Ia menyembunyikan senyum serta jantungnya yang kini berdebar-debar dengan mendiamkan Ji Yeon.
“Bagaimana khabarmu?” tanya Minho berbasa-basi. Sontak membuat Ji Yeon menoleh cepat ke arah Minho yang fokus menyetir mobil.
Ji Yeon merasakan jantungnya semakin berdebar-debar. Akhirnya ia bisa mendengar suara yang begitu dirindukan. Suara lelaki yang masih ia cintai. Lelaki yang menghapuskan rasa cintanya pada lelaki bernama Cho Kyuhyun. Lelaki yang kini memiliki hatinya.
“Buruk. Sangat buruk.” Jawab Ji Yeon apa adanya.
“Buruk? Kau sakit?” tanya Minho mulai mencemaskan keadaan Ji Yeon.
“Jangan terlalu mencemaskanku. Sebaiknya kau berikan perhatianmu itu pada gadis-gadismu. Kau dan Cho Kyuhyun sama saja. Kenapa aku bodoh bisa dipermainkan oleh kalian berdua.” Jawab Ji Yeon datar.
“Kau marah padaku?” tanya Minho walah ia takut dengan jawaban yang akan dilontarkan Ji Yeon lagi kali ini.
“Apakah kau akan peduli seandainya aku bilang, ‘Aku marah karena setelah kau memutuskanku, aku begitu terpuruk?’” ketus Ji Yeon seraya terkekeh menghibur dirinya sendiri. “Kau tenang saja. Waktu akan menguatkanku. Aku.. aku akan melanjutkan hidupku dengan baik.” Ucapnya sangat bertolak belakang dengan perasaannya.
“Tidak ada kesempatan untukku lagi?” tanya Minho. Pertanyaan itu meluncur begitu saja tanpa terpikirkan sebelumnya.
“Kesempatan? Kesempatanmu sudah lewat dan sudah hilang. Semuanya sudah terlambat. Kau tidak memanfaatkan kesempatanmu dengan baik.” Jawab Ji Yeon. Sungguh!! Jawaban ini sungguh terpaksa. Ji Yeon begitu mencintai Minho hanya saja, ia terlalu takut dengan permainan cinta Minho. Ia takut Minho hanya akan memainkannya kembali walaupun ia sangat ingin Minho kembali padanya.
“Bagaimana kalau aku bilang, ‘Akhir-akhir ini aku sering memimpikan wajahmu.’?” Tanya Minho dan lagi-lagi ini diluar kendali pikirannya. Pertanyaan ini terucap secara spontan. Akhir-akhir ini memang ia sering memimpikan Ji Yeon dalam tidurnya.
“Bukan masalah bagiku. Silahkan mimpikan wajahku dan gadis-gadis lainnya. Aku tidak akan tertipu lagi.” sahut Ji Yeon dengan ketus.
“Park Ji Yeon…”
“Aku sudah menyerahkan seluruh hatiku untukmu. Ku rasa, kau tidak pernah puas dengan semua yang telah ku berikan.” Sela Ji Yeon.
“Oke! Cari saja lelaki lain. Lelaki yang pantas menjadi pasanganmu. Lelaki yang bisa memusnahkan rasa cintamu padaku.” Cetus Minho begitu saja tanpa dipikirkan.
‘Bodoh!!! Choi Minho!!!!’ luapan emosi Ji Yeon dalam hati.