=II=
Lampu yang berada di ruang operasi kini berganti padam yang menyatakan bahwa operasi selesai. Beberapa dokter dan perawat keluar dengan membungkuk satu sama lain bertukar terima kasih atas kerja keras yang mereka lakukan saat operasi berjalan.
“Dokter Jung kau memang hebat!” asisten dokter mengacungkan jempol ke arah nya. “kau benar-benar tangan malaikat”
“Tidak, semua ini tidak akan berjalan lancar tanpa kalian. Terima kasih atas kerja keras kalian” Yonghwa kembali membungkuk berterima kasih.
“Kita melakukan operasi besar, haruskah kita merayakannya malam ini hyung?” Jungshin teman satu team Yonghwa menyandarkan lengannya kebahu Yonghwa berjalan menuju ruang ganti.
“Kau tahu aku tidak bisa Jungshin-ah” jawabnya sambil melepaskan sarung tangan. Ia membuka lokernya mengambil jubah putih dan memakainya.
Jungshin mendesah.
"Kau bisa merayakannya tanpa aku" Yonghwa menepuk bahunya pelan sebelum meninggalkan ruangan.
Yonghwa berjalan menyusuri koridor rumah sakit menuju ruang yang selalu ia kunjungi, beberapa suster dan pasien yang berpapasan dengan dia menyapanya dengan sopan. Dia seorang dokter yang ramah, dengan keterampilan yang dia punya, dia diterima di rumah sakit ternama di korea bahkan tidak lama ia bekerja ia bisa menjabat sebagai ketua tim dari Leukimzo, sebuah tim yang terbentuk khusus untuk menangani pasien yang menderita kanker darah.
Senyum terpampang di wajahnya saat menuju ruangan tersebut, walaupun operasi besar telah menguras tenaganya, dia tidak pernah menunjukkan sisi lemah dia padanya.
Yonghwa memutar knop pintu dan membukanya.
"Hyun..." satu alisnya naik saat melihat ruangan kosong. kedua tangan di masukkan ke dalam kantong jubah putihnya. Dia memeriksa toilet tapi tidak menemukan apapun.
"Joohyun.." Dia mulai panik.
Saat dia melewati sisi jendela yang terbuka. ia berhenti saat melihat punggung yang familiar sedangkan wajahnya menatap taman buatan yang berada di taman belakang rumah sakit. Yonghwa menghela napas lega dan tersenyum.
"Aigoo.. Kenapa tidak memakai pakaian hangatmu? kau akan masuk angin" Yonghwa memakaikan selimut ke Joohyun membuatnya hangat dan duduk disampingnya.
"Oppa.." seru Joohyun dengan senyum khasnya.
"Aku baik-baik saja oppa"
"Tapi aku tidak baik-baik saja"
"Bagaimana operasimu? apakah berjalan lancar?"
"Tentu saja karena aku dokter yang hebat" Yonghwa menyengir kearahnya.
Joohyun tertawa ringan "Arayo.."
"Oppa.."
"Hmm.."
"Apakah aku bisa sembuh?" Joohyun bertanya lirih dan perlahan menyandarkan kepalanya dibahu besarnya.
Sebuah pertanyaan biasa yang sering diajukan oleh pasien tapi pada saat Joohyun yang bertanya rasanya dia seperti menelan sebuah jarum yang merusak tenggorokannya. Ada keheningan sesaat pada pertanyaan Joohyun.
"Kau akan sembuh.. pasti. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan membuang jauh penyakit itu dari tubuhmu, memusnahkan virus yang menggerogoti daya tahan tubuhmu. aku akan menghancurkan mereka, aku tidak akan membiarkan mereka menyakitimu" Yonghwa berkata dengan penuh keyakinan, berkata bahwa seolah-olah ada seorang penjahat yang ingin meyakiti Joohyun.
Joohyun terkekeh pelan.
"Kau seperti memberiku semangat dengan kata-katamu oppa"
"Aku serius Joohyun"
"Oppa.. Aku ingin merasakan menjadi tua bersamamu merawat anak-anak kita tumbuh sehat dan memiliki cucu yang lucu. aku ingin melakukannya oppa. Tapi.." Joohyun memberi jeda "Tubuhku rasanya seperti mati rasa, setiap kali rasa sakit itu menyerang aku seperti tidak tahu bagaimana rasanya untuk bertahan.. Aku ingin menyerah tapi kau selalu datang dan membuatku ingin hidup seribu tahun bersamamu. aku tidak tahu kapan kematian akan menjemputku, aku tidak tahu apakah aku sempat untuk hanya mengucapkan selamat tinggal padamu. Aku sangat bersyukur bertemu denganmu, berterima kasih pada Tuhan yang memberiku kesempatan untuk mencintaimu. aku ingin melakukan semua yang kau inginkan sebelum aku pergi.. membuatmu bahagia. Jika aku pergi-"
"Andwe"
Joohyun menegakkan kepalanya melihat dia yang sudah meneteskan air mata yang sama dengannya.
"Ani.. Kau tidak akan pergi. kau tidak akan meninggalkanku. Kau tidak akan.."
"Oppa.."
"Dengar Joohyun. aku akan mewujudkan semua keinginanmu kita akan tumbuh tua bersama merawat anak-anak kita dan kita akan memiliki cucu seperti yang kau harapkan. Jangan mengatakan hal-hal yang menyakitkanku, kau akan sembuh aku janji.. please, hanya bertahan Joohyun. Aku mohon bertahanlah.. bertahan untukku... Hmm?" Yonghwa berkata dengan suara gemetar. Dia tidak bisa lagi menyembunyikan air mata yang menyeruak keluar. Ia menangis untuk orang yang sangat dia cintai. Yonghwa memeluk Joohyun ketat tidak ingin membiarkannya pergi. Mereka berdua menangis.
"Aku ingin sembuh oppa.. aku ingin hidup lebih lama bersamamu oppa.. aku tidak ingin meninggalkanmu..." kata Joohyun disela isak tangis dalam pelukan Yonghwa.
Joohyun. Seo Joohyun seorang wanita yang menderita penyakit kanker darah yang sudah mencapai stadium akhir. Seorang wanita yang kehilangan cerianya karena penyakitnya. Dia di vonis penyakit kanker darah saat umurnya masih delapan belas tahun. Seorang wanita yang sangat gigih meraih cita-cita untuk menjadi penyiar harus terhenti karena penyakitnya.
Dia menjadi pemurung sejak ia tahu penyakitnya. Ibunya merasa sedih melihat anaknya yang kehilangan semangat hidup. Ia kehilangan senyumnya, keceriaannya, tawanya bahkan dia juga kehilangan teman-temannya. Bukan temannya yang meninggalkan dia tapi dialah yang meninggalkan mereka dengan alasan bahwa dia tidak ingin dikasihani oleh orang lain.
Hingga sampai ia bertemu dengan Yonghwa. Yonghwa mengajaknya berbicara, bermain, dan membuat cerita lucu membuatnya tertawa. Saat itu Joohyun berumur dua puluh satu tahun dan Yonghwa berumur dua puluh tiga tahun.
Joohyun adalah pasien pertama Yonghwa saat dia mulai bekerja di rumah sakit ini. Joohyun mengidap kanker darah golongan dua. Penyakit kanker darah kronis yang memungkinkan hidupnya hanya bertahan satu sampai 5 tahun bahkan lebih. LMK salah satu golongan penyakit kanker darah yang dia derita. Dokter memberitahu dia terkena kanker darah akibat dari radiasi yang dia terima dari sekelilingnya yang mengubah leukosit (sel darah putih) dia meningkat melebihi batas maksimum yang seharusnya pada sumsum tulangnya.
Setiap hari Yonghwa datang melihat dia dan memeriksa dia dan setiap hari itu pula mereka semakin dekat, semakin dekat dan sangat dekat sampai akhirnya cinta tumbuh di antara mereka.
Mereka berkencan di rumah sakit, walaupun tempat tidak seromantis seperti makan malam di restoran mahal tapi bagi dia rumah sakit adalah surganya karena ia bertemu dengan Yonghwa. bertemu dengan kebahagiaannya.
Yonghwa sering membawa bunga untuk dia, membawa hadiah boneka keroro kesukaannya dan juga sering membawa goguma makanan kesukaannya ke rumah sakit.
Suatu hari Yonghwa melamar Joohyun untuk menjadi istrinya. Joohyun senang, tapi di sisi lain dia berpikir kalau Yonghwa hanya mengasihani dia. Joohyun menolak.
Tapi Yonghwa tidak menyerah untuk meyakinkan dia bahwa dia benar-benar mencintai dia. dia mencoba dan terus mencoba hingga Joohyun luluh untuk menerimanya. Dia mencintai Yonghwa, sangat mencintainya. Dia ingin menjadi egois sekali dalam hidupnya bahwa dia ingin bahagia dengan Yonghwa di hidupnya yang singkat ini.
Pernikahan mereka sangat sederhana. Mereka menikah di gereja tua namun masih terlihat kokoh terletak dibelakang rumah sakit tersebut. Pernikahan mereka hanya dihadiri dari beberapa teman Yonghwa yang juga dokter, kedua orang tua Yonghwa dan ibu Joohyun.
Sederhana, namun kebahagian yang mereka dapat melebihi dari kata sederhana bahkan lebih karena mereka saling mencintai.
***
Yonghwa membuka pintu ruang Joohyun dirawat dengan pelan. Dia tidak menyadari Yonghwa masuk ke ruangan. Ia sibuk dengan bepura-pura akting menjadi dokter.
Dia mengenakan jubah putih Yonghwa yang tertinggal di ruangan Joohyun. Yonghwa diam-diam berjalan menuju tempat tidur dan menaikinya duduk dengan kaki dilipat. Kedua tangannya di silangkan di depan dadanya, kedua sudut bibir nya tertarik membentuk senyuman melihat tingkah Joohyun yang bergerak mondar mandir, tangan di pinggang, dia juga mengenakan kaca mata besar yang hampir menutupi hidungnya. Dia mencoba menirukan gaya Yonghwa saat memarahi Jungshin.
"Yah Jungshin, kau seharusnya perhatikan perkembangan promielosit (sel muda) dalam tubuhnya" Joohyun menunjuk-nunjuk jarinya seolah Jungshin berada di depannya.
"kau lihat.. limfosit (kekebalan daya tahan sumsum tulang) pada tubuhnya sudah melebihi batas maksimum jika kau tidak mencoba mencegahnya kau tahu apa yang terjadi pada pasien!!" Joohyun berkacak pinggang masih berpura-pura menjadi Dokter Jung.
"Ne hyung.." sekarang dia berpura-pura menjadi Jungshin dengan wajah ditekuk cemberut.
Joohyun tidak tahu bahwa dibelakang punggungnya Yonghwa hampir mati menahan tawa melihat tingkah Joohyun.
"Jika kau gagal dalam hal ini, aku akan mengembalikanmu ke akademi!"
"Jangan hyung.. aku akan lebih berusaha. aku tidak akan mengecewakanmu lagi.. Jangan kembalikan aku ke akademi, please" Joohyun kembali berpura-pura menjadi Jungshin dengan wajah memelas dengan mata anak anjingnya.
"Baiklah, aku memaafkanmu kali ini. sekarang kau-"
Joohyun membalikkan punggungnya. kata-katanya terputus saat dia melihat Yonghwa sudah berada di atas ranjangnya.
Joohyun melepaskan kaca matanya 'kapan dia datang, dia melihatku. Ini memalukan' Joohyun berkata dalam hati. dia menggigit bibir bawahnya. dia sudah melihat wajah Yonghwa memerah akibat menahan tawanya. dan seketika tawa Yonghwa meledak memenuhi ruangan. Yonghwa tertawa lebar sambil memegangi perutnya. Ia tertawa sampai mengeluarkan air mata.
Joohyun kesal.
Dia mendatangi Yonghwa dengan tangan pinggangnya.
"Oppa jangan tertawa itu tidak lucu" Yonghwa tidak mendengarkan dia.
"Oppa aku bilang berhenti tertawa!"
Tawa Yonghwa semakin keras saat melihat wajah marah Joohyun yang membuat hidungnya mengembang.
Joohyun mencubit lengan kiri Yonghwa dan spontan tawa Yonghwa berubah menjadi rintihan kesakitan.
"Ouchh.. Joohyun apa yang kau lakukan?" Yonghwa protes sambil mengelus lengan kirinya.
Joohyun hanya menggerakkan bahunya naik.
"Ahh.. ah.. ah.. sakit sekali.. Hyun tolong aku, sepertinya hatiku akan meledak. Tolong aku Hyun!" Yonghwa tiba-tiba mengerang kesakitan memegangi dadanya.
Joohyun panik "O-oppa kau baik-baik saja? aku akan memanggilkan dokter, tunggu sebentar, oh?" wajah kesal Joohyun yang semula kini berubah menjadi penuh kekhawatiran. Dia hendak pergi namun Yonghwa menghentikannya.
"Jangan pergi Hyun, aku membutuhkanmu" kata Yonghwa lemah.
Joohyun semakin panik.
"Oppa"
"Beri aku obat Dokter Seo.." satu alis Joohyun terangkat. "Hatiku sepertinya akan meledak melihat istriku yang sangat cantik.. Tolong beri aku obat Dokter Seo.." Yonghwa berpura-pura sakit memegangi dadanya dengan mata tertutup satu mengintip Joohyun yang kebingungan.
"Cepat beri aku obat disini Dokter Seo.." Yonghwa mengangkat jari telunjuknya kearah bibirnya.
"Aisshh oppa.." Joohyun mencubit hidungnya "Berhentilah berakting, aktingmu sangat jelek"
"Dokter Seo cepat tolong aku.." Yonghwa masih bertahan pura-pura sakit.
Joohyun mendesah. kemudian dia dengan cepat mengecup bibir Yonghwa.
"Puas?"
Yonghwa tersenyum. dan sekarang...
"Dokter Seo sepertinya lenganku juga sakit, berikan aku obat lagi Dr. Seo" Joohyun menurut. dia menciumnya lagi.
lagi.
dan lagi.
"Dokter Seo.."
"Tidak lagi oppa" Joohyun memelototinya.
"Tapi ini benar-benar sakit" Yonghwa menunjuk hidungnya yang Joohyun cubit tadi.
Joohyun menggeleng. Chooding.
Joohyun memutar badannya dan mencoba untuk melepaskan Jubah putih yang dia pakai. Tapi tangan cepat Yonghwa mencegahnya berbalik, menarik dan membuat dia duduk dipangkuan Yonghwa.
"O-oppa" Joohyun refleks memegang bahu Yonghwa.
Wajah mereka dekat hanya beberapa centi.
"Apakah aku galak seperti yang kau tiru saat memarahi Jungshin?" Tanya Yonghwa dengan nada intim tanpa melepaskan tatapannya pada Joohyun.
"A-aniyo" jawab Joohyun gagap. Jantungnya berdetak kencang.
"Apakah aku tidak boleh mencium istriku sendiri?"
"Tidak" alis Yonghwa menyatu. "A-ani, bukan maksudku.. T-tentu saja kau-" sebelum Joohyun menyelesaikan kalimatnya Yonghwa sudah duluan mengecupnya membuat pipinya memerah.
"Lagi" Joohyun mengangguk malu. Namun kali ini bukan kecupan, ia menciumnya beberapa detik.
"Lagi" dia mengangguk sekali lagi malu.
Mereka berdua tersenyum. Yonghwa menatap matanya lekat. Mereka mengunci pandangan satu sama lain. Wajah mereka dekat dan semakin dekat sampai hidung mereka bersentuhan. tapi....
"Joohyun-ah, kau-.. omoo!!" pintu terbuka dan seseorang masuk. Ia terkejut melihat anak dan menantunya.
Tidak kalah terkejutnya. Yonghwa dan Joohyun segera menjauhkan wajah mereka. Yonghwa berdiri dan Joohyun masih dalam gendongannya dan Joohyun masih melingkarkan tangannya di bahu Yonghwa.
Mereka bertika saling memandang diam.
Hingga Yonghwa dan Joohyun sadar dengan posisi mereka, Yonghwa segera menurunkan Joohyun dengan pelan. Dia menggaruk leher belakangnya yang tidak gatal dan menyeringai kepada Ibu mertuanya.
"Aigoo.. aku kira aku akan segera memiliki cucu" Ibu Joohyun tersenyum mengejek kearah mereka.
"Omma.. apa yang kau bicarakan" Joohyun berjalan mendekati ibunya.
"Yonghwa-ah saat perjalanan kemari aku bertemu dengan Dr. Kang, sepertinya dia mencarimu"
"Ahh ne ommonim. Kalau begitu aku pamit dulu.." Dia membungkuk pamit pada Ibu mertuanya.
"Oppa, kau melupakan ini" Joohyun melepaskan jubah putih dan memakaikannya ke Yonghwa.
"Nanti kita akan bermain Dr. Seo lagi" Joohyun mengedipkan satu matanya pada Yonghwa. Yonghwa tertawa.
"Cepatlah kembali, kami membutuhkanmu nak" sahut ibu Joohyun dari belakang punggung Joohyun.
"Ne, aku akan segera kembali" Yonghwa membungkuk pamit sekali lagi pada Ibu mertuanya dan mencuri kecupan ke pipi Joohyun sebelum benar-benar meninggalkan ruangan.
Ibunya hanya tersenyum melihat tingkah mereka. Dia merasa bahagia melihat Joohyun menemukan kebahagiaannya.
Joohyun dan ibunya mulai berkemas barang-barang Joohyun. Hari ini adalah hari yang sangat menyenangkan buat Joohyun. Hari ini ia keluar dari rumah sakit, dan bisa kembali kerumah dengan suaminya. Dia akan bisa kembali memasak untuk Yonghwa, menyiapkan sarapannya dan segala sesuatu yang Yonghwa butuhkan lainnya.
Suatu siang Yonghwa mendapat telepon dari Joohyun bahwa ia harus pulang cepat. Dia mendengar suara Joohyun terlihat gusar, jadi Yonghwa pulang tidak sesuai dengan jadwal di rumah sakit.
Dia memasuki pintu rumahnya. Aneh, rumahnya gelap hanya ada satu penerang dari arah dapurnya. Dia mendapatkan meja makan telah di hias sedemikian rupa dengan dua buah lilin di atas meja, ada dua piring steak dan ada satu botol wine dengan 2 buah gelas disampingnya.
Ini bukan hari ulang tahunnya ataupun hari spesial lainnya. kenapa dia melakukan ini?
Yonghwa memutar badannya kearah pintu kamar yang terbuka dan melihat seseorang keluar dari sana.
"Hyun, itu kau?"
Dia melangkah kearahnya, dia tidak bisa melihat jelas wajah dari orang tersebut karena gelap.
Matanya terbuka lebar, mulutnya sedikit terbuka dan rahangnya jatuh kebawah melihat didepannya. Joohyun, memakai berdandan cantik memakai gaun biru diatas lutut dengan bahu yang terbuka lebar.
"Oppa, tutup mulutmu atau sesuatu akan masuk" Joohyun cekikikan melihat ekspresinya.
Yonghwa berdehem.
"kau baik-baik saja?"
"Kau lihat" Joohyun memperlihatkan tubuhnya bahwa dia baik-baik saja.
"Aku mendengar suara rintihan sakit saat kau menelpon"
"Ahh itu, aku hanya tidak sengaja memotong tanganku saat mengiris bawang" Joohyun memperlihat jari telunjuk kearah Yonghwa.
"Kau ini, apa sudah diberi obat merah?" Yonghwa menarik Joohyun duduk di sofa, ia menghidupkan lampu dan mencari kotak obat.
Saat ia kembali, dia melihat Joohyun takjub dengan kecantikannya dibawah sinar lampu. dia melihatnya didalam kegelepan sebelumnya membuatnya tidak bisa berkedip dan sekarang di tempat terang dia bahkan tidak bisa mengontrol dirinya.
"Oppa.." suara lembut Joohyun menyadarkan Yonghwa dari lamunannya.
"Oppa, aku baik-baik saja ini hanya goresan kecil, kau tidak melihat aku sudah berdandan seperti dan menyiapkan makan malam untukmu, aku ingin memberi kejutan" ujar Joohyun dengan mulut cemberut.
Yonghwa hanya fokus membalut jari Joohyun.
"Oppa.."
"Selesai.." ujar Yonghwa setelah membalut jarinya.
Yonghwa melihat wajah Joohyun yang cemberut, bibirnya mengerucut kepalanya menunduk.
"Hey Hyun.." Yonghwa meremas tangannya tapi Joohyun masih tidak melihatnya.
Yonghwa mengelus pipinya dan mengangkat dagunya untuk melihatnya.
"Hey baby..." Joohyun menatapnya.
"Katakan sekarang apa kejutanmu?"
"Lupakan saja"
"Hey apa kau marah? Maafkan aku, aku hanya khawatir melihatmu terluka"
"Tapi ini lebih penting dari lukaku oppa"
"Apa kau sudah makan?" dia menggeleng. "Ayo kita makan dulu" Yonghwa menarik tangannya dan hendak berdiri tapi Joohyun menahannya.
"Apa kau masih ingin mendengarnya?" tanya Joohyun pelan.
"Tentu saja, itu sangat bagus bahwa istriku akan mengatakannya, sekarang apa yang ingin istriku katakan?" Yonghwa menunggu.
"Oppa.. apa baik-baik saja jika aku hamil?" Yonghwa mengerutkan dahinya.
"Maksudku, karena penyakitku apakah akan baik-baik saja jika aku mengandung? tidak akan terjadi sesuatu pada bayikan?" Tanya Joohyun was-was.
Yonghwa menghela napas, ia tahu bahwa itu tidak baik untuk janin maupun ibunya. akan selalu ada ancaman untuk keduanya. Akan terjadi prematuritas pada janin dan ibu akan mengalami pendarahan yang hebat akibat dari pembekuan darah yang disebabkan dari leukemia.
"Oppa.. apakah itu baik-baik saja?"
Yonghwa diam dan Joohyun tahu maksud dari keheningan Yonghwa bahwa itu tidak baik-baik saja.
"Oppa.." Joohyun mengambil tangan Yonghwa dan meletakkannya ke perutnya. Yonghwa membelalakkan matanya terkejut.
"Joohyun apa kau...?" Joohyun mengangguk tahu maksud Yonghwa.
Air mata keluar dari matanya. "apakah dia tidak layak hidup?"
"Dia baik-baik saja kan oppa?" tanya Joohyun sambil menangis.
"Oppa katakanlah sesuatu.. kenapa kau diam?"
Yonghwa memeluk Joohyun, dia juga menangis, dia ingin mengatakan sesuatu tapi itu sangat sulit. jika dia mengatakan yang sebenarnya ia tahu dia akan mengecewakan Joohyun. Dia ingin mengatakan bahwa itu akan baik-baik saja, tapi joohyun akan tahu kalau itu kebohongan dan itu akan membuat Joohyun sangat membencinya.
Joohyun menangis keras dalam pelukan dia. Ini seharusnya menjadi kabar mengembirakan buat mereka bukan kesedihan, tapi karena keadaan Joohyun yang tidak memungkinkan itu berubah menjadi kesedihan buat mereka.
Dia ingin menjadi ayah dan dia juga ingin menjadi ibu. keinginan mereka adalah menjadi orang tua tapi kenapa begitu sulit. Mereka ingin menjadi ayah dan ibu bahkan menjadi seorang kakek dan nenek.
Mereka tetap seperti itu menangis dalam pelukan sampai Yonghwa akhirnya bisa menenangkan Joohyun.
"Ayo kita periksa pada Dokter Kim, kita harus menanyakan padanya bahwa bayi baik-baik saja, hmm?"
Yonghwa menyarankan Joohyun untuk periksa pada temannya yang spesialis dokter kandungan. dia dokter juga, tapi dia tidak tahu menahu tentang kandungan.
Yonghwa menghapus air mata Joohyun dengan ibu jarinya. Setelah mengganti pakaian, mereka pergi menemui Dokter Kim Taeyeon dirumah sakit.
Setelah Dr. Kim memeriksa Joohyun, Joohyun menunggu di ruang pemeriksaan sedangkan Yonghwa akan berbicara dengan Dr. Kim di ruangannya.
Itu adalah kabar buruk untuk mendengar penjelasan dari dokter Kim, dokter Kim mengatakan bahwa rahim Joohyun sangat lemah. itu tidak memungkinkan dia untuk mempertahankan janinnya ditambah lagi dengan leukemia yang ia derita, itu sangat membahayakan buat keduanya. Sebelumnya dokter kim menyarankan untuk memasang kontrasepsi tubektomi pada Joohyun karena bisa membahayakannya jika dia hamil namun ia bersikeras ia tidak mau, Joohyun mengatakan pada Taeyeon 'aku bukan istri yang sempurna jika aku tidak bisa memberikan keturunan pada Yonghwa oppa' dan Taeyeon menyerah.
Taeyeon menyarankan Yonghwa untuk berkonsultasi pada Ayahnya. Ayah Yonghwa juga seorang dokter spesialis kanker yang lebih berpengalaman. Mungkin ayahnya bisa memberikan petunjuk untuk jalan keluar.
Tiga hari setelah pemeriksaan kehamilan Joohyun dan Yonghwa juga sudah berkonsultasi dengan ayahnya, itu tidak membantu karena jawaban ayahnya adalah sama apa yang dikatakan Dr. Kim.
Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Yonghwa mengacak rambutnya frustasi dan mengusap wajah dengan kedua tangannya. Ia harus mengambil keputusan secepatnya.
Yonghwa memasuki kamar tidur dan menemukan Joohyun bersandar di kepala tempat tidur membaca buku.
"Hyun.."
"Oh oppa" Joohyun meletakkan buku disampingnya, matanya mengikuti Yonghwa yang berjalan menghampirinya.
Mereka duduk berhadapan di atas tempat tidur dengan kaki dilipat. Yonghwa meremas tangan Joohyun lembut.
'Ada sesuatu yang salah dengannya' pikir Joohyun.
"Oppa, apakah ada sesuatu yang salah?"
Yonghwa meremas kedua tangan Joohyun. Dia mendesah, sangat sulit untuk mengatakan pada Joohyun.
"Oppa" Joohyun memiringkan kepalanya melihat Yonghwa.
"Hyun-ah.." Yonghwa memberi jeda.
"Tentang kehamilanmu... sebaiknya kita menggugurkannya.." ucap Yonghwa lirih.
Darah bergegas dari tubuh Joohyun. Dia kecewa, dia kehilangan kekuatannya untuk menahan tubuhnya, ia bahkan melepaskan tangannya dari Yonghwa. Satu detik kemudian air mata keluar dari sudut matanya.
"Joohyun-ah..., ini adalah yang terbaik untuk kesehatanmu.. Ini-"
"Apa kau tidak ingin menjadi seorang ayah? apa kau tidak ingin bayi ini oppa?"
"Aku ingin Hyun, aku ingin sekali mempertahankan bayi ini, aku ingin sekali menjadi seorang ayah, aku sangat ingin Hyun, tapi-"
"Lalu kau harus mempertahankannya oppa!" Joohyun kembali memotong kalimat Yonghwa.
"Tapi itu membahayakan untukmu" Yonghwa mencoba menghapus air mata Joohyun dengan ibu jarinya namun Joohyun mengelak.
"Kau seorang dokter oppa! kau tahu apa yang harus dilakukan, itu bukan satu-satu cara jalan keluar! aku bisa bertahan, aku bisa menjaga diriku sendiri.. aku bisa menjaga bayi ini!"
"Joohyun aku mengerti, aku mengerti kau sangat menginginkan bayi ini begitu juga aku. kita sama-sama menginginkannya. tapi kau tahu kondisimu tidak memungkinkanmu untuk mempertahankannya"
Dia rusak. Sangat rusak. lagi dan lagi air mata keluar dari matanya. dia sangat rusak melihat istrinya menangis.
"Kau bilang kau adalah seorang dokter yang hebat, kenapa kau mengatakan seperti itu padaku oppa. Kau harus bisa menyelamatkan aku dan bayi ini. kau harus oppa.. kau harus menyelamatkannya!"
"Maafkan aku Hyun, maafkan aku.."
"Jangan meminta maaf padaku oppa, kau harus mengatakan bahwa kau akan menyelamatkannya. kenapa kau mengatakan maaf!!"
"Kau sangat penting buatku Joohyun, aku tidak bisa hidup tanpamu!" Yonghwa sedikit meninggikan suaranya.
"Lalu apakah bayi ini tidak penting buatmu? apakah dia tidak pantas untuk melihat dunia? apakah dia tidak pantas untuk melihat ayah dan ibunya? katakan padaku oppa!!"
"Kenapa kau ingin menggugurkannya? kenapa oppa? kenapa!!!"
"Kau seharusnya bisa menyelamatkannya oppa, kau harus bisa menyelamatkan anak kita!"
"Apa yang harus aku lakukan jika aku menggugurkannya oppa? Aku ingin mempertahankannya oppa. Aku mohon oppa.. Aku mohon.." Joohyun menangis keras didepan Yonghwa, memohon belas kasihan untuk mempertahankan bayinya. dia menyatukan telapak tangannya memohon di depan Yonghwa.
Yonghwa juga menangis, dia sama rusaknya dengan Joohyun. dia mengambil tangan Joohyun meremasnya lembut.
"Joohyun-ah.."
"Izinkan aku untuk membawanya oppa.. aku mohon, aku ingin menjadi istri yang sempurna untukmu dengan memberikan keturunan padamu, hanya ini yang bisa aku lakukan untukmu oppa.. Aku mohon.. Izinkan aku untuk mempertahankannya oppa.."
Yonghwa memeluknya. meletakkan kepala Joohyun dibahunya. Mereka menangis. Dia mengusap rambut Joohyun yang sudah tipis karena penyakitnya. Dia juga menepuk punggungnya lembut untuk menenangkannya.
"Hyun-ah, dimataku kau adalah wanita yang paling sempurna.. kau tidak perlu melakukan sesuatu hal apapun karena kau sudah sempurna untukku. Aku mencintaimu lebih dari diriku sendiri.. Aku tidak ingin melihatmu sakit dan menderita.. Hamil dengan kondisimu yang sekarang itu akan membuatmu semakin lemah, kau akan lebih sering pusing dan efek membahayakan lainnya, aku tidak akan sanggup untuk melihatmu seperti itu.."
Joohyun menggeleng dibahunya. "aku bisa mengatasinya oppa.. aku janji aku akan menjadi lebih kuat untuk melawan rasa sakitnya.. hanya membiarkan aku untuk menjaganya oppa"
Yonghwa melepaskan pelukannya, dia menatap Joohyun lekat. menghapus air matanya. Joohyun terisak membalas tatapannya.
"kau.. kau akan berjanji untuk bertahan?"
Joohyun mengangguk.
"Itu sangat sakit, kau janji akan melawan rasa sakit itu?"
"A-aku janji oppa.. aku akan bertahan untukmu dan juga anak kita"
Yonghwa mengusap rambutnya lembut, menyelipkan rambut kebelakang telinganya. dia menatapnya penuh cinta.
"Baiklah.. oppa akan membantu untuk mempertahankannya, oppa akan berusaha untuk menjaganya juga dan oppa juga akan meminta bantuan pada abeoji dan dokter Kim untuk merawatmu.. Jika kau merasakan kesakitan yang tidak tertahankan hanya mengatakannya padaku jangan menyembunyikannya.. apa kau mengerti? hmm?"
Joohyun menangguk lemah.
"Terima kasih oppa.. Aku berjanji padamu untuk menjadi kuat"
Yonghwa mengangguk paham.
"Sekarang tidurlah.. oppa akan memeriksamu besok pagi dan kita akan memeriksa kandunganmu pada dokter Kim" Yonghwa mencium keningnya sebelum membaringkan Joohyun perlahan, dia meletakkan lengannya sebagai bantal untuk Joohyun. Joohyun tidur dipelukan Yonghwa. wajahnya tenggelam di depan dada Yonghwa dan Yonghwa meletakkan tangan satunya di pinggang Joohyun. Sesekali ia mencium puncak kepala Joohyun sebelum jatuh tertidur dengannya.
***
Yonghwa menjadi lebih sibuk dari hari biasanya. Semenjak dia memutuskan untuk mempertahankan bayi mereka, dia sibuk mencari segala hal untuk membuat Joohyun bisa bertahan dan bisa menahan rasa sakit yang sewaktu-waktu dapat menyerangnya.
Untuk Joohyun, dia semakin lemah dan lemah, dia lebih sering merasakan pusing dan mimisan hampir setiap hari. Dan dia lebih sering periksa tiga kali dalam seminggu kerumah sakit dengan Yonghwa. Karena kemoterapi dan pengobatan dengan radiasi dapat membahayakan janinnya, Yonghwa tidak bisa melakukan itu padanya, dia memilih pengobatan dengan transfusi darah setiap minggu untuk Joohyun, membuatkannya vitamin yang ia buat sendiri dengan penelitiannya.
Enam bulan berlalu, entah kenapa Yonghwa merasakan kejanggalan dalam perasaannya. Ia merasakan ketakutan setiap hari. Ia merasakan ketakutan jika Joohyun akan meninggalkannya. Tapi itu langsung ia tepis, ia percaya Joohyun akan menempati janjinya bahwa ia akan bertahan dan tidak meninggalkannya.
Memasuki bulan ketujuh kehamilannya, Joohyun semakin lemah dan terkadang ia tidak bisa menggerakan tubuhnya bahkan untuk berjalan ia susah. Ia menahannya sendiri, ia tidak mengeluh pada Yonghwa dan mengatakan pada Yonghwa bahwa ia baik-baik saja. Suatu hari, saat Joohyun dirumah sendiri, ia tidak tahu kenapa saat ia membaca ia merasakan sakit kepala yang hebat, bacaan dibuku menjadi kabur ia mengedipkan matanya beberapa kali namun hasilnya tetap sama dan akhirnya menjadi gelap. Joohyun tidak bisa melihat apa-apa, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia menangis. Ia berdoa pada Tuhan untuk diberi kekuatan agar dapat menahannya.
Satu menit kemudian, ia membuka matanya kembali dan melihat cahaya terang dari arah jendela. Ia bisa melihat. Tapi sakit di kepalanya tidak mereda bahkan semakin sakit. Joohyun merasakan cairan kental yang keluar dari sudut bibirnya, itu darah. Ia merasakan denyut di dalam mulutnya efek dari penyakitnya kambuh lagi, pembengkakan gusinya terjadi lagi. Tubuh Joohyun bergetar hebat, ia mencoba meraih ponsel di atas meja di depan sofa yang ia duduki. Namun rasa sakit tidak memberikan dia kesempatan untuk meraihnya.
‘Tolong selamatkan anakku, biarkan dia hidup Tuhan’
Dan dengan itu tubuh Joohyun perlahan-lahan terbaring diatas sofa dan semuanya menjadi gelap.
Yonghwa yang berdiri dengan gelisah di depan ruang ICU menunggu ambulan yang membawa Joohyun dari rumahnya kerumah sakit. Ia mendapatkan telepon dari ibu mertuanya bahwa Joohyun pingsan. Dia khawatir dan takut. Jungshin yang berdiri disamping mencoba untuk menenangkannya namun tetap saja ia gagal. Ia tahu betapa Yonghwa sangat mencintai istrinya dan sangat mengkhawatirkannya.
Saat ambulan tiba, Yonghwa, Jungshin dan beberapa suster dengan cepat membawa Joohyun ke ruang ICU yang diikuti oleh ibu Joohyun dari belakang yang juga tidak kalah khawatirnya. Yonghwa menyuruh suster untuk memanggil Dokter Kim untuk membantunya memeriksa kandungan Joohyun.
Di dalam ruang ICU Joohyun diperiksa seperti biasa yang dia lakukan dan Dokter Kim memeriksa kandungannya. Jungshin memberitahu Yonghwa detak jantungnya melemah.
“Tidak.. Tidak.. Jangan sekarang”
Yonghwa memompa dada Joohyun dengan alat pemicu jantung tapi tidak berhasil. Dia menggantikan alat tersebut dengan tangannya. Dia memompa berkali-kali dengan kuat.
“Please… Joohyun.. bangunlah…bertahanlah.. Please…” gumamnya frustasi dan air mata keluar dari ujung matanya.
“Hyung” Jungshin memanggil.
“Tidak.. Tidak.. bertahanlah Joohyun.. Aku mohon..” dia terus memompa.
“Hyung tenanglah”
“Bagaimana aku bisa tenang istriku sekarat!!” Yonghwa teriak pada Jungshin.
“Hyung lihatlah detak jantungnya kembali normal!!” Jungshin balas teriak memberitahu Yonghwa.
Yonghwa melihat kemonitor dimana aliran detak jantung Joohyun terlihat, dan angka menunjukkan itu normal. Yonghwa menghela nafas lega. Kekhawatirannya berkurang.
Sejak saat Joohyun mengalami hal menakutkan buat Yonghwa, dia tidak pernah sekalipun meninggalkan Joohyun sendirian lagi dirumah. Ia menemaninya setiap saat. Ia bahkan mengambil cuti dari pekerjaannya sampai ia benar-benar memastikan bahwa Joohyun baik-baik saja. Walaupun dia mengambil cuti, dia tidak benar-benar meninggalkan pekerjaannya. Sekali-kali dia juga kerumah sakit jika ada sesuatu hal penting.
Begitu banyak momen yang mereka ciptakan dirumah. Seperti Mereka memasak bersama, mereka membuat taman mini didepan rumah walaupun sebagian banyak tumbuhan ditumbuhi bunga Tapak Dara yang Yonghwa tanam. Bunga putih dengan lima kelopak yang terdapat tanda titik bulat merah ditengahnya. Joohyun sempat protes, dia menginginkan banyak bunga mawar dan lili kuning, tapi Yonghwa bersikeras karena bunga Tapak Dara salah satu tumbuhan obat untuk leukemia yang bisa ia gunakan untuk mengobati Joohyun. Joohyun akhirnya menyerah jika sudah menyangkut kesehatannya. Kekesalannya belum hilang sampai ia menyemprotkan Yonghwa dengan air keran, yang akhirnya mereka bermain air seperti anak kecil.
Mereka juga menonton drama bersama dirumah. Mulut komat kamit Joohyun saat melihat pemeran antagonis yang membuat Yonghwa tertawa lucu. Tertawa bersama saat melihat tayangan komedi.
“Oppa.. Dalhyang sangat lucu, bahkan aku tertawa saat dia beradegan menangis” Celoteh Joohyun saat mereka menonton drama akhir pekan The Three Musketeers.
“Putra Mahkota juga tampan, tapi tidak setampan Park Dalhyang. Aku benar-benar menyukainya, aku rasa ini karena bayi dalam perutku”
“Aku seperti menonton komedi dari pada drama saeguk”
“Oppa..” Joohyun menoleh kearah Yonghwa disampingnya, dahinya berkerut melihat Yonghwa tidak merespon apa yang dia bicarakan dan berhenti menyuapkan bubur padanya.
“Aaaa…” Joohyun menawarkan mulutnya terbuka lebar dan Yonghwa merespon malas menyuapkan sesendok bubur padanya.
“Kenapa kau diam saja? Kenapa wajahmu cemberut begitu?”
“Kau terus mengoceh tentang Park Dalhyang yang tampan dan lucu, terus apa yang harus aku lakukan menurutmu” Yonghwa menjawab dengan mulut cemberut.
“Hey.. apa suamiku cemburu?” Joohyun menyipitkan matanya menyelidik kearah Yonghwa.
“Tidak”
“Lihat.. wajahmu sangat menunjukkan bahwa kau cemburu bahkan dengan jawabanmu barusan” Joohyun mengambil mangkuk bubur ditangan Yonghwa meletakkannya di meja lalu tangannya menangkup wajah Yonghwa.
“Aigoo.. Dokter Jung cemburu? Aku tahu obat cemburu” kata Joohyun dengan suara menggoda.
“Apa?”
Joohyun mengecup bibir Yonghwa.
“Aku masih cemburu” kata Yonghwa berusaha menyembunyikan senyumnya.
Joohyun mengecup bibir Yonghwa lagi.
“Aku masih sangat-sangat cemburu, apa yang harus Dokter Seo lakukan?” Yonghwa melipat tangannya di depan dadanya.
“Lalu aku akan melakukan ini” Joohyun berlari jari-jarinya diperut Yonghwa. Dia menggelitiki Yonghwa tanpa ampun. Yonghwa tertawa dan berusaha menutupinya perutnya dengan tangannya.
Yonghwa menangkap tangan Joohyun. “Kau sangat nakal Joohyun” Yonghwa mencubit hidungnya yang diberi ejekan oleh Joohyun. “Kau harus dihukum”
“Hukum?” tanya Joohyun bingung. “Hukuman Ap-” Belum selesai Joohyun menyelesaikan kata-katanya, Yonghwa sudah duluan menangkup wajah Joohyun dan melumat lembut bibirnya.
***
Memasuki awal bulan kesembilan kehamilan Joohyun. Dengan perut besar yang Joohyun bawa, ia merasa sangat senang bahwa ia akan segera melihat anaknya, melihat ayah dan ibunya. Kebahagian yang tidak bisa ia bayangkan seumur hidupnya. Ia benar-benar sangat bersyukur pada Tuhan yang masih memberinya kesempatan untuk merasakan kebahagiannya. Ia tahu bahwa tubuhnya tidak sekuat yang ia bayangkan, namun karena Yonghwa ia terus berusaha untuk tetap bertahan dan tetap hidup.
Joohyun tidak bisa lagi berjalan, kakinya benar-benar lemah untuk menopang tubuhnya ia menggunakan kursi roda yang Yonghwa ambil dari rumah sakit. Rambutnya juga sudah habis karena rontok sehingga ia menggunakan penutup kepala. Yonghwa tidak mempersalahkan keadaan fisik Joohyun bahkan ia mengatakan pada Joohyun bahwa ia semakin cantik dengan perut besar dan penutup kepalanya.
Terkadang malam hari dia mengalami kesakitan yang tak tertahankan. Ia menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan suara erangan yang membangunkan Yonghwa. Dia menangis untuk penyakit sialannya. Penyakit yang membuatnya menderita dan suatu saat akan meninggalkan orang dia cintai untuk selamanya.
Ia kadang berpikir ‘Tuhan tidak adil. Kenapa ia harus memiliki penyakit ini, kesalahan apa yang telah dia lakukan’ dan yang bisa dia lakukan hanya menghela nafas berat, mungkin ini adalah takdirnya.
Jauh didalam hatinya, ia merasa sangat bersalah pada Yonghwa. Dia sangat berkerja keras untuk meyembuhkannya, menyelamatkan dia dan anak mereka. Wajahnya terlihat sangat lelah tapi Yonghwa selalu mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Joohyun tahu bahwa dia berbohong. Yonghwa sering jatuh tertidur saat menemani Joohyun melakukan kegiatannya. Seandainya saja, seandainya saja dia memiliki banyak waktu untuk menghabiskan sisa hidupnya dengan Yonghwa. Dia akan melalukan apapun untuk membuat Yonghwa bahagia.
Joohyun selalu mencium pipinya dan membisikkan kata ‘Aku mencintaimu dan terima kasih’ ditelinga Yonghwa saat dia jatuh tertidur saat mereka melakukan persaingan bodoh membuat rajutan syal. Persaingan bodoh yang mereka buat sebulan yang lalu dan itu selalu Yonghwa yang ketinggalan jauh karena tidak punya waktu untuk menyelesaikannya dan hanya mengerjakannya sedikit demi sedikit.
Untuk Yonghwa, dia tidak akan pernah lelah merawat Joohyun. Sebaliknya ia lebih semangat untuk menyembuhkannya walaupun dia tahu itu sulit. Menyelamatkan istri dan anaknya. Dia bersyukur pada Tuhan bahwa ia dipertemukan dengan Joohyun dan dia bersyukur bahwa Tuhan hanya membuat hatinya hanya untuk mencintai Seo Joohyun. Tidak ada kebahagian lain selain mencintai Joohyun. Setiap malam ia berdoa pada Tuhan untuk melindungi istri dan anaknya, berdoa pada Tuhan untuk menyembuhkannya dan jangan mengambil dia darinya. Dia juga selalu membisikkan ke telinga Joohyun ‘Aku mencintaimu dan maafkan aku’ sebelum ia tidur disamping Joohyun. Dan dia selalu menangis saat membisikkan kata-kata itu, merasa bersalah bahwa ia tidak bisa membuat Joohyun lebih baik dari penyakitnya. Dia merasa telah gagal menjadi seorang dokter untuk pasiennya, dia telah gagal menjadi suami untuk istrinya, dan dia telah gagal menjadi pangeran untuk putrinya.
Pagi itu berhasil membuat Yonghwa mati ketakutan, ketika ia bangun melihat Joohyun disampingnya mengerang kesakitan. Keringat bercucuran di wajahnya. Wajah pucat dan bibir pucat menahan sakit. Dia melompat duduk dan memanggil nama Joohyun berulang-ulang panik namun Joohyun hanya mengerang kesakitan.
Yonghwa membuka selimut yang menutupinya dan terkejut melihat air kental yang sudah membanjiri tempat tidur, dan ada darah juga.
"Oppa..." panggil Joohyun lirih. Dia juga mimisan.
Yonghwa langsung mengangkat Joohyun kemobil dan langsung membawanya kerumah sakit. Ia bahkan tidak mengganti baju piyamanya. Ia menelpon ayahnya, ibunya, ibu Joohyun dan juga Dokter Kim Taeyeon.
Sesampai mereka di rumah sakit, semua sudah menunggu didepan rumah sakit dengan peralatan pertolongan pertama. Joohyun dipindahkan ke tempat tidur beroda dan segera menuju ruang operasi. Disamping kanannya Yonghwa yang sudah gelisah tidak pernah melepaskan tangan Joohyun dan membisikkan kata-kata yang membuatnya tenang. Saat didepan ruang operasi Joohyun menahan tangan Yonghwa ingin mengatakan sesuatu.
"Oppa.. Jika sesuatu terjadi antara kami berdua, berjanjilah untuk menyelamatkan anak kita" Joohyun mengatakan terbata-bata.
"Tidak.. aku akan menyelamatkan kalian berdua.. apapun itu" Kata Yonghwa yakin.
Dan dengan itu Joohyun dibawa masuk kedalam ruang operasi. Yonghwa memakai jubah hijau dan penutup kepala yang diikutin dokter lain juga. Joohyun dipasangkan berbagai macam alat dan selang di hidungnya.
Yonghwa tidak pernah melepaskan tangannya, dia menangis begitu juga Joohyun. saat dokter Kim mendekat dan bertanya apakah operasi bisa dimulai, Yonghwa mengangguk.
"Tidurlah, operasi akan berjalan lama. kau harus bangun setelah itu. Kau harus!"
"Oppa akan tetap disampingmu.. Kau harus bertahan" pintanya memohon, air mata yang terus mengalir dipipinya.
"Oppa.."
"Sssttt.. Jangan banyak berbicara" Yonghwa menempelkan jari telunjuknya di bibir Joohyun. Dia juga menghapus air matanya dengan ibu jarinya.
"Oppa.. Sarang-hanikka..." ucap Joohyun bisik ditelinga Yonghwa sebelum anestesi membuat matanya tertutup perlahan menghilangkan kesadarannya.
"Taeyeon-shi, tolong selamatkan mereka berdua. aku memintamu sebagai seorang teman dan suami dari istriku bukan seorang dokter. Aku mohon"
Taeyeon melihatnya iba dan mengangguk "Aku akan berusaha"
Dokter Kim Taeyeon memulai operasinya. Dia mulai membedah perut Joohyun. Beberapa perawat membantunya sedangkan ayah Yonghwa dan Yonghwa mengawasi keadaan Joohyun jika sesuatu terjadi pada penyakitnya.
Setelah beberapa Jam Dokter Kim hampir berhasil mengeluarkan bayi dalam perut Joohyun. Namun sesuatu terjadi, keadaan Joohyun turun drastis dan detak Jantung Joohyun melemah.
Kepanikan menyerang Yonghwa dan lainnya.
"Andwe..andwe.." Yonghwa mengucap ketakutan.
Yonghwa dan ayahnya segera melakukan apa yang harus mereka lakukan. Yonghwa memasang masker oksigen pada mulut Joohyun. Ayahnya menyetrumkan alat pemicu jantung pada Joohyun pada tegangan lumayan tinggi.
Sedangkan Dokter Kim tetap fokus pada bayinya. dia harus segera menyelesaikannya dengan cepat, jika tidak bayi juga akan dalam keadaan bahaya.
Pada saat Dokter Kim berhasil mengeluarkan bayinya dan memotong tali pusarnya dan memberikannya kepada perawat, pada saat itu pula garis zigzak di monitor berubah menjadi lurus.
"Andwe. andwe.. Joohyun!!"
"Joohyun bertahanlah.. Hyun-ah!!" Yonghwa gemetar. Dia sangat ketakutan.
"Hyun-ah... Aku mohon.. Bukalah matamu!!"
"Joohyun-ah!!!" Yonghwa berteriak dan mengguncangkan tubuhnya.
"Yonghwa-ah" ayahnya memegang tangannya berusaha menenangkannya. Yonghwa memberontak.
"Abeoji.. lakukanlah sesuatu. Aku mohon abeoji... Jebal.." Yonghwa mengatupkan kedua tangannya memohon pada ayahnya mengemis. Matanya begitu bengkak.
"Lakukanlah sesuatu abeoji.. Aku mohon.."
Ayahnya hanya diam tidak bisa mengatakan apapun. Dia sangat sedih melihat anaknya hancur seperti ini, tapi apa yang bisa ia lakukan. Tuhan memiliki rencana lain. Dia hanya menggeleng sebagai jawaban dan mengisyaratkan para suster untuk mencabut alat-alat pada tubuhnya.
"Apa yang kalian lakukan!!! Menjauh darinya!!" Yonghwa berteriak pada suster yang akan mencabut alat-alatnya dan mencegahnya.
"Joohyun-ah... bukalah matamu.... Jebal.."
"Kau berjanji kalau kau akan bertahan.. Kau berjanji kau tidak meninggalkan aku... Kau lihat" Yonghwa menunjuk kearah bayi perempuan yang mungil yang baru saja berusia beberapa menit yang lalu.
"Dia hidup.. dia sehat.. Dia membutuhkanmu Joohyun.. Dia membutuhkan ibunya!!" Yonghwa menarik nafas.
Yonghwa menangkup wajahnya, mengusap pipinya lembut "Hei.. Bukalah matamu.. Kau berjanji kita akan membesarkannnya bersama, kita akan menjadi orang tua seperti yang kau inginkan, ayah dan ibu. Kau dengar aku Hyun? Sau.. Seorang Ibu.. Eomma.." Yonghwa memejamkan matanya berat mengharapkan jika ia membuka matanya ia melihat Joohyun akan membuka matanya dan tersenyum padanya.
Tapi dia tidak.
Yonghwa menarik nafas lagi.
“A-apa kau tidur?" Yonghwa berkata lirih.
"Baiklah.. Tidurlah yang nyenyak.. Mimpi indah Seo Joohyun, Istriku" Yonghwa mencium kening Joohyun dalam. Air matanya jatuh diwajah Joohyun.
Orang-orang yang berada diruang operasi tidak bisa menyembunyikan kesedihan mereka. mereka juga ikut menangis melihat apa yang terjadi.
Yonghwa mundur dua langkah. lututnya terasa lemas, dan kekuatannya hilang bahkan untuk menopang tubuhnya ia tidak bisa.
Dia jatuh kelantai berlutut. Sedetik kemudian tangisnya pecah. Dia menutup wajah dengan kedua tangannya. Dadanya sangat sesak bahkan ia sulit untuk bernafas. Ia sangat frustasi. Ia sangat rusak.
Dua tangan menopang bahunya dan membantunya untuk berdiri. Dia mendongakkan wajahnya dan menemukan ayahnya dengan wajah iba.
"Yonghwa-ah.."
"Ssstttt... Abeoji Joohyun sedang tidur"
"Hmm.. Aku tahu.. Ayo keluar, Kita tidak boleh mengganggunya" Ayahnya menepuk pundak Yonghwa memberinya kekuatan.
Yonghwa memeluk ayahnya. Ia menjatuhkan dahinya ke bahu ayahnya. Ia bahkan masih menangis tanpa suara.
"Apa yang harus aku lakukan abeoji?"
Sangat sulit untuk Yonghwa menerima kenyataan. Sangat sulit menerima kenyataan bahwa orang yang sangat ia cintai meninggalkannya. Sangat sulit untuk menerima kenyataan bahwa dia kehilangan orang paling berharga. Sangat sulit untuk menerima kenyataan bahwa Seo Joohyun pergi meninggalkannya.
Tuhan itu sangat adil, dia tidak akan membiarkan umatnya mengalami kesusahan yang melebihi batasnya. Tuhan memang mengambil orang yang paling dia cintai, Tapi Tuhan juga akan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih istimewa untuknya.
Jauh didalam ruang kosong dan gelap, jendela yang terbuka membiarkan angin masuk dan menerbangkan beberapa kain yang tergantung. angin yang menandakan kesunyian, angin yang menandakan kepergian dan angin yang membawa kesedihan untuk pemilik rumag. sebuah kotak biru persegi tergeletak diatas meja rias. di dalamnya terdapat rajutan syal yang mereka buat, itu berwarna pink dan biru. persaingan yang mereka buat dan Yonghwa kalah karena tidak menyelesaikannya yang akhirnya digantikan Joohyun untuk melanjutkannya. Joohyun juga membuat rajutan baju hangat berwarna merah berukuran anak berusia lima tahun. dia membuat untuk anaknya kelak, cuman itu yang bisa ia berikan untuk anaknya, dia merajutnya dengan penuh kasih dan cinta. dia berharap anaknya akan tetap hangat walaupun ia tidak ada untuk memeluknya saat dia kedinginan.
I need you in my arms, need you to hold
You're my world, my heart, my soul and if you ever leave
Baby you would take away everything good in mylife
And tell me now
How do I live without you? I want to know
How do I breathe without you if you ever go?
How do I ever, ever survive?
How do I, how do I, oh, how do I live?
Without you there'd be no sun in my sky
There would be no love in my life
There'd be no world left for me
And I, baby, I don't know what I would done
I'd be lost if I lost you, if you ever leave
Baby, you would take away everything real in mylife
And tell me now
How do I live without you? I want to know
How do I breathe without you if you ever go?
How do I ever, ever survive?
How do I, how do I, oh, how do I live?
Please, tell me, baby
How do I go on if you ever leave?
Baby, you would take away everything, I need you
with me
Baby, don't you know that you're everything good
in my life?
(How do I live - Leann Rimes)