‘aku akan terus hidup denganmu. Aku hidup denganmu bukan karna materi, tapi karna aku memang ingin bersamamu, cinta’
Mengingat apa yang diucapkannya dulu membuatku menyesal. Mengapa aku menyiakannya sekarang. dalam keadaan mengandung anakku. Keberadaannya saat inipun tidak kuketahui.
‘kau menginginkan hidup mewah dan kaya, tapi tidak denganku. Kau ingin hidup mewah bersama yang lain, bukan denganku’
Kalimat itu terus membayangiku. Mengapa aku bisa sebodoh ini. dibutakan oleh kekayaan dan dunia ini.
***
Aku mengunjungi tempat tinggal kami, dulu. Kosong. Namun, pintunya tidak terkunci. Rumah berukuran kecil sederhana yang dulu kami tempati kini seperti gudang angker. Banyak debu dan bersarang laba-laba. Tapi tidak menghilangkan tata letak barang-barang yang sudah dua tahun aku tinggalkan.
Televisi yang kami beli dari uang hasil menyanyi kami dari jalan ke jalan masih terduduk rapi di tempatnya. Aku masih ingat betapa bahagiannya ia saat aku membeli barang ini.
‘akhirnya kita bisa menonton televisi, tanpa harus menumpang di rumah Jiyeon, yeobo’.
Menyeka air mataku yang turun. Cengeng sekali aku ini sebagai laki-laki. Kubersihkan barang mewah pertama kami dengan tanganku sendiri. Kunyalakan benda ini. masih dapat digunakan, hanya saja listriknya tidak disambungkan.
Aku duduk di sofa yang menjadi hadiahku untuknya saat pertama kali pindah kesini. Sofa yang kubeli dari tempat barang bekas. Walau using tetapi ini masih bisa digunakan.
‘nggak apa-apa, yang ini aja aku sudah suka kok’
Aku mengingat satu persatu apa yang telah aku lakukan di sofa ini. kami duduk bersama untuk mengobrol dan bernyanyi bersama, menonton televisi bahkan tidur bersama. Masih kuingat manjaku padanya, memintanya untuk selalu mengusap wajahku ini dan kubersandar di pahanya. Sampai akhirnya kejadian itupun terjadi.
‘Aku kan hidup denganmu bukan karena materi, tapi karena aku mencintaimu’.
“huks”, mungkin aku laki-laki paling cengeng di dunia ini. hal seperti ini saja aku tangisi. Aku masih dapat merasakan harum tubuhnya di sofa ini. kini aku merindukannya.
Dapur itu, ia selalu membuatkanku sarapan saat sebelum aku mencari pekerjaan. Walau dengan menu sederhana, aku tetap suka. Tapi, lagi-lagi kebutaanku saat itu membuat diriku menyesal telah melakukan hal itu. Jelas ia tidak pernah marah kepadaku dan selalu mengalah. Menerimaku dengan egoku yang tinggi. Aku menyesal karena telah melukainya.
‘kalau memang nggak mau makan, ya nggak apa-apa. Tapi setidaknya sedikit saja, supaya nanti tidak pingsan’
Aku ingat, ia mengatakan itu karena aku laki-laki lemah yang mudah terjatuh. Dan benar aku terjatuh saat itu. Tapi apa yang telah kukatakan setelah itu. Aku malah memarahinya dan menuduh bahwa ia menyumpahiku. Laki-laki macam apa aku ini.
Kring kring
“hallo”
“dimana kau?”
“di rumah, ada apa?”
“semua sudah menunggu. Kau harus cepat kembali.”
“baiklah.”
Berat rasanya meninggalkan tempat ini, tetapi aku harus kembali.
-pergi dengan membawa secarik foto-
***
Latihanku hari ini tidak seperti biasanya. Tidak, bukan latihannya tetapi aku. Aku benar masih memikirkan keadaannya. Dimana ia sekarang dan dengan siapa. Apa anak kami baik-baik saja. Aku ini harusnya bersama dengannya saat ia melarihkan anak kami. Aku seharusnya menemainya dimasa kehamilannya. Aku seharusnya menuruti kemauan anak kami.
“Daehyun! Bisa fokus sedikit? Daritadi hyung perhatikan kamu diam saja”, tegur Himchan hyung.
“ehm maaf hyung, aku lelah. Boleh aku ijin untuk keluar sebentar?” ijinku.
“Ya! Konser kita bulan depan tetapi kamu masih”, –Yongguk memotong ucapan Himchan-
“pergilah keluar untuk cari udara segar. Kami akan menunggumu disini, sementara kami latihan tanpamu dulu”. Terima kasih Yongguk hyung, hyung yang selama ini kuhormati dengan ramahnya mengijinkanku pergi.
***
Aku berjalan menyusuri pinggiran kota. Udara sedingin ini tidak sedingin hatiku saat ini. dimana sebenarnya kamu?
‘Flower Shop’
Toko bunga ini? bukankah ini tempatnya dulu bekerja. Aku masuk ke dalam dan orang yang ada didalam melihatku dengan aneh. Ya, mengapa malam-malam seperti ini ada laki-laki yang datang ke toko bunga dengan penampilan lusuh tak terurus. Mungkin sebagian akan berpikir aku akan membeli bunga untuk menyatakan perasaanku pada seseorang atau mungkin ada yang berpikir bahwa aku disuruh oleh majikanku membeli bunga untuk di rumah. Tapi tidak.
Bunga lily ini bunga yang disukainya. Sekalipun aku tidak tertarik dengan bunga tetapi ia membuatku suka dengan bunga ini.
‘kamu tahu kan, aku suka dan cinta dengan bunga lily, ini sama dengan perasaanku kepadamu’
Aku menahan air mataku. Tidak boleh menangis ditempat seperti ini. aku mengambil tiga buah tangkai bunga lily dan membawanya ke kasir.
“tolong dikemas secantik mungkin ya, Ahjuma”, pintaku. Ahjuma itu mengemasnya dengan rapih.
“tuan, suka dengan bunga lily? Untuk pacarnya ya?”
Aku hanya tersenyum mendengarnya.
“dulu gadis mungil itu juga sangat suka dengan bunga lily”.
“gadis mungil?”
“iya, dulu ada gadis yang bekerja cukup lama disini. Ia sangat suka dengan bunga lily. Ia juga sangat pandai merangkai bunga. Sayang sekali ia keluar dan pindah ke tempat tinggal lamanya di desa. Aku cukup sedih karena ia pergi dengan keadaan hamil besar. Saat kutanya dimana suaminya ia hanya bilang kalau suaminya sedang bertugas ke luar negeri dan akan lama kembalinya, jadi ia memutuskan kembali ke kampung halamannya”. Penjelasan ahjuma tadi membuatku pergi meninggalkan tempat tinggal tersebut dan segera ku mengambil mobilku di tempat parkir kantor kami.
***
Cukup nekat malam-malam seperti ini aku pergi ke rumahnya yang lama. Ponselku terus berbunyi. Panggilan dari Himchan hyung yang tidak kuangkat. Aku tetap fokus menyetir dengan kecepatan yang cukup tinggi.
Mungkin aku dikatakan gila karena datang ditengah malam. Rumah itu, tempat dimana pertama kali aku bertemu dengannya. Kalau saja saat itu aku tidak mengambil bola yang ditendang temanku, mungkin sampai saat ini aku tidak akan mengenalnya. Terpaksa kutunggu pagi untuk menemuinya.
Pagi tiba dan aku terbangun dari tidurku. Kulihat ponselku, sudah tidak ada panggilan dari hyungku. Aku melihat ke rumah tersebut dan kudapati harabeoji sedang berada dihalaman rumah. Aku keluar dari dalam mobil dan segera menemuinya.
“Annyeonghaseyo”, sapaku. Harabeoji terlihat bingung melihatku.
“Siapa ya?”
“Daehyun, harabeoji”.
***
“aku datang kesini untuk menemui Luna, harabeoji”, ucapku.
“mengapa harus sekarang? setelah kamu mencampakkannya kini kamu datang kembali padanya. Harabeoji tidak suka dengan caramu”. Terlihat jelas harabeoji marah kepadaku. Aku terima itu.
“tidak, maksudku, aku minta maaf dengan kesalahanku dulu. Aku benar-benar menyesal, harabeoji. Aku ingin bertemu Luna, aku ingin meminta maaf dan aku ingin Luna kembali bersamaku”, sesalku.
Tak lama kulihat sosok mungil yang sangat ingin kutemui, dengan setelan dress sederhana, ia menghampiri kami.
“harabeoji, ada apa?” tanyanya lembut kepada harabeoji.
“Luna”, panggilku. Ia melihat kearahku dan cukup terkejut melihat kedatanganku. Luna beranjak pergi kembali namun kutahan.
“tunggu. Aku kesini untuk melihatmu”, jujurku. Harabeoji dengan cepat mencegahku dan membawa Luna masuk ke dalam kamar. Cukup kecewa namun inilah akibat bahwa aku yang telah mencampakannya, dulu.
Harabeoji memintaku untuk segera pulang. Ya, ia tahu kalau aku ini seorang penyanyi terkenal sekarang dan memiliki banyak jadwal manggung dimanapun. Tapi, aku bersikeras untuk tetap disini. Aku kesini untuk menemui Luna.
“kau tak bisa menemuinya Daehyun”, ucapnya lirih.
“kumohon, harabeoji,” pintaku.
-halmeoni menghampiri Daehyun dan harabeoji-
“tidak apa, Luna juga senang dapat melihatmu kembali. Ia tadi hanya shock melihat kedatanganmu tiba-tiba dan sudah lama juga ia merindukanmu. Masuklah”. Halmeoni menyuruhku menemuinya. Terima kasih halmeoni.
Aku masuk ke kamar dan kulihat ada satu ranjang besar untuk tidur dan ranjang kecil untuk bayi. Banyak perlengkapan bayi beserta mainan-mainan yang tertata rapih. Melihat ini aku semakin mengutuk diri. Aku bukan seorang laki-laki yang baik.
“Luna”, panggilku, lirih.
“sstt, ini waktunya Daeyoung untuk tidur. Kamu jangan berisik, Daehyun”, Luna mengingatkanku.
Aku mengangguk mengerti dan kembali kulihat sekeliling kamar. Ada fotoku? Tidak, fotoku dengan grupku, B.A.P. tidak hanya itu, album-album kami, foto-fotoku dengan figura yang berbeda-beda di setiap fotonya, bahkan lightstick matoki serta towel ada. Ia terus mengikuti perkembanganku selama ini. Semakin kukutuk diriku ini. Akh!
Aku melihat kearahnya dan Luna sedang menidurkan siapa, Daeyoung. Anak kami. Tentu Daeyoung anakku kan? Aku ini seorang Appa. Appa yang tidak bertanggung jawab untuknya dan Eommanya. Tidak lain aku ini seperti manusia paling brengsek yang telah menyiakan keluargaku.
“Daeh”, panggilnya.
“hm”
“ini anakmu, Daeyoung. Lihat, ia mirip sepertimu, memiliki mata yang tajam yang membuatku semakin menyayanginya”, ucapnya lembut dan senyuman terukir di bibirnya. Aku mendekatinya dan melihat bayiku.
Tuhan, aku semakin merasa bersalah setelah melihat anakku. Tentu ia anakku. Kupeluk Luna dengan erat, sangat erat. Tuhan, ijinkan aku sekali lagi untuk memperbaiki kesalahanku. Ijinkan aku untuk kembali bersama Lunaku, dan anak kami tentunya.
“Daeh, aku nggak bisa nafas”, seketika kulepas pelukanku dan menatapnya dalam. Mata cantik itu tidak pernah berubah, walau terlihat sedikit sendu tapi ada cahaya didalamnya. Maafkan aku, betapa jahatnya aku padamu dan Daeyoung, Luna.
***
Setelah meminta ijin dengan harabeoji dan halmeoni, walau dengan penuh paksaan, aku diperbolehkan membawa Luna dan Daeyoung pulang ke kota. Walau halmeoni sempat mengkhawatirkan Luna, tapi aku meyakinkan bahwa ia akan baik-baik saja denganku.
‘waktumu di rumah akan sangat sedikit, Daehyun. Bagaimana dengan Luna nantinya’
Aku akan pulang ke rumah setelah bekerja. Aku sudah berjanji pada diriku untuk menjadi suami serta Appa yang bertanggung jawab.
“Daeh, kita pulang ke rumah lama kan?” tanyanya. Aku tersenyum dan menganggukan kepala. Kulihat ia ikut tersenyum sambil berbincang-bincang sedikit dengan Daeyoung. Inilah kebahagianku sesungguhnya. Melihatnya tersenyum bersama dengan buah hati, itulah kebahagianku.
Kami sampai di rumah lama kami. Rumah penuh kenangan. Aku akan memulai dari awal kembali. Bersama mereka, Luna dan Daeyoung. Kami akan hidup bahagia. Lebih tepatnya, aku akan membahagiakan mereka.
“posisinya tidak berubah ya. Aku kangen rumah”, ucap Luna.
Aku memasang ranjang kecil Daeyoung dan menempatkannya didalam kamar. Luna menidurkan Daeyoung.
“tenang sekali ia tidur. Kamu tahu? Ketika tidur, Daeyoung terlihat seperti malaikat kecil yang tuhan kirimkan untuk kita, Daeh”.
Luna mulai membereskan barang-barang miliknya dan Daehyun, sementara aku belum membawa barang-barangku. Kulihat Daeyoung yang tertidur lelap. Ingin kutangisi melihatnya tertidur lelap. Ia memang malaikat kecil kami. Kucium Daeyoung.
“maafkan Appa, ya”.
***
Pagi buta seperti ini aku sudah di studio rekaman untuk take vocal lagu kami selanjutnya.
“tolong kali ini serius, Daehyun”, pinta Yongguk hyung. Aku mengangguk dan bekerja.
Selesai itu, Himchan hyung dan Youngjae mulai menceramahiku. Karena hilangnya diriku dua hari kemarin, aku mendapatkan masalah.
“kau tahu kan, konser sudah semakin dekat. Belum lagi kita harus mempersiapkan album baru kita. Kamu ini jangan seenaknya pergi seperti itu”, omel Himchan hyung.
“tolong hyung, kau harus serius. Kami serius untuk konser dan album kami nanti. Ini semua untuk fans kan”, kini giliran Youngjae. Kulihat kedua maknae kami, Jongup dan Zelo hanya diam memperhatikan kami.
“maafkan aku”.
“jadi kamu udah memutuskan tinggal di rumah lamamu?” Yongguk hyung bertanya kepadaku.
“iya, hyung. Disana ada keluargaku. Aku nggak bisa berlama di dorm. Luna menungguku dan membutuhkanku. Aku juga membutuhkannya”, jelasku.
“jadi ia kembali?” tanya Youngjae. Akupun mengangguk.
“bagaimana kabarnya?” tanya kembali Yongguk hyung.
“baik, sangat baik. Ah kalau kita ada waktu kosong, aku akan mengenalkan Luna kepada kalian”.
“lalu, bagaimana dengan anakmu?” pertanyaan Yongguk hyung membuatku sakit.
“aku membawanya bersama Luna, hyung”, senyumku terukir mengucap itu.
***
Gelap bertemu gelap. Itulah aku. Aku pergi pagi buta dan pulang ke rumah tengah malam. Aku membuka pintu rumah dengan hati-hati.
“Daeh, sudah pulang?”
“Luna? Belum tidur?” ia hanya menggeleng.
“aku nggak bisa tidur, Daeyoung juga kebangun nih. Mau nungguin kamu”. Kau tahu, ketika kau lelah karna pekerjaanmu hal yang dapat menghilangkan rasa lelah itu adalah anakmu. Aku mengelus pipi Daeyoung dan menciumnya. Kebahagiaan yang lengkap yang kudapat ada pada mereka.
“aigoo! Daeyoung kebangun ternyata menunggu Appa pulang ya”, aku berbicara pada Daeyoungku dan tersenyum. Tak lupa kucium kening Luna menandakan bahwa aku, Jung Daehyun yang telah kembali bersamanya telah pulang setelah bekerja seharian.
“Daeh, aku udah siapkan teh hangat. Nanti ambil di dapur ya. Aku masuk ke kamar duluan”, aku mengangguk.
Aku beranjak ke dapur dan meminum teh yang sudah disediakan. Ini sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu, sejak kami bersama.
Aku masuk ke dalam kamar dan kulihat Luna sudah sangat mengantuk. Aku menghampirinya dan tidur disampingnya. Kutatap dalam Lunaku ini.
“kenapa?” tanyanya, heran, mungkin.
“maafkan aku soal dulu –sambil mengusap pipinya-“. Ia tak menjawab dan hanya tersenyum.
“bagaimana kabar membermu? Ah, aku menyukai leadermu, Daeh. Kudengar leader Yongguk menyukai anak kecil. Kalau aku dan Daeyoung bertemu mereka, pasti leader Yongguk akan menyukai Daeyoung”.
Benar, Luna. Yongguk hyung sangat menyukai anak kecil. Melihat Daeyoung kita ia akan sangat suka.
“sekarang tidur ya. Sudah larut –mencium kening-“.
***
Setelah mendapatkan waktu kosong, Yongguk hyung dan Youngjae datang berkunjung ke rumah. Himchan hyung ingin ikut tetapi ia tiba-tiba membatalkannya karna ingin mengajak Jongup dan Zelo makan diluar.
Terdengar ketukan pintu. Segera Luna membukakan pintu dan lihat siapa yang datang.
“annyeonghaseyo”.
“annyeonghaseyo. Silahkan masuk. Maaf ya, rumah kami kecil jadi agak sempit”. Ucap Luna.
“nggak apa-apa noona. Bukan masalah buat kita, yang menjadi masalah kalau tidak ada makanan hahaha”. Tawa Youngjae membuat Luna ikut tertawa juga.
“Yongguk hyung, Youngjae. Selamat datang”, ucapku.
“mana si kecil yang ingin kutemui”. Tanpa basa-basi Yongguk hyung ingin menemui Daeyoungku. Aku menggendong dan memberikannya kepada Yongguk hyung.
“aigoo, dia benar mirip sepertimu, Daehyun”. Youngjae ikut menghampiri dan melihat Daeyoung. Ia terlihat gemas dengan malaikat kecilku. Luna tersenyum melihat Yongguk hyung dan Youngjae ramah terhadap Daeyoung.
“leader Yongguk, aku akan memberinya makan. Nggak apa-apa kalau masih mau gendong”. Luna menyuapi makanan. Yongguk dan Youngjae menikmati pertemuan dengan malaikat kecilku.
Setelah dua jam, mereka pamit pulang dan akan pergi menikmati hari libur mereka masing-masing.
“Yongguk hyung, Youngjae, terima kasih sudah datang kesini”, ucapku.
“aku ikut senang menemuinya, Daehyun. Tolong, jangan kau tinggalkan lagi”, pesan Yongguk hyung.
“akan kuhajar kalau kau tinggalkan dia lagi, hyung. Hahaha”. Canda Youngjae mengantarkan mereka pulang. Setidaknya aku dapat mengenalkan Luna dan Daeyoung kepada memberku. Dan itu membuat Luna dan Daeyoungku senang.
***
Lima bulan berlalu
Karena kesibukanku, kupinta harabeoji dan halmeoni untuk tinggal di rumah. Aku harus pergi tour dengan grupku dan susah untuk bertemu Luna. Tapi hari ini, aku sudah kembali.
Sudah seminggu ini aku menemaninya.
Di rumah sakit ini.
dua bulan lalu
halmeoni menghubungiku saat aku berada di Jepang.
“Daeh, halmeoni mohon kamu cepat pulang ke rumah jika sudah sampai Korea”.
Penjelasan melalui telfon sudah cukup membuatku shock dan aku ingin segera pulang. Setelah sampai Korea hari berikutnya, aku langsung pulang dan melihat keadaan semakin kacau.
Luna kumat.
Ia hampir membunuh dirinya sendiri menggunakan pisau.
“halmeoni menemukannya di kamar mandi dalam keadaan pingsan. Segera halmeoni bawa ke rumah sakit dan berhasil di selamatkan”.
Aku menemaninya, setiap hari.
“Daeh”.
Luna terbangun.
“iya sayang, aku sudah pulang”, hiburku.
“Daeyoung nggak bangun lagi –terisak-“, kupeluk wajahnya, kucium kening pipinya.
***
Aku merasa bersalah mengingat itu. Mengingat keadaan Luna sejak aku bertemu dengannya, sudah menusuk hatiku.
Dokter mengatakan kepadaku keadaan Luna membaik. Namun ia masih kumat.
“ia hanya butuh waktu untuk menerima kenyataan ini”. Aku mengangguk, sedih mendengarnya.
Halmeoni menghampiriku memintaku untuk menemani Luna.
Aku menurutinya dan berjalan menghampiri Luna yang duduk di bangku taman rumah sakit.
“Luna”, panggilku. Ia menoleh dan tersenyum, sendu.
“tuhan itu baik ya. Daeyoung ternyata bangun lagi, Daeh. Hihi”, perkataannya menusukku. Ia menggendong Daeyoung, tidak. Lebih tepatnya itu kerangka tubuh Daeyoung. Aku menatapnya dalam dan menangisi ini. Semua ini salahku. Salah laki-laki brengsek bernama Jung Daehyun. Mungkin kalau aku tidak meninggalkannya waktu itu, hal ini tidak akan terjadi.
“Lun, aku mencintaimu. Kita mulai dari pertama lagi ya –memeluk Luna-“.
Flashback pertemuan pertama dengan Luna
“Daeh”, panggilnya.
“hm”
“ini anakmu, Daeyoung. Lihat, ia mirip sepertimu, memiliki mata yang tajam yang membuatku semakin menyayanginya”, ucapnya lembut dan senyuman terukir di bibirnya. Aku mendekatinya dan melihat bayiku.
Demi tuhan, hatiku teriris melihat kerangka tubuh seorang bayi disana. Betul dia anakku? Yang telah kutinggal dan saat aku kembali ini hidup dan merawatnya bersama Luna, aku menenmukan anakku sudah tiada. Aku memeluk Luna erat. Aku berjanji akan menjadi laki-laki yang baik untuknya, untuk bayi kami.
“Luna sudah cukup hilang akal sehat setelah kehilanganmu, dan Daeyoung, Daehyun”. Penjelasan halemoni semakin membuatku sakit.
“setelah dua bulan melahirkan, Daeyoung terkena virus dan tidak terselamatkan. Luna cukup sakit melihat buah hatinya denganmu pergi. Ia merasa laki-laki kebanggaannya sudah pergi meninggalkannya”.
“cukup sulit Luna menerima kenyataan ini”.
Aku menangis menyesal mendengarnya. Tuhan, kenapa aku ini begitu brengsek kepada Luna dan anakku.
“seminggu setelah pemakaman Daeyoung, Luna mulai berulah. Ia membongkar makam Daeyoung dan membawa jasadnya kembali. Setelah itu, ia menjadi seperti ini”.
“halmeoni pinta, tolong kamu jaga ia dan berlakulah seolah Daeyoung benar masih hidup. Perlakukanlah Daeyoung seakan ia masih hidup dan membuat kalian bahagia. Setidaknya, kehadiranmu kembali dapat membuat Luna membaik dan kebesaran cintamu pada mereka akan membuatnya jauh lebih baik”.
Semenjak itu, aku memperlakukan seolah keluargaku baik-baik saja. Kami di rumah berbincang bersama, memberi makan bercanda bersama. Walau sebenarnya hatiku merasa sakit melihat ini, tapi sakit itu terbayar oleh senyum Luna yang terus ia berikan padaku dan Daeyoung.
“tenang sekali ia tidur. Kamu tahu? Ketika tidur, Daeyoung terlihat seperti malaikat kecil yang tuhan kirimkan untuk kita, Daeh”. Mendengarnya membuatku tersenyum sekaligus sakit. Kudekati malaikat kecil kami. Kalau saja Appamu tidak pergi meninggalkanmu dan Eomma, mungkin saat ini wajah damaimu akan menatap Appa. Maafkan Appa, Daeyoung –menciumnya-.
“Yongguk hyung, mungkin hyung akan menertawaiku atau semacamnya tapi kumohon, saat ke rumah bertemu dengan Luna dan Daeyoung, anggaplah kalau itu semua nyata dan tidak terjadi apa-apa”. Pintaku kepada Yongguk hyung. Setelah aku menjelaskan keadaan Luna, mereka semua mengerti. Namun tidak untuk Himchan hyung yang merasa takut akan kenapa-napa. Aku mengerti itu.
Ketika aku harus pergi tour konserku, ternyata Luna menyadari kepergianku yang cukup lama seperti dulu dan mengingat telah tiadanya Daeyoung. Ia kumat. Saat berada di Jepang aku menangisi menyesali ini terus.
Maafkan aku dan ijinkan aku untuk mengulang semuanya dari awal, menjagamu, menemanimu seperti dulu dan memberikan kebahagiaan terus kepadamu dan anak kita nantinya.
END.