Matahari senja ditaman ini sangat indah. Taman tempatku bersama Sehun menghabiskan waktu bersama. Tertawa dan bermain bersama. Melupakan semua tugas sekolah yang menumpuk. Melupakan semua kepenatan yang kami hadapi sehari-hari terlebih aku yang sedang mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir sekolah. Sehun adalah penyemangatku. Adik sekaligus teman terbaikku yang selalu menghiburku dalam keadaan apapun.Yaa~ walau dengan cara yang menyebalkan tapi setidaknya aku bersyukur karena dia masih mau menemaniku sampai detik ini.
“Sehun-ah.” Aku mulai membuka mulut, memecahkan keheningan diantara kami karena keindahan sang mentari.
“Wae noona?” Tanyanya sambil menoleh kearahku. Aku masih tetap menatap ke langit, enggan untuk melewatkan keindahan sang surya yang perlahan kembali keperaduannya.
“Aku rasa, aku menyukai seorang pria.” Jawabku santai.
“Apa? Pria?” Tanya Sehun yang kuyakin dengan wajah heran dan penuh tanda tanya. Ini pertama kalinya aku membicarakan seorang pria kepadanya.
“Iya.”
“Buahahahahaha, jangan bercanda noona. Pria malang mana yang berhasil menarik perhatianmu?” Tawanya pecah. Dia mengejekku.
“Yak! Oh Sehun! Aku serius! Berhenti tertawa dan jaga bicaramu!” Omelku penuh emosi. Kutatap matanya tajam, berdiri dan berniat pergi meninggalkan anak kecil menyebalkan ini tapi dia menahan tanganku dan mengeluarkan jurus mautnya.
“Berhenti menatapku dengan puppy eyesmu Oh Sehun!” Bentakku dan kembali duduk disampingnya.
“Maafkan aku noona.” Katanya pelan sambil menundukkan kepalanya. Tangannya masih menggenggam tanganku.
Kuhela nafas perlahan.
“Baiklah. Lepaskan tanganmu.”
“Yehet~~” Katanya dengan senyum manis yang membuat matanya menyipit sempurna. Jujur aku tidak pernah mengerti dengan kata yang baru saja anak ini ucapkan. Aku selalu bertanya kepadanya apa arti dari kata ‘Yehet’ tapi dia sendiri tidak mengerti. Kalau dia saja tidak mengerti apalagi orang lain.
“Siapa pria yang berrrr…untung itu noona?” Tanyanya.
“Jangan mengejekku lagi. Aku tau ada makna terselubung dari kata ‘beruntung’ yang kau ucapkan barusan sehunnie.”
“Hehehe, baiklah. Siapa pria itu dan kenapa kau menyukainya? Ceritakan semuanya kepadaku agar aku bisa menilai apakah kau memilih pria yang benar atau salah. Karena kau terlalu bodoh noona.”
“Apa kau bilang? BODOH? Aigooooo. Kau sudah benar-benar kurang ajar Oh Sehun! Kau mau mati ditanganku sekarang?” Omelku. Kupukuli tangan, tubuh bahkan wajahnya tapi dia hanya tertawa.
“Berhenti menggelitikku noona, ini sama sekali tidak menggelikan.”
Ku acak rambutku frustasi.
“Aaarrrggghhh. Kau benar-benar menyebalkan.”
Kusilangkan kedua tanganku didepan dada dan mengalihkan pandanganku. Oh Sehun, dia benar-benar pintar membuatku putus asa menghadapinya.
Entah harus dengan cara apalagi agar anak kecil ini dapat dengan serius menanggapi cerita dan keluh kesahku. Aku benar-benar butuh teman berbagi sekarang. Bukan anak kecil yang mengganggap semuanya hanya lelucon.
Oh Sehun menyebalkan.
3 tahun sudah kujalani kehidupanku bersamanya tapi entah kenapa aku tidak pernah bisa mengerti jalan pikirannya yang ‘luar biasa’. Aku selalu dibuat emosi dengan ucapannya yang kadang memang jujur atau hanya bercanda tapi cukup menyakitkan bagi orang-orangnya yang tidak mengetahui sifat aslinya. Aku selalu dibuat putus asa karena otaknya yang bodoh dalam pelajaran tapi pintar mempermainkanku.
Aku mengurungkan niatku untuk menceritakan semua perasaan yang terpendam dalam hatiku sekarang kepada Sehun. Aku sudah benar-benar putus asa dibuatnya.
“Noona, ayo cepat ceritakan siapa pria itu. Noona~~.”
Dia masih merengek untuk mendengarkanku bercerita seperti seorang anak berumur lima tahun yang merengek meminta dibelikan permen kepada ibunya.
Ah yang benar saja. Aku baru kelas 3 SMA tapi kenapa aku merasa seperti seorang ibu muda kalau bersama Sehun.
“Lain kali saja Sehun-ah. Aku sudah lelah menghadapimu hari ini.” Ucapku lemah dan berjalan perlahan meninggalkan Sehun dibangku taman. Hari sudah gelap dan aku harus pulang. Kembali menghadapi rutinitasku yang menjenuhkan. Be-La-Jar.
Sehun berjalan perlahan dibelakangku. Membiarkan aku sibuk dengan pikiranku sendiri. Sepertinya dia sudah tidak berniat menggangguku. Baguslah.
***
“Sehun-ah, gomawo.” Ucapku saat kami sudah sampai didepan apartemenku. Letaknya memang tidak terlalu jauh dari taman.
“Ne, malam ini kau mau kubawakan makanan apa?” Tanyanya.
Ya, selama tiga tahun kami selalu makan malam bersama. Mungkin lebih tepatnya ‘Selama tiga tahun Sehun selalu membawakanku makan malam’. Ini sudah menjadi rutinitas sehari-harinya. Disela kesibukannya berlatih vocal dan dance bersama teman-temannya sepulang sekolah, Sehun selalu menyempatkan waktu untuk membawakanku makan malam. Alasannya karena makan malam seorang diri itu menyedihkan. Aku sendirian karena orangtuaku ada di Indonesia sedangkan Sehun, orangtuanya terlalu sibuk untuk pulang tepat waktu dan makan malam dirumah.
“Kurasa untuk malam ini tidak perlu sehun-ah, aku tidak punya waktu untuk makan malam ini. Tugas sudah menunggu untuk aku kerjakan.” Jelasku. Berusaha tersenyum tapi sulit. Aku merasa tubuhku sangat lelah. Entah kenapa.
“Tapi kau harus tetap makan noona, mau aku suapi?” Dasar anak ini.
“Jangan bercanda sehunnie, sisa tenagaku harus kugunakan untuk belajar.”
“Aku tidak bercanda. Masuklah. Mandi dan bersiaplah belajar. Aku akan datang lagi nanti. Jangan abaikan kedatanganku, arasseo! Bye^^”
Baiklah, terserah kau saja.
***
Kurebahkan tubuhku diatas kasur. Meluruskan tulang-tulang punggungku yang terasa remuk. Mandi dengan air hangat lumayan membantuku merenggangkan otot-ototku yang terasa kaku.
Oh Sehun.
Nama itu mendadak melintas dipikiranku.
Namja yang sudah menemaniku dengan setia selama tiga tahun aku tinggal dinegara yang asing bagiku. Ya, aku adalah murid pindahan dari Indonesia. Tiga tahun lalu untuk pertama kalinya aku pergi jauh dari rumahku, sangat jauh bahkan. Hanya untuk menuntut ilmu dinegeri orang. Semua ini karena otakku yang lumayan cerdas. Ya, tidak bermaksud untuk menyombongkan diri tapi ini sudah terbukti. Aku mendapatkan beasiswa dan bersekolah di Seoul Senior High School. Sekolah yang terkenal mahal dan hanya berisi murid-murid dari kalangan menengah keatas. Karena itulah aku harus tinggal sendiri di Seoul, ibukota Korea Selatan. Kota yang sangat besar untuk seorang gadis mungil sepertiku. Lagi-lagi aku tidak bermaksud memuji atau membanggakan diriku sendiri, hanya saja ini kenyataan. Diusiaku yang menginjak usia 19 tahun tinggi tubuhku hanya 155cm dan berat badanku hanya 45kg, mungil bukan? Banyak orang yang salah mengira kalau aku murid Seoul Junior High School padahal aku sudah duduk di bangku kelas 3 SMA. Suatu keuntungan karena aku tidak pernah dilihat setua usiaku tapi akan menjadi satu kerugian karena Sehun selalu menindasku. Argh, anak itu! Usianya dua tahun dibawahku tapi tinggi badannya menjulang dan membuatku terlihat seperti adiknya saat aku berada disampingnya karena itu dia selalu menindasku.
Entah bagaimana cerita awalnya aku dapat sedekat ini dengan namja itu. Yang jelas dia sudah berada disini. Disisiku. Menjadi bagian dari cerita hidupku. Dan aku benar-benar berterimakasih atas kehadirannya. Hidupku sudah benar-benar bergantung padanya. Aku tidak tahu akan seperti apa cerita hidupku tanpa seorang Oh Sehun. Bahkan orangtua Sehun sudah menganggapku seperti anak perempuan mereka sendiri. Disela-sela kesibukan mereka dalam bekerja, orangtua Sehun sering menelpon orangtuaku di Indonesia hanya untuk memberi kabar tentang keadaanku, melaporkan semua nilai-nilaiku yang tidak pernah mengecewakan. Aku selalu dapat peringkat tiga besar dikelas.
Ah iya, perlu aku ingatkan. Sehun memang selalu ada disisiku tapi bukan berarti kami tinggal bersama. Rumah besarnya dan apartemen kecilku hanya terpisah beberapa blok saja karena itu kami dapat dengan leluasa berkunjung kapan saja kami mau. Walau sudah tiga tahun tinggal dinegara yang memperbolehkan dua insan berbeda jenis kelamin untuk tinggal bersama tapi aku masih tetap memegang teguh pesan kedua orangtuaku dan adat istiadat orang-orang Indonesia. Aku tidak tahu negara ini benar-benar memperbolehkan hal itu atau tidak tapi yang aku tahu banyak pria dan wanita yang belum menikah tinggal bersama. Selama mereka tidak mengganggu hidupku itu hak mereka, bukan urusanku.
Sehun tidak pernah kuperbolehkan untuk berlama-lama diapartemenku apalagi sampai menginap. Jam 11 malam Sehun sudah harus pulang kerumahnya atau kemanapun dia inginkan yang penting dia pergi dari apartemenku. Dia sempat tidak terima dengan peraturanku ini tapi aku tegaskan kepadanya bahwa aku masih orang Indonesia. Aku tidak ingin orang lain berpikiran yang macam-macam tentang hidupku terlebih aku hanya seorang pendatang disini. Dan tidak semua orang bisa menerima kehadiranku karena menurut mereka aku orang asing walau bahasa koreaku sudah selancar mereka, orang-orang asli korea.
Termasuk teman-teman sekolahku, walau sudah tiga tahun mereka satu sekolah denganku tapi masih ada segelintir murid yang memandangku dengan tatapan jijik dan merendahkan karena mereka mendengar tentang Indonesia yang terserang demam Korean Wave stadium akut. Mereka menganggap kehadiranku dinegara mereka hanya untuk menggaet pria-pria bermata sipit, berpenampilan menarik dan melakukan banyak operasi plastik untuk terlihat ‘sempurna’. Apalagi mereka melihat kedekatanku dengan Sehun. Sehun termasuk murid yang terkenal dan digilai banyak murid perempuan disekolah ini. Dari mulai murid-murid SMP sampai murid perempuan yang seangkatan denganku. Bahkan guru-guru kami. Dan sekarang Sehun berstatuskan Trainee disalah satu agensi raksasa di Korea Selatan. Yup, para gadis-gadis itu selalu mencemooh diriku karena mereka iri kepadaku yang amat sangat dekat dengan Sehun. Mereka tahu kami tidak memiliki hubungan special tapi mereka selalu iri saat melihat Sehun tidak pernah segan mengantar jemputku sekolah, mengajakku makan dikantin bersama teman-temannya yang tak kalah terkenal dengan Sehun, menggandeng tanganku saat kami jalan bersama. Apa? Menggandeng tangan tapi kalian tidak berpacaran? Itukah pertanyaan yang ada dibenak kalian sekarang? Itu juga yang menjadi pertanyaan para gadis-gadis diseantero sekolah tapi alasan Sehun sangat menyebalkan. Karena aku ceroboh, dia tidak mau aku membuatnya malu dengan jatuh karena tersandung saat berjalan bersama dia.
Pandangan mata yang mengintimidasi itu cukup memuakkan. Ah come on! Aku disini karena beasiswa. Aku memang memiliki banyak idol Kpop favorit tapi aku hanya tertarik dengan mereka. Bukan para pria yang berasal dari dunia biasa yang sama sepertiku. Perlu kalian semua tahu, tidak semua pria Korea ‘sempurna’ seperti idol Kpop yang sering kalian lihat di televisi, mereka perlu perawatan ekstra kalau mau terlihat ‘sempurna’ seperti artis-artis itu. Dan idol Kpop yang belum pernah bertemu denganku ataupun pernah melihatku sekilas tidak mungkin tertarik dengan gadis sepertiku, seharunya mereka ingat akan hal ini. Dan kedekatanku dengan Sehun, itu hanya keberuntunganku saja. Sehun mau menerimaku apa adanya. Sehun orang yang amat sangat baik karena itu dia mau berteman denganku dan menjagaku.
Ting tong~~
Suara bel memaksaku membuka mata.
Itu pasti Sehun.
Dengan malas aku beranjak dari kasurku yang empuk untuk membukakan pintu sebelum Sehun bertindak bodoh.
Dia pernah membuat kegaduhan karena aku lambat membukakan pintu dan imbasnya semua penghuni apartemen memarahinya, membuatku malu dan menjadi bahan perbincangan ibu-ibu yang apartemennya bersebalahan denganku selama satu minggu.
“Aku datang^^” Ucapnya sumringah saat pintu apartemenku terbuka. Kedua tangannya penuh dengan bungkusan makanan. Aku sangat suka cemilan dan dia membawakannya banyak untukku.
“Cemilan yang kau bawakan dua hari yang lalu masih banyak Sehun-ah. Apa kau ingin apartemen kecilku ini penuh sesak dengan cemilan-cemilan itu?”
“Kau harus banyak makan noona. Lihat tubuhmu sangat kurus, sedikit berisi itu lebih bagus untuk gadis seumuranmu.” Dia sudah duduk disofa depan televisi tanpa perlu aku persilahkan masuk.
“Supaya terlihat sexy.” Lanjutnya dengan mengerlingkan mata kanannya kearahku.
Astaga. Aku hampir saja tersedak air yang sedang kuminum. Ingin sekali rasanya kulempar kepalanya dengan gelas yang ada digenggaman tanganku tapi dengan cepat kutepis pemikiran membahayakan itu.
“Berhenti membuatku jijik dengan ucapan-ucapan kotormu itu Oh Sehun. Dan berhenti menceramahiku tentang berat badan. Lihat tubuhmu sendiri. Berkacalah. Kau juga terlalu kurus untuk ukuran namja yang tinggi badannya diatas 180cm. Aku heran dengan gadis-gadis yang suka denganmu. Sebenarnya apa yang mereka lihat dari seorang Oh Sehun.” Cerocosku.
Kuamati dengan baik namja jangkung yang ada dihadapanku. Dia hanya diam dan menatapku penuh tanda tanya. Menungguku melanjutkan ucapanku tadi.
“Kau, mm~~ terlalu kurus, wajahmu terlalu kecil, otakmu terlalu dangkal, ucapanmu tak pernah enak didengar, kelakuanmu kasar, selalu mengeluh, tingkahmu masih seperti anak berumur 10 tahun, manja dan kekanak-kanakan. Ckckck memprihatinkan. Inikah calon idola kpop selanjutnya?” Aku tidak pernah bermaksud benar-benar menghinanya. Hanya sedikit menggodanya dan menyadarkan dirinya bahwa ada beberapa ucapakanku yang memang benar adanya.
Tiba-tiba Sehun menerjangku. Seperti seekor srigala yang kelaparan dan hendak memangsa seekor kelinci kecil untuk cemilannya. Tangannya mendorong bahuku sampai menyentuh sandaran sofa dengan kasar. Sedikit sakit karena cengkraman tangannya yang lumayan kuat. Apa dia marah karena ucapanku? Astaga, apa ucapanku terlalu berlebihan tadi?
“Aku…”
“Ulangi ucapanmu tadi.” Dia memotong ucapanku.
Matanya menatapku tajam. Evil smirk itu begitu menakutkan. Ya Tuhan, ada apa dengan dia sebenarnya. Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya kepadaku. Dia hanya melakukan hal ini untuk menakut-nakuti orang yang menggangguku.
“Maafkan aku Sehun-ah, aku… aww. Sakit. Lepaskan aku.” Ucapku. Tangannya mencengkram kuat bahu ringkihku.
“Bukan itu yang aku minta. Aku bilang ulangi ucapanmu!” Bentaknya.
Sehun? Dia berani membentakku? Mataku mulai memanas. Hatiku sakit mendengar Sehun membentakku dengan kasar.
“Apa aku hanya seorang anak-anak dimatamu?” Bisikan pelan yang terdengar mematikan.
Bukan menjawab pertanyaannya atau mengulangi ucapanku tadi, aku malah memeluknya. Menenggelamkan kepalaku dipundak kecil Sehun. Dan…
“Yak! Lihat siapa yang seperti anak kecil sekarang? Uljima noona, airmatamu membasahi baju baruku.”
“Nappeun namja! Kenapa kau membentakku!” Aku berteriak disela-sela tangisanku. Tepat ditelinga Sehun.
“Aku bisa tuli karena teriakanmu. Berhentilah menangis, kumohon.” Katanya pelan sambil menutup telinganya yang sebelah kanan.
“Hiks, hiks”
“Cup cup cup, maafkan aku. Aku hanya bermaksud menggodamu tadi.”
“Aku tidak suka mendengar orang lain berbicara dengan intonasi nada bicara yang tinggi kepadaku. Kau tau, mendengarnya membuat hatiku sakit.” Jelasku.
“Baiklah, baiklah. Aku minta maaf ya, sekarang berhenti menangis. Oke?” Rayunya.
***
“Siapa pria yang kau maksud tadi sore? Cepat ceritakan semuanya kepadaku.” Tanya Sehun.
Kami sudah berada didepan meja belajar didalam kamarku dan Sehun benar-benar menyuapiku. Kami makan bersama, dia bergantian menyuapi makanan kedalam mulut kami berdua.
“Sejak kapan kau menyukainya? Kenapa kau tidak pernah bercerita kepadaku sebelumnya? Apa dia lebih tampan daripada aku? Bagaimana kau bisa menyukainya? Apa dia pria yang baik?” Cecarnya.
“Kau lebih cocok jadi seorang wartawan dibandingkan menjadi seorang artis.”
Dia hanya menatapku tajam.
“Aku sudah menyukainya sejak pertama kali aku masuk sekolah. Tiga tahun lalu.” Jelasku singkat dan masih fokus kepada tugas-tugasku.
“Dia senior kita disekolah?” Tanya Sehun sedikit antusias.
“Iya. Waktu aku masuk dikelas satu, dia duduk dikelas tiga. Aku tidak mengerti kenapa aku bisa menyukainya. Ini pertama kalinya untukku Sehunnie. Aku baru pertama kali menyukai seorang pria. Dia tampan. Sangat tampan. Tapi tidak lebih tampan darimu Sehunnie. Hanya saja, dia terlihat dewasa dan kau belum.” Jelasku. Aku sudah mengalihkan perhatianku ke wajah Sehun. Pipinya sedikit bersemu saat aku menggodanya. Kiyowo~~
“Aku pikir perasaan sukaku hanya perasaan kagum sesaat dan akan menghilang saat aku tidak melihatnya lagi tapi ternyata tidak. Aku masih menyukainya sampai sekarang padahal sudah dua tahun aku tidak melihatnya. Dia masih bersarang dipikiranku. Senyumannya. Namanya masih terus berputar diotakku. Dan aku senang saat aku dengar dia akan kembali kesekolah untuk mempersiapkan acara reuni akbar nanti. Apa yang harus aku lakukan Sehun-ah? Aku lelah seperti ini terus tapi aku tidak memiliki keberanian untuk mengungkapan perasaanku kepadanya.” Jelasku.
Sehun hanya menatapku dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Dia hanya mematung.
“Oh Sehun. Kenapa kau diam? Apa aku salah bicara lagi? Hm? Jawablah.” Kuguncang tubuhnya pelan.
“Siapa nama pria itu?” Tanyanya pelan. Dia tersenyum tapi tidak seperti senyum yang biasanya. Aku merasa ada yang berbeda dari Sehun yang ada dihadapanku sekarang. Apa dia sakit? Entahlah. Aku hanya bisa menebak karena kuyakin dia tidak akan mengatakan apapun. Dia hanya ingin mendengar nama pria itu dari mulutku.
“Namanya…”
- To Be Continue -