Minhye memijat-mijat keningnya. Kepalanya terasa berdenyut-denyut seperti akan pecah saja. Berita yang baru saja ia dengar membuatnya pusing tiada tanding. ‘kepusingan’ yang sama juga dialami oleh setiap orang yang ada di sana saat itu.
“Bagaimana ini? Si Baekhyun tidak bisa mengikuti festival band seminggu lagi karena operasi amandel.” Seru Sungyeol, si drummer berpipi gempal kepada siapa saja yang ada di studio pribadi mereka sambil memainkan drumsticknya.
“Kenapa juga sih si maniak eyeliner itu harus sakit amandel di saat seperti ini?” Chanyeol ikut nimbrung setelah ia mengambil gitarnya dan duduk untuk mengetes suara gitar tersebut.
“Entahlah. Sudah tahu dia vokalis utama band kita, masih saja hobi minum es dan makan cokelat. Kalau sudah kena amandel begini kan yang repot kita” Sahut Dongwoo, sang bassist, ikut kesal.
“Hey, sudahlah. Seharusnya saat ini kita membicarakan tentang mencari pengganti Baekhyun.” Ucap Minhye sambil membuka kain pembungkus keyboard. Semua pasang mata memandangnya dan Minhye merasakan hal yang buruk akan terjadi padanya. Ia kemudian dengan refleks menutup mulutnya dengan jari tangan kanannya.
“Iya, dan kamu yang akan mencarinya kan?” tanya Sungyeol, menaikkan sebelah alisnya. Minhye melangkah mundur saking kagetnya.
“H-hey t-tunggu..dulu..”
“Ayolah,Minhye-a.. Kamu kan yang paling muda. Tahu sendiri kan kami semua sebentar lagi akan ujian.”
“Minhye-ah~ Jebal~”
“Minhye! Minhye!Minhye!”
“Kumohon..Ini festival band terakhir bagi kami”
Minhye yang merasa terpojok pun tidak bisa apa-apa lagi. kembali memijat keningnya, ia menanggapi semua rajukan oppa-oppa nya tersebut dengan kalimat setuju dengan sedikit menggeram.
“Baiklah.”
____
Seusai berlatih band tanpa seorang vokalis, semua anggota band yang menyebut diri mereka “EXOFINITE” itu membubarkan diri, termasuk Minhye. Ia lalu mengalungkan tas sampingnya dan memakai topi hitamnya.
“Sukses,Ji. Nasib kami ada di tanganmu.” Seru Chanyeol kepada adiknya tersebut. Minhye hanya bisa menggeram malas atas kalimat semangat yang diberikan Chanyeol kepadanya. Bukannya merasa tersemangati, Minhye malah merasa kalimat tersebut adalah sebuah ejekan baginya. Jika bukan karena ketiga anggota lainnya akan ada ujian kelulusan, Minhye tidak akan mau melakukannya.
“Mencari vokalis tidak segampang beli kacang rebus di pasar, pabo.” Minhye menyinyirkan bibirnya kepada Chanyeol.
“Oh jadi kau sekarang pandai mengumpat, adik manisku.” Chanyeol merangkul adiknya tersebut dari belakang. Minhye hanya bisa memutar matanya malas.
“Ayolah, kamu tahu sendiri kan kita selalu berada di posisi kedua ketika ada festival band. Ini adalah kesempatan terakhir kita untuk memenangkannya sebelum kami semua lulus dari SMA.” Chanyeol masih berusaha menenangkan adiknya tersebut.
Minhye menghela napasnya. Bisa apa sih dia? Menjadi maknae di setiap grup memang sangat susah. Selalu menjadi tumbal.
“Ya ya ya, arraseo, oppa.”
“Adik yang manis.” Chanyeol menepuk pelan kepala Minhye yang tertutup oleh topi. Minhye hanya memasang wajah datarnya.
“Karena kamu adikku yang manis, kamu pulang naik bus saja ya?” di detik Minhye mendengar pertanyaan Chanyeol tersebut, ia menendang kaki oppanya tersebut dengan keras.
“Ya! Oppa macam apa kau ini?!” teriak Minhye hingga ke oktaf tertingginya. Ia kesal bukan main mengapa ia harus terlahir sebagai adiknya.
____
Minhye’s POV
Aku hanya bisa mendengus kesal sambil menunggu bus di halte seberang sekolahku, SMA Woollim. Bagaimana bisa Chanyeol oppa lebih memilih untuk berkencan dengan yeochinnya daripada mengantarku pulang? Ya, bilangnya sih mau ada les tetapi hey, ini kita sedang membicarakan tentang Chanyeol, namja paling menyebalkan seantero Korea..Aku yakin les hanya ia jadikan sebuah kamuflase dari kencannya dengan yeochinnya.
Kusedot susu kotakku hingga habis dalam hitungan beberapa detik saja. di saat menunggu kedatangan bus itulah aku juga memikirkan cara untuk mengganti Baekhyun oppa sementara. Mengadakan audisi jelas tidak mungkin mengingat waktunya sudah terlalu mepet mendekati hari-H. Merekrut anak paduan suara tambah tidak mungkin karena mereka malah jauh lebih sibuk dibandingkan dengan kami. mereka go internasional sedangkan kami hanya go cafe. Yah..karena kami hanya tampil di cafe-cafe saja. itu pun sudah maksimal.
Saat bus tiba, aku naik ke bus tersebut. Pojokan dekat jendela selalu menjadi tempat duduk favoritku dari jaman SMP hingga sekarang. Di sanalah tempat paling strategis karena aku bisa tidur, memandang banyak penumpang dan memandang pemandangan dari tempat tersebut. Dan yang terpenting, tempat tersebut semacam ‘kursi berpikir’ bagiku. Di tempat itulah aku mengingat-ingat kejadian saat di sekolah,mengingat kenangan saat aku naik bus ini bersama Chanyeol oppa sebelum dia membawa motor sendiri,dan memikirkan berbagai macam hal lainnya di sana. Untuk saat ini, aku pun menerapkannya. Tentu saja ini masalah pencarianku terhadap vokalis pengganti band kami.
Kupasang earpieces-ku, mencoba menenggelamkan diriku sejenak ke dalam musik. Siapa tahu setelah kepalaku sedikit relaks lampu akan menyala? Eh maksudku, ide akan muncul? Yah siapa tahu...
Kupejamkan mataku perlahan. Aku biarkan melodi yang keluar dari earpiece mengalir perlahan menembus gendang telingaku menuju saraf auditori ke otak kemudian menjalar menuju setiap partikel dalam tubuhku. Tak sadar ternyata jemariku ikut berirama, mengetuk pelan di atas pahaku yang terbalut oleh jeans belel warna abu-abu. Musik memang perlahan-lahan menjadi bagian dari diriku, bagian dari jiwaku.
Kubuka mataku perlahan. Dunia seakan berubah, menjadi lebih cerah beberapa persen. Seolah-olah telah diphotoshop dan diatur brightnessnya. Kupandang pemandangan di balik kaca jendela. Bangunan berjejer rapi. Selang beberapa meter, terdapat pohon-pohon besar mengayomi siapa saja yang ada di bawahnya. Aku menyukai kota ini. batinku pelan. Damai. Tentram. Tenang. Dan hidup.
Masih memandang pemandangan, mataku membatu pada sebuah bangunan. Bangunan yang tampak sedikit ‘wah’ dari bangunan di sekitarnya. Bangunan yang memiliki desain warna-warni. Bangunan yang memiliki gambar pelangi di atasnya dan saat mataku melihat ke bawah bentuk gambar pelangi tersebut, terulis kata ‘Rainbow, family’s heaven for karaoke.’
Cling.
Lampu menyala.
Karaoke adalah tempat dimana orang bernyanyi sedangkan aku sedang mencari orang dengan bakat bernyanyi mereka. Bisikku pada diriku sendiri.
____
Setelah usaha mati-matiannya untuk menghentikan bus berhasil –salah satu kerugian duduk di pojok belakang-- , aku berlari menyeberangi jalan dan bernapas terengah-engah. Sesampainya di depan bangunan pelangi tersebut, aku menumpu kedua tanganku ke kedua lututku, berusaha mengembalikan napasku ke irama normalnya.
Setelah mendapatkan respiration rate (RR) yang normal, aku melepas jaket biru donker yang sedang kukenakan dan mengikatnya di pinggang. Rambut yang tadinya tergerai bebas kini aku kuncir kuda setelah topi hotamku aku lepas. Setelah itu, kuraih ponselku yang sedari tadi ada di kantung celana jeansku. Kutekan setiap tombol-tombol di layar dan kutekan tombol panggil dengan mantap.
“Yoboseyo~ Ah Sungjae-ah! Bisakah kau antar 2 paket spicy wings sekarang juga? Aku sedang berada di ___________ di depan tempat karaoke bernama Rainbow!”
“Park Ji, miccheosso?! Aku sedang dalam jam kerja dan kau meminjam topi serta celemekku?!” tanya Sungjae dengan teriak super fals nya. Aku menghiraukannya lalu segera merebut topi dan celemek dari tangannya sementara 2 box spicy wings yang ia antar aku letakkan di tanah.
“Ssst diamlah! Aku sedang ada misi penting. Cuma sebentar kok.Paling pol juga Cuma 10 menit.” Aku berusaha menenangkan sepupuku yang sedang melongo lebar tersebut sambil mengenakan celemek serta topi yang bertuliskan ‘Fast Chicken’ tersebut. Untung saja aku memiliki sepupu seperti dia.
“Toh juga ada pegawai yang lain. Mereka pasti mengerti karena mereka pikir kamu sedang mengantar pesanan.” Lanjutku mantab. Sungjae hanya bisa bergeleng sambil menunjukkan wajah cemasnya yang sangat menggemaskan.
“Baiklah.. 10 menit saja, aracchi?!” ancam Sungjae sambil memajukan wajahnya ke wajahku. Aku hanya mengangguk pelan kemudian mencubit kedua pipinya .
“Arrasso, Sungjae-ah! Jadilah anak manis dan tunggu aku di sini.” Ucapku kemudian memasuki Rainbow.
Seperti yang telah aku kira, tempat karaoke kecil-kecilan ini memiliki peraturan yang tidak terlalu ketat. Mereka bisa begitu mudahnya memasukkanku dan mempercayaiku bahwa salah satu dari pelanggan mereka ada yang memesan 2 box spicy wings. Walaupun membutuhkan perdebatan yang cukup lama, in the end and finally, aku berhasil masuk. Aku melonjak-lonjak kegirangan, dalam hati. Berbagai pujian dari Chanyeol oppa, Sungyeol oppa dan Dongwoo oppa terlintas di benakku. Aah memikirkannya saja sudah membuatku tersenyum-senyum sendiri. Minhye-ah, sejak kapan kamu sejenius ini...
Aku menghampiri kamar pertama dengan cara berjongkok agar kedatanganku tidak terlihat dari kaca transparan yang ada di pintu. Jadi, sebenarnya perbuatanku ini sedikit berdosa dan agak beresiko karena, mau tak mau, aku harus menguping. Yah bagaimana lagi. Hanya itu satu-satunya cara. Aku hanya remaja biasa yang tidak memiliki peralatan merekam canggih seperti James Bond atau Tom Cruise di Mission Impossible.
Tap..tap..tap..Aku melangkah jongkok pelan sambil melihat sekeliling, memastikan tidak ada yang melihat aksi spyingku. Sebuah background music Mission Impossible terputar di kepalaku. Aku membayangkan diriku adalah partner Tom Cruise yang berusaha mencuri dengan lawan saat ini.
Dan begitu seterusnya hingga tak terasa 6 kamar telah aku curi dengar. Semua terasa biasa saja. tidak ada faktor X. Bukannya sedang mencari kandidat untuk X-Factor sih hanya saja tidak ada satu pun yang menarik di telingaku. Aku memanyunkan bibirku kesal. Uang 4000 won telah aku habiskan untuk membeli 2 box spicy wings ini dan akan menjadi sia-sia bukan jika aku tak menemukannya.
Kulangkahkan kakiku berat menuju kamar yang berada di paling pojok. Kamar terakhir. Kamar nomor 7. Dari jauh tampaklah sosok kustomer karaoke yang begitu familiar di mataku. Setelah proses loading otakku yang cukup lama, ternyata namja itu adalah teman sekelasku. Tak hanya ketika berada di sekolah, saat ia berada di karake pun ternyata ia hanya sendirian. Seorang diri. tanpa ada yang menemaninya.
Hey, apa asiknya coba karaoke sendirian? Setahuku, yang asik dari karaoke adalah bernyanyi bersama dengan teman-teman kita. Saling mengejek ketika kita bernada fals. Saling menghina ketika kita mendapat skor jelek. Saling memojokkan ketika kita kalah taruhan. Eh kenapa jelek semua sih? Intinya tidak menyenangkan lah karaoke hanya sendiri. Dan yang paling penting adalah: lebih murah. Kamar-kamar sebelumnya pun berisi paling tidak dua orang. Ada yang adik dengan kakaknya, ada yang satu pasang kekasih ada yang satu kelas dibawa masuk semua sementara ini? entahlah dari dulu aku tidak pernah mengerti isi pikiran namja tersebut.
Aku kembali menjongkok dan membuka pintu sedikit lalu mencuri dengar lagu yang namja tersebut lantunkan.
“Lying beside you~ Here in the dark~”
Deg.
Dag.
Dig.
Dug.
Jantungku seakan berhenti memompa, mungkin itu yang akan dikatakan oleh novel-novel dan fanfict-fanfict mengenai keadaanku sekarang. Suara seperti ini baru pertama kali ini aku dengar. Suaranya begitu gentle,lembut dan kuat. Sangat jarang aku menemukan suara seperti ini. sedang menyanyikan lagu ballad tetapi aku menemukan sedikit unsur RNB di dalamnya. Sulit untuk menggambarkannya. Suaranya tak kalah dengan suara Baekhyun. Baekhyun selalu menang di nada tinggi sementara suara namja ini begitu halus dan dalam.Sangat menyentuh jiwa, meluluhkan siapa saja yang mendengarnya. Membuatku melupakan berbagai dimensi tempat dan waktu.
Saat ia melakukan adlib, bulu romaku berdiri sejenak. Merinding kagum. Dan di saat ia mengakhiri lagunya dengan gumaman yang terasa sangat panas di telingaku, aku benar-benar melupakan dimensi tempat dan waktu karena...
“Daebak!! Bravo!!!” teriakku sambil bertepuk tangan setelah membuka pintu dengan kasar.
“...” namja tersebut menatapku aneh seakan bertanya ‘siapa dan sedang apa kamu berada di sini?’. Matanya membulat penuh.
Demi Tuhan, Park Minhye! Baru beberapa menit saja kamu jenius sekarang kembali menjadi pabo lagi! Aku merutuki diriku sendiri sebelum menggaruk-garuk leherku yang sebenarnya tidak terasa gatal.
“Sedang apa kamu di sini, Park Minhye?” tanya nya pelan setelah meletakan microphone nya.
Apa? Dia tahu namaku?
“Kamu tahu namaku?” tanyaku pelan.
“Tentu saja. Kita kan sekelas.”
“Ah iya...” kembali kugaruk leherku yang memang benar-benar tidak gatal.
“Jadi...Kamu sedang apa di sini?” tanyanya lagi, dengan nada datarnya yang sangat berbeda dengan nada saat ia bernyanyi.
“A-ah aku hanya sedang melakukan pekerjaan saja untuk mengantar ayam. Dua box spicy wings!” Aku berdalih. Alasan yang sudah kuucapkan sebanyak 6 kali karena usahaku mencuri dengar selalu saja ketahuan, kini kuucapkan lagi.
“tetapi aku tidak memesannya.” Dan itulah jawaban ke 7 yang sudah kudengarkan hari ini.
“Oh jadi begitu...Mianhae sudah mengganggu.”
End of Minhye’s POV
Saat aku tengah berkaraoke, gadis itu mendatangi kamar karaokeku. Aku baru tau ternyata dia part-time work sebagai pengantar pesanan. Setahuku biasanya yang bertugas mengantar seperti itu seorang namja tetapi ini yeoja. Yah, wajar saja sih. Habis dia itu memang sangat diragukan gendernya. Sama sekali tidak feminim. Kemana-mana selalu memakai jeans belel dan mainnya pun selalu dengan laki-laki. Di kelas, ia tidak pernah bergaul dengan teman-teman yeojanya. Saat istirahat ia selalu pergi ke kelas kakaknya, Park Chanyeol. Gayanya juga teramat tomboy. Bahkan ia juga masuk ke sebuah band yang anggotanya adalah namja semua kecuali dia sendiri.
“Oh jadi begitu...Mianhae sudah mengganggu.” Ucapnya sambil menutup pintu perlahan.
Aku memutar bola mataku. Bagaimana bisa dia salah kamar? Merepotkan saja. Waktuku untuk berkaraoke jadi berkurang 3 menit gara-gara dia.
Dua puluh menit kemudian, waktuku pun habis. Dan akupun mengambil tasku untuk segera keluar dari ruangan tersebut. Aku melangkah melewati lorong menuju kasir untuk membayar 2 jam quality time ku. Aku mengambil dompetku dan membayar biaya yang disebutkan oleh kasir noona. Setelah itu, aku membuka pintu keluar dan di depanku sudah berdiri gadis semi-namja tersebut.
“Hei, Do Kyungsoo. Aku sempat mendengar suara merdumu tadi. Maukah kau bergabung ke dalam bandku?” tanyanya sambil menyeringai.
Napasku sempat tertahan sejenak. Cukup lama bagiku untuk mencerna semuanya. Saat kulihat seorang namja bertubuh tinggi memakai celemek dan topi berlogokan ‘Fast Chicken’ yang sedang dia pakai, aku baru mengerti apa yang telah terjadi. Sial. Ternyata keputusanku untuk karaoke hari ini salah besar.
Aku butuh pintu doraemon.
Untuk kabur dari gadis ini.
Sekarang juga.