home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > The Most Beautiful Flower

The Most Beautiful Flower

Share:
Published : 27 Jul 2014, Updated : 27 Jul 2014
Cast : Nam Woo Hyun, Son Na Eun
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |539 Views |1 Loves
The Most Beautiful Flower
Synopsis

Synopsis

Aku melihatnya. Wajah itu, wajah tampan dengan sinar mata yang terlihat penuh dengan kerisauan. Entah apa yang membuatnya terlihat seperti itu. Perlahan aku mencoba mendekati pria itu namun hatiku terasa berat, entah mengapa aura kegelisahannya ikut menyelimutiku seiring dengan langkahku yang semakin dekat dengannya. Di satu sisi aku ingin berhenti, namun ada suatu sinyal dalam diriku yang mengatakan bahwa aku tetap harus melanjutkannya. 

#ShinzuiWhiteConcert

 


CHAPTER 1

Pagi ini matahari memancarkan sinar tercerahnya, seolah memberikan semangat kepada para pekerja  Putih Shinzu’i  Florist yang sibuk menyiapkan pesanan buket bunga untuk acara pernikahan. Termasuk juga aku, Son Na Eun, yang sudah 1 tahun bekerja disini. Ya, aku adalah seseorang perangkai bunga. Hatiku selalu merasa bahagia bila dapat menghasilkan rangkaian bunga yang cantik.

“Na Eun-ah, tolong ambilkan 2 tangkai mawar putih lagi. Sepertinya buket yang ini masih kurang bunganya” , ucap Eun Ji eonni sambil tetap sibuk merapikan buket bunga itu.

“ Sebentar eonni, aku akan mengambilkannya di luar.”

Aku berjalan keluar dan mengambil 2 tangkai mawar putih yang dipajang di luar toko. Hari ini toko cukup sepi sehingga aku dapat menyadari kehadiran seorang pria yang berdiri di depan toko, tepat di depan deretan bunga yang berada dalam vas-vas kecil. Dia hanya diam. Aku ingin menegurnya, namun Eun Ji eonni telah memanggilku. Aku yakin dia juga akan berbicara nanti bila ada yang diperlukan.

“ Pria itu masih disitu ya ?”, tanya Soomin setengah berbisik. Soomin juga merupakan pekerja di Putih Shinzu’i Florist.

Aku menjawabnya dengan sebuah anggukan.

“ Aku nggak ngerti  sama dia. Dari kemarin dia hanya berdiri disitu, dalam waktu yang cukup lama, tanpa melakukan apapun.”

“ Masa sih ? Memang kamu nggak mencoba untuk menegurnya ?”, tanyaku sedikit tidak percaya.

“ Kemarin kamu nggak disini, jadi wajar kalo kamu nggak percaya. Aku sudah mencoba, tapi dia bilang hanya melihat-lihat. Tapi, bukankah itu aneh ?”

Aku hanya mengangkat bahu. Kemarin aku memang tidak ada di toko karena pergi untuk membeli beberapa perlengkapan toko.

Pekerjaan kami pun terus berlanjut dan akhirnya selesai setelah tiga jam berlalu. Aku melihat ke sekeliling dan ternyata pria yang sempat aku bicarakan dengan Soomin masih ada disitu ! Rasanya memang aneh, apa yang dia lakukan sepanjang waktu ini ?

Aku mencoba memperhatikannya dengan lebih seksama. Aku melihatnya. Wajah itu, wajah tampan dengan sinar mata yang terlihat penuh dengan kerisauan. Entah apa yang membuatnya terlihat seperti itu. Perlahan aku mencoba mendekati pria itu namun hatiku terasa aneh, entah mengapa aura kegelisahannya ikut menyelimutiku seiring dengan langkahku yang semakin dekat dengannya. Di satu sisi aku ingin berhenti, namun ada suatu sinyal dalam diriku yang mengatakan bahwa aku tetap harus melanjutkannya.

Tanpa sadar aku telah berada tepat dihadapannya, menatapnya dengan tatapan yang ternyata mampu membuatnya juga berbalik menatapku. Aku menyadarkan diriku, mencoba untuk memulai percakapan dengannya.

“ Bunga matahari cocok untuk orang-orang yang sedang gelisah “

Dia masih diam. Aku melanjutkan kalimat yang sudah terlanjur aku ucapkan , “Bunga Matahari memiliki warna cerah dan mencolok yang dapat memancarkan keceriaan. Sangat cocok untuk suasana siang hari ini.”

“Aku tidak membutuhkan bunga ”, akhirnya dia berbicara.

“ Jadi bukan untuk kamu ? Lalu untuk siapa ? Ayah ? Ibu ? Atasan ? Sahabat ? Atau mungkin... Pacar ? Kebanyakan orang-orang yang kesini datang membeli bunga untuk pasangannya.”

Dia tidak menjawab. Aku meneruskan berbicara.

“ Lalu tujuannya apa ? Apakah  untuk ucapan selamat atau untuk sesuatu yang menyedihkan ?”, aku memilih kata yang aku gunakan sehati-hati mungkin. Dari ekspresi wajahnya mungkin jawaban kedua adalah yang lebih tepat.

“ Aku hanya ingin melihat-lihat. Tidak bisakah kamu membiarkanku melihatnya sendiri ?”

“ Pengalamanku memang belum banyak, namun aku rasa aku cukup dapat diandalkan.... ”

“Tapi aku tidak mau !”, dia memotong ucapanku dengan nada suara yang mulai meninggi.

“Lalu apakah hanya dengan melihat kamu bisa memutuskan ? Dari yang aku dengar, dari kemarin kamu hanya berdiri disini selama berjam-jam. Bukankah itu membuang-buang waktu ?”, mendengar responnya yang tidak bersahabat, aku mulai terbawa emosi.

“ Aku ulangi sekali lagi : aku hanya ingin melihat dan tidak ingin berkonsultasi dengan siapapun !”, jawabnya dingin.

Aku merasa kesal dengan ucapannya, namun sesaat kemudian aku teringat kembail dengan tatapan matanya yang gelisah itu. Aku mencoba berbicara dengan nada yang lebih tenang.

“ Maaf kalau aku lancang, aku tahu kamu sedang mengkhawatirkan sesuatu saat ini.  Tapi diam tidak akan menyelesaikan masalah kamu. Kamu bisa membagi kekhawatiran kamu dengan orang lain, dengan begitu kamu tidak akan merasa sendirian. Dengan berbagi juga setidaknya bisa sedikit mengurangi beban yang ada di hati kamu."

"Kamu bisa berkonsultasi denganku, bila yang kamu butuhkan memang benar-benar bunga. Sama seperti kamu yang keras kepala untuk tetap diam, aku juga tetap keras kepala untuk seperti ini. Berbagilah kekhawatiran kamu denganku bila kamu mau. Kamu bisa menemui aku kapanpun kalau kamu berubah pikiran.”, lanjutku.

Dia tidak memberikan respon dan pergi begitu saja. Mungkin kata-kataku terdengar berlebihan baginya. Namun aku benar-benar serius. Aku berharap bunga dapat menghilangkan raut kegelisahan dari wajahnya.

***

Akhirnya, hari yang melelahkan ini berakhir.  Saat aku hendak pulang, aku terkejut karena melihat pria itu lagi. Aku yakin dia tadi telah pergi, tapi dia kembali lagi.

Dia menghampiriku, “ Kamu bilang aku bisa berkonsultasi tentang bunga dengan kamu?”

Sepertinya dia berubah pikiran.

“ Tentu saja, aku seorang florist. ”

 Dia menyerahkan selembar surat kepadaku. Aku membacanya perlahan. Kini aku sedikit menyadari alasan kegelisahannya...

“ Tapi, kalo boleh aku tahu nama kamu siapa ? Kamu sudah menceritakan sejauh ini tapi kamu belum memberitahukan namamu .”

“ Nam Woo-Hyun “, jawabnya singkat.

Si pria misterius ini, akhirnya ada satu hal yang aku ketahui tentang dirinya, yaitu namanya. 

 


CHAPTER 2

Aku sedang bersiap pergi, di minggu pagi yang tenang ini. Meski kebanyakan orang lebih memilih untuk menikmati waktu liburnya, aku memutuskan untuk pergi memecahkan teka-teki yang dibawa oleh seseorang yang tidak aku kenal. Tidak ada yang aku ketahui tentang dirinya, hanya namanya, Nam Woo Hyun, dan juga kisahnya.

Aku mengingat kembali saat malam itu dia memberikan sebuah surat kepadaku. Surat itu berasal dari pacarnya, Dasom, atau mungkin lebih tepat disebut mantan pacar. Dasom mengatakan bahwa dia ingin menghentikan hubungan mereka karena dia sudah merasa lelah.

Hal pertama yang aku pikirkan, “ Ah... Woo Hyun dicampakkan, tapi dia belum bisa menerimanya” . Namun pemutusan hubungan ini agak sedikit berbeda. Meskipun meminta putus, Dasom masih meminta diberikan sebuah bunga, bunga terindah yang dapat memberikan kebahagian. Begitulah yang tertulis dalam surat itu.

“Permintaan yang aneh”, hal selanjutnya yang terlintas dipikiranku.

Mengapa dia masih meminta sesuatu padahal dialah yang memutuskan hubungan ? Dan Woo Hyun pun seperti seseorang yang tidak punya pilihan lain. Mungkin karena Woo Hyun sangat mencintai Dasom, hingga tidak mempedulikan hal lain selain mengabulkan permintaan Dasom terlebih dahulu.

“Pasti ada alasan, namun aku harus mengabulkan keinginannya dulu sebelum aku meminta penjelasan darinya.”, begitulah yang dikatakan Woo Hyun.

Dan inilah aku, yang memutuskan untuk mengulurkan tanganku. Pagi ini aku akan pergi ke toko buku untuk mencari buku tentang bunga, tentu saja bersama dengan Woo Hyun. Sebelum berangkat, aku mengoleskan Shinzu'i Body Lotion terlebih dahulu untuk melindungi tubuhku dari sinar matahari yang sepertinya masih belum bosan untuk memberikan sinar tercerahnya. Aku menggunakan Ayumi. Selain dapat melembutkan dan mencerahkan kulit, Shinzu'i juga dapat memberikan aroma wangi yang menyegarkan, aroma yang menambahkan semangatku pagi ini.

Di hari-hari sebelumnya aku telah mecoba bertanya pada sesama rekan perangkai bunga mengenai teka-teki itu. Rata-rata jawaban mereka sama, dan itu juga merupakan jawaban yang aku pikirkan : semua bunga indah dan tentu saja membawa kebahagiaan. Meskipun setiap bunga punya maknanya masing-masing, tapi hal itu dapat memberikan kebahagiaan-kebahagiaan tersendiri.

Aku bertemu dengan Woo Hyun langsung di toko buku. Kami menemukan beberapa buku dan memutuskan untuk membelinya. Kami membacanya sambil makan siang di kafe yang berada di depan toko buku.

“ Rangkaian bunga anggrek dapat diberikan kepada orang-orang yang disegani, dikasihi dan  dihormati..... bunga aster merupakan simbol persahabatan, dan bungan lili melambangkan keindahan “ , aku membaca setiap kalimat yang terdapat dalam buku itu.

Woo Hyun masih diam, dia serius membaca buku.

“ Bunga gerbera dilambangkan sebagai cinta yang sudah lama terikat... Bukankah kalian sudah lama berhubungan ?”

Woo Hyun mengangguk , “ Sudah 4 tahun. “ Jawabnya singkat

“ Mungkin dia menginginkan bunga ini... Atau mungkin, bunga Iris. Bunga Iris menandakan bahwa kamu tidak bisa lepas darinya, kamu sangat mencintainya. Bukankah hal ini dapat membuat seseorang bahagia ?”

“ Entahlah, aku masih belum yakin.”

Dan begitulah waktu berlalu. Aku memberikan banyak jawaban pada Woo Hyun, namun dia merasa ragu.

“ Aku merasa ada sesuatu yang spesial dari bunga itu sehingga Dasom menginginkannya. Aku rasa ini bukan suatu bunga yang biasa.” , Woo Hyun terlihat berpikir keras.

Aku memperhatikannya, “ Untuk seseorang yang dicampakkan, bukankah kamu aneh ?”, ucapku tanpa sadar.

Aku khawatir menyinggung perasaan Woo Hyun. Sebaliknya, dia ternyata menjawab pertanyaanku.

“ Dasom selalu baik, dia peduli dan sangat menyayangiku. Menerima permintaan putus yang tiba-tiba seperti itu, tentu saja aku merasa bingung. Tapi aku merasa bahwa permintaan Dasom kali ini berbeda. Jadi, dibanding memikirkan alasannya untuk meminta putus, aku memutuskan untuk mengabulkan permintaannya terlebih dahulu.”

Aku mengangguk mencoba memahami alasannya. “ Tapi, kenapa kamu seperti itu saat pertama kali kita bertemu ? Aku menanyakan bunga apa yang ingin kamu cari, tapi kamu malah menjawabnya dengan sangat dingin.”

Dia tersenyum , “ Maafkan aku. Saat itu aku sebenarnya sedang bingung. Seseorang yang aku cintai meminta sesuatu padaku, tapi aku tidak tahu apa yang benar-benar dia inginkan. Rasanya sangat membuatku frustasi. Karena akulah yang dia minta, jadi harus aku yang menemukan jawabannya. Itulah yang aku pikirkan.”

Aku mengangguk. Dia tidak ingin orang lain juga ikut mencampuri urusannya.

“ Tapi kamu membuatku berubah pikiran dengan kata-kata yang kamu ucapkan saat itu.”, ucap Woo Hyun kemudian. Aku merasakan ketulusan dari ucapannya.

Aku tersenyum kepadanya, “ Berbagi itu memang selalu lebih baik. Walaupun saat ini kita belum menemukan jawabannya, tapi aku yakin sedikit lagi kita akan tahu.”

Kini wajah Woo Hyun tidak serisau seperti saat pertama kali kita bertemu. Aku merasa sedikit lega. Saat ini yang tersisa adalah teka-teki yang ditinggalkan oleh Dasom.

Aku melanjutkan membaca buku. Kini buku itu membahas tentang buka sakura. Mekarnya bunga sakura memiliki  makna yang begitu mendalam di hati masyarakat Jepang, sebuah makna kesejukan, keheningan, kebahagian dan ketenangan. Itulah yang aku baca di buku itu.

“Mungkin... bunga sakura ? “, ucapku pada Woo Hyun. Lalu aku membacakan kalimat yang aku baca barusan.

Woo Hyun terlihat berpikir.

“ Aku rasa bunga sakura merupakan bunga yang istimewa, karena sulit untuk mendapatkannya disini. Bila ingin budidaya bunga sakura, harus dengan cara yang khusus dan menyesuaikan dengan iklim di sekitar bunga tersebut supaya dapat mekar dengan indah.”

“Bunga yang indah dengan cara budidaya yang cukup rumit namun tetap dapat memberikan  kebahagiaan. Bukankah ini menjadikannya istimewa ?”, lanjutku.

“ Keindahan bunga sakura sudah tidak diragukan lagi. Bunga sakura bahkan telah menjadi bunga nasional bagi negara Jepang.” Aku merasa yakin bahwa jawaban dari teka-teki ini adalah bunga sakura.

Woo Hyun mengangguk perlahan, sepertinya dia setuju dengan ucapanku.

“ Aku merasa jawaban kamu ada benarnya. Mungkin memang bunga sakura adalah yang Dasom inginkan.” Meskipun masih terlihat sedikit ragu, Woo Hyun terlihat mempercayai jawabanku.

“ Na Eun, kamu memiliki bunga sakura ?”, tanya Woo Hyun kepadaku

Aku mengangguk, “ Aku mencoba membudidayakan beberapa di toko. Belum ada yang benar-benar mekar dengan baik, tapi apakah kamu ingin membawanya ?“

“ Aku akan sangat berterimakasih jika kamu membolehkanku membawanya”
“ Tentu saja, aku memang berniat membantumu. Mana mungkin aku tidak membolehkannya.”, ucapku sambil tersenyum.

 Woo Hyun balik tersenyum, namun sesaat kemudian dia kembali terlihat risau, “ Aku masih sedikit khawatir. Aku takut mengecewakan Dasom . . . “

Keheningan pun menyelimuti kami. Sesungguhnya aku pun merasa khawatir. Woo Hyun sudah sangat bekerja keras. Bukannya kecewa dengan keputusan Dasom, dia justru masih berusaha untuk memberikan kebahagiaan kepada orang yang dicintainya. Aku khawatir Woo Hyun akan semakin terluka bila respon yang nantinya Dasom berikan bukanlah respon yang baik. Aku khawatir sinar matanya yang risau itu akan semakin sulit untuk menghilang.

***

 Hari ini Woo Hyun mendatangi Rumah Dasom untuk memberikan hadiah yang Dasom minta, meskipun hal itu belum tentu merupakan jawaban yang tepat. Namun, aku berharap setidaknya Dasom akan menghargai pemberian dari Woo Hyun itu bila Dasom benar-benar mencintai Woo Hyun. Hadiah itu merupakan hadiah yang tulus dipersiapkan oleh Woo Hyun.

Aku menunggu di depan rumah Dasom. Woo Hyun mengijinkanku untuk ikut. Aku sangat penasaran, apakah benar hadiah ini sesuai dengan yang diharapkan Dasom. Selain itu, aku juga mengkhawatirkan Woo Hyun.

Woo Hyun keluar dari rumah Dasom setelah dua jam aku menunggu. Sepertinya yang aku khawatirkan benar-benar terjadi. Ekspresi wajah Woo Hyun terlihat begitu kosong, dia seperti kehilangan jiwanya. Dia berjalan perlahan seperti tanpa tenaga.

“Woo Hyun ...” , aku memanggilnya perlahan.

Woo Hyun melihatku, “ Terimakasih telah membantuku. Terimakasih ...”, hanya itu yang dia ucapkan kepadaku. Kemudian dia pergi tanpa menunjukkan wajahnya lagi padaku.

 


CHAPTER 3

Aku berdiri di depan pagar rumah Dasom. Aku sedang berpikir, apakah yang aku lakukan ini benar. Sepertinya aku sudah terlalu ikut campur dalam urusan ini, tapi aku tidak bisa untuk berhenti. Aku terlalu khawatir pada Woo Hyun.

Sudah lima hari berlalu sejak terakhir aku melihat Woo Hyun. Lima hari yang lalu Woo Hyun mendatangi rumah Dasom dan keluar dengan ekspresi kosong. Dia tidak menjelaskan apapun kepadaku, aku pun juga tidak berani menanyakannya. Aku tidak tahu dimana Woo Hyun tinggal, yang aku tahu hanyalah rumah Dasom. Jadi aku memutuskan untuk datang ke rumah Dasom dan bertemu dengan Dasom secara langsung. Aku harus memberitahu Dasom bahwa Woo Hyun sangat mencintai dia.

Aku menekan bel. Tidak lama seorang wanita paruh baya membukakan pintu untuku. Sepertinya dia ibu Dasom.

“ Mau bertemu dengan siapa ya ? ”, tanya wanita itu

“ Saya mau bertemu dengan Dasom, tante. Ini ada kiriman bunga untuk dia. ”, ucapku sembari menunjukkan bunga sakura yang aku bawa dalam pot kecil.

Wanita itu sesaat terdiam, kemudian mengajakku untuk masuk ke rumah. Ekspresi mukanya samar.

Rumah itu terasa sunyi, di ruang tamu hanya ada beberapa sofa dan meja kecil. Aku melihat sekeliling. Di dinding terpajang foto keluarga ini, Dasom beserta ayah dan ibunya, hanya mereka bertiga.

“ Nanti biar tante yang memberikan ini kepada Dasom. Dasom pasti senang mendapatkan bunga yang cantik ini lagi.”, aku menyerahkan bunga itu kepada ibunya Dasom.

“ Dasomnya sedang pergi tante ?”

Ibu Dasom tersenyum tipis, “ Dasom sudah pergi menyusul ayahnya.”

Aku terdiam sesaat mendengar jawaban Ibu Dasom. Terlintas sebuah jawaban dalam pikiranku, namun aku masih belum yakin.

“ Mereka sudah bahagia disana ...”, mata Ibu Dasom mulai berkaca-kaca.

Hatiku rasanya seperti tersambar petir mendengar ucapan ibu Dasom. Pikiranku mulai menyusun kesimpulan : Dasom telah meninggal. Aku kehabisan kata-kata, tidak tahu lagi apa yang harus aku katakan.

“ Maafkan saya tante “, hanya itu yang aku ucapkan. Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar.

Ibu Dasom tersenyum, “ Tidak apa-apa. Sepertinya kamu adalah orang yang membantu Woo Hyun mencarikan bunga untuk Dasom. Tante sangat berterimakasih atas bantuan kamu.”

Aku masih diam, hanya bisa diam. Aku tidak tahu harus merespon bagaimana.

“ Dasom sudah lama sakit keras ...”, Ibu Dasom mulai bercerita, “ Dia mengidap kanker , awalnya tidaak terlalu kelihatan namun saat memasuki stadium akhir perkembangannya menjadi semakin cepat.”

“ Dokter menyarankan untuk operasi, tapi kemungkinan berhasilnya sangat kecil. Dasom anak yang berani. Dia menyetujui usul dokter, namun dia mulai mengkhawatirkan Woo Hyun. ”

“ Dia tidak ingin Woo Hyun terluka mengetahui kondisinya, Dasom sendiri juga sadar kemungkinan berhasil operasi ini akan sangat kecil. Maka dari itu dia memutuskan Woo Hyun dan memintanya untuk membawakan bunga supaya Woo Hyun fokus untuk mengabulkan permintaan Dasom terlebih dahulu. Dasom tahu Woo Hyun akan berusaha mencarinya dulu, dia tidak akan datang kepada Dasom sampai menemukan bunga itu terlebih dahulu.”

Sedikit demi sedikit, aku mulai paham dengan semua ini.

Ibu Dasom melanjutkan, “ Bunga yang diminta Dasom, sebenarnya itu adalah harapan Dasom untuk Woo Hyun. Dia berharap bunga itu, bunga apapun itu, dapat memberikan kebahagiaan untuk Woo Hyun saat nanti Dasom sudah tidak ada disisi Woo Hyun lagi. Dasom berharap Woo Hyun dapat menemukan kebahagiannya kembali lewat bunga itu.”

Kini aku mengerti. Bunga itu sesungguhnya ditujukan untuk Woo Hyun. Itu adalah bunga harapan Dasom agar Woo Hyun tetap berbahagia.

 Tanpa terasa air mata berlinang di pipiku. Aku merasa terharu dengan cinta mereka berdua. Woo Hyun sangat mempedulikan Dasom, Dasom pun juga mempedulikannya bahkan di saat-saat terakhirnya.

“ Woo Hyun anak yang baik. Tante senang Dasom bisa memiliki seorang Woo Hyun di saat-saat terakhirnya.”

Kini semuanya terlihat jelas. Semuanya terasa rumit dan tidak masuk akal pada awalnya, namun kini alasan itu telah menjawab semuanya. Terakhir aku bertemu dengan Woo Hyun, tentu saja ekspresinya seperti itu. Dia pasti syok, dia tidak menyangka kekasihnya benar-benar memutuskannya, pergi untuk selama-lamanya.

***

Tiga bulan berlalu sejak terakhir kali aku bertemu Ibu Dasom. Woo Hyun kini sudah tidak terlihat lagi. Sebenarnya aku ingin tahu bagaimana kondisi Woo Hyun sekarang, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tidak tahu harus mencarinya kemana.

Kehidupanku berjalan seperti biasanya, aku tetap bekerja di Putih Shinzu’i Florist. Aku pergi ke pasar swalayan sebentar untuk membeli Shinzu'i body cleanser dan body scrub, produk yang aku percaya karena dapat membuat kulitku lebih cerah dan putih, serta yang paling aku sukai adalah memberikan aroma yang sangat menyegarkan.

Saat aku kembali, aku melihat sosok itu. Dia yang aku pikirkan selama tiga bulan ini berdiri di depan toko. Berdiri dengan posisi yang sama seperti saat pertama kali kita bertemu.

“ Woo Hyun ... “ , aku memanggilnya.

Woo Hyun melihatku, dan tersenyum , “ Aku ingin memesan sebuah bunga. Apakah disini ada bunga aster ? “

“ Tentu saja ada. Kamu mau beli berapa tangkai ? Perlu aku bungkus ?”

“ Satu saja dan tidak perlu dibungkus. Aku ingin langsung memberikannya.”

“ Kalau boleh aku tahu, bunga ini untuk siapa ?”

“ Untuk seseorang ... seseorang yang telah membantuku menemukan kebahagiaan. Untuk Son Na Eun .”, Woo Hyun tersenyum  kepadaku. Kali ini senyumnya terlihat sangat bebas.

Aku bahagia karena namaku disebut. Aku bahagia bisa menjadi orang yang dapat membantu Woo Hyun menemukan kebahagiaannya. Aku bahagia karena kini aku telah melihat Woo Hyun dengan wajahnya yang benar-benar terlihat bahagia. Sudah tidak ada lagi kerisauan di sinar matanya. Aku bahagia, sangat bahagia.

Selesai.

 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK