home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Mr(s) Misunderstand

Mr(s) Misunderstand

Share:
Published : 26 Jul 2014, Updated : 26 Jul 2014
Cast : Varen Dannies(OC), Hyorin, Naeun, Soomin
Tags :
Status : Complete
0 Subscribes |387 Views |1 Loves
Mr(s) Misunderstand
CHAPTER 1 : Mr(s) Misunderstand

 

Mr(s) Misunderstand

Cast: Varen Dannies, Hyorin, Naeun, Soomin

Genre: Romance

Leght: Oneshot

Disclamer: Originally by And.carey for #Shinzuiwhiteconcert & Dreamersradio.com

                           

***      

Sinopsis:

Pernakah kalian menyangka bahwa Hyorin, salah satu top model terkenal ternyata adalah salah satu wanita yang menawarkan jasa teman kencan sewaan. Hanya sewaan. Memang tidak biasa. Sangat tidak biasa untuk dirinya sendiri ‘pula’ yang memiliki kemampuan istimewanya yang orang katakan adalah ‘membaca prikiran orang lain’.

Namun siapa sangka juga, Hyorin akhirnya di pertemukan dengan Day. Yang dikata semua orang sebagai ‘Gay’.

Dia tampan, chek. Dia kaya, sangat. Dia memiliki badan proposional, sangat oke. Dia adalah seorang nailist berbakat? SUNGGUH TIDAK DAPAT DI PERCAYA.

“Kau sangat tidak normal, Day”

“Kau pikir, kau normal? Kau juga tidak normal, Hyorin... Mau saja di sewa oleh mama kesayanganku itu untuk menemani orang tidak normal seperti aku.”

Hyorin hanya dapat melongo terkejut mendengarnya. Dan lagi Hyorin harus rela terjebak bersama dengan lelaki aneh di hadapanya ini. Apa lagi ini... sial!, batinya.

 

***

 “Ayolah, Hyorin. Hanya berfoto,” ucap lelaki muda yang terlihat baru saja memasuki umur 20 tahunan.

“Maafkan aku. tapi kau tahu perjanjianya, bukan?”

Tentu saja aku tau, bodoh! Jual mahal sekali.. baru terkenal saja sudah begini, umpatnya dalam hati.

Sial, lelaki ini. Dia bahkan hanya menyewa jasa teman kencan sewaan dari agensiku hanya selama dua jam saja tapi sudah berani mengumpat. Dan lagi, bahkan di perjanjianya dia tidak boleh meninggalkan foto apapun-barang diperbolehkan.

Aku berusaha sabar menghadapi umpatan-demi umpatan yang aku dengar. Ya, aku memiliki kemampuan itu. Mendengar pikiran orang lain. Apakah kalian berpikir aku tidak sopan? Tenang saja, hal itu hanya dapat aku lakukan jika aku bertanya. Kalian paham? Tentu aku adalah seorang wanita yang tau apa itu sopan santun.

“Memang untuk apa jika aku berfoto denganmu dan aku bisa dapat apa?”

Aku bertanya sambil menegakkan badanku yang sebelumnya hanya tersangga lemas di sofa kafe tempatku saat ini berada. Aku menatapnya tajam, berusaha memaksanya berkata jujur.

Untuk dapat menunjukan pada temanku, aku dapat berkencan dengan top model sepertimu dan memenangkan taruhan kami, pikirnya.

“Eumh, hanya sebagai bukti bahwa kita berteman. Dan lagi...” ia menggantungkan kalimatnya.

Aku melihat kedua tanganya yang terulur masuk ke dalam tasnya. Berusaha mencari sebuah barang yang aku belum tahu. Dan tak lama kemudian ia memberikan setumpuk kertas-yang aku tau itu adalah voucher layanan sebuah nail shop, tumpukan kertas itu ia sodorkan padaku dengan menaruhkan benda itu tepat di sisi depan meja yang menghadapku.

Aku memandangnya heran, “Apa ini?” yang dibalas senyumam penuh arti dari Steve, lelaki di depanku.

“Ayolah kau tahu itu apa. Jumlah total voucher itu adalah 50 dollar. Lumayan bukan? Dibanding dengan satu buah foto di telepon genggamku.”

“Kau yakin?” tanyaku. Sebenarnya bagaimana aku bisa menolak jiga disodorkan benda-benda yang berkaitan dengan hobi yang aku sukai, Merawat dan mempercantik diri tepatnya.

“Tentu saja,” di banding dengan jumblah 50 dollar yang seharusnya aku berikan pada Karen, kekasihku. Mobil ferarri yang akan aku dapatkan hanya dari fotoku bersamamu berkali-kali lipat harganya, lanjutnya dalam hati.

“Dasar pria licik,” gumanku pelan amat pelan hingga menyerupai bisikan.

“Apa?” serunya.

Aku buru-buru menormalkan pikiranku. “Apanya? Sudahlah, kemari. Katamu kau ingin berfoto.”

Kami pun akhirnya berfoto dengan kau yang memasang senyum palsuku. Ia semakin tersenyum lebar, dan saat kembali ketempat duduknya aku melirik jam tangan yang aku pakai. Sudah habis, pikirku.

“Sudah habis waktumu, tuan Steve. Segerahlah pergi, aku juga harus merawat kuku-kuku indahku. Terima kasih atas vouchernya, kau memberikanya tepat waktu. Hari ini aku tidak ada jadwal pemotretan. Segerahlah kau ambil kumci mobil ferarri hasil taruhan yang akan kau miliki.”

“Kau... bagaimana kau bisa...”

Aku segera memotong ucapanya, “Sudah, pergilah.”

Setelah itu aku melihat jelas mukanya yang memerah menahan amarah dan juga malu lalu ia pergi meninggalkanku dengan cara jalan yang terlihat buru-buru.

“Dasar...” ucapku dengan nada merendahkan dan senyum mengejek. Ini salah satu kebiasaan buruk yang aku miliki sejak aku bergabung dengan agensi teman kencan sewaan.

Agensi teman kencan sewaan? Ya, benar. Bisnis yang belum lama di dirikan ini memang cukup asing bagi beberapa orang. Sebenarnya tujuan bisnis ini adalah untuk meningkatkan percaya diri agar dapat melakukan dengan baik dalam kencan sesungguhnya. Tapi yang aku tau, bisnis ini mulai di salah gunakan seperti Steve tadi.

Apa itu? Dia rela menggeluarkan 50 dollar yang ia berikan padaku hanya untuk taruhan. Terlihat ia bukan tipe orang baik-baik. Ia suka menghambur-hamburkan uangnya. Yang aku tahu, dia berlindung di ketiak orang tua kayanya itu. Anak jaman sekarang. Aku hanya dapat menggeleng kepala kanan-kiri memikirkanya.

“Lebih baik aku segera menuju nail shop ini. Thanks God! Voucher Manicure & Pedicure yang amat menguntungkan. Untung saja aku tidak ada pemotretan.” Ucapku sambil tersenyum lebar.

Aku mulai bersiap meninggalkan kafe yang berada di salah satu pusat distrik di Bali ini, untuk menuju ke nail shop yang seharusnya memang tidak jauh dari sini, hanya perlu berjalan kaki beberapa waktu saja.

“Tapi tunggu, sepertinya ada yang tertinggal.” Aku menggerutu, segera mencari sebuah benda di dalam tas yang aku bawa.

“Nah! aku menemukanya. Karena Putih itu SHINZU’I, aku harus memakai SHINZU’I Body Lotion yang mengandung UV Protection, yang berfungsi untuk melindungi kulit putihku dari sinar UV. Serta formula yang mudah meresap kedalam kulit sehingga tidak menyebabkan lengket.”

Aku mulai mengoleskan body lotion ke area tangan, kakiku serta bagian tubuhku yang lain-yang kemungkinan terkena sinar matahari, karena saat ini aku menggunakan dress putih susu dengan sabuk kecil berwarna emas. Dress yang aku gunakan memang tidak terlalu pendek, 5 cm di atas lutut. Dan ya, aku seorang model dan aku juga tau bagaimana pentingnya memilih produk yang baik untuk kulitku. Dan faktor matahari di atas pulau bali ini juga sedang terbakar, panas!.

Menyusuri jalan ini rasanya lebih menyenangkan dibanding hari-hari biasanya. Hari yang indah. Meskipun aku mendapati fakta bahwa diriku ini digunakan sebagai taruhan oleh lelaki seperti Steve. Aku terus berjalan, dan disaat inilah terdengar bunyi dati telepon gengamku.

Ckckck, dasar model. Ada job baru untukmu, dan ini sangat gila. SANGAT GILA. Cek e-mail milikmu dan ketahuilah fakta yang SUPER GILA ini!. Cek! Cepatlah! Cek! Ini gila! GILA!!

SMS dari Anya-sang pemilik bisnis ini, sahabatku, masuk. Pasti dia sudah gila, isi SMS darinya bahkan hanya kalimat yang tidak jauh-jauh dari kata gila dan gila lagi. Memang ada apa, sih? Akhirnya aku memutuskan untuk menunda mengecek e-mailku dulu.

Saat aku berbelok di sebuah sudut jalan, aku melihat sebuah tempat yang menarik perhatian. Dengan mobil-mobil mewah di depan bagunan yang aku tau berharga tak murah, aku mengalihkan pandanganku. Seketika, aku tahu itu tempat apa.

Tulisan “Kirei Nail Shop” yang begitu besar, terpampang pada dinding kaca tembus pandang ke arah dalam. Tanganku mencari voucher yang di berikan Steve tadi. Benar saja, ini adalah tempatnya. Dan sudah jelas, aku tahu tempat ini karena alamatnya. Aku belum pernah datang kemari, itu faktanya.

“Namanya seperti salah satu variant body scrub dan Shinzui Body Cleanser, yaitu sabun cair yang kupakai. Apakah mungkin? Setelah melakukan Manicure dan Pedicure disini, membuat kulit bersih dan efektif mencerahkan kulit secara alami seperti sabun cair yang kupakai? Oke, lupakan pikiran bodohku tentang itu.” Ucapku spontan. Aku berjalan kearah sana dengan langkah yang bersemangat.

Saat aku masuk kedalam, ‘Boom!’ seperti itulah reaksi yang aku tunjukan selain mulut melongo terkejut. Tempat ini di penuhi oleh pelanggan-pelanggan yang wajahnya tidak asing. Semuanya ada di TV dan beberapa majalah fashion dan bisnis dirumahku-Aku bukan manusia gua yang akhirnya keluar dari tempat kebanggaanku yang berupa dinding batu itu hingga tidak tahu siapa mereka, karena faktanya beberapa dari mereka pernah berkenalan dan berbincang denganku.

“Hyorin!”

Aku berbalik dan mendapati bahwa kedua sahabatku, Na Eun dan Soomin, sedang berdiri menatapku sama terkejutnya denganku. Mereka teman ‘seperjuangan’ sebagai model di agensi lamaku di Korea-sebelum pindah ke Bali, Indonesia. kami saling menatap dan berpelukan sebentar.

“Kalian sedang berlibur?” tanyaku, segera di balas anggukan oleh mereka.

“Aku sangat khawatir padamu, Hyorin. Aku berpikir kau menghindar dari kami serta memutuskan untuk pindah ke Bali karena Bora yang sempat merendahkanmu sebagai model yang tidak pandai merawat diri. Aku sangat dan sangat khawatir sekaligus geli, karena ucapanya hanya tentang kuku, lebih tepatnya berbicara tentang Nail shop yang belum pernah kau kunjungi ini. ia bahkan sempat melanjutkanya dengan gosip bahwa kau menghindar dari fakta.” Na Eun berkata dan melanjutkanya dengan menghela nafas kasar.

“Kalau aku mengindar, pasti dia mengira aku benar-benar seperti apa yang dia pikirkan. Lagi pula, aku Bali karena memang tempat ini yang sudah menarik perhatian dunia serta kesempatan yang lebih besar dengan agensi baruku di sini.”

“Benar tidak terjadi sesuatu yang buruk, bukan?” kali ini Soomi yang memastikan.

“Sebenarnya juga tidak ada apa-apa. Aku datang ke sini karena tidak suka menjadi bahan omongan seandainya aku tidak datang. Itu alasanya.” Aku berusaha mencari kata yang tepat untuk menjelaskan pada kedua orang di depanku ini.

“Begitu...” ucap Naeun dan Soomi bersamaan.

 

***

Seorang pegaiwai wanita berjalan ke arahku dengan senyum merekah dibibirnya, aku tau itu memang etika seorang yang bekerja di bidang itu seperti dirinya. Aku sebenarnya sudah mulai kesal karena saat aku datang, tempat ini sudah mau tutup sementara karena jam makan siang. Dan jadilah aku harus mau menunggu disini karena tadi seorang pegawai yang berseragam sama dengan orang yang berada di depanku itu, menyuruhku duduk di ruang tunggu.

Perlu tahu saja, kedua sahabatku tadi telah pergi setelah beberapa saat kami bernostalgia  karena jadwal keberangkatan pesawat yang akan mereka naiki untuk pulang ke Korea sudah hampir waktunya. Dan aku hanya bisa tersenyum pahit.

“Apa jam makan siang sudah selesai?” tanyaku.

“Tentu saja, nona. Silahkan ikut saya, anda yang sangat beruntung.” Jawabnya lalu senyumnya itu berubah menjadi sinis terhadapku, alias senyum palsu.

“Kenapa bisa saya beruntung?” beruntung karena dapat kesempatan menunggu selama satu jam disini, kah, maksudmu? Lanjutku dalam hati.

Bagimana tidak beruntung jika kau dapat bertemu dengan Kak Day setelah liburan musim panasnya yang baru berakhir.”Bukan apa-apa, Lupakan saja.” Wanita ini memasang senyum palsunya lagi.

Aku pun mengikutinya. Kami melewati lorong yang terdapat setidaknya 10 hingga 15 pintu. Aku berhenti menyadari pegawai itu berhenti juga didepan pintu bercat putih dan sedikit banyak terdapat gambar bunga sakura.

“Silahkan.”

Karena malas menjawab, aku langsung saja melangkah masuk setelah memutar kenop pintu. Dan inilah saatnya aku terpukau oleh seorang laki-laki didalam ruangan ini. Tampan sekali. Mungkin jika Steve itu nilainya 60, maka ini 99.

Karena aku mulai sadar atas keterpesonaan diriku, aku mulai melanjutkan langkahku untuk duduk dihadapnya-tepatnya di hadapan meja pembatas antara aku dan dia. Meja sialan, umpatku.

“Ckckck, anda mau model seperti apa?” tanya lelaki tampan di depanku.

“Terserah saja, aku juga sebenarnya tidak tau menahu tentang hal-hal itu.” Ucapku sambil memasang senyum paling manis yang pernah aku lakukan di hadapan pria selain ayahku.

“Baiklah, tunggu sebentar. Saya akan memilih untuk anda.” Terangnya sebelum ia bangkit dari kursinya dan menuju rak super besar berisi botol-botol kecil berisi cat kuku beragam warna, bentuk, dan motif itu.

Karena aku pikir itu akan membutuhkan waktu lama, akhirnya aku memutuskan untuk sementara waktu mengecek e-mail karena teringat akan pesan Anya yang super gila itu. Dan setelah aku membaca apa yang ia maksud aku sukses membelalakkan mataku, melongo tak percaya, dan beberapa detik lupa akan dunia. Silahkan jika kau berkata aku lebay atau apalah.

“GILA! Pantas saja Anya SMS seperti orang gila. Seorang ibu menyewa jasa teman kencanku selama satu hari full beserta.., APA INI? TIDUR BERSAMA?! Aaku ingat jika khusus untukku tidak melayani yang ini..., dan APA INI?! 250 dollar? Berarti dengan harga 2 kali lipat? hanya untuk anaknya yang ia anggap... GAY?! Siapa, sih, anaknya ini?... Varen Dannies? Siapa dia? Artist bukan, model bukan.” Ucapku panjang lebar tanpa memperdulikan apapun di sekitarku.

 “Ap-APA?!” aku memekik terkejut sambil memegangi telingaku karena mendengar lelaki tampan itu tiba-tiba berseru.

Seketika aku menengahdakan kepalaku berniat menatapnya. Tapi disaat itulah aku tahu. Keberadaan sebuah tulisan pada bongkahan kristal bening di atas meja. “Varen Dannies” itulah tulisanya. Jadi, si Kak Day itu adalah anak ibu itu? Dia Gay?

“Kamu?” Ya, tuhan. Kau menghapuskan harapanku untuk pria tampan ini. Sakitnya itu disini. Keluhku.

“Aku harap kau tidak percaya pada perkataan ibuku tentang aku seorang gay. Namun perlu kau tau aku memang tidak terlalu mengurus kehidupan percintaanku. Aish, ibu itu ada-ada saja menyewa padamu semahal itu.” Ucapnya.

“Makanya, itu adalah alasan mengapa ibumu akhirnya menyerah dan mempercayakan padaku agar kau dapat melirik perempuan cantik sepertiku, Benar, kan?” Kataku tanpa sadar, dan segera mendapat tatapan tajam darinya.

Wanita ini benar-benar, batinya. Lalu, “Kau...,” ia berkata dan sepertinya ia mulai kesal.

Dasar sifat lelaki, untung saja aku masih menyukaimu meski kau seorang nailish. Kamu bahkan lebih terlihat cute.balasku ‘juga’ dalam hati.

“Baiklah-baiklah, kita berdamai dulu dan membicarakanya sambil menunggu cat-cat itu kering nanti.” Aku mulai mengalihkan pembicaraan dan beralih menunjuk beberapa botol cat kuku di tanganya.

Akhirnya aku tau ia yang ‘sebenarnya’ sedang menahan emosinya, pun menyerah dan kembali duduk dihadapanku. Ia mulai memegang tanganku dan melakukan tugasnya, tuntu saja dengan mataku yang terus menatapnya intens, seolah ia adalah mailat tampan turun dari surga. Aku rasa aku benar-benar cinta pada pandangan pertama pada lelaki ini.

“Aku tau aku tampan.” Celotehnya.

“Aku mengakui itu. Hingga aku mencintai kamu, aku mencintaimu!” ucapku frontal yang bertepatan dengan terselesaikan tugasnya itu. Aku memberikan mata genit yang beberapa kali mengedip-kedip ria, yang bermaksud menggodanya.

“Maaf, tapi aku tidak berselera pada wanita yang kekanakan sepertimu.” Balasnya juga secara frontal. Oke, aku mengikuti alurmu.

“Tapi sayangnya, wanita kekanakan ini akan terus bersama denganmu hingga besok pagi, tampan,” aku tersenyum penuh arti menatapnya.

“Kau benar-benar...”

 

***

“GILA! Pantas saja Anya SMS seperti orang gila. Seorang ibu menyewa jasa teman kencanku selama satu hari full beserta.., APA INI? TIDUR BERSAMA?! Aaku ingat jika khusus untukku tidak melayani yang ini..., dan APA INI?! 250 dollar? Berarti dengan harga 2 kali lipat? hanya untuk anaknya yang ia anggap... GAY?! Siapa, sih, anaknya ini?... Varen Dannies? Siapa dia? Artist bukan, model bukan.” Ucap seorang pelanggan di depanku panjang lebar tanpa memperdulikan apapun di sekitarnya termasuk aku. Hingga untuk beberapa saat aku terdiam.

1...

2...

3...

“Ap-APA?!”

Aku berteriak juga karena tahu, yang ia bicarakan adalah ibuku sendiri. Dan tentu saja, aku. Ibuku benar-benar. Padahal aku sampai berkali-kali menegaskan bahwa aku bukanlah seorang gay.

 “Kamu?” tanya wanita itu sesaat setelah melihat namaku yang tertulis di kristal bening di atas mejaku.

Ya, tuhan. Kau menghapuskan harapanku untuk pria tampan ini. Sakitnya itu disini. Batinya.

“Aku harap kau tidak percaya pada perkataan ibuku tentang aku seorang gay. Namun perlu kau tau aku memang tidak terlalu mengurus kehidupan percintaanku. Aish, ibu itu ada-ada saja menyewa padamu semahal itu.” Ucapku berusaha sabar.

“Makanya, itu adalah alasan mengapa ibumu akhirnya menyerah dan mempercayakan padaku agar kau dapat melirik perempuan cantik sepertiku, Benar, kan?” Katanya tanpa sadar ‘lagi’, dan segera mendapat tatapan tajam dariku.

Wanita ini benar-benar, batinku dalam hati.“Kau...,” aku mulai kesal atas perkataanya.

Aku memang benar-benar wanita. Dasar sifat lelaki. Pemarah.untung saja aku masih menyukaimu meski kau seorang nailish. Kamu bahkan lebih terlihat cute. Batinya membalas.

“Baiklah-baiklah, kita berdamai dulu dan membicarakanya sambil menunggu cat-cat itu kering nanti.” Ia mengalihkan pembicaraan sepertinya.

Aku hanya menurut karena tak ingin terlalu lama berdebat denganya. Aku mulai mengerjakan tugasku. Dan aku berusaha untuk tetap fokus karena wanita ini terus-terusan menatapku intens.

Sebenarnya aku tahu dia. Dia Hyorin, si top model asal korea selatan yang baru beberapa tahun lalu pindah kemari. Bagaimana aku tidak tau jika majalah fashion milik ibuku yang berada di ruang tamu itu, selalu ada dirinya-bahkan tumpukan majalah itu bukan hanya terbitan sekitar Pulau Bali atau indonesia saja, namun internasional pun juga. Dan tadi, aku sebenarnya terkejut karena bahasa indonesia yang di pakainya begitu lancar.

Wanita ini cantik, sangat cantik dengan dress putihnya itu. Dia juga tinggi, mungkin tingginya setelingaku. Diriku yang setinggi 190 dengan dia yang tingginya kira-kira 175-180 itu, lumayan cocok jika kami bersama.

Hush, salah fokus. Gerutuku dalam hati.

“Aku tau aku tampan.” Celotehku saat aku telah menyelesaikan tugasku.

“Aku mengakui itu. Hingga aku mencintai kamu, aku mencintaimu!” ucapnya frontal. Ia bahkan memberikan tatapan mata genit yang beberapa kali mengedip-kedip ria.

Ia sangat cantik, batinku. Namun segera menormalkan pikiranku.

“Maaf, tapi aku tidak berselera pada wanita yang kekanakan sepertimu.” Ucapku sakratis.

“Tapi sayangnya, wanita kekanakan ini akan terus bersama denganmu hingga besok pagi, tampan,” sahutnya dengan senyum penuh arti.

“Kau benar-benar...” gerutuku.

“Kamu mau menerima tawaranku?” tiba-tiba ia bertanya hal yang tidak aku mengerti. Wanita ini tidak normal.

“Kau juga sangat tidak normal, Day” ucapnya.

“Kau pikir, kau normal? Kau juga tidak normal, Hyorin... Mau saja di sewa oleh mama kesayanganku itu untuk menemani orang tidak normal seperti aku.” dia hanya dapat melongo terkejut mendengar perkataanku.

“Baiklah. Kita sama-sama tidak normal.” Ia mengucapkan jalan tengah yang aneh.

“Aku kurang setuju dengan hal itu, nona. Tapi baiklah, apa tawaranya...”sebenarnya aku juga tidak normal karena tertarik oleh wanita yang bahkan belum genap 1 jam lalu aku kenal seperti kamu. Opss! Salah fokus. Batinku

“Aku hanya perlu meminta 15 detik untuk ini. Kita hanya harus saling bertatapan, maka kau akan tertarik padaku. Jika tidak, aku akan membatalkan jasaku padamu dan juga berhenti bekerja sampingan seperti itu lagi serta mengembalikan semua uang ibumu.”aku harap kau juga mencintaiku, day.kau benar-benar membuatku mati kutu dan melupakan bahwa aku adalah seorang Hyorin si top model yang seharusnya sering berpose casual bukan dengan ekspresi menggelikan seperti ini karena jutuh cinta, lanjutnya dalam hati.

Aku tersenyum tulus. Aku tahu beberapa saat ia mengalami apa yang di namakan ‘fly’. “Baiklah tapi aku tau caramu tidak kreatif. Mencontoh drama korea saja.”

“Tak perduli, persetan dengan itu. Lagi pula aku orang Korea Selatan asli, juga.” Gerutunya sambil mengerucutkan bibir. Membuatnya semakin lucu. Lagi pula juga, aku sudah tidak perduli oleh pelanggan-pelangganku yang menunggu diluar

“Kau marah?” tanyaku.

“Tidak, baiklah kita mulai...” dengan cepat ia kembali memasang senyum manisnya itu. “1,2,3,..” lanjutnya mulai menghitung.

1... dia mulai memasang senyum tulusnya, manis sekali.

2..

3...

5... dia tidak berubah pose.

10...

14... aku tau ia melakukan ini untuk menunjukan apa adanya dirinya tanpa berpose aneh-aneh seperti di majalah-majalah itu.

15... Berakhir sudah. Dengan cepat ia kembali merubah mimik wajahnya hingga cemberut karena selama 15 detik tadi aku hanya memandangnya datar tanpa ekspresi apa pun.

“Ya, kita sudah tidak ada apa-apa lagi. Aku akan pergi. Tenang saja, aku akan melakukan semua yang sudah aku katakan tadi.”

Ia berkata sambil menatapku, aku tau ia merasa terluka. Tapi saat ia bangkit dari kursinya dan melangkah ke arah pintu, aku langsung mencekal pergelanggan tanganya. Menariknya paksa hingga ia berbalik menatapku.

“Apa?” tanyanya polos.

Aku tau kau akan mendengar ini. tapi jangan pergi. Akhirnya aku memilih berkomunikasi lewat bakat yang aku punya, telepati.

Kau? Bagaimana bisa? Ia mengikutiku untuk berkomunikasi.

Kau tau apa itu telepaty?, itulah yang aku lakukan saat ini. Terangku

Aku mencintaimu. Tapi aku menepati janjiku.Balasnya.

Jangan pergi, aku juga mencintaimu. Jawabku.

1...

2...

3...

Ia tak kunjung menjawab, tatapanya masih sama, terluka karena cinta. Dan karena ini aku tau sebuah fakta.

“Jadi, kau tidak bisa bertelepati? Dan hanya bisa membaca pikiran orang jika kau bertanya? Apa aku benar.” Sepertinya aku benar karena ia langsung melongo terkejut lalu mengangguk dalam diam.

“Baiklah, ayo berbicara dengan cara normal saja.” Kataku. Ia akhirnya menatap mataku intens, berusaha memahami apa yang aku katakan.

“Kau tau... kau orang paling munafik dan tersombong yang aku tau.” Lanjutku.

“Ap-apa maksudmu?”

“Kau hanya berkata aku mencintaimu... aku mencintaimu... dalam hati. Tapi tidak sekalipun kau bertanya apakah aku mencintaimu. Jadi sekarang aku akan berkata padam bahwa aku juga mencintaimu, Hyorin.” jelasku panjang lebar.

“Kau tau namaku?” tanyanya polos.

“Bagaimana tidak jika kau terus muncul di majalah. Jadi, bagaimana? Kau mau menjadi kekasihku? Ah, seharusnya aku tidak perlu bertanya karena aku tahu jawabanya.” Aku pun memeluknya erat.

“Bukankah ini terlalu cepat?”

“Jadi kau memberikan batas? 1 bulan? 2 bulan? 3 bulan?”

“Tidak bukan seperti itu... maksudku... sudahlah itu tidak penting! Ya, aku mau.” Jawabnya terbata lalu tersenyum lebar. Aku pun mengecup puncak kepalanya.

“Kau membuatku gila karena dapat jatuh cinta secepat ini. Dan kau harus janji untuk tidak bekerja sebagai teman kencan sewaan lagi. Dan pun jika ia, aku adalah pelanggan tetapmu dan akan memnyewamu selamanya.”

“Dasar gombal,” ucapnya lalu membalas pelukanku erat.

“Gombal untuk pacar sendiri, tak apa.” Balasku dan kami terkekeh bersama.

“Inilah cinta yang tak memandang apa pun. Aku mencintaimu, dan kau juga mencintaiku. Itu sudah cukup. Aku bahagia.”

 

 

END

___________Thanks________

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK