Sinopsis :
Siapa sangka seorang gadis tomboy dan ceroboh seperti Yoon Bomi akan berubah menjadi gadis yang manis setelah bertemu dengan Nam Woohyun, kakak kelasnya yang tampan dan murah senyum. Kedua anak SMA itu mulai dekat sejak mereka bersama-sama menyiapkan drama musikal yang akan diadakan di sekolahnya. Hari-hari Bomi diisi dengan keceriaan, sampai pada suatu hari, ia mengetahui kenyataan pahit tentang orang tuanya yang selama ini ia kira sudah meninggal.
#ShinzuiWhiteConcert
CHAPTER 1 – Here I Am
Mr. Chu~ ipsul wie
Chu~ dalkomhage
Chu~ onmome nan himi pullyeo
Nae mam heundeul heundeureo nal heundeureonwayo
I’m falling falling for your love
“Bomi, bangunlah! Alarmmu sudah berbunyi. Nanti kau telat lagi,” sahut seorang wanita ke arah atas. Tidak ada respon.
“Yoon Bomi, bangunlah sekarang selagi aku masih sabar,” sahut wanita itu lagi. Namun, masih tidak ada respon dari arah atas.
“Oh, kau memang menguji kesabaranku,” katanya kembali sambil menaiki anak tangga. “Lagi-lagi kau memaksaku untuk naik,” wanita itu tidak berhenti bicara sambil membuka pintu kamar, “dan menjewermu!”
“Aw aw aw, ampun ampun, lepaskan aku eonni!” Akhirnya terdengar respon dari gadis yang bernama Yoon Bomi itu.
“Cepat sekarang mandi, dan jika dalam waktu 15 menit kau belum siap juga, tidak ada sarapan untukmu,” ancam wanita yang ternyata adalah kakak dari Yoon Bomi.
“Yes, Madam Yoon Bora!” jawab Bomi setengah sadar. Aduh, mengapa eonni bawel sekali, keluh Bomi dalam hati.
15 menit kemudian, Bomi pun sudah siap dan segera turun untuk sarapan.
“Pagi, Bora eonni. Pagi, Soomin imo,” sapa Bomi saat melihat kakak dan tantenya duduk di meja makan.
“Pagi Bomi. Ayo sarapan dulu sebelum ke sekolah,” jawab tante Soomin ramah.
Bomi mengangguk. Namun, belum sempat ia duduk di kursi, tiba-tiba matanya terbelalak. Sepertinya ia baru benar-benar sadar dari tidurnya.
“Hari ini… hari Rabu?! Oh tidak! Hari ini jadwal piketku dan sampai detik ini aku belum berangkat juga!” kata Bomi panik sambil melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 06.30.
“Sudah kuduga, Yoon Bomi. Sifat pelupamu tidak pernah berubah,” kata kakaknya tenang sambil menyodorkan kotak makanan. “Makanlah di sekolah, setelah piket.”
Bomi langsung mengambil kotak itu dari tangan kakaknya dan langsung berlari ke arah pintu untuk memakai sepatu.
“Eonni, makasih bekalnya ya. Aku berangkat dulu ya, imo,” pamit Bomi. Ah, eonni diluar saja yang galak, ternyata dia yang paling mengerti aku, batin Bomi sambil tersenyum.
***
“Jung Eunji!” panggil Bomi sambil terengah-engah di depan kelasnya. Jelas, ia telah berlari secepatnya mengingat tugas piket yang ia lupakan.
“Hei, Yoon Bomi. Lagi-lagi kau telat untuk piket,” jawab Jung Eunji, teman baik Yoon Bomi.
Bomi tidak menjawab karena masih belum bisa mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal.
“Tenanglah. Minum dulu,” lanjut Eunji. “Aku sudah tau banget sifat pelupamu. Makanya aku tadi datang lebih pagi untuk menggantikan tugas piketmu.”
Tiba-tiba Bomi seperti mendapat asupan udara yang membuat nafasnya kembali normal.
“Benarkah?” tanya Bomi tidak percaya. “Kau memang sahabatku yang paling baik!” lanjut Bomi sambil memeluk Eunji.
“Tentu saja, Jung Eunji gitu loh,” jawab Eunji dengan bangga. “Tapi, Bomi, kenapa kelas kita sepi banget ya? Sejak tadi pagi, semuanya hanya terdiam dan duduk di bangku masing-masing, tidak seperti biasanya yang rusuh kayak pasar. Seakan-akan ada ulangan aja..”
“Kan emang ada ulangan sejarah hari ini..” jawab Bomi santai. Setelah melihat Eunji yang terpaku dan terdiam, ia menepuk pundak Eunji dengan keras. “Jung Eunji, jangan bilang..”
“AKU LUPA!” teriak Eunji histeris sampai seisi kelas menatapnya sebal.
“Bomi, aku harus bagaimana?! Kenapa penyakit pikunmu bisa menular ke aku?”
“Tenanglah, masih ada 20 menit lagi. Nih, baca saja ringkasanku, tidak terlalu banyak kok bahannya. Aku akan membantumu,” jawab Bomi menenangkan Eunji. Namun, masalah Eunji belum berakhir.
“Eunji, diktat ekonomi yang disuruh difotokopi mana ya? Setelah ini kan akan digunakan,” tanya Hoya, sang ketua kelas, kepada Eunji yang memegang jabatan bendahara kelas.
“Astaga, kenapa aku bisa lupa lagi? Aku akan segera ambil sekarang ya,” jawab Eunji panik dan langsung berdiri.
“Eh, eh, kamu duduk saja. Aku akan ambilkan diktatnya. Kamu belajar dan jangan pikirkan soal diktat, serahkan padaku,” cegah Bomi sambil menarik tangan Eunji.
“You know me the best, honey. I love you, Yoon Bomi,” ujar Eunji sambil melemparkan goodbye kiss kepada Bomi yang hanya tertawa kecil melihat tingkah sahabatnya.
***
“Ah, ternyata banyak juga diktatnya..” keluh Bomi sambil menggendong setumpuk diktat.
Tiba-tiba seseorang dari arah berlawanan menabraknya dan menjatuhkan diktat-diktat tersebut dari tangannya.
“Hei! Kalau jalan, lihat-lihat dong..” Tiba-tiba suara Bomi melemah. Ia tidak sanggup menyelesaikan kata-katanya lantaran ia melihat siapa yang telah menabraknya.
“Maaf, maafkan aku. Aku tidak sengaja,” balas orang itu sambil memungut kertas-kertas yang berceceran di lantai.
Bomi terdiam. Ada apa dengan aku, batinnya bingung. Ia merasa pipinya mendadak panas dan jantungnya berdetak lebih kencang daripada saat ia berlari ke sekolah tadi pagi.
“Permisi..” Bomi pun tersadar dari lamunannya. Sekarang kedua mata mereka saling bertatapan.
“Aku benar-benar minta maaf ya,” kata orang itu lagi sambil mengangkat tumpukan kertas yang telah dikumpulkan dan memberikannya pada Bomi.
Bomi dengan polosnya hanya menerima kertas-kertas itu. Bomi tidak tahu harus berkata apa. Saat ia baru memberanikan diri untuk berterima kasih, bel tanda masuk sudah berbunyi.
“Kalau begitu, aku permisi dulu ya,” pamit orang itu sambil berlari meninggalkan Bomi.
Bomi hanya menganggukkan kepala dan tersenyum-senyum malu.
***
“Bomi, bangun,” bisik Eunji di telinga Bomi. Bomi tidak bergeming sama sekali.
Kali ini Eunji mengguncang-guncangkan tubuhnya sampai membuat Bomi bangun dengan kesal.
“Jung Eunji, ada apa sih.. Ganggu tidurku saja..”
“Hei, Bomi, bukankah kamu dipanggil ketua OSIS untuk rapat di istirahat panjang ini?”
Bomi tersentak dan menepuk dahinya. Tanpa berkata apa-apa, ia langsung berlari dengan cepat ke ruang OSIS.
Tok.. Tok.. Tok.. Bomi mengetuk pintu dan membukanya dengan pelan.
“Maaf aku telat!” seru Bomi sambil membungkukkan badannya 90o.
“5 menit. Terakhir kali telat 10 menit, lumayan ada kemajuan.”
Bomi perlahan-lahan meluruskan badannya, kemudian melihat ke arah suara yang tidak asing di telinganya.
“Ah, kenapa aku bisa lupa kalau ketua OSIS itu kau, Yang Yoseob. Menyebalkan sekali,” ujar Bomi dengan sinis, kemudian duduk di sampingnya.
Saat baru mengalihkan pandangan dari Yoseob, tiba-tiba Bomi terpaku dan menatap sosok yang baru saja ia temui tadi pagi. Ya, orang yang menabraknya di koperasi.
“Oke, karena Yoon Bomi sudah datang, kita mulai saja ya rapatnya. Rapat ini akan membicarakan acara drama musikal yang akan dilangsungkan 2 bulan lagi. Nah, tema yang disepakati adalah ‘Love is Patient’. Ja..” Belum selesai Yoseob berbicara, Bomi memotongnya dengan pertanyaan.
“Cinta adalah pasien? Sakit dong?”
“Patient sabar, tolol. Kau merusak suasana saja, Bomi,” jawab Yoseob dengan ketus.
“Hehe maaf lah, kan aku cuma bercanda,” ujar Bomi sambil menjulurkan lidah.
“Huh.. Oke, aku lanjutkan ya. Jadi, maksud aku mengundang kalian, semua ketua klub seni di sekolah ini, adalah untuk meminta bantuan kalian mensukseskan acara tahunan kita. Oh ya, kita kenalan dulu deh, mulai dari Bomi ya..”
“Hi semua, aku Yoon Bomi, kelas 11-3, ketua Dance Club.”
“Aku Kim Namjoo, kelas 11-5, ketua Drama Club.”
“Aku Park Chorong, kelas 12-1, ketua Music Club.”
“Aku Nam Woohyun, kelas 12-1, ketua Vocal Club.”
Oh, ternyata namanya Nam Woohyun, batin Bomi. Ia tidak bisa melepaskan pandangannya dari sosok laki-laki yang berbadan tinggi dan bermata sipit itu.
“Baik, terima kasih semua. Sekarang saya akan membacakan tugas kalian masing-masing. Untuk Yoon Bomi, kamu akan jadi koreografer, membuat dan mengatur gerakan-gerakan pemain di panggung. Kemudian, Kim Namjoo akan jadi script writer alias penulis serangkaian cerita yang akan dipentaskan. Dan terakhir, Woohyun dan Chorong, kalian berdua akan menulis atau mengaransemen lagu-lagu yang dinyanyikan di panggung. Ada yang ingin ditanyakan?”
Hening. Tidak ada yang bertanya. Bahkan Bomi yang biasa bawel, hanya diam saja karena sebenarnya ia cemburu. Kenapa dia harus kolaborasi dengan Chorong sunbae, serunya dalam hati.
“Oh ya, satu lagi. Untuk pemain, aku ingin mengadakan audisi dan kalian yang akan menjadi jurinya. Hmm, sebenarnya aku menginginkan pemeran utama dari antara kalian berempat. Bagaimana kalau kamu dan kamu?” tanya Yoseob menunjuk Bomi dan Woohyun.
“A.. Aku? Dengan Woohyun sunbae?” tanya Bomi tidak percaya.
“Iya, kenapa? Ga suka?” tanya Yoseob dengan nada menyindir.
“Ti.. Tidak tidak. Aku sih mau-mau saja,” jawab Bomi sok jual mahal. Padahal dalam hati ia menjerit.
Lalu ia melihat Woohyun yang hanya tersenyum memandangnya.
“Oke, kalau begitu sudah diputuskan kalian berdua akan menjadi pemeran utama selain menjadi penulis lagu dan koreografer. Terakhir, acara kita bakal disponsori oleh Shinzu’I.”
“Ah, lagi-lagi Shinzu’I. Sekali-kali kulit manggis dong, kan kini ada ekstraknya..” canda Bomi yang mengundang tawa seisi ruangan.
“Yah, mau bagaimana lagi. Selama aku masih ada di sekolah ini, segala macam acara yang diadakan mendapat sponsor utama dari ayahku. Lagian..” kata Yoseob yang kemudian melihat ke arahku.
“.. Rahasia kulit cantik wanita Jepang ada di sabun Shinzu’I, karena putih itu Shinzu’I,” sindir Yoseob.
“Jadi, maksudmu aku hitam? Cih, mentang-mentang anak bos Shinzu’I, malah promosi di tengah rapat,” sahut Bomi sinis karena tersinggung. Tiba-tiba seisi ruangan hening.
“Hahaha begitu saja marah. Kan aku cuma bercanda. Lihatlah, yang lain mengira aku membullymu,” bujuk Yoseob sambil memohon-mohon kepada Bomi.
Bomi hanya diam, terlihat cemberut, kemudian pergi meninggalkan ruangan.
“Hei, Yoon Bomi,” panggil Yoseob sambil mengejar Bomi. “Rapat cukup sampai di sini saja, semuanya. Aku pergi dulu ya,” tutup Yoseob sambil tetap memanggil-manggil Bomi.
Woohyun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum.
CHAPTER 2 – Is It Love?
“Eunji, kamu masih ikut Vocal Club kan?” tanya Bomi suatu hari kepada Eunji yang sibuk browsing.
“Masih dong, kenapa?” jawab Eunji yang masih sibuk dengan handphonenya.
“Hmm.. Kenal sama Nam Woohyun?” tanya Bomi hati-hati.
“Ahh.. Woohyun sunbae? Kenal dong, dia kan ketuanya. Emang kenapa?” jawab Eunji yang sama sekali tidak melihat ekspresi Bomi yang salah tingkah karena asyik dengan instagram, twitter, dan apapun itu.
“Menurutmu, Woohyun sunbae orang yang seperti apa?” tanya Bomi dengan suara yang semakin kecil karena takut didengar teman-teman yang lain.
“Dia itu, tampan bagai pangeran tak berkuda, bertanggung jawab, baik pula. Kau meminta bantuan apapun akan dikabulkan, so charming,” jawab Eunji yang bergaya seperti sedang membaca puisi.
“Ooh..” balas Bomi singkat. Ternyata dia idaman semua wanita, batin Bomi.
“Emangnya kenapa sih, Bom? Dari tadi kau menanyakan tentang dia. Jangan-jangan..” tanya Eunji yang akhirnya menoleh ke Bomi. “Kau menyukainya?”
“Ah ti.. tidak tidak,” sangkal Bomi dengan cepat. Seketika, pipi Bomi menjadi merah padam.
“Ei, jangan bohong, mukamu merah sekali..”
Kemudian, tiba-tiba Eunji berteriak, “Teman-teman, Yoon Bomi sedang jatuh cinta!”
Bomi terkejut dan langsung menutup mulut Eunji. Telat. Ia telah disambut dengan seruan ‘cie’ dari seisi kelasnya.
“Hei, Jung Eunji, kau gila? Kau sahabat macam apa sih, mempermalukan aku di depan semua orang?” bisik Bomi dengan nada marah.
“Maaf maaf, kan aku cuma bercanda. Habis, jarang sekali kau menanyakan tentang laki-laki,” rayu Eunji dengan muka memelas.
Bomi hanya bisa menggeleng dan mencubit pipi Eunji karena gemas.
***
Seminggu telah berlalu. Namjoo telah menyelesaikan skripsi drama yang akan dipentaskan. Ia pun menyerahkannya pada Woohyun dan Chorong agar mereka dapat menemukan lagu-lagu yang cocok sesuai tema dan cerita yang dibuat. Audisi yang dilaksanakan tempo hari pun telah mendapatkan pemain-pemain yang berbakat untuk mengisi acara drama musikal tersebut.
“Coba mainkan di D ya,” pinta Woohyun kepada Chorong. Chorong hanya mengangguk kemudian mulai melantunkan nada-nada di tuts piano.
With you, everything seems so easy~
With you, my heartbeat has found its rhythm~
With you, I’m so close to finding my home~
Bomi menghentikan langkahnya di depan ruang musik. Suaranya indah sekali, puji Bomi dalam hati. Karena tidak mampu membuang rasa penasarannya, ia pun membuka pintu ruang musik pelan-pelan, dan mengintip di balik pintu.
“Sepertinya terlalu tinggi, bisakah kamu mainkan di C?” tanya Woohyun tiba-tiba.
Chorong pun memainkan pianonya kembali. Woohyun pun tampak lebih nyaman bernyanyi.
“Ah, ternyata Woohyun sunbae. Pantas saja suaranya indah. Mereka berdua cocok sekali, yang satu bersuara emas, yang satu maestro piano..” gumam Bomi pelan.
“Cocok? Siapa yang cocok?” Tiba-tiba terdengar suara bisikan di telinga Bomi.
Spontan, Bomi terkejut dan.. refleks mendorong pintu ruang musik. Ia pun terjatuh di depan Woohyun dan Chorong yang menghentikan latihan mereka sambil melongo.
“Bomi..?” panggil Woohyun dengan nada heran.
“Maafkan aku sunbaenim. A.. Aku tidak sengaja mendengarkan lagu yang kalian mainkan. Pe.. Permisi,” ujar Bomi dengan gugup sambil membungkukkan badannya. Kali ini lebih dari 90o.
Bomi langsung bergegas ke luar ruangan, dan 1.. 2.. 3..
“YANG YOSEOB! Jangan coba-coba untuk kabur!” teriak Bomi saking kesalnya karena dikagetkan tadi. Argh, kenapa dia muncul tiba-tiba dan mengacaukan citraku di depan Woohyun sunbae, maki Bomi dalam hati.
***
“Yaa, Yoon Bomi, kau benar-benar wanita tulen sekarang,” puji Eunji setelah melihat sederet produk Shinzu’I di meja Bomi. Bomi tidak menggubris kata-kata Eunji yang menurutnya ‘sangat mengejek’.
“Lihatlah, ada body cleanser, body lotion, body scrub, facial wash. Ini benar-benar lengkap, Bomi,” kata Eunji lagi.
“Kau benar-benar sama seperti dia, selalu mengejekku seolah-olah aku bukan wanita,” jawab Bomi dengan muka cemberut.
“Dia? Dia siapa?” tanya Eunji penasaran.
“Dia, yang memberikanku satu set produk tak penting ini karena menganggap aku hitam, sambil menyerukan slogannya : Putih itu Shinzu’I. Menyebalkan sekali,” jawab Bomi dengan kesal.
“Siapa sih? Ayo beri tahu, Bomi,” bujuk Eunji.
“Yang Yoseob, pangeran yang selalu kau puja-puja, padahal menurutku, dia good-for-nothing,” jawab Bomi dengan terpaksa, karena ia tahu sahabatnya pasti akan terkejut.
“Yo.. Yoseob oppa yang memberimu semua ini?” seru Eunji dengan mata terbelalak.
“Dia pasti menyukaimu, Bomi,” kata Eunji lagi dengan raut muka sedih.
“Yaa, Jung Eunji, bukan seperti itu. Sebenarnya dia juga membagikannya kepada pemain drama musikal lainnya kok, biasa promosi produk sponsor,” kata Bomi menenangkan Eunji.
“Beneran? Kyaa, berarti aku masih ada harapan,” jawab Eunji sambil membayangkan wajah Yoseob.
Bomi hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat kepolosan sahabatnya. Tentu saja kamu masih punya harapan, Eunji, Yoseob kan juga sama sepertimu, tidak seperti aku, masih tidak jelas nasibnya, batin Bomi galau.
***
Ting Tong.. Ting Tong.. Bomi menekan bel dan menunggu di depan pintu dengan gelisah.
2 menit kemudian, terdengar suara pintu dibuka.
“Oh, kamu sudah datang, Bomi? Silahkan masuk!” sapa seorang laki-laki yang sukses membuat Bomi tersipu malu.
“I.. Iya, Woohyun sunbae,” balas Bomi gugup. Ia takut menjadi orang yang terakhir yang datang alias telat. Namun, saat tiba di ruang tamu, ia tidak melihat siapapun.
“Ternyata kamu bisa tepat waktu juga ya, bahkan kamu orang pertama yang datang,” ujar Woohyun sambil tertawa kecil.
Bomi hanya tertunduk malu mendengar pernyataan Woohyun. Meskipun disindir, ia tidak merasa tersinggung. Ia sudah menunggu saat-saat seperti ini. Bangun pagi sebelum diberi ceramah oleh kakaknya, berangkat 30 menit sebelum waktu yang ditentukan. Benar-benar bukan seperti Bomi biasanya.
15 menit telah berlalu, suasana hening meliputi ruangan. Mereka hanya sibuk dengan handphone masing-masing.
“Kenapa mereka belum datang juga ya,” gumam Woohyun tiba-tiba.
“Aku akan menghubungi Yoseob,” jawab Bomi kilat. Woohyun terdiam sejenak, kemudian berkata, “Baik, aku akan hubungi Chorong.” Sedetik setelah Woohyun mengatakan itu, handphone mereka berdering bersamaan.
Woohyun mengerutkan dahinya saat membaca sms dari Chorong. Begitu juga dengan Bomi. Ia mendapat sms dari Yoseob yang berisi : “Yoon Bomi, aku tidak bisa datang hari ini. Aku tidak ingin mengganggumu dengan Woohyun. Hehe. Have a fun date!”
“Dasar, Yoseob jelek!” gumam Bomi kesal. Setelah itu, ia memandang Woohyun. Ternyata Woohyun juga melemparkan tatapan ke Bomi. “Chorong.. tidak bisa datang.”
“Ya, sama seperti Yoseob. Memang manusia paling menyebalkan yang pernah ada,” ujar Bomi yang geli membayangkan muka Yoseob.
“Kalau tidak ada Chorong, bagaimana cara kita latihan?” tanya Woohyun bingung.
Woohyun sunbae hanya khawatir dengan Chorong sunbae, seperti yang kuduga, batin Bomi sedih.
“Hmm.. Apakah kamu bisa memainkan alat musik?”
“Aku cuma bisa bermain gitar, sunbae..”
“Ah, kebetulan aku punya gitar, tapi aku tidak begitu mahir memainkannya. Kalau begitu, ayo kita latihan saja di ruang musikku.”
Bomi hanya mengangguk dan mengikuti Woohyun. Saat menaiki tangga, mereka berpapasan dengan seorang pria yang berusia sekitar 35 tahun.
“Eh, ada tamu ya?” tanyanya pada Woohyun.
“Iya, perkenalkan, ini Yoon Bomi, adik kelasku yang akan tampil sebagai pemeran utama bersamaku,” jawab Woohyun sambil menunjuk Bomi. “Bomi, perkenalkan, ini..”
“Saya Joongki, ayah Woohyun,” potong pria itu sambil mengulurkan tangannya ke Bomi.
“Ah, ayahnya Woohyun. Hi, ahjussi. Salam kenal,” balas Bomi sambil bersalaman dengannya.
Woohyun terlihat kaget, namun ayahnya mengedipkan matanya, mengisyaratkan sesuatu.
“Jadi, kamu Yoon Bomi, yang sering diceritakan oleh Woohyun?” tanya Joongki dengan nada iseng.
“Eh?” Bomi kaget mendengar kata-katanya. Sedangkan Woohyun terlihat salah tingkah.
“Ah, ngomong apa sih. Bomi, ayo kita naik,” ajak Woohyun yang tanpa sadar menarik tangan Bomi.
Bomi terlihat semakin kaget dan merasakan jantungnya berdetak makin kencang.
***
“Wah, keren sekali tempat ini. Andai aku punya ruang tari juga,” kata Bomi ketika ia memasuki ruang musik milik Woohyun.
“Ini gitarnya, dan partiturnya,” kata Woohyun sambil menyodorkan gitar dan kertas lagu.
“Run To You..” gumam Bomi saat membaca judul lagu yang akan dimainkan.
Ia pun mulai memainkan gitarnya, diikuti suara indah Woohyun. Bomi pun ikut bernyanyi.
“Suaramu bagus juga ya. Tidak salah Yoseob memilihmu,” puji Woohyun seusai latihan.
“Tidak sebagus sunbae kok. Dan tolong jangan sebut nama dia lagi, menyebalkan,” jawab Bomi setengah kesal.
“Maaf maaf. Hmm.. Sepertinya kamu dekat sekali dengan Yoseob ya.”
“Dekat? Oh tidak, kami bagaikan kucing dan anjing setiap kali bertemu. Memang, kami sudah kenal lama, sejak kami berdua masih SD.”
“Oh, pantes saja. Tapi, kenapa Yoseob sepertinya takut denganmu?”
“Takut? Ah, karena aku tau rahasianya.”
“Rahasia?”
“Iya, aku tau ini jahat, tapi biarlah, dia sudah membuatku kesal, aku akan memberitahumu rahasianya. Dia menyukai Jung Eunji, sahabatku, tetapi ia tak pernah berani mengungkapkannya. Padahal sebenarnya Eunji juga menyukainya. Bodoh sekali mereka, saling menyukai, tetapi tidak pernah berani jujur tentang perasaan mereka.”
“Oo begitu.. Kalau Bomi, berani jujur tentang perasaanmu?”
Seketika Bomi merasa tertohok. Ia terlihat salah tingkah. Ia tidak berani menatap kedua mata Woohyun.
“Haha maaf aku hanya bercanda, lupakan saja.”
Bomi hanya tersenyum pahit. Pertanyaan itu benar-benar masih terngiang-ngiang di benaknya. Tiba-tiba terdengar suara yang memanggil nama Woohyun.
“Sepertinya ayahmu memanggilmu,” ujar Bomi yang akhirnya berani menatap Woohyun lagi.
“Sebenarnya, dia..” ujar Woohyun yang mencoba menjelaskan.
“Ayo turun, appa udah siapkan makan siang!” teriak ayahnya lagi.
Akhirnya Woohyun tidak melanjutkan kata-katanya, dan mengajak Bomi makan siang bersama.
CHAPTER 3 – That’s Impossible!
Hari demi hari berlalu. Tidak terasa tinggal seminggu lagi acara drama musikal Sowon High School akan diadakan. Para panitia semakin sibuk mempersiapkan panggung, begitu juga dengan para pemain yang bersemangat dalam berlatih. Bomi dan Woohyun pun terlihat semakin dekat, tidak hanya pada saat latihan, tetapi juga pada saat tidak latihan. Bahkan di luar sekolah. Seperti pada hari ini, Woohyun mengajak Bomi jalan-jalan.
Pagi ini, Bomi bangun dengan senyuman ceria, tidak seperti biasanya yang penuh rasa malas dan berat. Ia pun bergegas ke kamar mandi, mandi dengan body cleanser Shinzu’I, dan berdandan layaknya wanita. Kadang pemberian Yoseob berguna juga, gumam Bomi senang.
Setelah selesai mempercantik diri, Bomi pun turun sambil bersenandung ria. Ia melirik jam tangannya. Sebentar lagi Woohyun oppa akan menjemputku, gumam Bomi yang geli sendiri setelah mengucapkan kata ‘oppa’.
Saat hendak melangkah ke luar rumah, ia menemukan kakaknya sedang menjemur pakaian. Belum sempat ia memanggilnya, seseorang dari pintu pagar mendahuluinya.
“Hyorin?”
Tiba-tiba gerakan Bora terhenti. Hyorin, siapa Hyorin? Dia kan Yoon Bora, batin Bomi heran.
“Kamu beneran Kim Hyorin kan?”
Pelan-pelan Bora membalikkan badannya, sambil menatap orang yang memanggil nama ‘Hyorin’.
“Joo.. Joongki oppa?”
Joongki ahjussi? Ada apa dia ke sini dan memanggil eonni dengan sebutan ‘Hyorin’? Dan eonni sepertinya mengenalnya, tanya Bomi dalam hati.
“Hyorin..” ujar Joongki pelan, kemudian berlari ke arah Bora dan memeluknya. “Akhirnya aku menemukanmu.”
Bora tampak sangat terkejut dan mendorong Joongki. “Le.. Lepaskan aku! Untuk apa kamu ke sini?”
“Hyorin, dengar, aku tau pasti kamu bingung dan marah sama aku. Aku bisa jelaskan semuanya ke kamu.”
“Jelaskan? Kamu pikir semudah itu? 17 tahun lalu kamu meninggalkan aku dan anak kita, sekarang kamu dengan mudahnya ingin menjelaskan semuanya? Pergilah, sebelum ada yang melihat kita,” usir Bora yang mulai menitikkan air matanya.
“Aku ingin bertemu dengan anak kita. Di mana ia sekarang?”
“Tidak ada. Kamu tidak boleh bertemu dengannya. Kamu tidak pantas menjadi ayahnya!”
“Cukup!” Tiba-tiba Bomi ke luar dari rumah dan berteriak. Bora terlihat panik dan menghapus air matanya.
“Bomi..” ujar Bora lirih.
“Bomi? Kau Yoon Bomi kan, teman Woohyun?” tanya Joongki heran.
Bomi tidak menjawab pertanyaannya dan menatap kakaknya tajam.
“Apa benar yang dikatakan eonni tadi? Bahwa eonni sudah punya anak dari Joongki ahjussi?”
“Eonni? Hyorin, siapa dia? Aku tau kalau kamu anak tunggal, kamu tidak punya adik perempuan..”
Bora pun akhirnya menangis lagi dan tidak mampu menjawab pertanyaan mereka.
“Tidak punya adik? Jadi aku siapa? Jelaskan padaku, eonni!” seru Bomi yang tidak mampu menahan air matanya lagi.
“Dia anak kita kan? Bomi anak kita kan, Hyorin? Tolong jawab aku!”
“Ma.. maafkan eomma Bomi,” jawab Bora yang jatuh tersungkur karena tidak berani menatap Bomi.
“Eomma? Tidak mungkin, pasti kalian semua bercanda. Aku tidak akan percaya!” marah Bomi yang langsung berlari tanpa menghiraukan panggilan Bora dan Joongki.
Anak? Aku anak dari orang yang selama ini kuanggap kakak? Jadi selama ini aku dibutakan oleh kebohongannya? Bomi bertanya-tanya dalam hati. Ia masih belum mengerti apa yang telah terjadi.
***
Bomi tiba di ruang tari sekolahnya dengan nafas tidak teratur. Ia tampak tidak peduli dan langsung memutarkan musik dengan volume maksimal. Ia pun mulai menari dengan lincah, walaupun kepalanya masih dipenuhi oleh kejadian tadi.
Tiba-tiba terdengar langkah orang yang sedang berlari. Orang itu pun masuk dan menekan tombol ‘stop’ pada pemutar lagu. Bomi berhenti menari dan melihat sosok Woohyun dari cermin.
“Rupanya kamu di sini, Bomi. Aku kaget melihatmu tiba-tiba berlari ke luar rumah. Ayo sekarang kita pergi,” ajak Woohyun sambil berjalan ke arah Bomi dan menarik tangannya.
“Lepaskan aku..” balas Bomi singkat. Ia tidak mampu menoleh ke arah Woohyun karena ia sedang menangis.
“Bomi, kamu kenapa? Kenapa kamu menangis?” tanya Woohyun cemas.
Akhirnya Bomi memberanikan diri melihat Woohyun. Ia pun berusaha menahan air matanya yang terus mengalir.
“Kita.. tidak bisa bersama. Lebih baik kamu menjauhiku saja,” jawab Bomi dengan suara serak.
“Ta.. tapi kenapa? Aku tidak mengerti kenapa tiba-tiba kamu seperti ini.”
“Aku.. tidak menyukaimu. Aku mendekatimu hanya supaya aku bisa menjadi pemeran utama yang baik, supaya aku bisa bernyanyi sepertimu. Aku hanya memanfaatkanmu.”
“Bohong! Aku tidak percaya itu! Bagaimana mungkin selama ini kau hanya berpura-pura? Aku melihat ketulusanmu, Bomi.”
“Terserah kalau kamu tidak percaya, yang pasti aku tidak ingin bersamamu,” jawab Bomi sambil berjalan ke luar. Namun baru beberapa langkah ia berjalan, ia merasakan sakit di dadanya dan sesak nafas. Ia pun terjatuh dan melihat sekelilingnya menjadi gelap. Suara Woohyun yang memanggil namanya pun terdengar samar-samar.
***
“Bomi, kamu sudah sadar?”
Perlahan-lahan Bomi membuka matanya dan melihat sekelilingnya.
“Aku di mana?” tanya Bomi panik.
“Tenang Bomi, kamu sekarang ada di rumah sakit. Asmamu kambuh dan kamu tadi pingsan,” jawab seorang laki-laki yang tak lain tak bukan adalah Woohyun.
“Untuk apa kamu di sini? Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk menjauhiku?” tanya Bomi sinis sambil membuang mukanya.
“Dengar Bomi, aku tidak mengerti apa yang terjadi denganmu..”
“Bomi! Kamu tidak apa-apa?” potong seseorang yang terdengar panik saat melihat Bomi.
“Soomin imo.. Aku baik-baik saja,” jawab Bomi yang lega melihat tantenya datang. Tetapi, raut mukanya masih sedih setelah menyadari tantenya datang sendiri, tanpa kakaknya.
Tantenya seperti bisa membaca pikiran Bomi, tiba-tiba memegang tangannya dan menangis.
“Bomi.. Setelah mendengar kamu pingsan, Bora panik dan langsung melaju ke rumah sakit ini, namun di..dia.. mengalami kecelakaan, dan sekarang ia sedang dioperasi,” jelasnya dengan suara bergetar. Pikiran Bomi tentang ibunya yang selama ini menyembunyikan diri dan menyamar sebagai kakaknya hilang seketika. Saat ini ia hanya ingin bertemu dengannya, ingin memanggilnya dengan sebutan ‘eomma’.
“A.. Aku ingin bertemu eomma.”
***
Dengan bantuan Woohyun dan tantenya, Bomi akhirnya tiba di ruang tunggu depan ruang operasi. Di sana, tampak seorang pria tertunduk lesu sambil mengatupkan kedua tangannya.
“Ahjussi.. Ada apa di sini?” tanya Woohyun heran.
“Joongki ahjussi?” tanya Bomi setelah mendekati pria itu. Ia bingung mengapa Woohyun memanggil ayah sendiri dengan sebutan ‘ahjussi’.
“Bomi? Kamu tidak apa-apa kan?” tanya Joongki cemas.
“Eomma, bagaimana keadaan eomma?” tanya Bomi panik.
“Mobil ibumu melaju cepat dan menabrak pembatas jalan. Ia langsung tak sadarkan diri. Saat tiba di rumah sakit, kondisinya sangat kritis, terpaksa dokter memutuskan untuk melakukan operasi darurat,” jelas Joongki sambil berlinang air mata.
Bomi hanya bisa menangis mendengar keadaan ibunya. Ia tampak menyesal karena sudah mengkhawatirkan ibunya hingga menyebabkan musibah.
30 menit berlalu, operasi belum kunjung selesai. Akhirnya Joongki menyuruh Woohyun untuk pulang terlebih dahulu, sedangkan tante Soomin ijin pulang untuk mengambil pakaian Bomi dan Bora. Tinggal Bomi dan Joongki yang menunggu di depan ruang operasi.
“Bomi, maafkan appa ya,” kata Joongki tiba-tiba.
Bomi tidak menjawab dan merenungi kata ‘appa’.
“Semua salahku, kalau saja 17 tahun lalu aku tidak meninggalkan kalian, pasti hal ini tidak terjadi. 17 tahun yang lalu, saat Hyorin mengatakan padaku bahwa ia hamil, aku malah panik dan pergi meninggalkannya. Saat itu aku masih 20 tahun, dan aku belum siap untuk berkeluarga. Aku pun dihukum karena kesalahanku dengan mengalami kecelakaan mobil saat aku berada di jalanan sepi. Untungnya, aku ditolong oleh sebuah keluarga yang kebetulan melewati jalan itu. 2 bulan aku tak sadarkan diri, dan setelah sadar dan pulih, aku langsung berusaha mencari Hyorin di rumah lamanya. Namun ternyata kalian sudah pindah dan tak kusangka, Hyorin telah mengganti namanya menjadi Bora..”
Bomi tertunduk dan menangis. Ia terlalu kaget mendengar cerita yang tak pernah ia bayangkan. Bagaimana bisa ia tidak mengetahui identitasnya yang serumit ini?
“Dan sebenarnya Soomin adalah nenekmu, ibu dari ibumu,” Joongki melanjutkan.
Ada apa dengan hidupku? Mengapa begitu banyak cerita yang tidak pernah kuketahui? Mengapa aku bisa-bisanya tertipu selama ini? Mengapa aku tidak pernah curiga? Bodohnya diriku, sesal Bomi dalam hati.
“Tapi, mengapa kau punya anak yang lebih tua dariku?” tanya Bomi penuh tanda tanya.
“Anak? Maksudmu Woohyun? Sebenarnya dia bukan anakku, dialah anak dari keluarga yang telah menolongku. Orang tuanya sedang bepergian ke luar negeri untuk urusan bisnis, makanya aku menawarkan diri untuk menjaga Woohyun sementara. Aku berpura-pura menjadi ayahnya hanya iseng, mungkin karena aku ingin sekali menjadi seorang ayah,” jawab Joongki sambil tersenyum kepada Bomi.
“Bomi, aku tau aku salah, tapi aku janji akan berusaha menjadi ayah yang baik untukmu. Aku tidak akan mengecewakanmu dan ibumu lagi,” lanjut Joongki dengan nada serius sambil memegang kedua tangan Bomi. Bomi pun langsung memeluk Joongki karena tidak mampu menahan rasa rindunya akan kehadiran seorang ayah.
Tiba-tiba pintu ruang operasi terbuka dan para dokter berjalan ke luar. Joongki dan Bomi langsung berlari menanyakan kondisi Bora. Para dokter hanya menganggukkan kepala mereka sambil tersenyum. Operasi berhasil dan beberapa jam kemudian Bora sadar.
“Hyorin? Akhirnya kamu sadar. Aku sangat mengkhawatirkanmu,” ujar Joongki sambil menggenggam tangan Bora.
“Di mana Bomi? Bagaimana keadaannya?” tanya Bora panik.
“Eomma..” panggil Bomi pelan sambil berjalan ke samping Bora.
“Bomi, kamu tidak apa-apa kan? Maafkan eomma ya,” jawab Bora sambil mengelus muka Bomi.
“Eomma, aku minta maaf juga ya, aku hanya bisa menyalahkan eomma tanpa tau perasaan eomma,” ujar Bomi sambil berlinang air mata.
Bora tersenyum sambil menghapus air mata Bomi. Kemudian ia menatap Joongki sambil memegang erat tangannya. Ia tidak bisa menipu dirinya sendiri bahwa ia masih mencintai Joongki dan telah memaafkannya.
3 hari kemudian, Bora pun telah pulih total dan diperbolehkan untuk pulang. Bomi dan Woohyun kembali sibuk berlatih untuk acara mereka yang semakin dekat. Dan pada hari-H, acara drama musikal ‘Love Is Patient’ yang dihadiri oleh seluruh siswa Sowon High School dan para orang tua pun berhasil dilangsungkan. Joongki dan Bora yang turut hadir terlihat bangga dengan putri mereka yang tampil memukau di atas panggung bersama Woohyun.
***
“Jangan dibuka ya matanya.”
“Emangnya kita mau ke mana sih?”
“Tenang, tenang, aku tidak akan menculikmu. Ikuti saja arahanku, sebentar lagi sampai kok.”
“Oke, aku percaya padamu.”
“Nah, sudah sampai. Aku akan melepaskan kain penutup matamu, tapi jangan buka mata dulu ya.”
“Ah, bawel ih. Kan jadi makin penasaran.”
“1.. 2.. 3.. Buka matamu, Bomi.”
Pelan-pelan Bomi membuka matanya dan mendengar suara gitar dimainkan. Di depannya telah duduk seorang laki-laki yang sangat ia sayangi, memainkan gitar sambil bernyanyi. Ia berdiri di tengah serangkaian lilin berbentuk hati dan disinari oleh cahaya bulan.
I am run-run-running to you, and I keep you safe forever~
Through the tears, through the love and all the night, we shared~
I am run-run-running to you, and I keep you safe forever~
Don’t you know my love, don’t you know two hearts, can beat as one~
(Run To You – Lasse Lindh)
Bomi langsung berjalan menuju Woohyun dan memeluknya.
“Katanya kamu tidak mahir bermain gitar, buktinya kamu membuatku merinding,” sindir Bomi.
“Pratice makes perfect, dan semua ini aku lakukan hanya untukmu, Bomi,” jawab Woohyun sambil membalas pelukan Bomi.
“Maafkan aku ya, aku benar-benar tidak bisa berpikir jernih waktu itu.”
“Bukan salahmu kok, biarlah yang berlalu menjadi masa lalu saja.”
Pelan-pelan Woohyun melepaskan pelukannya, dan menatap dalam-dalam kedua mata Bomi.
“Yoon Bomi, ada yang ingin aku katakan kepadamu. Sebenarnya, sejak pertama kali kita bertemu di koperasi, aku.. menyukaimu. Kamu terlihat berbeda, sangat ceria dan menyenangkan. Oleh karena itu, maukah kamu menjadi pacarku?”
Bomi tercengang mendengar curahan hati Woohyun. Ini saat yang paling ia tunggu-tunggu.
“Aku juga menyukaimu sejak pandangan pertama. Dan, aku mau menjadi pacarmu,” jawab Bomi mantap dengan kedua matanya yang bersinar-sinar.
Woohyun tampak lega dengan jawaban tersebut dan mencium kening Bomi. Dari kejauhan, tampak Bora berdiri bersama Joongki yang merangkulnya. Mereka menyadari bahwa cinta yang mereka miliki adalah buah dari kesabaran. Sabar untuk saling menunggu dan saling mendengarkan. No need to rush, cause Love Is Patient.