Namaku Baekhyun. Park Baekhyun.
Aku memiliki suara yang bagus, teman-temanku banyak dan nilai akademisku cukup baik. Hidupku hampir sempurna. Jika dia menghilang, hidupku benar-benar akan sempurna.
Namun aku tahu hidupku tak bisa sesempurna yang ku bayangkan karena kakak ku, Park Chanyeol. Aku membencinya. Dia tuli, walaupun Mom bilang dia tuna rungu namun bagiku itu sama saja. Dia tuli, dan aku benci dengan fakta mengerikan itu.
Aku hidup dengan pagi-pagi menyebalkan setiap harinya. Setiap pagi aku harus membangunkan si tiang lampu jalan itu karena semua dunia juga tahu kalau seorang tuna rungu tidak mungkin mendengar alarm. Aku akan menggerutu kesal sebelum naik ke lantai dua –kekamarnya, hanya untuk mendapati dia yang tersenyum lebar di pinggir kasurnya karena untuk ke-sejuta kalinya dia bangun sebelum aku tiba di sana. Kemudian dia akan meloncat gembira dan mengucapkan terimakasih dengan tangannya yang besar itu. Bahasa non verbal.
Ya, dia tak bicara. Tak mungkin, karena dia tak mendengar apapun.
Dan fakta ke dua itu membuatku membencinya berkali-kali lipat.
"Mom, lihatlah aku tak perlu membangunkannya lagi. Dia selalu bangun lebih cepat." Aku melahap roti sarapan ku yang masih dingin karena baru saja keluar dari lemari es. Tidak ada roti bakar, karena Mom selalu sibuk mengurus bayi besarnya.
"Panggil Chanyeol dengan sebutan hyung, sayang," Mom menuangkan setetes madu di sendok kecil dan memberikannya pada Chanyeol. Si raksasa itu bagai raja, selalu dilayani.
Aku memutar mata dengan malas. "Baiklah. Dia- maksudku Chanyeol hyung sudah dewasa. Astaga dia itu hyungku! dan aku yakin dia bisa bangun sendiri. Dia hanya senang melihatku kesal," Aku mengerang saat mom memukul lenganku.
"Baek dia hyungmu. Panggil dengan sebutan yang sopan."
"Mom, ayolah. Sekolahku masuk 1 jam lebih cepat dari sekolahnya. Aku akan terus terlambat"
Mom ingin menyela, namun aku menambahkan dengan cepat, "Dia juga bisa pergi sendiri. Aku yakin tak ada anak umur 17 tahun yang akan tersesat ke sekolah."
Mom memukul kepalaku dengan sendok madu Chanyeol. Si empunya sendok hanya menatap kami dengan gusar. Aku yakin dia tahu jika kami sedang berdebat.
"Mom, aku menata rambutku hampir 30 menit! Rambutku akan berbau!"
"Baek, berhentilah berteriak. Kau mengacaukan pagi yang tenang ini."
"Dia juga tidak bisa mendengar. Apa bedanya berisik atau tidak."
Mom mengusap wajahnya sesaat.
"Baiklah, kau tak perlu membangunkannya setiap pagi. Tapi untuk pergi ke sekolah, kalian tetap harus bersama. Hyungmu juga tidak keberatan kalau pergi 1 jam lebih cepat."
"Mom..."
"Kita sudah sering membahas ini Baek, cepat pergi atau kau ingin terlambat"
Aku benci pagi ini dan semua pagi yang telah aku lewati selama 15 tahun.
~~~~~~~~~~~~~
Mom benar-benar mencintai si bodoh Chanyeol. Mengajari piano kepada seorang anak yang tidak bisa mendengar adalah hal paling tidak wajar yang pernah ku tahu. Chanyeol mungkin masih bisa mendengar suara jika volumenya cukup kuat, namun tetap saja yang bisa dia dengar hanya suara samar yang terkadang terdengar aneh.
Mom juga tidak punya cukup uang untuk memasang implant pada Chanyeol dan Chanyeol baru mendapat alat bantu dengarnya tepat saat dia duduk di bangku kelas 2 sekolah menengah pertama, dan alat itu tidak terlalu membantu karena dia sudah terlalu buta dengan suara.
Namun mom dengan setianya akan mengajak si raksasa itu duduk di balik piano tua dan merupakan satu-satunya barang yang berharga di rumah kami setiap sorenya. Memainkan Satu-satunya lagu yang mereka pelajari sejak dulu. Kiss the rain.
Pernah suatu kali aku melihat mom dan Chanyeol menangis di balik piano itu, saat itu hujan tengah mengguyur kota dan aku baru saja pulang dari bermain di lapangan dekat sekolah. Aku melihat mereka berpelukan erat, entah mengapa ada rasa aneh yang mengusik sudut hatiku. Aku tak bisa menjabarkannya, karena seketika juga setetes air mengalir pelan disisi pipiku. Aku mengusapnya kasar dan berlari tergesa-gesa ke kamar.
~~~~~~~~~~~~~
Aku tahu mungkin hal yang paling mom benci dariku adalah aku yang membenci Chanyeol. Aku terkadang menyesal mengapa bisa begitu kasar terhadap kakakku sendiri karena pada kenyataanya dia tidak pernah melukaiku. Namun, aku terlalu egois untuk menerima jika dia memang baik dan menyayangiku. Aku benci saat teman-temanku hanya berkunjung ke rumah untuk mengasihaniku. Maka dari itu aku tidak membiarkan Chanyeol mengenal teman-teman Sekolah menengah atas ku seperti dia mengenal teman-temanku dulu.
Dia selalu mengacaukan segala hal.
“Baek, besok hyungmu ulang tahun ke-17. Mom akan mengadakan pesta sederhana di rumah kita. Chanyeol akan mengundang beberapa temannya dan kau juga boleh mengundang beberapa temanmu.”
Saat itu kami tengah makan malam dan satu hari sebelum si tiang lampu jalan memasuki usia ke-17.
Aku memutar mata dua kali, “Mom tidak benar-benar akan membuat pesta untuk anak 17 tahun yang bahkan terlihat seperti 20 tahun kan?”
Mom mentapku tajam, segelas air yang hampir menyentuh bibirnya dia hempaskan di atas meja, “Baek, mengapa kau begitu kasar dengan hyungmu? Kau…” mom tidak melanjutkan kata-kata itu, karena kini kedua tangannya menutup wajahnya.
Emosiku tersulut seperti kain kasa yang terbakar api. Aku berdiri dan menyentakkan kakiku dilantai dengan keras “Mom hanya memperhatikan Chanyeol dan semua teman cacatnya itu!” Aku berhenti sesaat, cukup terkejut dengan pilihan kata yang baru saja terucap.
Namun melihat Chanyeol yang memeluk mom erat, darahku kembali berkumpul di kepala, “Aku tidak mau teman-teman normalku mengenal teman-teman cacatnya!”, aku memukul meja dengan keras, membuat Chanyeol yang meletakkan tangannya di meja tersentak kebelakang. Dia menatapku sendu, namun aku terlalu egois untuk memahami arti tatapan itu.
Yang aku pilih adalah berlari dari ruang makan menuju kamarku. Namun aku sempat berteriak dengan kuat, “Mom bahkan tidak pernah merayakan ulang tahunku!” kemudian menutup pintu sekuat yang aku mampu.
~~~~~~~~~~~~~
Hari itu mom benar-benar merayakan ulang tahun Chanyeol. Aku bangun hampir tengah hari dan mendapati sakit kepala karena semalaman menangis seperti anak perempuan.
Aku cukup kaget karena mom benar-benar menyulap ruang keluarga kecil kami sehingga terlihat seperti tempat perayaan pesta anak umur 10 tahun. Namun, aku merasa cukup beruntung karena tidak menundang teman-temanku, karena Kai dan yang lainnya mungkin saja akan menertawaiku sepanjang semester karena selera norak mom.
Aku benar-benar diabaikan.
Mom tidak menyapaku bahkan setelah melihatku keluar dari kamar, tidak ada ucapan bangun tidur dan aku tak mendapat sarapan dan makan siang. Tipikal mom yang marah padaku.
Aku mendengus dengan kesal hampir sepanjang hari. Karena mom benar-benar tidak menyisakan makan siang di atas meja. Aku hampir saja memilih untuk tidak makan dan berakhir di rumah sakit karena tipes atau maag akut, namun si bodoh Chanyeol tiba-tiba datang kehadapnku dengan semangkuk mie instan, sebuah buku dan sebungkus balon untuk perayaan ulang tahun anak 5 tahun.
Aku mengambil mie itu dan membiarkan dia duduk disampingku. Tanpa ucapan terima kasih, karena dia tahu, jika aku membiarkannya duduk di sebelahku berarti aku sedang tidak marah padanya.
Aku memakan sarapan dan makan siangku dalam diam, mencoba tak menggubris Chanyeol yang melihat kearahku berkali-kali kemudian menuliskan sesuatu di bukunya.
Membiarkan dia duduk berhimpitan dengan bahuku sedangkan kursi itu cukup panjang sudah membuat gigiku bergemeletuk marah. Apalagi ketika dia melihatku meletakkan mangkuk kosong itu di bagian kursi kosong di sebelahku, dia tiba-tiba beranjak berdiri dan menunjukkan balon-balon karet itu kehadapanku. Oh tunggu! Aku tahu maksudnya.
“Aku bukan anak kecil bodoh sepertimu!” aku berteriak dengan keras, walaupun sebenarnya tidak perlu karena Chanyeol tidak bisa mendengar dan dia merupakan seorang pembaca bibir yang hebat.
Aku mengambil balon-balon itu dan melemparkannya hingga berserakan di lantai rumah.
~~~~~~~~~~~~~
Mom merayakan ulangtahun Chanyeol hingga malam hari. Aku tak tahu apa yang terjadi di luar karena sejak siang dimana Chanyeol membuatku berteriak, aku tidak keluar lagi dari kamar. Aku mengurung diri dan mecoba melupkan rasa sakit yang membelit lambungku karena satu harian hanya di isi semangkuk mie instan.
Mom benar-benar marah, karena mom tidak mengajakku bergabung dan tidak memberikanku makan malam.
Hari semakin malam dan lambungku benar-benar melilit. Aku berfikir untuk pergi menyelinap kedapur dan mengambil beberapa makanan yang mungkin bisa dimakan, walaupun itu paprika, wortel atau sejenisnya, setidaknya lebih baik daripada tidak sama sekali.
Namun aku mengurungkan niatku sejenak setelah membuka pintu kamar, karena lagi-lagi keegoisanku mengalahkan segala hal. Karena jika aku pergi kedapur maka akan melewati ruang keluarga dan melewati ruang keluarga sama saja dengan bertemu mom, Chanyeol dan temna-temannya.
Aku menggeram sesaat, kemudian membuka pintu kamar mom. Kebiasaan mom yang lapar tengah malam membuat mom sering menyimpan cookies di bawah meja lampu tidurnya.
Aku membuka pintunya perlahan dan menuju satu-satunya tempat penyimpanan cookies mom.
Namun tak ada satupun cookies disana. Aku tak sanggup lagi menahan tubuhku yang lemah, kemudian menjatuhkan tubuhku ke ranjang mom, aku hampir menutup mataku, namun sesuatu mengganggu punggung belakangku saat aku ingin menyamankan posisi.
Aku mengambil sesuatu yang berbentuk persegi panjang itu dan melemparkannya kelantai kamar.
Namun seketika mataku membulat, tidak percaya bahwa yang baru saja terlempar adalah buku harian mom. Aku beranjak duduk setelah mengambil buku itu, menimang-nimang sebentar dan selanjutnya memutuskan untuk membuka lembar pertama.
~~~~~~~~~~~~~
“Baek…”
Aku menjatuhkan buku harian itu setelah mom tiba-tiba membuka pintu kamar.
Mom mentapku dengan pandangan sendu yang tak pernah kulihat sebelumnya. Ada rasa sakit yang seketika menyerang sudut hatiku, rasa sakit yang mengimbangi nyeri di lambungku.
“Baek…” mom memanggilku lagi.
Aku menunduk dalam, mati-matian menahan rasa sakit itu. Rasa sakit yang entah sejak kapan berdiam di sana..Namun sedetik kemudian kepalaku terangkat dan aku menatap mom tepat di matanya.
“Aku membenci kalian” pernyataan untuk meyakinkan diriku bahwa aku benar-benar membenci mereka. Iya, aku membenci mereka.
Setetes ai rmata jatuh dipipi mom dan mungkin juga dipipiku, hanya setetes yang bisa kulihat karena setelahnya semua menghitam.
~~~~~~~~~~~~~
Pagi itu aku tidak kesekolah.
Aku bergelung di dalam selimut dengan fikiran-fikiran menyebalkan yang menjadi pertanyaanku sejak semalam. Aku tidak mengerti mengapa aku berubah menjadi semelankolis ini, menangis di tengah malam hingga subuh. Benar-benar bukan seperti aku yang biasanya.
Aku masih dalam fikiran kalut, namun seketika pintu kamarku terbuka dan menampakkan wajah Chanyeol.
Entah mengapa melihatnya pagi itu membuat darahku naik ke kepala. Aku hanya diam dan memperhatikannya duduk di samping ranjangku. Dia tersenyum sesaat, kemudian mengulurkan semangkuk bubur dan segelas susu.
Aku bergeming. Aku tak tahu reaksi apa yang harus ku berikan. Karena untuk alasan yang bahkan tidak aku mengerti aku merasa sedikit takut.
Chanyeol bukan tipe orang yang akan dengan mudah menyerah, maka dari itu dia akhirnya berusaha menyuapiku. Aku melihat tangannya yang terulur kearahku.
Tiba-tiba aku pusing, segala hal bergulung-gulung di kepalaku. Seperti benang kusut yang tak bisa terurai.
Aku membencinya. Iya kan?
Aku melemparkan sendok itu kelantai dan mengotori celana Chanyeol serta membuat dia menangis di lantai kamar yang dingin.
Aku membencinya. Iya kan?
Aku menarik dagunya dan mengatakan hal paling mengerikan. Aku tak mengerti mengapa aku mengatakan itu semua. Semua hal kini sama menyakitkan buatku. Dia seharusnya tidak pernah lahir, aku mengatakan itu dengan sangat kuat hingga tenggorokanku sakit sekali. Membuat dia menutup matanya rapat-rapat.
Aku membencinya. Iya kan?
Tapi kini aku takut menyakitinya.
Mom datang kekamar dengan tergesa dan menariku dari Chanyeol. Aku sedikit bersyukur karena aku takut melakukan hal yang lebih mengerikan dari itu. Namun mom, tidak mau melihatku lagi. Dia memarahiku dan berakhir dengan menampar wajahku dengan keras.
Aku tahu mom terkejut dengan perbuatannya, namun aku tersenyum pahit. Aku tahu, aku pantas.
Aku tak membiarkan mom menjelaskan apapun meskipun terlihat jika dia ingin mengatakan sesuatu. Aku hanya takut itu semua semakin menyakitiku. Maka dari itu aku memilih berlari bahkan tanpa perduli bahwa aku masih mengenakan piama tidur.
Aku membencinya. Iya kan?
~~~~~~~~~~~~~
Aku duduk di satu tempat makan di pinggir jalan, mencoba mengurai semua hal hingga kepalaku hampir pecah. Sampai ketika mom dan Chanyeol berlari kearahku dengan seluruh tubuh yang kuyup.
Mengapa mereka melakukan ini?
Chanyeol meraih pundakku dan mentapku dengan cemas, dia mengatakan ‘maaf’ dan ‘apakah aku masih marah?’ dengan tangannya.
Aku tak berniat marah atau menepis tangannya, namun aku tetap melakukan itu semua hingga Chanyeol terhempas di jalanan yang basah. Kini aku yang meraih pundakknya hingga dia berdiri di depanku.
“Aku membencimu!” aku meyakinkan diriku lagi.
Membencimu sampai ketulang-tulangku, membencimu yang begitu baik, membencimu yang sampai kini bahkan masih memperdulikanku. Aku membencimu karena kau tak bisa membenciku.
“Kenapa kau merebut semuanya dariku?” aku berteriak lagi.
Kenapa kau merebut semuanya? Bahkan kau merebut rasa bersalahku.
Chanyeol terkejut, kemudian dia mendekatkan wajahnya sehingga aku bisa melihat bibirnya yang bergerak tanpa suara “Bunuh aku.”
Aku tersentak dengan keras, kemudian air mataku jatuh perlahan, membasahi wajahku seperti sungai kecil.
Tidak, tidak! Bukan itu maksudku.
Namun aku hanya diam dan membiarkannya memelukku dengan kuat, sampai ketika Mom yang dari tadi hanya melihat berlari kearah kami dan berteriak dengan gusar.
Aku berkedip, berusaha menyesuikan pandanganku yang agak kabur. Seketika aku tersadar jika sebuah truk sedang di kemudikan dengan kecepatan yang tak biasa. Aku berkedip berkali-kali hingga tersadar jika truk itu mengarah ke sisi bahu jalan, kearah kami. Aku bergerak gelisah sampai Chanyeol melihatnya dan mendorongku dengan kuat kesisi jalan. Kakiku membentur aspal dengan keras, sakitnya merayap hingga ke pangkal paha.
“Cepat kemari!” aku berteriak gusar dengan rasa sakit yang menggigit kakiku karena Chanyeol tak kunjung bergerak dari tampat itu. Namun aku tersadar, bahwa sesuatu mengganjal kakinya sehingga dia tak bisa bergerak.
Mom berlari kearahku untuk melihat kakiku, namun aku memaksa mom untuk melihat Chanyeol. Dan ketika kami melihatnya, truk itu berhenti bergerak tepat beberapa meter di hapan kami.
Aku meminta mom untuk menolongku berdiri agar kami dapat membantu Chanyeol. Namun aku terkejut dengan sangat hebat ketika mendengar suara klakson panjang dari sebuah truk lain yang mendekat kearah Chanyeol. Aku menahan nafas. Tubuh Chanyeol terhempas hingga ketengah jalan, beradu dengan bunyi decit ban truk.
Aku masih tertegun bahkan saat Mom melepaskan tanganya dari bahuku dan saat semua orang mulai berkerumun di tengah jalan yang seketika ramai.
Ini salah! Bukan ini maksudku!
“Hyung!!” aku berteriak dengan keras sampai aku merasa tak akan ada suara lagi yang keluar esok.
~~~~~~~~~~~~~
Aku membencimu.
Membencimu hingga ke tulang-tulangku.
Aku membencimu karena kau selalu ada di sampingku.
Aku membencimu karena kau kuat.
Aku membencimu karena kau selalu tersenyum bodoh walaupun kau sakit.
Aku memebencimu karena kau tak bisa mendengarku, kau tak bisa mendengar suaraku saat bernyanyi.
Aku membencimu karena kau tak bisa berbicara, kau tak bisa mengatakan kau menyayangiku.
Aku membencimu. Sungguh. Sangat.
Namun, kini bolehkah aku menggantinya dengan Aku mencintaimu?
“Aku mencintaimu.”
Aku memeluk hyungku di tengah jalan di malam hari. Mungkin bagi sebagian orang itu terdengar manis. Namun, tidak untukku. Ini terlalu menyakitkan. Aku memeluk hyungku untuk pertama kalianya di tengah jalan dengan nafasnya yang berhembus satu-satu, dengan darah yang mengalir di piyamaku. Aku menutup mataku, membiarkan sebuah sungai kecil mengalir lagi.
Aku menarik nafas dengan berat, berusaha menerima apapun yang terjadi jika aku membuka mata.
Selanjutnya detik-detik berlalu dengan lambat.
Sampai semua orang berteriak di sekitarku, aku mendengar mom berteriak memanggil nama hyungku. Aku mendengar semuanya. Bahkan aku merasakan nafas itu tak lagi berhembus.
Aku hanya takut.
Takut saat mataku terbuka, matanya tak akan terbuka lagi.
Kemudian aku membuka mataku perlahan hanya untuk menerima fakta itu.
~~~~~~~~~~~~~
EPILOG
Seoul, 27 november 2010,
Hari ulangtahunku.
Aku ingin mendengar.
Bisakah?
Bukankah semua orang boleh meminta sesuatu saat mereka berulang tahun?
Bukannya aku menolak takdir Tuhan. Aku tak apa-apa dengan semua ini. Hanya saja aku ingin mendengar Adikku bernyanyi. Aku ingin mendengarnya satu kali saja.
Aku tidak apa-apa walaupun mom tidak bisa memasang implant karena Baekhyun sakit saat kecil dan butuh uang yang banyak.
Aku tidak masalah dengan itu.
Aku hanya ingin mendengarnya. Aku mau menukar apapun di dunia ini untuk bisa mendengarnya.
Satu kali. Hanya sekali.
Chanyeol
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Seoul, 27 november 2011,
Boleh aku meminta lagi?
Aku ingin Baekhyun mendengarku berbicara.
Aku ingin dia mendengar suaraku.
Aku ingin mengatakan aku menyayanginya dengan suaraku.
Bisakah?
Biarkan aku berbicara. Ku mohon.
Chanyeol
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Seoul, 27 November 2012,
Aku lelah.
Jangan biarkan aku mendengar atau berbicara.
Aku tak ingin mendengar suaranya saat menangis,
Aku tak ingin mendengar bagaimana dia membenciku dengan suaranya.
Aku tak ingin dia mendengar suaraku dan membuatnya semakin membenciku.
Biarkan saja seperti ini.
Biarkan dia membenciku.
Chanyeol
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Aku menatap lagi buku harian yang awalnya kufikir milik Mom, menghapus setetes airmata yang mengalir disisi pipiku.
Ini menyakitkan, hyung sangat mencintaiku namun aku begitu membencinya. Isi buku harian itu membuatku kalut, karena selama ini aku yakin aku membencinya. Namun entah mengapa isi buku harian itu seakan mengatakan kalau aku sebenarnya tidak memebencinya. Aku hanya terlalu takut menyayanginya. Aku takut.
Sehingga malam itu menjadikanku berkali-kali lipat lebih kejam dari sebelumnya. Bukan seperti itu maksudku. Namun, apapun yang ku lakukan hanya membuat semua orang tersakiti.
Maaf.
Entah kata apalagi yang bisa melukiskan betapa aku menyesal.
Mungkin, ‘Aku mencintaimu’ adalah kata yang paling pantas untuk membalas semua kebaikan hyung.
Aku menutup buku harian hyung pelan-pelan, namun sebuah tulisan di akhir buku itu menarik perhatiaku. Buku itu memiliki banyak bagian yang kosong. Namun hyung meletakkan tulisan itu di lembar akhir bukunya, seperti dia tahu jika itu adalah tulisan terakhirnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Seoul, 27 November 2013
Maaf.
Satu kata yang ingin ku ucapkan
Maksudku benar-benar ingin ku ucapkan dengan bibirku dengan sebuah suara yang keluar dari sana.
Aku tahu, kau ‘mungkin’ lelah dengan aku yang bodoh ini.
Aku tahu, kau ‘mungkin’ tak mengharapkan aku.
Aku tahu, kau ‘mungkin’ benar-benar membenciku.
Tapi, tak apakan jika aku menganggap itu ‘mungkin’
Karena aku tak sanggup berfikir bahwa semua itu memang kenyataanya..
Aku tahu kau menyayangiku walaupun aku tak tahu bagaimana itu terdengar.
Kau tahu, entah berapa kali aku memohon pada Tuhan agar aku bisa mendengar suaramu, satu kali saja.
Entah berapa kali aku menangis dalam doa ku agar kau bisa mendengar suaraku sekali saja,
Sehingga aku bisa bertanya seperti apa suaraku terdengar.
Ku harap kau terus tersenyum,
Kau tahu... senyummu sangat indah
Aku mencintaimu.
Chanyeol
THE END
Note : Ini side story dari I can’t hear you. Di fic sebelumnya mengambil dari sudut pandang Chanyeol dan kali ini dari sudut pandang Baekhyun. Semoga fic ini bisa menjelaskan kenapa Baek bisa memebenci Chanyeol.