home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Try To Make You Lost Feeling

Try To Make You Lost Feeling

Share:
Published : 20 Jul 2014, Updated : 29 Jul 2014
Cast : Apink Chorong, Apink Bomi, Apink Eunji, Apink Namjoo, UKISS Donghoo, and Kim Woobin
Tags :
Status : Complete
0 Subscribes |4276 Views |18 Loves
Try To Make You Lost Feeling
CHAPTER 3 : Success Or Not?

Success Or Not?

Ting! Tong!

Aku memencet bel rumah dan appa cepat sekali membukakanku pintu setelah aku memencetnya.

"Ajussi!" Sapa Dongho sambil melambaikan tangannya.

Perasaan bersalah kembali meliputi hatiku.

'Dongho begitu ramah pada appaku.. Ini sekadar formalitas atau dia ingin dekat dengan orangtuaku..?' Pikirku.

Aku dapat merasakan detak jantungku ketika Dongho menjadi begitu manis pada orangtuaku. Namun lalu kurungkan niatku untuk berpikir demikian.

'Ah, tidak..! Ia pasti sudah mulai membenciku ini hanya formalitas. Ya. Formalitas.'

"Ah, yae... Annyeong, Dongho-ssi!" Sapa appa balik sambil melambaikan tangannya. "Gomawo, telah mengantarkan Chorong pulang yaa!"

Aku hanya senang rahasiaku, kebohonganku tentang pergi ke sweet teman itu aman, karena appa sama sekali tak menanyakan Dongho tentang sweet. Cukup. Cukup sudah luka yang kutorehkan buat Dongho. Lagipula malam ini naku sudah membuatnya malu habis-habisan. Ia tak boleh tahu tentang kebohonganku yang lain, bahwa aku tak benar-benar izin untuk pergi dinner dengannya. Dengan aku membuatnya malu malam inipun. Aku tahu ia sudah cukup membenciku. Paling juga ia akan segera memutuskanku. Aku hanya perlu menutup lembaran lama ini dan kemudian memulai yang baru dengan Woobin oppa. Dan aku juga tak perlu merasa bersalah.

"Chorong!"

"Chorong!"

"PARK CHORONG!"

Teriakan appa membuyarkan segala pikiranku tentang Dongho.

"Ah. Yae, Appa..?"

"Kau tidak akan masuk?" Tanya appa.

"Ah. Ne, Appa.." Jawabku sambil melangkah masuk rumah.

"Annyeonggi gaseyo, Nuna!" Pamit Dongho sambil melambaikan tangannya.

'Geunde, apa arti dari kata perpisahannya itu..? Hanya perpisahan selamanya atau untuk selamanya...?' Tanya batinku.

Aku lalu melangkah masuk rumah, sedangkan Dongho melangkah menuju mobilnya sendiri. Sejenak kutatap mobilnya menjauh pergi dari depan rumahku.

Setelah masuk ke dalam rumah, aku menaruh wedges merahku pada rak koleksi sepatu milikku.

"Bagaimana pesta sweet seventeen-nya, Chorong-ah..?" Tanya appa akhirnya.

"Seru , Appa.." Dustaku.

Aku lalu melangkah naik ke atas tangga dan menuju ke kamarku.

Hufffhhh.................

Aku menghela nafas dan mengelus dadaku. Kebohonganku tertutup rapi hari ini. Biarkan. Tak apa. Malam ini aku juga tak akan masak ramyun seperti yang Dongho sarankan padaku jika aku masih lapar. Biarlah kuhitung ini sebagai diet sekaligus hukumanku, karena telah mempermalukan, mem-PHP-kan, sekaligus membohongi orang. Aku lalu merebahkan tubuhku di kasur. Dan meraih Smart-phone yang ada di dalam tasku. Aku menge-slide layarnya untuk membuka kuncinya. Tak ada satupun pesan masuk. Tak ada pesan dari Shin Dongho, orang yang kuharapkan akan mengirimiku pesan. Entah itu hanya sekadar 'Nuna, aku telah sampai di rumah..', 'Nuna, dinner kali ini hebat!', atau 'Nuna, dinner kali ini sangat berkesan bagiku..'

Tapi, tidak. Ia tak mengirimiku text semacam itu. Dan, tak akan mungkin.

Aku lalu mencoba untuk memejamkan mataku dan tidur. Mencoba untuk melupakan semua ini. Biarlah tidur dan mimpi yang lain menghapus jejakmu Shin Dongho.. Kuharap jika sebuah matahari telah tenggelam, matahari yang lain esok akan terbit. Akan terbit hari yang baru.

~ll~

Kenyataanya tidak semudah itu aku tidur dan mendapatkan istirahat yang cukup. Semalaman aku berguling ke kanan dan ke kiri. Tidur dengan tidak nyaman. Dan akhirnya terbangun pada jam 3 pagi, karena mendapatkan mimpi buruk tentang Dongho yang disekap dan dipukuli oleh orang di gudang yang cukup gelap dengan menggunakan balok kayu yang besar dan panjang. Karena aku benar-benar tak bisa tidur, akhirnya aku memutuskan untuk nonton drama korea berjudul "I Hear Your Voice" saja sampai jam 5 pagi. Barulah setelahnya aku bisa tidur. Aku hanya mendapatkan istirahat selama setengah jam, dan bangun pada pukul setengah 6 dengan mata panda.

Aku menyalakan Smart-phone ku dan mengecek inbox message-ku. Tak ada pesan di sana. Aku mengecek Kakao Talk-ku. Tak ada pesan di sana. Kemudian aku mengecek LINE-ku. Tak ada satupun pesan di sana untukku juga. Pagi ini Dongho bahkan tak mengatakan "Good morning!" seperti biasanya.

Pagi ini Dongho juga tak mampir ke kelasku untuk main seperti biasanya. Pada pergantian jam pelajaran sekitar jam 11 siang barulah aku melihatnya melewati depan kelasku, kebetulan aku sedang tak ada guru, jadi aku menghampirinya.

"Dongho-ssi!" Panggilku sambil melambaikan tangan padanya. Isyarat agar ia berhenti di depan kelasku.

Tetapi Dongho tidak terlihat seperti hendak berhenti, namun tidak juga terlihat seperti sedang menghindariku. Ia berjalan santai biasa.

Karena dia terlihat seperti tak hendak berhenti, sehingga aku sedikit berlari kecil dari dalam kelas untuk menyetopnya. Aku lalu menepuk pundaknya, begitu aku berhasil mendapatkannya.

Hosh... Hosh...

Napasku takl beraturan ketika sudah berada di dekatnya.

"Cheogi, Dongho-ssi ada sesuatu yang penting yang ingin kubicarakan denganmu.." Kataku spontan.

Dongho langsung menatapku.

"Jangan sekarang nuna, nanti pulang sekolah saja yah..! Aku sedang dalam perjalanan menuju ke kelas Kimia. Sekarang aku ada kelas." Kata Dongho.

Lalu Dongho berlalu saja dari hadapanku.

'Apakah ia sedang menghindariku..?' Tanya batinku.

'Setidakya diputuskan lebih baik daripada digantung seperti ini..' Batinku lagi.

~ll~

Bbuing!

Ada LINE masuk.

dongho: kutunggu d rooftop.

"Cieee! LINE dari Dongho yaa?" Goda Bomi sambil mengintip chatku.

Kami kebetulan sedang berjalan berempat dengan Eunji dan Namjoo keluar dari gedung sekolah. Rencananya mau hang out saja, karena Dongho seharian ini tak ada kabar.

"Bomi, Eunji, Namjoo.. Hang out-nya kapan-kapan saja yaa... Aku sedang ada urusan dengan Dongho." Kataku.

"Cieee! Sudah mulai ada perasaan yaa?"

Aku langsung pergi meninggalkan mereka bertiga menuju ke tempat Dongho.

Namjoo menyikut Bomi.

"Kau sih! Godain dia terus.. Dianya pergi deh.."

"Apa? Aku salah apa..??" Tanya Bomi sambil mengangkat tangannya. "Kau dengar sendiri, kan? Si Unnie itu hanya ingin menemui Dongho.. Ia bukannya marah denganku.." Bomi membela dirinya sendiri.

Namjoo melirik Bomi sedikit dengan tampang malas.

"Sudah.. Sudah.. Tak usah bertengkar..." Kata Eunji sambil menyatukan tangan Bomi dan Namjoo guna mendamaikan mereka.

~ll~

Sesampainya di rooftop kulihat langit begitu cerah dan biru. Dan angin berhembus membuat udara di sini menjadi sejuk. Kulihat sesosok pria yang sangat ingin kutemui, Shin Dongho berdiri di ujung rooftop.

"Dongho-ya..." Panggilku sambil memberikan senyum yang tulus kali ini.

Dongho tersenyum balik dengan manisnya.

"Nuna bilang ada yang ingin nuna katakan padaku.. Apa itu?" Katanya.

"Dongho-ya.. Aku cuma mau bilang.. Maafkan aku... A-aku tidak terbiasa makan di restoran Eropa mewah seperti itu.." Ucapku sambil menunduk.

"Tak apa, Nuna.. Aku mengerti.." Kata Dongho sambil memegang wajahku dengan kedua tangannya dan menaikkannya lagi.

"Lalu mengapa kau tidak memutuskanku..?" Tanyaku lirih.

"Hahahahaha..."

Tawanya sejenak.

"Nuna, apakah aku begitu bodoh memutuskan yeoja yang begitu ingin kumiliki sedari dulu..?" Tanyanya.

Aku tersenyum kaku.

"Dongho-ya... Tapi aku kan sudah mempermainkanmu.."

Ekspresi Dongho langsung berubah. Ia menghela napasnya sebentar, lalu mulai bicara lagi.

"Aku sudah tahu mengenai itu, Nuna.. Ketika hari kedua kita jadian Bomi Nuna sudah memberitahukannya padaku, Nun..." Katanya sambil memberikan senyum yang terlihat sedikit dipaksakan. Aku memahami begitu pahit rasa hatinya sekarang, setelah mendengar kenyataan pahit yang sangat sulit diterimanya saat ini dari mulutku sendiri.

Aku kembali menundukkan kepalaku lagi.

"Jadi apa yang nuna inginkan sekarang..?" Tanya Dongho sambil memegang pundakku sok tegar.

"Aku ingin putus. Aku telah menyukai seseorang. Kim Woobin, kau tahu?" Tanyaku.

"Eo. Ara. Senior tenis yang keren dan terkenal dengan smash-nya, itu kan..?" Jawabnya.

Aku mengangguk.

"Aku telah menyukainya sejak lama.. Ia telah menjadi sunbae idolaku sejak SMP, tetapi karena bermain TOD dengan Bomi.., aku jadi harus menembakmu Dongho-ssi... Mian." Jelasku dengan jujur sambil masih menunduk tak berani menatap wajah Dongho. Lalu menghela napas.

"Arasseo."

Dongho ikut menghela napas juga setelahnya, lalu menguatkan dirinya untuk berkata,

"Okay. Arasseo. Nuna..... Uri geuman haja.."

Ia terlihat sangat berat hati mengatakannya.

"Ne." Jawabku, setuju. Lalu meninggalkannya dengan posisi kepala masih menunduk. Seiring aku pergi awan-awan yang tadinya putih berubah menjadi kelabu. Lalu awan-awan kelabu itu berarak membuat langit yang tadinya cerah menjadi mendung. Sepertinya sang langit sedih. Seperti sang langit ingin menumpahkan air matanya...

Hari ini, mulai dari detik ini, setelah sepeninggalku mungkinkah hari-hari selanjutnya akan menjadi hari-hari yang sulit buat Dongho..?

Aku meneteskan air mata penyesalanku sambil menuruni anak tangga, turun dari rooftop.

~ll~

Sehari setelah putus dengan Dongho aku jadian dengan Woobin oppa. Aku menembaknya tadi dan ia menerimaku.

Beberapa menit yang lalu...

"Oppa, maukah kau menjadi pacarku..?" Tanyaku malu-malu sambil menyodorkan sekotak coklat berbentuk hati.

Woobin oppa mengambil kotak coklat tersebut, lalu mengatakan sesuatu yang tak kuduga.

"Ne." Jawabnya.

Aku langsung memeluknya saking senangnya.

Mulai dari detik ini masa depanku adalah Woobin oppa seorang.. Aku akan melupakan segala masa laluku termasuk Dongho dan mencoba untuk memaafkan diriku sendiri..

Ketika aku sedang bergandengan tangan dengan Woobin oppa menuju ke kantin sekolah, kebetulan aku berpapasan dengan Dongho yang datang dari perpustakaan sekolah. Jantungku berdetak kencang ketika berpapasan dengannya. Tetapi ia berpura-pura tidak melihatku dan mengalihkan pandangannya ke lain arah dan memasang headset yang berada di lehernya dan memutar musik. Apakah mungkin ia berbuat demikian hanya untuk menutupi rasa cemburunya..?

~ll~

Ternyata benar kekhawatiranku. Keesokan harinya aku mendapatkan gosip bahwa ada adik kelas yang berani mengajak Woobin oppa berkelahi dan ia sekarang kini berada di rumah sakit, karena terluka parah. Dan benarlah ternyata si adik kelas itu Dongho..

Aku mengetuk pintu kamar 302, kamar tempat dimana Dongho dirawat begitu sesampainya di rumah sakit. Sebenarnya jika tidak ada cedera sebesar ini, keduanya sudah diskors oleh sekolah. Dengan berada di rumah sakit dan menerima perawatan atas luka-luka yang didapatnya sebenarnya sama saja Dongho menghabiskan waktu skorsnya di rumah sakit.

"Masuk!" Kudengar suara Dongho dari dalam mengizinkanku masuk. Suara kekanak-kanakan yang begitu kurindukan..

"Dongho-ya." Panggilku pada Dongho ketika sudah berada di sebelah kasurnya.

Dongho membuang wajahnya dariku.

"Apa? Nuna mau mengejekku karena telah kalah dari Woobin hyung, kan..?" Tanyanya ketus sambil masih tetap tak menatap wajahku.

Ya. Menurut cerita anak-anak Dongho masuk rumah sakit setelah dibanting oleh Woobin oppa dan mendapatkan cedera yang cukup parah. Tulang punggungnya patah. Namun menurutku ini semua kesalahan Dongho sendiri. Coba saja ia tidak begitu kekanak-kanakan melampiaskan rasa cemburunya dengan menantang Woobin oppa yang sudah terkenal jago berkelahi itu.

"Ani." Jawabku. "Mengapa kau melakukan ini semua..?"

"Jadi tadi pagi aku tak sengaja mendengar percakapan Woobin oppa dan temannya, Nuna.. Ia bilang bahwa ia telah bercabang 3.. Sebenarnya Woobin oppa telah memiliki pacar 2 di sekolah lain.. Dan, ia mengataimu 'yeoja gampangan' dan kata-kata itu membuatku ingin memukuli wajahnya yang b*******." Jelasnya.

Aku lantas memeluknya dan meneteskan air mataku.

"Nuna.. Nuna tak apa..?" Tanya Dongho sambil mengelus-elusku yang masih terdiam dan menangis di pelukannya.

"Gomawo, telah membelaku, Dongho-ssi.." Kataku akhirnya.

"Ngehehehe....." Kekeh Dongho.

Aku memukul bahunya pelan.

"Aw! Appo, Nuna.. Yang itu masih sakit juga..." Rengek Dongho.

"Geunde, apakah aku masih memiliki kesempatan untuk menjadi milikmu, Nuna..?" Tanya Dongho dengan polosnya. Ia manis kalau begini. Aku baru menyadarinya..

Aku mengangguk.

"Ne." Jawabku sambil tersenyum, tulus.

Dongho lalu menarikku kembali ke dalam pelukannya.

"Gomawo, Chagiya...." Katanya.

"YAK!! Dongho-ya...!! Masih sakit berani memeluk nuna..?? Mau kupukul lagi..???" Omelku.

"Ani. Ampun, Nuna..."

Dongho lalu melepaskanku dari pelukannya, takut dipukul lagi olehku.

"Geunde, bagaimana dengan Woobin hyung kalau kau kembali padaku..?" Tanyanya sambil memegang pinggangku.

Aku lalu mengetikkan sebuah chat LINE yang ditujukan pada Woobin oppa.

chorong: uri geuman haja!

Lalu menunjukkan chat-nya pada Dongho.

"Beres..." Kataku sambil tersenyum.

Lalu Dongho menarik lagi tubuhku ke dalam pelukannya dan menjadikanku sebagai guling tidurnya.

"YAK!! Dongho-ya...!!" Teriakku.

"Hahahahahahaa..." Tawanya lepas.

"Aku takkan melepaskanmu lagi kali ini, Nuna.." Katanya.

"Aku juga takkan melepaskanmu..." Jawabku sambil menikmati berada di dalam pelukannya yang terasa nyaman. Sekarang baru kutemukan pria yang benar-benar mencintaiku. Ternyata Dongho kecil yang kukenal bukan cuma seorang laki-laki kecil yang doyannya pasang aegyo dan bertingkah kekanak-kanakan, tetapi seorang pria dewasa yang berani memperjuangkan cintanya dan bersikap sabar demiku.

'Dongho-ya, saranghae... Yeongwonhi..' Batinku.

-The End-

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK