Tittle : The Precious Pendant
Main Cast :
Cho as Park Chorong (A pink)
Han as Xi Luhan
Suho as Kim Junmyeon
Genre : Action, Sad, Romance, Family
Summary : Seorang gadis cantik yang tinggal di perkampungan terpencil di Seoul akhirnya keluar dari persembunyiannya setelah kedua orang tua-nya meninggal dan jatuh miskin beberapa tahun yang lalu. Kini ia hidup normal seperti dulu lagi tinggal di kota besar di Seoul, namun itu tidak berlangsung lama semenjak banyak yang menerornya dan ia terus dikejar oleh sekomplotan penjahat yang berusaha merebut liontin kristal peninggalan orang tua-nya. Ia terpaksa melarikan diri menjauh dari Seoul bersama kedua teman yang baru saja ia kenal.
#ShinzuiWhiteConcert
The Precious Pendant
Perkampungan Gunung Nam letaknya memang sangat terpencil dan belum banyak warga yang mengetahui perkampungan kecil yang asri nan sejuk itu berada. Hanya ada beberapa kepala keluarga yang tinggal di tempat itu dan sebagian besar mata pencaharian mereka adalah seorang pertani perkebunan karena memang tanah di perkampungan itu sangat subur jika digunakan untuk bertani. Mereka juga sangat ramah dan sangat mencintai kedamaian antarsesama warga, itulah yang membuat Jong Suk melirik tempat itu, membangun rumah keduanya dan beberapa bulan sekali ia mengunjungi rumah yang dulu pernah ia tinggali, atau hanya untuk melepas penatnya perkotaan. Namun itu sudah lama sekali, ia tidak pernah mengunjungi rumah keduanya itu lagi sekarang semenjak sesuatu peristiwa menimpanya beberapa tahun silam.
Tiba-tiba sebuah mobil BNW hitam berhenti di depan pagar pembatas perkampungan itu, beberapa orang berpakaian hitam dan berkacamata hitam keluar dari mobil tersebut hanya sekedar untuk membukakan pintu mobil untuk sang majikan atau sekedar berdiri memandangi rumah-rumah hanok yang berada di depannya, lalu sang majikan berjalan menuju suatu rumah.
‘Ttoktoktokk..’ “Annyeonghaeseyo.. halmeoni!! ini aku Ji Hyun, buka pintunya” kata seorang Ahjumma bersama dua body guard-nya.
‘Kkrekkk..’ “Ada apa kau kemari di tengah malam seperti ini?”
“Aku harus membawanya pergi malam ini juga sudah tidak ada waktu lagi, mereka sudah mengetahui keberadaan kalian” dijelaskannya setengah berbisik di telinga nenek.
Sang nenek melongok keseluruh penjuru halaman yang ada di depannya itu “Ooo.. sebaiknya kalian masuk saja, aku benar-benar khawatir dengan anak itu, akhir-akhir ini sering sekali ada orang asing datang kemari semenjak ia pergi ke keluar rumah untuk membantu orang-orang yang tinggal di sini.” Ucapnya sembari meletakkan beberapa cangkir teh hangat ke atas meja.
“Apa yang kau lakukan? Membiarkannya di kenal oleh banyak orang?”
“Kenapa kau bertanya seperti itu? Aku tidak bisa membiarkannya terus bersembunyi di rumah ini, bahkan ia tidak diperbolehkan pergi ke sekolah, kau pikir gadis itu keong yang harus sesalu berada dalam tempurungnya? Kau sudah gila Ji Hyun” nenek yang bernama Cho Hye jin mulai memuncak amarahnya kepada kerabat dekat dari putera itu.
Ji Hyun menghela napas “Tapi itu yang diamanatkan oleh putra mu sendiri”
“Baiklah terserah apa katamu saja, aku ini sudah lelah menjaganya siang dan malam. Seharusnya kau melepaskan tanggung jawab itu pada aku yang sudah tua renta seperti ini”
“Maafkan aku nek, ini untuk kebaikan kita bersama”
“Ya sudah kau tunggu disini, aku akan membangunkannya. Huhh bagaimana bisa ia berkata seperti itu kepadaku?” katanya sambil berjalan menuju kamar Cho.
Setelah menceritakan tujuan kedatangannya kepada Cho, akhirnya ia mengerti dan hanya mengikuti apa yang diminta oleh satu-satunya keluarga yang ia punya saat ini. Kedua orang tuanya telah meninggal dunia, mereka terbunuh di kediamannya saat Cho masih berumur 10 tahun dan Cho sendiri yang menjadi saksi mata terbunuhnya mereka. Dibalik wajah polosnya yang lugu sebenarnya Cho lebih memilih tinggal bersama sang nenek, tetapi ia menjadi sangat takut jika keputusan itu dapat mengancam kehidupan orang-orang yang ia sayangi lagi dan kehilangan mereka untuk yang kedua kalinya, sehingga ia lebih memilih diam dan menurut saja.
Cho menatap wajah neneknya, ia tak berani mengungkapkan apapun yang ada di pikirannya.
“Sudahlah aku baik-baik saja Cho, jangan kau pikirkan aku. Kau lebih baik tinggal bersamanya, dia akan lebih menjaga mu ketimbang aku” kata sang nenek berusaha untuk menenangkan cucu kesayangannya yang sudah ia rawat selama 3 tahun.
“Halmeoni.. Apa yang nenek katakan? Aku sayang nenek. Aku engga mau pergi tanpa nenek. Ahjumma, nenek boleh ikut kita kan?” ia menatap mata bibi tirinya penuh harap.
Ahjumma memeluk Cho dan mengatakan bahwa itu dapat mengancam nyawa nenek “Tenangkan pikiranmu Cho, aku akan mengirimkan beberapa anak buahku untuk menjaganya di sini. Ayo kita pergi aku tidak ingin tiba saat matahari terbit”
Akhirnya Cho meninggalkan nenek dan bergegas masuk kedalam mobil tersebut dengan berlinangan air mata dan nenek melambaikkan tangannya sebagai tanda perpisahan.
Sepanjang perjalanan Cho masih terbayang dengan raut wajah nenek yang teramat sedih walau tanpa air mata, ia tahu bahwa nenek tidak benar-benar menyuruhnya untuk pergi dan meninggalkannya sendirian. Ia masih memandangi sorotan lampu jalan yang berjejer di tepi jalan, lampu itu terlihat seperti cahaya yang berlari sangat cepat melewatinya. Dan itu membuatnya teringat tentang cahaya lampu senter yang menyoroti wajah kedua orang tuanya saat seseorang datang dengan membawa senjata dan membunuh mereka di malam yang gelap. Kenangan buruk itu yang membuat Cho hampir gila saat melihat kejadian itu, membiarkan seseorang membunuh kedua orang tuanya tepat di depan matanya saat ia masih berumur 7 tahun.
Ji Hyun yang duduk di samping Cho khawatir karena melihatnya tidak berhenti menangis semenjak di perkampungan tadi “Sebaiknya kau tidur Cho, ini akan menjadi malam yang panjang jika kau tidak menutup matamu untuk tidur” kata Ahjumma, ia tahu betul keadaan Cho saat ini. “Maafkan aku Cho, aku harus melakukan hal ini untuk yang kedua kalinya” kata Ji Hyun melepaskan saputangan dari hidung Cho dan membuatnya tertidur pulas.
*****
Teng....
Teng....
Teng....
Tepat pukul 8.00 AM bunyi alarm dari sebuah jam dinding yang berbunyi setiap satu jam sekali membuat Cho terbangun dari tidurnya. ‘Hoammm..’ Cho berusaha membuka matanya. “Aku ada di mana? Kenapa disini panas sekali?” ia sudah terjemur cahaya matahari pagi yang masuk lewat jendela yang berukuran lumayan besar untuk sebuah kamar.
“Sepertinya kamu tidur nyenyak sekali Cho, lihat matahari sudah bergilir menggantikan bulan” kata Ji Hyun yang kebetulan sedang mengecek kondisi Cho sambil memakai 'Shinzui Body Lotion.'
“Ahjumma.. Kenapa aku tiba-tiba ada di sini?” tanya Cho lagi, kini ia sudah beranjak dari tempatnya semula.
“Sekarang tempat ini milikmu, Cho. Ini adalah rumahmu”
Sejenak Cho terdiam dan hanya berkeliling kamarnya itu, kamar itu sudah penuh dengan beberapa perabotan bahkan lemarinya pun juga sudah diisi dengan baju-bajunya dan beberapa baju baru, lalu ia duduk di sebuah kursi yang menghadap ke jendela kamar. “Tempat ini indah sekali Ahjumma, gamsahamnida aku sangat menyukainya, tapi apa gunanya tanpa halmeoni”
Ji Hyun duduk menghadap Cho, ia angkat bicara setelah terdiam selama 5 menit. “Maafkan aku Cho, aku tidak bermaksud untuk itu. Aku tahu bagaimana perasaanmu, ditinggal dan dipisahkan dengan orang yang kita sayangi. Nenek akan baik-baik saja jadi kamu tidak perlu khawatir”
“Ne, tidak apa-apa Ahjumma sekarang aku sudah baik-baik saja” kata Cho berupaya menguatkan dirinya.
Lalu Ji Hyun beranjak dari tempat duduknya dan menepuk pundak Cho pelan, kemudian berjalan keluar kamar.
“Ahjumma... Apa disini aman? Aku sedikit takut kalau orang-rang itu datang lagi” ia mengikuti Ji Hyun di belakangnya.
Ji Hyun menghentikan langkahnya pada sebuah lemari es kecil yang berada di pojokan ruang keluarga itu “Tenang saja, selama masih ada aku di sini” katanya lalu melempar sebuah minuman kaleng kepada Cho.
Dan ditangkaplah botol kaleng itu dengan sigap oleh Cho “Minuman apa ini?”
“Itu vitamin, rasanya yang enak bisa membuat pikiranmu tenang” ia terus berjalan untuk menunjukkan seisi rumah.
“Apa aku boleh pergi keluar? Untuk bersekolah mungkin?” tanya Cho yang dari 3 tahun yang lalu hanya mendapatkan ilmu dari neneknya saja.
Lalu Ji Hyun berhenti dan duduk pada sebuah kursi panjang, kursi itu merupakan pembatas antara kolam ikan dan kolam renang “Kau tahu Cho aku selalu menyukai tempat ini, bahkan setiap aku mempunyai masalah aku selalu ke sini, kau lihat di sini indah bukan?”
“Tapi, aku ingin merasakan bagaimana punya teman banyak seperti waktu aku kecil dulu. Kau pasti tahu betul bagaimana itu” Ia terlihat rindu sekali dengan sekolah.
Ji Hyun menurunkan kakinya masuk ke dalam kolam, membiarkan kakinya basah dan dikerubungi oleh ikan-ikan kecil “Apa kau tak pernah berpikir? diluar itu sangat berbahaya untukmu kau bisa mati terbunuh kapan saja Cho. Kalau begitu untuk apa kamu berada di sini? Apa tidak lebih baik aku biarkan kamu terbunuh di perkampungan itu?”
“Kenapa ga lapor polisi saja? Katakan bahwa mereka menginginkanku mati?” tanya Cho penasaran terhadap kasusnya yang seakan menjadi buronan penjahat.
Ji Hyun menarik napas panjang, menghembuskannya lagi baru kemudian berkata “Tidak semudah itu Cho, aku bisa dituduh menyembunyikan penggelapan uang”
“Aku tidak mengerti apa yang sedang kau katakan” Cho melirik ke arah Ji Hyun yang berjalan meninggalkannya lagi. “Ahjumma.. kau mau kemana?”
“Matahari sudah semakin menyengat, aku harus pergi ke kantor”
Cho berdiri di belakangnya dan mencoba menanyakan sesuatu “Ahjumma, apa kau bernasib sama seperti ku?”
“Apa maksudmu?” tanya Ji Hyun, kepalanya berputar 90 derajat.
“Apa keluargamu juga sudah meninggalkan mu? Atau mungkin kekasihmu?”
Matanya terbelalak mendengar pertanyaan dari Cho “Sebaiknya kamu segera mandi dan sarapan, aku tunggu di ruang makan kita sarapan bersama pagi ini” ia melempar 'Shinzui Body Cleanser' lalu ia pergi menaiki tangga menuju kamarnya.
“Apa yang telah ku katakan? aishhh.. bodoh sekali aku ini” ia memukul-mukul kepalanya dan terus menyalahkan dirinya sendiri sambil berjalan menuju kamarnya.
*****
Sebulan kemudian..
Akhirnya Cho diizinkan oleh bibinya untuk bersekolah di salah satu sekolah umum di kota Seoul, sudah hampir sebulan ia ditempatkan disekolah itu.
“Ini, tadi kamu duluan yang pegang buku ini daripada aku” kata seorang yeoja yang berambut pendek, ia memberikan sebuah buku yang ada ditangannya.
Cho menatap wajah gadis itu dan berkata “Tapi tadi kamu daluan yang ambil”
Yeoja itu hanya menggelengkan kepalanya seraya berkata ‘tidak kamu saya yang ambil buku ini’
Kemudian Cho tersenyum lalu mengambil buku itu dari tangan si yeoja “Kalau begitu kita berdua belajar bersama saja, bagaimana menurutmu?”
“Yasudah lebih baik kita duduk di sebelah sana” menunjuk sebuah kursi kosong yang berada di samping lemari berbentuk oval.
Lalu Cho duduk di sebelahnya “Kenalin aku Cho, by the way aku belom pernah liat kamu sebelumnya”
“Aku Namjoo panggil aja Nam, kebetulan aku murid baru di sini kurang lebih satu minggu” ia menyambut jabatan tangan Cho dengan senang hati.
“Sepertinya kamu sosok yang periang ya? Hehe” kata Cho sambil tersenyum, dan hanya dibalas senyuman juga oleh Nam. Kemudian mereka belajar bersama, namun belum beberapa lama ponsel Cho berdering.
Kringggg...
Kringggg...
“Nam, sebentar ya aku angkat telepon dulu” Lalu Cho pergi keluar ruang perpustakaan. “Yeoboseo, siapa kamu?” ‘Ttuuutt... ttuut.. ttuut’ sambungan telepon terputus tiba-tiba. Cho semakin penasaran karena sudah dua kali ia diteror oleh telepon semacam ini. Lalu Cho kembali masuk kedalam perpustakaan yang terdapat di samping lapangan sekolahnya “Nam, aku permisi pulang dulu ya, annyeong” lalu ia segera pergi meninggalkan Nam yang sedang serius membaca.
“Ne, hati-hati Cho” kata Nam yang ikut berkemas untuk segera pergi dari tempat itu.
Cho memutuskan untuk segera pulang ke rumahnya, karena rumahnya adalah tempat yang paling aman untuknya saat ini. “Kayak ada yang ikutin aku dari tadi” kata Cho semakin khawatir kalau-kalau yang dikatakan oleh bibinya itu benar tentang penjahat yang ingin membunuhnya. Ia menengok ke arah belakang dan ternyata benar seorang namja berpakaian hitam dan memakai topi berwarna merah sedang berjalan di belakangnya. “Aigo.. Aigo.. ternyata bener apa yang dibilang bibi, sekarang waktunya lari, kyaaaa... Appa Eomma tolong Cho” Cho lari secepat yang ia bisa menuju pinggir kota, tempat rumahnya berada. “Orang itu masih terus ngejar lagi, na ottokhe? mikir Cho mikir, yaa telepon Ahjumma” pikirnya cepat dan langsung mengeluarkan ponselnya dari dalam saku.
Namun tiba-tiba sesuatu terjadi padanya ‘Brukkkk’ saking paniknya Cho yang terus menengok kebelakang ia menabrak namja yang sedang berdiri di tikungan jalan. “Oppa awas” kata Cho melambaikan tangannya ke arah laki-laki itu. “Hanphone ku” kata Cho melihat ponselnya yang terlempar ke arah namja itu dan jatuh berserakan di atas tanah.
“Mianhae, aduh handphone kau jadi rusak begini” Kata laki-laki itu sambil memungut kepingan handphone Cho yang berserakan di tanah. “Kau bukannya gadis yang bermain piano itu?”
“Iya aku seorang pianis” Cho masih fokus pada ponselnya. “Tunggu, bagaimana kau bisa tahu? Kau mengikuti aku ya?“
Ia mengusap keningnya “Tidak, haduh jadi ketahuan deh. Nama ku Suho, jadi seminggu yang lalu aku tidak sengaja mendengarkan permainan pianomu di kursus piano di dekat sini dan sepertinya kau pianis yang hebat”
“Gamsahamnida, tapi sebenarnya tidak juga. Kenalin aku Cho”
“Nama yang bagus, oh iya ini” memberikan ponsel Cho yang berjatuhan tadi.
Cho menggenggam ponselnya di tangan dan mencoba untuk memperbaikinya “Yah bagaimana ini? tidak berfungsi lagi, aduh layarnya juga retak” ia memukul-mukul ponselnya, berharap masih bisa digunakan.
“Kalau begitu ayo ikut aku” mendadak laki-laki itu menarik tangan Cho masuk kedalam mobil pribadinya.
“Kyaaa.. apa yang kau lakukan? Kau mau bawa aku kemana?” tanya Cho benar-benar kaget dan tiba-tiba ia teringat kembali dengan laki-laki yang tadi “Syukurlah dia sudah pergi” melihat ke arah gang yang sudah kosong.
“Siapa yang sudah pergi?”
“Mwo? Bukan siapa-siapa kok”
“Kalau begitu apa yang kau lakukan berlari-lari di siang bolong begini sendirian? Apa kau sedang dikejar oleh seseorang?”
Napas Cho masih tersengal dan jantungnya masih berdetak sangat cepat “Huff tidak, bukan apa-apa, hanya seekor anjing”
“Haha jadi kau berlari sampai menabrakku dan membuat handponemu rusak karena seekor anjing? Hahaha” ia tertawa terbahak-bahak.
Cho hanya tersenyum sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Sepertinya anjing itu tertarik pada bau lezat makanan yang ada di dalam tasmu itu” ia mencium bau hotdog panas.
“Apa seperti itu? kalau begitu besok aku tidak akan membawa makanan yang berbau lezat lagi”
“Hahaha kau ini lucu sekali” lalu mobil itu berhenti pada sebuah toko elektronik.
“Kenapa kau membawaku kesini?”
“Aku ingin menggantikan ponselmu yang sudahku rusak itu”
“Tidak perlu, aku hanya perlu membawanya ke tempat service handphone. Lagi pula ini bukan salahmu” Cho mencoba mencegahnya.
“Sudahlah ayo, aku hanya tidak ingin berhutang sesuatu padamu” Memaksa Cho masuk ke dalam toko.
‘Beberapa menit kemudian’
Mereka keluar dari toko dan membawa satu kantung tas belanja “Terima kasih ya, kau ini baik sekali padahal kita baru saja kenal”
“Iya tidak perlu dipikirkan, ayo kita pulang” mengajaknya masuk ke dalam mobil lagi.
“Aduh aku jadi tidak enak, tidak usah rumahku dekat kok dari sini”
“Jinjja?”
“Iya, sampai bertemu lagi senang bertemu denganmu, annyeong-hi gyeseyo”
Seketika saja Cho lupa dengan laki-laki yang mengejarnya tadi dan sepanjang perjalanannya bersama namja itu, ia menjadi mudah tersenyum. Sepertinya Cho jatuh cinta pada laki-laki itu.
*****
Seminggu kemudian....
Cho memandang ke langit-langit kamarnya yang tampak seperti sebuah kebun bunga mawar, ia sedang bersantai di kamarnya sambil memutar-mutar liontin berlambang hati.
“Rumah ini sepi sekali, seperti sebuah toko pakaian yang sudah bangkrut karena terlibat hutang dan dijaga oleh banyak polisi” desahnya lalu ia memandang ke arah jendela dan melihat beberapa body guard suruhan bibinya sedang berjalan ke kanan dan kiri seperti sebuah bandul. “Sudah beberapa hari ini Ahjumma tidak pulang ke rumah, apa yang dia lakukan diluar sana? Apa dia tidak tahu aku sangat kesepian disini? Yang benar saja dia menelantarkan ku seperti ini. Berbicara soal bibi aku jadi kangen nenek, apa yang sedang dia lakukan ya?” lalu ia melamun dan membayangkan sedang bermain bersama nenek.
Tlunung..
Sebuah pesan teks muncul pada layar ponsel Cho
“Apa kau bisa ke studio sekarang? Nan neul bogosipheo”
‘Tapi aku sedang tidak boleh keluar rumah” jawab Cho kepada suho
“Cho-ya Ayolah! Hanya sebentar saja. Apa kau tidak merindukanku juga?”
“Aish! Kenapa dia selalu membuatku tidak karuan seperti ini?” ia meniup poninya sehingga membuat rambutnya berantakan.
“Baiklah, tunggu aku 15 menit lagi”
Cho berusaha keluar dari rumah yang penuh dengan body guard itu, ia mengendap-endap agar tidak ketahuan. Cho berhasil keluar melalui pintu belakang “Ternyata tidak sesulit seperti yang ku bayangkan, maafkan aku Ahjumma, aku hanya ingin keluar untuk bermain sebentar” lalu Cho pergi ke studio tempatnya berlatih piano.
“Cho-ya” teriak Suho dari arah belakang
“Oppa! Apa kau sudah lama menunggu?”
“Tidak, ayo cepat”
Lalu mereka duduk pada sebuah kursi yang berhadapan dengan piano
“Kau mengajakku kesini hanya untuk berlatih piano?”
“Apa yang kau katakan? Apa kau sudah bosan berlatih denganku? Ya sudahlah aku pulang saja”
Cho menarik tangan Suho yang sudah setengah berdiri “Sudahlah kau ini cepat sekali marah, aku hanya bercanda. Ayo kita bersenang-senang”
Lalu mereka bermain piano bersama, bernyanyi dan menari-nari layaknya seorang superstars, hingga mereka lupa waktu kalau jam sudah menunjukkan pukul 5 sore.
“Celaka, udah jam 5” Cho teringat bahwa kedatangannya ke tempat itu diam-diam tanpa izin siapa pun. “Oppa aku harus pergi sekarang”
Suho menarik tangan Cho hingga ia jatuh dipelukkannya “Jangan pergi, aku mencintaimu Cho-ya”
“Mwo?” Mata Cho terbelalak, jantungnya berdebar sangat cepat ‘Sekarang kau membuat jantung ku terasa ingin copot’ ia tidak tahu harus berbuat apa.
“Tapi aku harus pulang sekarang”
“Tunggu sampai aku melepaskanmu” Pelukkannya semakin erat terhadap Cho.
‘Kenapa aku merasa nyaman? Ah tidak aku harus segera pulang, tapi bagaimana aku bisa menahan semua rasa yang campur aduk ini?’ Cho bergumam dalam hati, tanpa sadar tangannya sudah melingkar di punggung Suho.
Tiba-tiba terbersit dipikiran Cho mengenai suatu hal dan itu membuatnya berontak dan berusaha lepas dari pelukkan itu. Cho meninggalkan Suho sendirian tanpa berkata apa-apa, ia berlari menuju rumahnya dan lagi-lagi tanpa ia sadari air matanya menetes dengan sendirinya. Mencuat keluar karena tidak tahan menggenang di matanya yang hitam kelabu.
‘Ada apa dengan aku? Apa yang telah aku perbuat, meninggalkannya yang sedang dimabuk cinta. Bodoh sekali aku ini padahal aku menyimpan rasa yang sama. Aku ini baru saja menemukan seseorang yang mencintaiku dan setelah ini pasti aku tidak akan kesepian lagi. Babo sekali aku ini, aku harus kembali dan meminta maaf’ katanya dalam hati.
Namun saat ingin berbalik badan ia melihat seorang laki-laki sedang memperhatikanya dan menatapnya dengan tatapan mata yang tajam. Dan akhirnya Cho mengurungkan niatnya untuk kembali ke studio.
“Lebih baik aku pulang saja” namun tanpa disangka-sangka laki-laki itu mengikuti Cho dari belakang “Kyaaa.. mereka mengejarku lagi” Cho berusaha mengalihkan si penjahat dengan memotong jalan menuju pusat perbelanjaan, tetapi ia malah bertemu sekomplotan penjahat yang lain. “Aduh ke kanan apa kiri ya?” kakinya bergerak ke kanan lalu kekiri tanpa terkontrol karena saking paniknya saat ia bertemu dengan perempatan jalan.
“Eummmm... Tolong” Ada seseorang yang menyekap mulut Cho dan menggeretnya masuk kedalam sebuah sela-sela toko yang dipenuhi dengan beberapa kardus dan tong-tong sampah, tapi itu membuatnya selamat dari kejaran para penjahat. “Nuguya?” bertanya kepada namja yang parasnya terlihat lebih muda darinya.
“Aku Han” ia mengulurkan tangannya ke arah Cho.
“Kau yang selama ini mengamatiku kan sewaktu disekolah?” Ia ingat sekali wajah laki-laki itu, ia yang sering berada di sekelilingnya jika sendirian di sekolah.
“Maaf aku harus pergi sekarang”
Cho menarik tangan Han “Tunggu”
“Apa lagi?”
“Gamsahamnida” kata Cho sambil membungkukkan badannya. Lalu Cho pulang tanpa ada yang mengikutinya lagi.
*****
Pukul 00.00
“Apa kalian sudah siap?” kata seorang komandan dari sekomplotan penjahat dengan berpakaian dan bersenjata lengkap.
“Siap komandan” jawab semua anak buahnya kompak
Komandan yang bernama Kai itu celingak-celinguk melihat barisan dan mengecek kelengkapan anggotanya “Dimana si pecundang itu? Aahh benar-benar keterlaluan dia, lihat saja biar bos yang menghabisinya. Ya sudah ayo bersiap, kita tidak boleh gagal lagi. Kalian masih ingat rencana kita kan?”
“Siap komandan ingat”
Lalu mereka bersiap menyergap rumah yang menjadi incaran para penjahat itu.
*****
Waktu yang sama di rumah Cho..
‘Eummm..’ tiba-tiba ada yang menyekap mulut Cho dan itu membuatnya tebangun. “Leupasin” Cho berusaha berbicara kepada laki-laki itu dengan mulut disekap.
Laki-laki itu berpenampilan yang sama seperti seorang penjahat yang mengerjarnya saat pulang sekolah. “Cepat pakai pakaian hangatmu, jangan berulah dan jangan berisik”
Lalu Cho menuruti perintahnya, ia kemudian mengenakan jaket dan memasukkan beberapa uang dan 'Shinzui Body Scrub' ke dalam tasnya.
‘Doooorrrr... Dooooorrr..’ Suara tembakkan terdengar dari arah luar rumahnya dan itu membuat Cho semakin panik.
“Cepat, tunjukkan di mana pintu keluar!” kini penjahat itu menodongkan pisau ke leher Cho.
Cho melihat beberapa body guardnya sudah tergelepak tak berdaya di seisi rumahnya. “Lewat sini” kata Cho menunjuk sebuah ruang kosong dilantai atas, dibalik jendela ruangan itu terdapat tangga menuju taman di belakang rumahnya. Ruangan itu di design sedemikian rupa oleh bibinya.
Dengan sangat hati-hati Cho berjalan dan mengikuti perintahnya tanpa ingin terlukai oleh pisau tajam itu. Lalu Cho dibawa masuk ke dalam mobil sport berwarna merah nyala. Cho sudah tidak berdaya lagi, untuk menjerit saja ia tak kuat apalagi untuk melawan si penjahat, kini ia sudah terbujur kaku, kepalanya menyender di atas pundak si penjahat. “Aku sudah tidak memerlukan ini lagi” lalu ia memasukkan pisau itu ke dalam sakunya.
*****
-Keesokan harinya, pukul 10.00
“Hey.. ayo bangun” kata seorang penjahat sambil menepuk-nepuk lengan Cho dan membangunkannya yang masih tak sadarkan diri.
“Au.. leherku sakit sekali, aku di mana? Apa aku masih hidup? Kupikir aku sudah mati” ia memegangi tengkuknya.
“Jelas saja kau masih hidup, aku hanya memberikan obat bius kepadamu”
“Kau ini? Han? Aigo jadi yang nyulik aku semalam itu kau?” Kesadarannya memuncak hingga 99% saat melihat Han duduk disampingnya.
“Annyeong... Apa tidurmu nyenyak Cho?” kata seorang yeoja yang sedang menyetir mobil.
“Nam? Aish! Apa-apaan ini? apa aku masih bermimpi? Ahh sepertinya tidak” ia mencubit pipinya sendiri.
“Lebih baik kita menepi disitu aja Nam” Han menunjuk sebuah parkiran di dalam sebuah mini market di pinggir kota.
Cho menepuk bahu Nam “Eonni ayo jelaskan apa yang sebenarnya terjadi!” tapi Nam tidak menanggapi pertanyaan Cho.
Han menarik Cho keluar dari mobil “Sudahlah itu tidak penting, ayo cepat keluar dan turuti apa kataku”
Alis mata Cho melengkung itu pertanda bahwa sebentar lagi amarahnya memuncak “Mwo? Bisa-bisa kau mengatakan seperti itu anak kecil” tangannya digenggam erat oleh Han.
“Aku ini lebih tua darimu, sudahlah jangan buang-buang tenagamu dengan perdebatan yang tidak penting. Ayo cepat naik!” ia menyuruh Cho naik ke dalam bus.
Lalu Cho duduk di antara Nam dan Han, pertanyaan-pertanyaan itu masih terngiang diotaknya. Kepalanya seperti diputar dan dipaksa untuk berpikir keras tentang hal yang tidak ia ketahui. “Ahh kepalaku jadi terasa pusing sekali. Apa kau benar-benar tidak ingin menceritakannya kepadaku?” kata Cho memegangi kepalanya.
“Mereka sudah menemukan mobilku. Lalu bagaimana rencanamu selanjutnya Han?” kata Nam melihat sebuah alat pelacak.
“Kita ambil plan B. Ayo kita turun Cho” Han menarik tangan Cho lagi, kini ia membawanya kesuatu tempat ramai.
“Aku tidak mau, kenapa aku harus mematuhimu?” ia berteriak di depan wajah Han dan Cho mencoba melepaskan genggaman tangannya.
Han mendorong Cho “Kau ini merepotkan sekali, turuti saja perintahku. Kau masih ingin hidup kan?”
Cho mengangguk, ia teringat perkataan bibinya beberapa minggu lalu tentang betapa terancamnya hidupnya saat ini dan tiba-tiba saja Cho merindukannya.
‘Dooorrr... Dooorrr... Dooorrr...’ suara tembakan terdengar di mana-mana.
“Dengar, kau harus bersembunyi dan mencari tempat yang aman. Biar aku yang tangani orang-orang ini, mengerti?”
“Ne, araseo” Lalu Cho pergi dan mencari tempat untuk bersembunyi, ia masuk ke dalam sebuah lorong gelap tak berpenghuni.
“Cho-ya”
Ada seseorang yang mengikuti Cho secara diam-diam. Cho memberanikan dirinya untuk menolehkan kepalanya “Oppa!” ternyata dia adalah Suho. “Bagaimana kau bisa menemukanku? Ahh aku merindukanmu Oppa. Aku senang sekali kau ada di sini.” Cho berlari dan memeluk Suho.
“Aku juga senang bisa menemukanmu Cho, aku benar-benar merindukanmu” Wajahnya terlihat sumringah sekali.
Begitu pun dengan Cho ia jadi teringat tentang kejadian waktu itu “Mianhae oppa¸ aku benar-benar menyesal”
“Aku sudah memaafkanmu, aku ke sini untuk menjemputmu. Ayo kita pergi dari sini!” Lalu Suho membawa Cho menuju mobilnya.
‘Bukkk’ Dua pukulan cepat mengenai hidung dan punggung Suho hingga ia jatuh tersungkur ke aspal.
“Ayo Cho kita pergi!” Han menarik tangan Cho menjauh dari Suho.
Cho memberontak “Oppa lepaskan! Apa yang kau lakukan?”
Lagi-lagi Han mendorong Cho tapi kini lebih keras sehingga membuat Cho terbanting ke tembok. ‘Huuuuffftttt’ ia membuang napas panjang menahan emosinya selama beberapa detik lalu kemudian ia berkata “Aku bilang bersembunyi, bukan melarikan diri, kau ini keras kepala sekali” Ia mengacak-acak rambutnya, menendang tong yang ada di dekatnya dan memukul-mukul tangannya ke tembok.
“Oppa, gwenchana-yo?” Cho mendekati wajahnya dan menepuk pundaknya pelan.
Han membalikkan badannya, memandang dan menatap Cho. “Apa yang dia lakukan? Kenapa dia menatapku seperti itu? Ahh tidak jangan lagi! Jantungku serasa ingin copot” batin Cho dalam hati.
Ia masih menatap mata Cho sejak satu menit yang lalu, tatapannya sangat tajam dan bermakna. Tiba-tiba Han memeluk Cho erat. “Oppa?” tanya Cho berusaha menyadarkan Han.
“Ehhh.. Emm.. Maaf. Ohh di mana ponselmu?” Sikap Han yang canggung membuat Cho bingung.
“Igo” Cho memberikan ponselnya tanpa bertanya apapun.
‘Kraaacckk’ Ponsel itu dibanting dan diinjak hingga remuk tak tersisa.
Mata Cho terbelalak “Apa yang kau perbuat? Itu ponsel sangat berahrga untukku, dan sekarang bagaimana aku bisa menghubunginya?” ia menundukkan kepalanya pasrah.
Ia memungut benda kecil berbentuk segiempat “Lihat! ponsel ini sudah diberi alat pelacak oleh mereka. Kau dapatkan ini dari namja itu kan?”
“Kau ini tega sekali sudah memukuli dia, lalu memfitnah dia dengan mengatakan bahwa dia bagian dari penjahat itu. Kau benar-benar menyebalkan” Cho yang tadinya iba kemudian mendorong dan meninggalkannya sambil berlari dan menangis.
‘Ddooorr’ Suara tembakan itu muncul lagi dan kini berasal dari tempat Han berada.
“Cho, lariiiiiiiiiiiii” Teriak Han yang sudah berlumuran darah.
Cho menoleh, jantungnya berdebar-debar melihat kaki Han berlumuran darah “Apa yang harus kulakukan?” ia tidak tega meninggalkannya dalam keadaan seperti itu sedangkan beberapa penjahat sudah berada 5 meter dibelakangnya membawa senjata dan sewaktu-waktu ia bisa mati tertembak.
Han melambaikan tangannya ke arah Cho sambil berteriak “Cho pergi, jangan perdulikan aku”
Cho ingat perkataan Han yang tadi, ia tidak ingin mengecewakan dan membuatnya marah lagi “Ayo Cho kau harus lari dan pergi dari sini” ia berlari secepat yang dia bisa.
‘Ddoooorrr’ suara itu muncul lagi dan membuat Han benar-benar jatuh ke tanah.
“Haaannnn...” Teriak Cho, ia tidak tega melihat orang yang telah menolongnya harus mati begitu saja dengan kondisi mengenaskan, akhirnya ia kembali untuk menolong Han.
“Apa yang kau lakukan? Cepat pergi!” Perintahnya sambil meringis kesakitan.
“Tidak, kita harus pergi sama-sama” Cho membopong Han yang sudah tergopoh-gopoh dan sulit berdiri. “Ayo kau pasti bisa!” katanya memberi semangat.
“Auu.. Aku sudah tidak kuat lagi, kaki ku mati rasa. Sebaiknya kau pergi sekarang Cho!” Han pun terjatuh, sambil memegangi kaki kirinya.
Tangan Cho ditarik oleh penjahat itu “Lepasin” Cho berusaha memberontak, tapi ia malah ditampar oleh penjahat itu.
Kemudian Han mengeluarkan pisau yang ada di dalam sakunya dan menancapkan pisau itu di kaki sang penjahat. “Cepat lari Cho!” kata Han berusaha membantu Cho.
Penjahat itu kesakitan, ia tak bisa mengejar Cho. Namun ada satu penjahat yang lain berlari dari belakang dan berhasil menangkap Cho. “Diam kau penghianat” kata penjahat yang kedua, lalu ia menendang kaki Han yang luka parah.
Akhirnya Cho dan Han tertangkap dan segera dibawa ke markas besar sang penjahat.
*****
Pukul 20.00
Cho tersadar dari pingsannya ia sudah berada di ruang yang gelap, kaki dan tangannya diikat. “Ahhh.. Tolongg” teriak Cho sekuat mungkin.
“Percuma saja, kau hanya membuang semua energimu. Tidak akan ada seorang pun yang mendengar suaramu, ruangan ini kedap suara” kata seorang namja yang berada disampingnya.
“Han, apa itu kau? Apa kau baik-baik saja?”
“Aisshh.. Ini buruk sekali. Sekarang kita sudah ditangkap, dan lontinmu sudah mereka ambil” kata Han merasa kecewa.
Mata Cho sudah berkaca-kaca “Mianhae oppa. Aku benar-benar menyesal, seharusnya aku mendengarkanmu”
“Kau tidak seharusnya mendengarkanku”
‘Brakkkk’ suara pintu dibanting dan lampu pun dinyalakan. Seseorang namja kisaran umur 30 menghampiri mereka beserta konco-konconya.
Namja itu menarik rambut Cho “Apa ini benar liontin peninggalan Jong Suk?” ‘Jong suk adalah nama ayahnya Cho’
“Ne, kumohon jangan sakiti aku” pinta Cho kepadanya.
Ia tertawa terbahak-bahak “Bagaimana dengan dia? Apa kau kira, kau ini tidak menyakitinya?” lalu salah seorang namja yang berada di samping para body guard membuka penutup kepalanya.
Cho terkejut saat melihat siapa laki-laki itu “Suho, aaa aaku benar-benar menyesal, mianhae oppa”
Suho mengabaikan permintaan maaf Cho, sifatnya berubah 180 derajat berbeda saat mereka bertemu di lorong tadi sore.
“Ada apa denganmu? Kenapa kau jadi seperti ini?” tanya Cho, ia sangat kecewa dengan sikap Suho kepadanya saat ini.
Ia menghiraukan pertanyaan Cho lalu ia mendorong seorang yeoja yang juga sudah diikat hingga terjatuh di depan Cho.
“Ahjummaaa” teriak Cho saat melihat bibinya, entah apa yang dirasakannya saat itu, bahagia atau sedih karena kedatangannya.
“Selamat bergabung Ji Hyun, semua ini adalah pilihanmu” kata bos besar yang kemudian meninggalkan mereka.
“Cho apa kau baik-baik saja?” tanya Ji Hyun.
“Maafkan aku” Cho terisak dalam tangisnya, ia benar-benar menyesal.
“Tidak, semua ini salah ku. Ini waktu yang tepat untuk kau tau cerita yang sebenarnya.”
“Maksud bibi?”
Ia memejamkan matanya menembus pikirannya yang selama ini benar-benar mengganggunya.
-Flashback-
“Semua ini salahku, aku menolak cintanya. Ne, dia adalah Jae Sung, aku tidak bisa menerima cintanya karena aku jatuh cinta pada Jong Suk, tapi saat aku menolak Jae Sung saat itu juga Jong Suk berencana menikahi Cho Min ibumu. Aku benar-benar kecewa saat itu tapi Jae Sung adalah orang yang paling kecewa saat melihat aku terpuruk. Ia berjanji padaku untuk membuatnya sengsara seumur hidupnya dan akulah orang yang paling menentang untuk menggagalkan rencananya itu. Rencana itu pun berhasil aku gagalkan, aku pikir Jae Sung akan berhenti tetapi ia malah benar-benar membenci ayahmu dan juga aku. Hingga suatu malam ia berhasil membuat ayahmu jatuh bangkrut dan membunuhnya di depanmu. Dan sekarang ia benar-benar menginginkan liontin itu, satu-satunya harta yang kamu punya. Maafkan aku Cho semua ini salahku” Ji Hyun menangis tersedu-sedu, ia menyesal telah menolak Jae Sung dan mengubahnya menjadi seorang penjahat.
“Dan Jae Sung juga menginginkan aku mati?”
‘Braakkkk..’ Belum sempat Ji Hyun menjawabnya pintu kembali di banting dan kini membuat mereka benar-benar kaget.
Jae Sung melepas kacamatanya ia menodongkan pistol di leher Cho “Cepat katakan dimana liontin yang asli?”
Wajah Cho berlinangan air mata “Aaaku tidak tahu”
“Jangan beritahu dia” teriak Han saat melihat Cho benar-benar terpukul.
Diam kau, salah seorang body guard menyiram sebuah botol yang berisi air perasan jerus nipis ke arah kaki Han yang terluka “Aaaarghhh..” teriak Han kesakitan. “Jangan Cho, jangan beritahu dia” teriak Han lagi.
“Suho cepat habisi namja cerewet itu!” perintah ayahnya. Lalu Suho membalas memukul hidung Han.
“Sekarang katakan di mana kau menyembunyikan yang asli!” ia bersiap-siap menarik pelatuk pistol tersebut.
“Liontin itu ada di perkampungan-”
‘Pranggg..’ belum sempat Cho menyelesaikan kalimatnya, ruangan yang penuh dengan kaca itu pecah dan hancur. Sebuah mobil sport merah datang dan menghancurkan ruangan itu, lalu disusul suara tembakan di mana-mana. Suasana saat itu sangat ricuh dan berantakan.
“Nam, kau tepat waktu” teriak Ji Hyun yang sudah melepas ikatannya.
“Cepat masuk kedalam mobil!” teriak Nam kepada mereka bertiga.
‘Ddoooorrr’ sebuah peluru menembus dada Suho. Cho menoleh dan melihat Suho memegangi dadanya ia ditembak oleh ayahnya sendiri.
“Cepat pergi dan bawa dia Cho, aku baik-baik saja” kata Suho yang sudah setengah sekarat.
Cho tertegun melihat Suho berkata sperti itu, ia merelakan nyawanya untuk rasa cintanya kepada Cho. “Mianhae oppa, terima kasih”
Tangan Suho penuh dengan darah sedangkan ayahnya masih mencoba untuk membunuh Cho. “Jangan kau sakiti dia appa. Saranghae yeojachingu” teriak Suho dalam hati. Tangannya meraih sebuah pisau lalu ditusuknya pisau itu di kaki sang ayah, ia terjatuh sehingga membuat pistolnya ikut terlempar.
Cho melihat Suho terkapar berlumuran darah, sementara ia membawa Han masuk ke dalam mobil. Lalu mobil itu melesat cepat keluar dari dalam gedung itu. “Aaarrggghhh..” Han berteriak tak karuan.
“Cho cepat kau keluarkan peluru itu!” teriak bibinya yang telah merobek luka yang ada di kakinya.
“Ne, tenang Han ini agak sedikit sakit” ia memakai sarung tangan.
“Aaarrrgghhh.. Aaarrgghhh.. Hentikan Cho! Aku bilang hentikan!” teriaknya lagi sambil memegangi kakinya.
Cho menarik peluru yang hampir menembus tulang Han “Maafkan aku tapi aku tak seharusnya mendengarkanmu Han, tahan tinggal sedikit lagi”
“Aaarrgghhh.. aku sudah tidak kuat lagi” Wajahnya memerah.
“Yes, dapat” lalu ia membuang peluru yang berlumuran darah itu dan memasang perban di kaki dan tangannya yang terluka.
“Haaaahhhh kau benar-benar ingin membunuh ku” kakinya terasa nyut-nyutan.
Cho mengambil botol berisi obat penenang rasa sakit dari dalam kotak P3K “Sebaiknya kau minum ini”
“Gamsahamnida” Han tersenyum dan menatap Cho dengan tatapan yang tulus.
Cho membalas senyumannya lalu berkata dalam hati “Matanya indah sekali, aishh! Apa yang telah kupikirkan?”
“Hey sudah-sudah kalian ini tidak sadar ada Nam di sini?” tanya Ji Hyun merasa sedikit risih melihat kedekatan Cho dengan Han.
“Lho, bibi kenal Nam?” tanya Cho heran.
Ji Hyun menaikkan sebelah alisnya dan melirik ke arah Nam “Apa kau tidak menyadari Cho? dia itu adalah anak buahku yang ku perintahkan untuk menjadi body guardmu selama ini”
“Haha kau ini gadis yang polos atau bodoh?” teriak Han di telinga Cho.
Cho menyikut lengan Han “Diam kau!”
“Auuu.. sakit tahu” ia mengusap-usap lenganya.
Nam yang dari tadi fokus mengemudi akhirnya berbicara “Hai selamat bertemu lagi, sepertinya kalian sudah mulai akrab”
Mereka berdua hanya senyum-senyum saja.
Dan Ji Hyun sedang sibuk mengutak-atik sesuatu alat miliknya “Ada berita buruk untuk kita semua, perkampungan hanok dalam bahaya, penjahat kelas kakap juga mengincar liontinmu Cho”
“Baiklah semuanya pegangan” Teriak Nam yang langsung menginjak rem dan mobil itu melesat dengan kecepatan tinggi.
*****
-30 menit kemudian-
Perkampungan itu sudah dipenuhi oleh beberapa mobil jeep hitam, dan beberapa penjahat berpakaian lengkap sudah berada di pekarangan rumah nenek.
“Apa kalian sudah siap?” tanya Ji Hyun
“Ne!” semuanya sudah memegang dua buah pistol di tangannya.
Cho menoleh ke arah Han “Apa kau baik-baik saja?” ia khawatir dengan keadaan kaki Han yang masih belum pulih.
Han tersenyum “Aku baik-baik saja”
Mereka pun berpencar menjadi dua kelompok, lalu Cho berjalan mengikuti Nam di belakangnya.
“Cho.. Jaga dirimu baik-baik” Teriak Han lagi.
Dan Cho hanya membalasnya dengan tersenyum, lalu berkata dalam hati “Kali ini aku akan mendengarkanmu dengan baik”
Mereka berjalan mengendap masuk ke dalam perkampungan itu dengan mulus tanpa rintangan. Satu-persatu musuh berhasil di jatuhkan, hingga mereka bisa masuk ke dalam rumah nenek. Namun tak disangka nenek sudah jatuh tersungkur di atas tempat tidurnya. Cho tak kuasa menahan air matanya yang menetes membasahi tempat tidur. “Halmeoni.. bertahanlah” Penyakit sang nenek kambuh lagi, lalu Cho mencari-cari obat yang biasanya di letakkan dalam laci.
Nenek menarik tangan Cho “Aku baik-baik saja, sebaiknya kau pergi ke taman belakang, Hayoung dalam bahaya” katanya sambil memegangi dadanya yang sesak.
“Ani.. aku tidak akan meninggalkanmu lagi” Cho duduk di samping nenek dan memegangi tangannya erat.
“Sudah kubilang aku baik-baik saja. Cepat pergi dan bantu dia! liontin itu sangat berarti untukmu”
Dengan berat hati Cho meninggalkan nenek terkapar di tempat tidurnya. “Aku berjanji akan kembali untuk menolongmu nek”
Saat berada di taman belakang semua temannya sudah terperangkap tak bisa bergerak, tangannya sudah tidak memegang senjata lagi dan penjahat itu mengarakan pistol ke kepala teman-temannya itu.
“Jangan sakiti mereka, kau menginginkan liontin itu kan? Ambil saja tapi kau tidak boleh menyakiti mereka” teriak Cho ia lelah menyaksikan orang-orang yang dicintainya tersakiti hanya demi menolongnya.
“Cho apa yang kau katakan?” Kata Han meninggikan suaranya.
‘Prokk.. prokk.. prokk’ “Masih berusaha jadi pahlawan kesiangan kau Han? Oohhh jadi dia yang membuat kau menjadi penghianat? Haah sudah ku duga” kata seorang yang diduga adalah bos besar mereka.
“Apa maksudmu?” tanya Cho
Laki-laki itu berjalan ke arah Cho dan mengarahkan pedang ke pipinya. “Dia itu adalah anak buahku, dia berniat ingin membunuhmu, apa kau tidak tahu? Apa dia tidak menceritakannya padamu?”
Cho hanya bisa diam dan menggelengkan kepalanya tidak mengerti.
“Hahaha sudah ku duga kau ini perempuan yang cantik Cho, tapi sayangnya kau terlalu bodoh untuk mudah mempercayai orang-orang di sekitarmu. Dan kekasihmu Suho, apa dia juga menyembunyikannya darimu? Malang sekali nasibmu Cho.”
“Jangan dengarkan dia Cho” Teriak Nam dari arah belakang dan mencoba untuk berteriak di telinga Cho.
Melihat Cho menangis ia semakin bersemangat untuk meracuni otak Cho “Dan satu lagi yang kau tidak tahu, apa kau tahu kenapa ayahmu memberi liontin ini lalu meninggalkanmu?”
Cho menggelengkan kepalanya lagi.
Laki-laki itu melanjutkan “Dia tidak tahu bagaimana harus menyembunyikan harta yang menjadi incaranku selama bertahun-tahun itu Cho dan ia lebih memilih mati ketimbang kehilangan hartanya.”
Cho masih terdiam, sesekali ia melirik ke arah Han memberi kode-kode sesuatu. Lalu ‘srenggg..’ ia mengeluarkan pisau yang di lempar oleh Suho kepadanya “Aku mencintaimu Cho, aku mencintaimu” suara Suho seakan terngiang di kepalanya. “Aaaahhhh” teriakan Cho membuat laki-laki itu terkejut dan seketika pedang yang ia pegang menancap di perutnya sendiri.
Ia meraih tangan Hayoung, wajahnya yang sudah babak belur akibat pukulan para penjahat “Aku sudah lama tidak melakukan ini Cho” Kata Hayoung yang dulunya adalah seorang yang pandai bela diri.
Mereka bertarung bukan untuk mempertahankan liontin itu dan Cho tapi juga kehidupannya masing-masing.
“Kau berani melawanku Han? Ingat ini bukan latihan kau bisa mati terbunuh” teriak seseorang yang merupakan sahabat lamanya.
Walaupun kakinya pincang Han masih berusaha untuk menjatuhkan lawannya itu “Kau tidak pantas berkata seperti itu chingu, dan kembalikan liontin itu” katanya sambil mencoba untuk memukulnya dengan balok kayu.
“Ambil saja kalau bisa” kemudian ia melempar kursi dan beberapa pot-pot bunga ke arah Han. “Aaarrgh..” teriak laki-laki itu sambil memegangi perutnya. Tanpa disengaja ia terjatuh dan perutnya menancap sebuah pagar besi.
“Kkka.. kaiii” Han menghampiri laki-laki itu yang sudah berlumuran darah.
*****
-Satu bulan kemudian-
Han menancapkan kembang di atas kuburan yang belom lama di buat. “Selamat jalan, doaku menyertaimu”
Cho pun menangis melihat nama seseorang yang dikenalnya menancap di kuburan itu “Aku mencintaimu oppa¸ lebih dari yang kau tahu” lalu ia mengusap air matanya.
“Ayo kita pergi!”
Lalu mereka pergi meninggalkan kuburan itu, di mana tempat disemayamkannya jasad Suho. Mereka berjalan sambil bergandengan tangan.
Cho teringat pada perkataan bos penjahat itu “Aishhh! Benar-benar tidak bisa dipercaya aku jatuh cinta pada dua orang penjahat yang ingin membunuhku karena harta” ia bergumam.
“Sudahlah jangan bengong terus. Dia sudah memaafkanmu” kata Han yang masih memegang tangan Cho.
“Iya aku mengerti, saranghae oppa” kata Cho kepada Han yang kini resmi menjadi suaminya.
Kini aku hidup bahagia, tidak ada satupun yang berani meneror dan menggangku lagi. Masalah liontin itu aku sudah menjual dan memberikan uangnya untuk pembangunan di perkampungan hanok. Ji Hyun sekarang resmi menjadi ibuku untuk selama-lamanya, ia berjanji akan menjagaku dan ada satu lagi kabar gembira, Nam jatuh cinta pada Kai dan mereka akan segera menikah.
Kemudian Han memeluk Cho “Aku tidak akan menyia-nyiakan perasaan ini lagi, seperti perasaanku pada Suho yang telah terkubur abadi bersamanya” Kemudian ia tersenyum membayangkan Suho yang sedang tertawa di depannya.
-THE END-