Seoul, South Korea
July, 18th 2014, 07.00 am
Pagi hari yang cerah, Eun Jung pun pergi ke kamar mandi dan ia pun menggunakan body scrub merk Shinzu'i yang baru dibelinya.
Jang Woo terus berkutat dengan laptopnya. Jari-jarinya seakan menari diatas keyboard itu. Eun Jung pun telah duduk dihadapannya sambil mengoleskan tangannya menggunakan body lotion merk shinzu'i. Menatapnya dengan tatapan kesal. Eun Jung beranjak dari duduknya, dan berlalu menuju dapur. Ia kembali lagi dengan membawa nampan berisi makanan kesukaan Jang Woo.
Eun Jung meletakkan nampan itu tepat disamping laptop Jang Woo.
"Kulitmu cerah, harum, dan tampak lebih putih" ucap Jang Woo
"Jeongmal??? Karena Putih itu Shinzu'i ..." balas Eun Jung . Eun Jung pun menyodorkan body lotion dan body cleanser merk Shinzu'i ke wajah Jang Woo "ini yang aku pakai... body lotion dan body cleanser Shinzu'i"
"Shinzu'i???" eja Jang Woo.
“Iya, oh iya... kau mau ini tidak?-” Eunjung menunjuk makanannya “-atau kuberikan kepada Snepper?” Eun Jung melirik kucing anggoranya yang sedang bermain di dalam kandang.
“Aniyaaa” Jang Woo memelas dan berniat mengambil nampan Eun Jung .
Namun dengan cepat Eun Jung menjauhkannya dari Jangwoo. Ia menggerakkan jari telunjuknya kekanan dan kekiri. Mengisyaratkan kepada Jang Woo untuk tidak merampasnya.
“Yeobo, aku mau itu” rengek Jang Woo.
“No! Sebelum kau berhenti berkutat dengan laptopmu itu” tegas Eun Jung .
Jang Woo langsung mengerucutkan bibirnya “Tapi ini kan tinggal sedikit lagi” ujarnya.
Eun Jung beranjak lalu melangkah menuju kandang kucingnya sambil membawa nampan. Ia berjongkok dihadapan kandang, mengarahkan nampannya ke Snapper. Nampaknya kucing ini mulai tertarik dengan apa yang dibawa majikannya. Snapper melambaikan kakinya ke arah nampan Eun Jung .
“Snapper, kau mau ini? Sepertinya Jang Woo tidak menyukainya lagi” sindirnya sembari melirik Jang Woo.
Jang Woo memutar bola matanya, lalu menutup layar laptopnya. Ia berlari menuju Eun Jung dan langsung memeluk tubuh Eun Jung dari belakang.
“Yah! Awas, nampannya nanti jatuh!” pekik Eun Jung kaget.
“Kau mempermainkanku ya, masa suamimu yang setampan ini disamakan dengan kucing” bisik Jang Woo tepat ditelinga Eun Jung .
“Oh ya, kau tampan? Aku baru tahu” balas Eun Jung datar.
“Jadi selama ini kau mengira aku tidak tampan? Lalu mengapa mau menikah denganku?” Jang Woo terlihat merajuk, ia memajukan bibirnya.
“Aigoooo… suamiku bisa merajuk rupanya” Eun Jung mencubit pipi suaminya dengan gemas. “Kau mau makan atau tidak? Aku benar-benar akan memberikannya pada Snapper”
Jang Woo mengangguk pasti. Ia menjauhkan badannya dan duduk bersila, berhadapan dengan Eunjung. Jang Woo membuka mulutnya seperti anak kecil. Eun Jung terkekeh pelan melihat tingkah suaminya yang kekana-kanakan.
“Aaaaaa” Eun Jung memasukkan makanan kedalam mulut Jang Woo. Jang Woo mengunyahnya dengan-sangat-pelan. Seakan ingin berlama-lama merasakan nikmatnya makanan yang dibuat Eun Jung .
“Bagaimana? Enak?” tanya Eun Jung yang penasaran.
Jang Woo tetap memejamkan matanya. Dan terus mengunyah makanan itu, masih dengan tempo yang lambat. Seakan tingkahnya itu dibuat-buat.Eun Jung mulai jengah dengan Jang Woo. Ia memukul lengan Jang Woo dan membuat lelaki itu meringis.
“Awww! Sakit tahu!”
“Siapa yang suruh tidak menggubrisku, huh?” kata Eun Jung kesal.
Jang Woo terkekeh “Satu sama” serunya.
Eun Jung makin kesal dengan Jang Woo. Ia mendorong tubuh Jang Woo hingga terhempas kelantai. Jang Woo kembali meringis. Eun Jung malah tertawa melihat suaminya menderita. Itu bukan karena dia jahat. Tapi Eunjung tahu, sakitnya tidak seberapa. Hanya Jang Woo saja yang melebih-lebihkannya.
“Waaaa!” tiba-tiba Eun Jung berteriak histeris. Ternyata Jang Woo menariknya, jatuh tepat diatasnya.
“Sudah kubilang, dunia itu adil” ujar Jangwoo disertai senyum evilnya.
“Kau mau matamu ku tusuk pakai sumpit ini apa?” Eun Jung mengarahkan ujung sumpitnya kemata Jang Woo. Dengan sigap Jang Woo menangkap tangan Eun Jung , dan membuang sumpit itu menjauh dari mereka.
“Kau gila ya!” tukas Eun Jung .
“Ya, aku gila karena dirimu” jawab Jang Woo dengan enteng.
“Jang Woo lepaskan aku!” ronta Eun Jung sambil berusaha untuk bangkit. Namun tangan Jang Woo menahan pinggang Eun Jung .
Kring! Kring! Kring!
Saat Jang Woo mendekatkan wajahnya. Ponsel mereka berdering bersamaan. Dengan segera Jang Woo dan Eun Jung bangkit. Mengangkat deringan ponsel mereka.
“Halo!” seru mereka, serempak.
“Aku segera kesana” lagi-lagi mereka berkata secara bersamaan.
Bahkan menutup telepon pun, gerakan mereka seirama. Sejenak Jang Woo dan Eun Jung bertatapan. Merasa aneh dengan kejadian barusan. Sedetik kemudian tawa mereka pecah. Mereka mentertawakan diri mereka sendiri yang terlihat konyol.
“Sepertinya aku harus pergi” kata Jang Woo.
“Ya, aku juga akan pergi” balas Eun Jung .
Jang Woo beranjak dari posisinya. Tak lupa membantu Eun Jung untuk ikut berdiri. Saat Eun Jung baru saja menegapkan badan, Jang Woo menariknya kepelukannya. Merengkuh tubuh gadis itu dengan penuh kasih sayang.
“Ini akan segera berakhir, aku berjanji padamu, aku akan selalu menjagamu, aku mencintaimu” bisik Jang Woo.
“Aku juga mencintaimu” jawab Eun Jung .
~ ~ ~ ~
Myeong-Dong, South Korea
July, 18th 2014, 10.00 am
“Kita akan menerobos gudang penyimpanan uang milik sebuah perusahaan ternama, ini kesempatan terbesar untuk kita, jangan ada yang melakukan kesalahan sedikitpun” jelas Kim Jong Hyun. Pemimpin dari sebuah perkumpulan para pencuri. Kelompok mereka terkenal dengan kasus kriminalitasnya. Mencuri uang milik perusahaan-perusahaan besar di seluruh Korea Selatan.
Dalam kelompok ini, Jang Woo termasuk didalamnya. Dia anak emas dari Jong Hyun. Karena kemampuannya dibidang komputer, ia bisa membuka kunci dengan kombinasi tombol, dengan cara yang simple.
Tapi Jang Woo merasa pekerjaannya ini salah. Salah besar. Tak seharusnya dia bekerja dengan cara seperti ini. Ia berniat untuk keluar dari kelompok ini, dan mulai hidup normal bersama istrinya, Eunjung. Ia terpaksa ikut dengan Jong Hyun karena suatu alasan. Jang Woo terikat hutang dengan sang pemimpin karena ayahnya. Ia diminta Jong Hyun untuk menjadi anak buahnya selama 3 tahun. Tapi ini sudah lebih dari 4 tahun, waktunya dia memutuskan untuk berhenti dari semua ini.
“Apa kau mengerti, Jang Woo!” tiba-tiba Jong Hyun menggebrak meja tepat dihadapan Jangwoo. Jonghyun menyadari Jang Woo yang tengah melamun.
Jang Woo terperanjat dan sedikit salah tingkah karena gertakan dari Jong Hyun. “Oh, ya… ya saya mengerti” katanya gugup.
Jong Hyun menyeringai puas. “Aku berharap banyak padamu, Lee Jang Woo”
Jang Woo hanya tersenyum seadanya, lalu kembali berkutat dengan laptopnya. Ia mencari informasi tentang perusahaan yang akan mereka jebol. Namun ternyata pikirannya tidak sedang pada pekerjaannya. Ia memikirkan Eun Jung , istirnya.
Apa yang harus kulakukan? Aku tak mau Eun Jung tahu tentang profesiku ini. Aku yakin dia pasti kecewa denganku. Aku harus berhenti, ya, harus! Tunggu aku Eun Jung, aku akan melakukan ini, hanya untukmu. Tinggal sedikit lagi, semua ini akan berakhir.
~ ~ ~ ~
Police office, Seoul, South Korea
July, 18th 2014, 10.00am
Eun Jung berputar-putar dikursinya. Menunggu yang ditunggu. Semua orang telah berkumpul disini, namun yang memimpin pertemuan ini tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
Brak!
Tiba-tiba segerombolan orang masuk tanpa permisi terlebih dahulu. Itu Inspektur Jung. Dia yang menyuruh Eun Jung berserta yang lainnya untuk berkumpul diruang rapat ini. Semua yang ada diruangan sontak berdiri, tak terkecuali Eun Jung . Mereka memberi hormat kepada Inspektur mereka.
“Duduk” suruh Kyung Ji, sang Inspektur. Semua turut duduk di kursinya masing-masing. Kecuali Kyung Ji, ia tetap pada posisi berdirinya. Ia menarik layar untuk proyektornya. Disudut lain, asisten sang Inspektur tengah sibuk mempersiapkan persentasi yang akan disampaikan. Mungkin ini akan jadi misi baru lagi, pikir Eun Jung .
Akhirnya lampu ruangan diredupkan. Hanya pendar cahaya proyektor yang ikut serta menerangi. Dilayar tersebut terdapat gambar lambang perusahaan.
“Kali ini kita akan mengagalkan usaha pencurian oleh kelompok Kim. Kalian tahu kan, mereka adalah buronan terbesar kita”
Kyung Ji menunjuk layar itu dengan tongkatnya “Han’s Property, adalah salah satu perusahaan terbesar yang ada dikorea selatan. Mereka memiliki gudang penyimpanan uang dikantor pusatnya yang terletak di pusat kota Seoul”
Semua terlihat menganggukkan kepalanya, tanda mengerti dengan penjelasan Kyung Ji. Kyung Ji tersenyum samar. Ia mengisyaratkan asistennya untuk membagikan map berwarna biru kepada para anak buahnya.
Eun Jung mulai membuka lembaran-lembaran kertas yang terdapat di map itu. Seperti denah tempat dan informasi yang cukup jelas. Setelah cukup mengerti, Eun Jung melempar map itu keatas meja dengan sembarang. Kemudian kembali bersandar pada kursinya.
“Eun Jung -sii, ada apa denganmu?” tanya Kyung Ji.
Eun Jung tersentak, “Oh, aku? Aku tidak apa-apa”
Kyung Ji menaikkan alisnya, “Kau yakin? Mengapa sedari tadi kau menghela napas?”
“Oh ya? Tidak, aku hanya sedikit lelah, apa rapatnya sudah selesai? Aku ingin kembali ke ruanganku”
Eun Jung beranjak dari kursinya sembari menjejalkan tangannya disaku seragamnya. Menunggu reaksi Kyung Ji.
“Aku kembali, jika masih ada yang akan disampaikan, aku akan minta tolong Seun Ah yang memberitahuku, maaf aku tidak bisa mengikuti rapat ini hingga selesai, permisi” Eun Jung membungkukkan badan berpamitan.
Kyung Ji hanya menatapi punggung Eunjung dengan heran. Entah kenapa ia tidak bisa menolak permintaan Eunjung yang aneh-aneh.
Eun Jung melangkahkan kakinya hingga masuk keruangannya. Ia menghempaskan tubuhnya kekursi, lalu memutarnya menghadap kaca besar yang berhadapan langsung dengan pemandangan kota Seoul. Alangkah indahnya melihat pusat kota dari ketinggian disini. Bahkan ia bisa melihat indahnya langit biru.
Jang Woo belum tahu tentang pekerjaanku ini. Aku yakin dia pasti akan kecewa. Tapi mau bagaimana lagi, aku juga tidak bisa meninggalkan pekerjaan ini. Ayahku pasti akan marah besar. Aku harap Jang Woo bisa menerimaku. Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf.
~ ~ ~ ~
Han’s Property, Seoul, South Korea
July, 18th 2014, 12.00 pm
Dua mobil hitam berhenti tepat didepan gedung Han’s property. Itu mobil dari kelompok Kim. Jonghyun beserta yang lainnya keluar dari mobil tersebut. Mereka berpakaian serba hitam. Tak lupa untuk memakai sarung tangan agar tak meninggalkan sidik jari sedikitpun.
Jang Woo telah siap dengan peralatan sederhananya. Sebuah keyboard khusus, dan sebuah netbook kecil miliknya. Ia memakai topi beserta kaca mata hitam. Namun rambut coklatnya tak menutupi bahwa dia adalah seorang Jang Woo.
“Apa kalian siap?” tanya Jong Hyun memastikan.
Sejenak semuanya bertatapan. Terakhir, Jang Woo melirik Jong Hyun dibalik kaca mata hitamnya. Ia mengangguk, tanda siap.
“Kalian masuk dari belakang, sebaiknya ada yang tinggal di mobil untuk bersiap-siap. Kau, Jang Woo, kau ikut denganku”
Jang Woo kembali mengangguk, kini lebih tegas. Ia mengikuti Jong Hyun dari belakang. Sedangkan yang lainnya telah berputar menuju pintu masuk belakang. Dengan santainya Jong Hyun berjalan memasuki lobi perusahaan. Hari memang sudah malam. Tapi inilah letak kelemahan gedung Han’s property. Mereka tidak pernah mengunci pintu masuk. Hanya mengandalkan pengamanan lewat cctv. Tapi siapa yang bisa menyangka? Jang Woo telah merusak seluruh sistem cctv yang ada di gedung ini.
Rekaman cctv memang menunjukkan bahwa setiap koridor mereka kosong. Padahal Jong Hyun dan anak buahnya tengah berkeliaran bebas di gedung tersebut.
Jong Hyun mengisyaratkan Jang Woo untuk terus mengikutinya dengan menggerakkan tangannya. Jang Woo hanya menanggapinya dengan terus berjalan. Tanpa menghilangkan perhatiannya, sesekali Jang Woo melirik kekiri dan kekanan.
Kini mereka telah sampai diruangan yang mereka tuju. Gudang penyimpanan uang dan emas batangan milik perusahaan ini. Didepan pintu, anak buah Jong Hyun telah berjaga sambil mengacungkan pistolnya keatas. Untuk berjaga-jaga jika para petugas keamanan memergoki mereka.
Jang Woo mulai melancarkan aksinya dengan menjebol kode keamanan gudang tesebut. Ia menggunakan keyboard khususnya. Memencet setiap tombol yang ada, memecahkan kombinasi tombol dengan secepat kilat. Tak membutuhkan waktu lama, layarnya bertuliskan, unlocked, dan itu artinya Jangwoo berhasil.
Jong Hyun tersenyum senang. Ia membuka pintu tersebut dengan perlahan. Gelap. Itu yang pertama kali ia lihat. Tak ada tanda-tanda bahaya yang akan datang. Dari awal, Jong Hyun dan anak buahnya telah mempersiapkan ini semua dengan matang.
Saat Jonghyun melangkahkan kakinya, seketika ruangan itu menjadi terang benderang. Mungkin mereka memiliki sensor agar tak bersusah payah mencari tombol lampu. Ruangan ini berisi deretan-deretan almari besi. Seperti almari untuk menyimpan dokumen. Almari itu memiliki banya sekali pintu. Mungkin mereka menyimpannya dengan cara terpisah-pisah.
Disetiap barisan almari terdapat tulisan-tulisan inggris yang membertahukan apa saja yang tersimpan dalam almari tersebut. Ada tiga barisan almari. Barisan pertama, bertuliskan Jewelry. Barisan kedua, bertuliskan Gold. Barisan ketiga, bertuliskan Money.
“Bongkar semua isinya!” perintah Jong Hyun seraya merentangkan tangannya.
Dengan segera, seluruh anak buahnya berpencar, membongkar setiap laci yang ada. Kecuali Jang Woo, ia tetap berdiri dibelakang Jong Hyun dengan tenang. Ia tak mau terlibat dalam pengambilan ini. Ia hanya menunggu pembagian hasil, dan dia hanya bertugas mengacaukan sistem keamanan digedung ini.
Jong Hyun berbalik, menatap Jangwoo dengan perasaan bangga, “Aku tahu kau memang bisa diandalkan” ia menepuk-nepuk lengan Jang Woo. Lalu beralih mengikuti para anak buahnya yang menjarahi barang berharga tersebut.
Ceklek!
“Jangan bergerak, jatuhkan senjatamu, dan angkat tanganmu”
Tiba-tiba suara seorang wanita membuat Jang Woo tersentak. Namun dia tak bisa berkutik, karena pistol yang menempel tepat di belakang kepalanya.
“POLISI! JANGAN BERGERAK! ANGKAT TANGAN KALIAN SEMUA! JATUHKAN BARANG YANG KALIAN PEGANG!” salah seorang polisi meneriaki mereka yang sedang ‘beraksi’ seraya mengacungkan senjatanya.
Kelompok Jong Hyun reflek mengacungkan senjata mereka. Namun mereka telah terkepung. Hanya Jangwoo yang tak memegang senjata apapun. Bahkan barang yang dia bawa jatuh kelantai. Ia mengangkat kedua tangannya.
“Berbalik” suruh wanita itu.
Perlahan Jang Woo berbalik. Wanita itu tetap siaga dengan kedua tangan memegang pistol dan mengarahkannya ke Jang Woo. Tapi betapa terkejutnya Jangwoo saat melihat wanita itu adalah istrinya.
“Lee Eun Jung ?” tanya Jang Woo seakan tak percaya.
Yang lebih kaget itu adalah Eun Jung . Ia benar-benar tidak menyangka. Selama ini buronan yang ia cari adalah suaminya sendiri.
“Lee Jang Woo?” tanya Eun Jung . Ia terlihat shock. Tangannya bergetar hebat. Kepalanya mulai menggeleng-geleng. Ia tidak percaya akan semua ini. Bagaimana bisa, Lee Jang Woo, suami yang amat ia cintai menjadi buronan terbesar di Korea Selatan.
“Kau harus percaya padaku” bisik Jangwoo.
Ia langsung menarik Eun Jung keluar dari gedung tersebut.Eun Jung yang masih tak percaya dengan ini semua hanya bisa pasrah mengikuti arah yang dituju suaminya.
“Yah! Jangan lari kalian!” terdengar teriakkan dari arah belakang yang mengejar mereka. Sedikitnya 5 orang yang mengikuti Jang Woo beserta Eun Jung . Mereka semua membawa senjatanya masing-masing.
Dar!
Tiba-tiba sebuah peluru menembus tepat dijantung Jang Woo. Jang Woo terjatuh, begitu pula dengan Eun Jung .
“Jangwoo!” pekik Eun Jung .
Ia memeluk tubuh Jang Woo yang mulai terasa lemah. Darah terus mengucur deras dari dadanya. Eun Jung menangis histeris melihat Jang Woo yang kritis. Ia harus membawa suaminya kerumah sakit. Ia tidak mau kehilangan Jang Woo disaat seperti ini.
“Tidak! Jang Woo kau harus bertahan! Aku mohon bertahanlah!” Eunjung terus menekan dada Jang Woo agar darahnya berhenti.
Eun Jung mengusap pipinya yang telah dibanjiri airmata. Terlihat bekas darah yang menempel diwajahnya.
“Eun Jung ! Berdirilah sekarang!” Kyung Ji menarik lengan Eun Jung agar wanita itu berdiri.
Eun Jung menghempaskan tangannya hingga terlepas dari genggaman Kyung Ji, “Tinggalkan aku sendiri! Pergi! Pergi!” ronta Eun Jung yang tetap memeluk Jang Woo.
Kyung Ji hanya menatapi gadis itu dengan gamang, lalu pergi meninggalkannya. Tinggal Eun Jung yang menangisi Jangwoo dipangkuannya.
Jang Woo mengangkat tangannya keudara dan mengarahkannya kewajah Eun Jung . Ia mengelusnya dengan sangat lembut. Eun Jung menggenggam tangan Jang Woo. Sejenak ia memejamkan matanya, merasakan sentuhan tangan Jang Woo pada kulit pipinya. Bercak merah kini sudah menodai wajahnya.
Jang Woo tersenyum tipis. Ia mencoba menyembunyikan rasa sakitnya dari hadapan Eun Jung , ia tetap menjadi Jang Woo yang kuat. Meskipun perihnya luka itu terasa amat terasa, itu tidak ada apa-apanya saat melihat gadisnya menangis.
Tangan Jang Woo yang satunya lagi menempel pada perut Eun Jung , “Jaga, di…dia untuk…ku”
“Ma…afkan a…aku, a…ku sa…sangat men…cinta…imu” kata Jang Woo dengan suara yang terbata-bata.
Eun Jung menggeleng, menatap mata Jang Woo yang mulai meredup. “Aku juga mencintaimu, sangat mencintaimu, Jang Woo -ah, aku mohon bertahanlah” suaranya terdengar
Sekali lagi Jang Woo tersenyum, kali ini lebih lebar. Tak lama kemudian tangannya parau.mulai kehilangan tenaga, dan akhirnya jatuh dengan perlahan. Bersamaan dengan matanya yang tertutup. Jang Woo telah menghembuskan napas terakhirnya, tepat dipangkuan Eun Jung . Istri yang paling ia cintai didunia ini.
“Jang Woo! Tidak! Kau harus bangun Jang Woo! Tidak!” Eun Jung kembali berteriak dengan air mata yang mengalir deras.
Sesekali mengguncangkan tubuh Jang Woo. Mencoba membangunkan Jang Woo dengan sekuat tenaganya. Namun apa daya, itu semua nihil. Jang Woo sudah pergi, meninggalkannya sendiri didunia ini.
“Kau jahat Jang Woo! Kau tidak bisa meninggalkanku seperti ini! Kau bilang dunia itu adil? Tapi mengapa kau meninggalkanku lebih dulu? JANG WOO!!!”
Maafkan aku sayang, aku harus pergi. Meninggalkanmu sendiri disini. Maaf aku telah membuatmu kecewa. Aku melakukan ini untukmu. Dan untuk buah hati kita. Aku mencintaimu, Lee Eun Jung, istriku.
Epilog
Incheon Airport, South Korea
July, 18th 2024, 08.00am
“Kau yakin akan pergi sendiri?” tanya Tae Hwa pada Eun Jung dengan nada khawatir.
Eun Jung beranjak dari duduknya. Lalu tersenyum pada kakaknya. Ia mengangguk pasti.
“Aku tidak sendiri, aku bersama SooMin” jawab Eun Jung santai.
Tae Hwa memutar bola matanya, lalu beralih kearah SooMin. Ia berjongkok dihadapan bocah perempuan itu.
“SooMin-ah, jangan lupakan ahjushi ya, ah… ahjushi pasti sangat merindukanmu” kata Tae Hwa dengan helaan napas yang dibuat-buat. Eun Jung terkekeh melihat tingkah kakaknya.
“Tentu saja ahjushi, aku tidak akan melupakanmu, aku juga pasti sangat merindukanmu” SooMin memeluk Tae Hwa dengan erat, begitu pula dengan Tae Hwa. Lelaki itu mengangkat tubuh SooMin.
“Oppa, aku pergi dulu” Eun Jung menggendong SooMin.
“Jaga dirimu baik-baik, ya? Cepat hubungi aku jika ada masalah” Tae Hwa mengecup kening adiknya singkat. Dan pipi SooMin juga.
Eun jung beserta SooMin pergi ke Jepang dan menetap disana. Ia berniat untuk pergi dari kota Seoul yang penuh dengan kenangan untuk pindah ke kota kelahirannya. Bukan ia tak mau untuk tetap tinggal disini, tapi ada suatu alasan yang mungkin tidak ada satu orangpun yang tahu mengapa Eun Jung pindah kesana. Yang jelas bukan untuk melupakan Jang Woo. Karena Jang Woo telah menjadi bagian hidupnya.
“Umma, aku rindu appa” rengek SooMin saat berada didalam pesawat.
Eun Jung memeluk tubuh buah hatinya dengan erat. Ia meletakkan dagunya dipuncak kepala bocah itu. Tak terasa, Eun Jung mulai menitikkan air matanya.
“Appa juga pasti merindukanmu, nak” katanya.
Aku sudah memenuhi janjiku, dan kini aku akan kesana, demi dirimu. Anak kita, Lee SooMin, akan menjadi anak yang hebat, seperti ayahnya. Aku sangat mencintamu, Lee Jang Woo, suamiku.
“Appa sangat mencintamu, sayang”
-THE END-