home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Shoot The Moon

Shoot The Moon

Share:
Author : xiuminseok99
Published : 06 Jul 2014, Updated : 10 Aug 2014
Cast : Park Chanyeol, Do Kyungsoo, The rest of EXO's members, Original Character.
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |6549 Views |2 Loves
Shoot The Moon
CHAPTER 7 : The New Start

Everyone is sitting in the living room when I come down from the second floor. Mereka lagi leha-leha sambil nonton Eternal Sunshine of The Spotless Mind di HBO. Anggit sama kak Umin cuddling berdua di sofa, Chen duduk disebelah Anggit (Whom kak Umin occasionally kicks every one minute while saying 'Jauhan dikit!'), Kai yang udah setengah merem gelendotan di bahu Osha, Baekhyun, Mega sama Tika duduk berjejer di lantai sambil ngemilin potato chips yang udah abis dua bungkus dan Sehun sama Chanyeol (Yang megang gitar akustik punya Baekhyun) senderan di sofa.

 

"Ke Lembang cuma buat nonton HBO doang, nih?" I jumpped onto the sofa disamping Osha.

 

"Ya elu Han ke Lembang ujung-ujungnya teteeep aja telponan sama pacar..." Sahut Tika balik, mulutnya masih penuh sama potato chips.

 

"Ish apaan sih Tik!" Gue nyubit lemak di pinggang Tika make jari kaki gue. Nih anak ngomong seenak jidat.

 

--JRENG JRENG JRENG!

 

Chanyeol ngegenjreng senar gitarnya. Yang lain kaget, langsung nengok ke arah Chanyeol. Kak Umin sama Anggit langsung protes 'Berisik ah!' Ke Chanyeol. Kai yang udah merem kebangun lagi, yang langsung dipukpukin biar balik tidur sama Osha, Sehun nendang Kaki Chanyeol, Mega sama Baekhyun gak peduli dan Chen langsung nengok ke gue.

 

'Jealous tuh.' Kata Chen tanpa bersuara.

 

"Napa lu, Yeol?" Tika as insensitive as ever, malah nanyain Chanyeol kenapa dia ngegenjreng gitar. I mentally face palmed my face.

 

"Eh Haninya udah disini, ayoklah kita main voli." Chen bangun dari sofa, nyamperin gue terus narik tangan gue buat bangkit dari sofa.

 

"Cepetan, si Tika gak mau main voli noh jadi kalo gak ada lo orangnya kurang."

 

"Iyaa iya!" Gue bangun dari sofa diikutin sama yang lain. Tv dimatiin, kita semua keluar ke halaman belakang villanya Baekhyun.

 

"Hompimpah cepet," Sehun ngegoyang-goyangin tangannya, nungguin yang lain juga ngikutin hal yang sama kayak dia.

 

"Hompimpah alaium gambreng!"

"Gambreng."

"Gambreng."

"Gaaaambreng."

 

Abis empat kali 'gambreng', akhirnya kebagi juga kelompoknya. Kak Umin, Sehun, Osha, Baekhyun sama Mega satu kelompok. Gue, Anggit, Chen, Kai sama Chanyeol satu kelompok.

 

Gue langsung nengok ke Chanyeol pas ngeliat kita sama-sama ngeluarin telapak tangan. He gave me that 'look'. Bukan, bukan muka penuh sama senyumnya dia sampe gigi-giginya keliatan, tapi malah kebalikkan dari itu. He frowns, scoffs, then looking away from my face. The hell is wrong with him?

 

"Gue gue mau service!" Anggit maju kedepan, siap-siap buat service bola. Kai berdiri disebelah Anggit. Gue, Chen sama Chanyeol jaga di belakang.

 

"Ever wonder why you both always end up together?" Tanya Chen setengah berbisik ke gue, "Because the world conspired to help him find you."

 

I scoffed at Chen's words. Really, Chen?

 

"How could you know about the quotes, you don't even read Paulo Coelho's." Ujar gue datar, pandangan fokus ke bola voli yang udah melayang ke tim sebelah.

 

"I don't read his novels but I browse a Tumblr account about quotes, okay." Kepala Chen mengikuti arah bola yang baru ditangkis oleh Kai, "But seriously, lo gak pernah wondering kenapa pada akhirnya lo berdua ketemu-ketemu lagi? I mean--"

 

"That's because we are in the same circle of friends, duh." Gue menangkis bola yang diservice oleh kak Umin.

 

"But I'm talking about both of you and Dyo..."

 

I kicked Chen's leg, "Jangan. Ngomongin. Dyo. Sekarang." Giving him my deadly glare. Chen meringis.

 

"Pindah woi!" Anggit ngedorong Chen kearah gue.

 

Bola sekarang ada di tangan Baekhyun. Service over. Gue jalan maju ke depan. Nengok kesamping, udah ada Chanyeol siap nangkis bola. Kayaknya emang 'the world conspired to make us ended up together' or at least temen-temen gue yang conspired buat bikin gue sama Chanyeol barengan terus.

 

“Apa?” Chanyeol nengok ke gue sebelum gue buang muka. Alisnya naik. Asli nyebelin banget mukanya.

 

“Apa?!” Gue balik nanya dengan nada suara lebih tinggi. Apaan nih anak berasa diliatin banget.

 

“Kalo cuma mau ngobrol gak usah main mendingan.” Chanyeol melengos, balik fokus ke bola yang masih dipegang Baekhyun.

 

Hah-- sebentar. Did he just tell me to fuck off?

 

“Sorry?" Gue liatin Chanyeol. He scoffed, "Gak usah main kalo gak niat." He keeps his face straight while saying it.

 

Rasanya kepala gue makin panas aja, pertama emang mataharinya lagi cerah banget, kedua gara-gara manusia satu disamping gue dengan omongan yang gak pernah dipikirin dulu kalo mau dikeluarin. Demi deh, kalo bukan karena gue gak enak sama yang lain gue udah bales omongan Chanyeol-- even hurter, even worse.

 

But I'll feel bad for the others, so I keep silent, tangan siap-siap buat nangis bola. Tapi kayanya Chanyeol belom puas sampe gue beneran ngikutin apa kata dia.

 

"Masih mau main? Yang ada nanti lo malah bikin tim kita kalah."

 

I inhale the fresh air of Lembang (Not really because Chanyeol's existence has made it no longer fresh)

 

"Masalah lo apa, sih?" Gue ngeluarin udara yang gue hirup tadi bersamaan dengan amarah yang gue udah tahan-tahan. Screw the others, I can't stand this jerk anymore.

 

"Elo. Masalah gue elo."

 

For heaven's sake, this person is getting my nerves.

 

"Bentar!" Gue ngepalin telapak tangan gue, trying hard to not punch the person beside me sedangkan satu tangan gue yang lain gue angkat. Semua perhatian yang lain teralihkan ke gue.

 

"Gue mau pindah tim." I eye-sided Chanyeol, "Chanyeol bilang dia gak mau satu tim sama gue."

 

"Gue gak bilang gue gak mau satu tim sama lo." Dahi Chanyeol mengkerut, "Oh, mungkin elo kali yang gak mau satu tim sama gue? Kalo gitu lo gak usah pindah, biar gue aja yang pindah." Chanyeol jalan ke arah Baekhyun dan yang lain. Yang lain cuma ngeliatin, bingung.

 

He declares a war, so be it.

 

Gue jalan ke arah Chanyeol. Berdiri disebelahnya pas. Chanyeol ngeliatin gue bingung.

 

"Gue disini. Gue duluan yang mau disini. Kalo lo gak mau satu tim sama gue, kalo lo bilang gue gak bisa main, then I'll prove you wrong. Sana pindah."

 

Chanyeol scoffs, "Don't wanna."

 

I roll my eyes, "Whatever, gue tetep di tim ini."

 

Then that's it, kita berdua diem ditempat. Sama-sama siap-siap buat main. I glare at him and he does the same at me. Gak ada yang mau ngalah. Ya ngapain juga gue ngalah, dari awal dia yang salah, kok.

 

"Lo berdua gak di tim manapun." Kak Umin tiba-tiba ngenepuk pundak gue sama pundak Chanyeol, "Lo berdua gak usah main, duduk aja di situ, liatin kita main aja sampe lo berdua baikkan." Katanya sambil senyum sambil nunjuk bangku panjang di teras belakang.

 

"Tapi kak, gue mau main!" Gue merengek, pouting my lips at kak Umin, "Dia aja yang gak usah main!" Gue nunjuk Chanyeol yang udah tolak pinggang melotot ke gue.

 

"Gak, kalo Chanyeol gak main, yaudah lo juga gak. Biar adil. Udah sana duduk, yang lain mau main!" Kak Umin ngedorong kita berdua keluar dari halaman. Yang lain cuma senyum-senyum penuh arti sambil ngeliatin kita. Urgh, kalo bukan karena kak Umin lebih tua dari gue mana mau gue dengerin kata-katanya.

 

Akhirnya gue terpaksa duduk di teras, ngeliatin yang lain main. Gue kira Chanyeol bakal pergi, kemana kek, seengaknya gak ada disekitar gue. But nope, he sits there, right beside me. Gue udah gak peduli juga, this supposed go be an awkward moment but since I'm so mad at him I don't really care. Atau mungkin gue udah mulai terbiasa harus ada dalam kondisi berduaan sama dia.

 

He doesn't say anything, though. He grabs his pack of cigs from his pocket and lights one instead.

 

Satu hisap, dua hisap. No words come out from the both of us.

 

Sekarang mulai kerasa awkward-nya. Chanyeol beneran marah sama gue? I mean, tadi pagi dia kan masih... You know, he told me he still wanted me, right? Terus kenapa tiba-tiba dia jadi jutek gini ke gue. Gue salah apa?

 

"Yeol," suara gue kecil banget, gue bahkan gak bisa denger suara gue sendiri.

 

"Yeol--"

 

"Apa?" Chanyeol nengok, asap keluar dari mulut, sadar muka gue lagi madep ke dia, Chanyeol kemudian ngekibasin asapnya biar hilang, "Sorry."

 

"Uhm, gapapa, udah biasa kena asep." Gue ikutan ngekibas sisa asap yang ada didepan gue.

 

"Uh, maksud gue... Sorry tadi gue udah ngomong gitu sama lo. Waktu voli." He scratches his hair, "Tapi, ya, maaf juga. Asepnya." He puts the cig on the ashtray.

 

Gue ngangguk. Tadinya gue mau nanya kenapa dia kayak gitu tadi, but I guess I'll just let it pass. I mean, I don't really care about him... Do I?

 

"Uhm, lo beneran marah sama gue, Yeol?"

 

Why does my mouth betray me.

 

"Nggak-- Nggak, Han. Gue ga marah... Cuma... Kebawa perasaan aja." Chanyeol tapping his fingers to his thigh, "I was disappointed lo tiba-tiba ninggalin gue gitu aja pas gue lagi--" He's thinking for the right word, "--confessing."

 

I can feel the butterflies in my stomach flying around. My heart is wrenched by his words, it hurts. It's always been hurt when it comes to Park Chanyeol.

 

Bukannya gue gak mau bales omongannya Chanyeol, but I don't know what to say. I get this feeling if I say something, it will hurt him. I don't want to see him getting hurt because it will hurt me too. It will hurt the both of us.

 

Jadi gue diem aja, gak jawab. Chanyeol growls out of frustration, dia ngambil satu batang rokok lagi dari bungkusnya.

 

"Kenapa sih lo gak pernah cerita ke gue soal Dyo?" Chanyeol ngebakar putung rokoknya, "...dulu... Pas kita masih pacaran." Tambahnya.

 

"Gak ada yang bisa diceritain…" Bales gue pelan.

 

“Ya tapi kan lo kenal sama dia dari dulu, dia temen lo dari kecil, kalo aja lo cerita sama gue soal dia gue gak bakalan--”

 

“Udahalah Yeol, udah lewat juga.”

 

Chanyeol diem.

 

“Lagian kalo dulu gue cerita ke elo soal Dyo, emang lo mau apa? Lo bakal ngurangin jadwal latihan ngeband lo terus lebih banyakkin waktu lo buat gue? Nggak kan? Gak ada ngaruhnya juga kan.”

 

“Tapi seenggaknya kan gue jadi tau kalo Dyo tuh--”

 

“Kalo lo tau soal Dyo lo gak mau jadi temennya Dyo?”

 

“Ya gak gitu juga!” Suara Chanyeol mengeras. Gue tau dia udah kesel. Tapi gue lebih kesel daripada dia.

 

Chanyeol cuma mau bikin gue ngerasa bersalah doang. He’s trying to tell me that not telling him about Dyo back then was wrong. Tapi dibalik itu, gue tau sebenernya ada maksud lain dari pernyataannya dia. It seems like he wants me to know that I’m wrong to decide to have a relationship with Dyo. Gue salah karena gue gak mau nungguin dia. Gue salah karena gue gak mau ngasih dia kesempatan.

 

Gue salah karena gue udah ngerusak hubungan kita berdua.

 

“Yeol, let’s just be friends… okay?”

 

“Gak mau.”

 

I sigh deeply, “Why?”

 

“Karena gue tau lo masih sayang sama gue.”

 

Gue diem. Dalem hati geli juga, nih orang kepedean banget. Tapi gue juga gak bisa bohong kalo dibilang gue udah gak ada rasa sama Chanyeol. I mean, I left him but my feeling for him was still there. Gue mau putus bukan karena gue udah gak ada rasanya sama dia…

 

“I do, but I can’t, Yeol. Ngerti gak sih lo.”

 

“Karena Dyo?”

 

Gue gak jawab. Mungkin karena Dyo jawaban paling masuk akal buat pertanyaannya Chanyeol. Tapi mostly, I don’t think I can because I’m still afraid to get hurt again. Sekarang pun gue masih bisa ngerasain sakitnya dinomer duain sama bandnya. Sama mimpinya dia itu.

 

I’m exaggerating, I know. But still, the idea of putting him as my dream but he didn’t, it wrenches my heart.

 

Suddenly Baekhyun manggil kita berdua dari kejauhan, “Hani! Chanyeol! Main deh sini, Kai sama Osha mau pacaran noh kita kurang orang!”

 

I get up from my sit, “Kalo lo emang mau ngulang semuanya dari awal, let’s start from being a friend, oke? Dan please, jangan ngomongin hal ginian lagi… ya, Yeol?” I offer him my hand.

 

Chanyeol menghela napas, tapi dia tetep ngambil tangan gue. Gue narik dia biar dia berdiri.

 

“But my feelings will stay the same, is it ok?”

 

“Gue gak yakin it will be ok for you, but please bear in your mind that I’m dating your friend…”

 

Chanyeol squeezes my hand.

 

“I know.”

 

I give him my smile, but inside I feel nothing but pain.

 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK