home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Come Back Home

Come Back Home

Share:
Author : Gojjl
Published : 30 May 2014, Updated : 30 May 2014
Cast : Cho Kyuhyun, Goo Inhyun (OC)
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |946 Views |0 Loves
Come Back Home
CHAPTER 1 : Come Back Home

This is my firs fan-fiction in here~ I have a blog if you want another stories about Super Junior, especially Cho Kyuhyun. :3

Visit : Gojjluck :)

 

                Come Back Home

By : Gojjluck

 

Hujan yang awalnya hanyalah gerimis malu-malu lalu berubah menjadi deras di balik jendela apartemen sore ini. Bulir-bulir kekhawatiran berlebih yang turut bersama air dari langit menghantuiku. Aku beranjak mendekati jendela, payung berwarna-warni di jalan bawah sana seolah sedang menari-nari kesana kemari, menghapus sedikit kegelisahan yang entah kenapa tiba-tiba saja menghampiri.


                Ada bayangmu yang kutemukan di derai hujan. Kedua sudut bibirmu naik ke atas, membentuk lengkungan sempurna bernama senyuman. Senyuman yang membuatku jatuh hati di awal bulan Desember, awal pertemuan yang tidak sengaja dan tak terencana, senyuman yang selalu kau berikan di tiap pagi dirimu terbangun di sisiku, senyuman terhangat yang mengingatnya saja dapat membuatku merasakan kehangatannya. Senyumanmu bahkan membawa rasa gelisah dan khawatirku mencapai titik terendah.

                Angin berhembus kencang, membawa bayangmu bersamanya dari hadapanku yang tidak rela. Aku menghela napas pelan. Toh, hanya bayangan. Dirimu yang nyata akan segera pulang ke sisiku, akan kudekap kau dengan erat agar angin nakal tidak merebutmu dariku seperti tadi. Hanya aku perlu sedikit bersabar, ada beberapa titik kemacetan yang harus kau temui di jalan pulang.

Jari-jariku kembali mengetik dengan lincah di atas keyboard laptop, mengetik beberapa laporan penting dengan perasaan yang lebih tenang, tidak sesuram tadi. Hanya saja, petir menggelegar tidak seperti biasanya, mengganggu konsentrasiku dan mengalihkan perhatianku. Perasaan yang telah kubuang sejauh mungkin tiba-tiba saja menelusup ke dalam hati, entah dari mana.

Aku takut.

Dengan tangan yang bergetar tanpa alasan, aku mengambil benda tipis berbentuk kotak di sampingku, mengetik hal yang paling kubutuhkan saat ini.

Can you come back home as soon as possible? I’m afraid.

Dirimu.

Cepatlah pulang.

—oOo—

Author’s side—

I’ll be home soon. Don’t be afraid, wait me. :) Love, ya~

From : Kyu~

Barisan kalimat itu selalu sukses membuat airmatanya menggenang, siap terjatuh, meluncur ke dalam palung kesedihan tak berujung. Barisan kalimat itu selalu berakhir tangisan dan kesedihan mendalam, terasa pilu seakan dihujam ribuan kali pisau belati. Sejak hari itu, ia telah berulang-ulang kali menekankan pada dirinya sendiri. Bahwa pria itu telah pergi bersama angin yang menerbangkannya, membawanya menghadap sang Pencipta yang agung di atas sana.

Tapi, seakan pikun, kadang-kadang dia lupa.

Dia kadang-kadang lupa pria itu tidak akan pernah kembali selama-lamanya, sesetia apapun dia menunggu. Kadang-kadang ia masih merasa yakin prianya akan pulang dan membuka pintu apartemen. Kadang-kadang ia memanggil nama pria itu yang tentu saja dibalas dengan hening. Kadang-kadang dia membayangkan prianya berada di sampingnya, imajinasi yang terlalu nyata tercipta saking kuatnya pengaruh pria itu pada dirinya.

Entah akal logisnya dibuangnya kemana hingga dia jadi pribadi yang irasional.

Roda kehidupan terus berputar, yang hidup terus melangkah meski terseok-seok dan terlunta-lunta. Waktu tidak punya waktu untuk peduli dengan kenangan-kenangan yang ditinggalkannya di belakang dan terus melangkah maju. Waktu tidak berbaik hati  memberikanmu kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahanmu di masa lalu, tidak mengizinkanmu kembali ke masa lalumu untuk menikmati kenangan-kenangan manis itu. Tidak ada toleransi. Dia sepenuhnya mengerti hal itu, meskipun dia selalu menyisipkan asa dalam do’anya, izinkan aku mengulang kenangan indah bersamanya walau sekali.

Hujan kembali mengguyur kota Seoul, hujan yang sama seperti tiga tahun yang lalu, hari dimana pria itu meninggalkannya karena kecelakaan beruntun saat ia pulang kerja. Bukan perasaan gelisah dan khawatir yang menemaninya, melainkan rasa rindu yang banyaknya menyamai air yang tumpah dari langit hari ini. Sama seperti hari itu, dia terpaku di depan jendela. Bedanya, payung yang menari-nari di jalan bawah sana sama sekali tidak menghiburnya dan dia tidak bisa menemukan bayang pria itu bersama senyum hangatnya di antara derai hujan.

Direbahkannya tubuhnya di atas tempat tidur. Kedua bahunya masih bergetar karena isakan. Tangannya terulur ke nakas, meraih sebuah bingkai foto ber-frame hitam yang membingkai sesosok pria yang membuatnya merasa sangat kehilangan dan nyaris gila karena itu. Pria itu, seperti biasanya, mengalirkan kehangatan dari senyuman hangat yang ia lemparkan.

Dapat macet di mana? Kenapa pulangnya lama sekali? Makan malamnya mulai dingin, tidak enak lagi. Cepatlah pulang, hujannya mengerikan. Aku takut.

Didekapnya foto itu dengan erat, kembali menangis dalam kesendiriannya.

Pulanglah. Pelangi tidak akan hadir setelah hujan, karena kau, sang mentari, tidak ada di sini.

Hingga hujan akhirnya reda dan yang tersisa adalah hujan baru.

Di matanya, karena rindu.

—oOo—

3 years ago—

Inhyun merebahkan tubuhnya yang kelelahan di atas tempat tidur. Sudah puluhan pesan yang ia kirim untuk Kyuhyun, tapi tidak ada satu pun yang diresponnya. Ponselnya tidak aktif ketika dihubungi. Sejujurnya, itu membuat perasaan khawatirnya meningkat drastis. Apalagi sudah lebih dari 3 jam sejak Kyuhyun mengirimkannya pesan terakhir yang menyuruhnya menunggu dan tidak perlu takut. Batang hidung pria itu sama sekali tidak kelihatan.

Hujan semakin deras di luar sana. Inhyun berusaha berpikiran positif. Mungkin saja ada pohon yang tumbang di jalan sehingga dia terjebak dalam macet dengan baterai ponsel yang sudah habis. Itu sebabnya Kyuhyun tidak ada kabar.

Ia memutuskan untuk tidur karena kedua matanya sudah tidak mampu untuk terjaga. Padahal dia sangat ingin melewatkan makan malam bersama dengan Kyuhyun hari ini. Tidak ada peringatan spesial, hanya ingin melakukannya karena sudah lama mereka tidak makan malam bersama dengan hidangan yang dimasak oleh Inhyun sendiri.

Cepat pulang, bodoh. Aku mati-matian memasak makan malam kita, kenapa kau tidak kunjung datang?

Inhyun terlelap dengan begitu cepat. Tak lama, jendela apartemennya terbuka dengan sendiri dan angin menyeruak masuk ke dalam kamar. Kamarnya seketika dipenuhi aroma semerbak bunga mawar hijau seiring dengan angin kecil yang berputar-putar mendekati ranjang yang berubah menjadi sesosok pria bertubuh tinggi. Inhyun masih tetap terlelap, tidak menyadari apapun yang terjadi.

Pria itu berjongkok dengan satu lutut bertumpu di lantai, tepat di hadapan Inhyun. Dia mencoba tersenyum, tapi kesedihan lebih menguasai dirinya saat ini. Tangisnya pecah dan air matanya tumpah begitu saja. Mati-matian dia memerintahkan dirinya untuk berhenti hingga berangsur-angsur dia bisa mengaturnya. Tangannya bergerak, menyingkirkan anak rambut di dahi Inhyun serta menyisipkan poninya di belakang telinga.

“I’m coming. Aku membuatmu menunggu? Maaf, kau sampai kelelahan seperti ini. Kau sudah tidak ketakutan lagi, kan? Maaf, ada sesuatu yang terjadi, aku tidak bisa menghindarinya,” Kyuhyun, pria itu, terdiam sebentar, menghapus air mata yang meluncur dari sudut matanya. Dengan susah payah dia menyengir, seakan-akan baik-baik saja. “Kau memasak makan malam untuk kita berdua, ya, hari ini? Aku tidak sabar mencicipi masakanmu lagi, meski bisa dipastikan rasanya sedikit aneh. Tapi, maaf, mungkin lain kali. Aku harus pergi hari ini.”

“Jangan kaget dengan tujuan kepergianku. Aku akan pergi untuk waktu yang lama, jadi aku ingin menitipkanmu beberapa pesan.” Kyuhyun meraih tangan Inhyun, menggenggamnya erat. “Jangan tidur terlalu larut, jangan terlalu keras bekerja, jaga kesehatanmu, jangan nonton drama sampai larut malam, gunakan gunting untuk snack yang tidak bisa kau buka, jangan pakai gigimu untuk membukanya.”

Kyuhyun tertawa kecil meski terisak. “Dan…meski berat untuk kita berdua, cobalah berbahagia tanpa aku. Kau butuh pria lain untuk menggantikan posisiku. Pria yang mengerti dirimu, pria yang baik, pria yang tidak akan mengejekmu tiap hari seperti yang aku lakukan padamu, pria yang rasa sayangnya lebih besar dariku, yang mencintaimu lebih besar dari cintaku,” ucap Kyuhyun pelan. Dia menarik napas panjang, waktunya sudah semakin sempit. “Aku akan mengawasimu dari atas sana dan menonjok semua pria yang macam-macam padamu.”

Dia menarik selimut, menutupi sekujur tubuh Inhyun agar tidak kedinginan. Kyuhyun mendaratkan kecupan di kening Inhyun dan memagut bibir merah itu untuk terakhir kalinya. Inhyun menggeliatkan badannya pelan dan membuat Kyuhyun terkejut karena pagutannya pada bibir Inhyun direspon meski hanya berlangsung beberapa detik saja.

“Cho Kyuhyun~”

Inhyun mengigaukan nama Kyuhyun di dalam tidurnya saat pria itu berada di ambang jendela. Kyuhyun terus mencoba untuk tersenyum padahal dia tahu hal yang paling berat di dalam hidupnya adalah meninggalkan gadis itu. Bagaimana caranya untuk tersenyum? Sebagian dirinya memaksa untuk tetap tinggal di sini, di sisi Inhyun, tapi dia sudah dipanggil beberapa kali untuk pergi sekarang juga.

“Selamat tinggal.”

Angin berhembus kencang melepas kepergian Kyuhyun. Hujan perlahan berhenti di luar sana, langit malam bersih tanpa awan dan bintang-bintang pun mulai terlihat berkelap-kelip dengan anggun di atas sana. Semuanya terasa seperti mimpi, hujan yang disertai badai itu, tiba-tiba lenyap begitu saja. Malam berlalu, Inhyun tetap terlelap dalam tidurnya hingga pagi datang.

“CHO KYUHYUN!” Inhyun terbangun tiba-tiba dan meneriakkan nama Kyuhyun. Nafasnya tersengal-sengal dan dadanya naik turun, seperti baru saja berlari berkilo-kilometer. Dia menghela napas panjang sambil mencoba mengingat-ingat kembali mimpi yang baru saja dia alami di alam bawah sadar. Nihil, dia tidak mengingat apapun. Mimpi jenis apa yang membuatnya meneriakkan nama Kyuhyun hingga dia terjaga?

Sibuk memikirkan mimpinya, Inhyun mengernyit heran karena jendela apartemennya terbuka lebar sehingga sinar matahari dapat masuk seenaknya. Dia ingat dengan begitu baik kalau dia tidak membuka jendela itu sejak semalam karena percikan hujan bisa masuk membasahi lantai apartemen dari sana.

“Aneh sekali.” Inhyun bergumam. Ditariknya napas dalam-dalam saat menyadari ada aroma yang lain dari kamarnya. Aroma parfum Kyuhyun. Ya, penciumannya tidak salah. Itu benar-benar aroma yang sangat disuka dan dicandu olehnya. “Apa Kyuhyun sudah pulang?”

Inhyun tersenyum lebar. Ia melangkah menuju kamar mandi sambil meneriakkan nama Kyuhyun berulang kali. Tidak menemukan pria itu di kamar mandi kamarnya, dia segera keluar kamar, memeriksa semua ruangan di apartemennya. Dia tidak menemukan pria itu dimana pun, Kyuhyun juga tidak menyahut setiap panggilannya.

“Dia belum pulang?”

Inhyun mencari sepatu kerja Kyuhyun di depan pintu masuk, tapi tidak ada. Pria itu ternyata belum pulang dari semalam. Dia buru-buru mengambil ponsel, mencoba menghubungi ponsel Kyuhyun lagi. Siapa tahu saja pria itu sudah mengaktifkan ponselnya. Inhyun benar-benar butuh kabarnya sekarang.

“Kyu! Kau kemana saja? Sejak semalam aku mengirimkanmu pesan dan meneleponmu, tapi ponselmu tidak aktif. Kau tahu, aku sangat marah sekarang. Jangan harap pantatmu akan terhindar dari pukulan sapuku kalau kau pulang. Kau membuatku khawatir setengah mati!” Inhyun menyerocos begitu saja ketika panggilannya diterima oleh Kyuhyun. Inhyun merasa heran karena Kyuhyun sama sekali tidak berbicara, biasanya pria itu akan mendebat perkataannya dengan segera. “Ya! Kau dengar aku atau tidak?!”

“Yeoboseyo, ini dengan Ny. Cho?”

Inhyun semakin heran karena suara di telepon benar-benar bukan suara milik Kyuhyun. “N-ne. Saya sedang berbicara dengan siapa? Ini ponsel Cho Kyuhyun, kan?”

“Ne, ini ponsel Tuan Cho Kyuhyun—“

“Terus mana Cho Kyuhyun-nya? Aku ingin bicara.”

“Ponselnya rusak berat saat dia dilarikan ke sini. Jadi, kami baru bisa memberitahukan pihak keluarga sekarang,” ucapan orang di seberang sana membuat dada Inhyun berdegup kencang. Perasaan tidak enaknya kembali muncul. Apa yang terjadi dengan Cho Kyuhyun? Apa maksudnya ‘ponsel rusak’ dan ‘dilarikan ke sini’? Pihak keluarga? Sebenarnya ada apa dengan Kyuhyun-nya?

“Tuan Cho Kyuhyun meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit setelah tabrakan beruntun yang menimpanya.”

M-mwo? Me-meninggal? Kau yakin itu Ch-Cho Kyuhyun?”

 “Kami turut berduka cita, Nyonya.”

Inhyun terdiam, tenggorokannya tercekat, tidak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya air mata yang mengalir turun yang mampu menjelaskan semuanya. Isakan itu berakhir dengan tangisan panjang yang sulit terhenti. Dia meneriakkan nama Kyuhyun berulang kali, mencoba meyakinkan dirinya bahwa semua ini hanyalah mimpi dan sebentar lagi dia akan terbangun dari mimpi buruk ini. Tapi, tidak. Pada nyatanya, Kyuhyun tidak akan pernah kembali.

Kyuhyun tidak akan pernah kembali…

 

I’ll be home soon. Don’t be afraid, wait me. :) Love, ya~

—end—

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK