“YA! [YOUR NAME]-ah, berhentilah melempar-lempar bajumu seperti itu. Coba lihat ke belakang, kamarmu sudah lantas seperti gudang baju.” Suara Fei yang melengking terdengar jelas di telingaku. Entah sudah berapa kali aku mendengar ucapan yang sama dari mulutnya. Persis seperti tadi. Astaga, anak satu itu. Tidak tahu apa aku sedang sibuk memilih baju?
“[YOUR NAME! YA! Berhenti! Ini sudah cukup banyak. Kalau kau bingung memilih baju, biarkan aku saja yang memilihnya.” ucap Fei lagi, terdengar langkahnya berjalan mendekatiku yang sedang sibuk mengorak-arik isi lemari bajuku.
“Ya! Eonnie, kenapa lemarinya kau kunci?” sergahku ketika melihat Fei mendorong tubuhku ke belakang, menjauhi lemari bajuku lalu segera menutup pintu lemariku dan menguncinya. Astaga, Eonnie-ku satu itu. Berniat membantuku atau apa sih?
“Sini kau,” Tiba-tiba Fei menarik tanganku. “Duduk di sini, jangan banyak bicara.” ucap Fei lagi sembari mendorong pelan tubuhku agar duduk di tepi tempat tidur.
“Eonnie, aku sedang sibuk. Jangan bermain-main. 2 jam lagi Sehun akan menjemputku. Kau tahu, kan ini akan menjadi kencan yang sangat langka. Aku harus tampil secantik mungkin di kencan malam ini.” jelasku pada Fei.
Yeah, malam ini aku akan kencan dengan Sehun. Setelah hampir 2 minggu kami tidak ada bertemu bahkan berbicara, dan akhirnya dia mengajakku kencan malam ini. Jangan tanya bagaimana perasaanku, bahagia? Senang? Gembira? Ah, semuanya tergabung dalam satu kesatuan yang utuh di dalam hatiku. Oke, jangan protes jika pernyataanku satu ini terkesan sangat berlebihan.
“Dengarkan aku, ya adik kecilku yang manis. Kau itu sudah sangat cantik. Mau memakai pakaian apapun, kau itu selalu terlihat cantik. Untuk apa kau bingung memilih baju sampai semua baju dalam lemarimu kau keluarkan seperti ini?!” timpal Fei sembari menunjuk baju-bajuku yang bertebaran di mana-mana.
“Aku ingin tampil beda, Eonnie. Wajar,kan? Lagipula, sudah sangat lama aku tidak mengobrak-abrik lemariku.” ucapku sembari menyengir lebar.
“Baiklah, aku mengerti. Just let me choose it. Kau ingin tampil seperti apa?” tanya Fei kemudian.
“Hmm, aku sudah biasa tampil girly dan cute. Bosan. Bagaimana kalau funky? Rock?” Aku bergumam sembari memilih-milih pakaian seperti apa yang ingin kukenakan.
“YA! Kau gila apa ingin tampil funky? Ini kencan, bukan konser!” komentar Fei dengan tegas.
“Ya! Jangan marah-marah. Aku kan hanya memberi usulan.” ucapku dengan wajah polos. Sepertinya Fei sedang datang bulan, kenapa dari tadi dia marah-marah terus sih?
“Aku tidak marah,” sergah Fei sembari meraih beberapa bajuku yang tergeletak begitu saja di lantai.
“Shh, mengelak.” gumamku sembari menghela nafas panjang.
Drrrttt.. drrrrttt..
Tiba-tiba, ponselku yang kuletakan di atas tempat tidur bergetar. Senyum ceria langsung mengembang di bibirku begitu melihat nama siapa yang tertera di ponselku.
“Annyeong, chagi-ya~” Suara lembut dengan khas yang cadel segera menyapa telingaku begitu ponselku menempel di telingaku. Tentu saja, siapa lagi kalau bukan suara Oh Sehun.
“Bagaimana, sudah siap-siap untuk kencan kita?” tanya Sehun lagi.
Aku tersenyum kecil, “Kalau aku jawab iya dapat hadiah tidak?” godaku dengan suara manja.
Terdengar suara tawa Sehun, “Apa pun jawabannya, aku akan tetap memberikan hadiah.” jawab Sehun lagi.
“Benarkah? Hadiah apa? Jangan bilang hadiah itu.” ucapku sembari menebak hadiah apa yang dimaksudnya. “Itu apa? Hayo, pikiranmu pasti itu.” timpal Sehun dengan suara nakal.
“Itu apa? Memangnya kau mengerti itu apa yang kumaksud?” tanyaku lagi. “Tentu saja, itu itu, kan?” ucap Sehun disertai tawa kecil.
“Sudahlah, aku tahu kau tidak pintar menebak pikiran orang lain. Aku tahu, aku tahu. Jangan mempermalukan dirimu di depanku.” ucapku sembari tertawa kecil.
“Bilang saja tidak ingin ketahuan olehku. Aku tahu itu maksudmu itu, itu yang berunsur yadong, kan?” goda Sehun.
“Enak saja. Kata siapa itu maksudku, itu yadong? Ckckck, pikiranmu itu yang yadong.” sergahku pada Sehun.
Sebenarnya, aku tidak terlalu mengerti apa yang kami bicarakan ini. Tetapi, aku merasa senang berbicara tidak jelas seperti ini. Ya, salah satu hal yang kurindukan adalah berbicara tidak jelas seperti ini. Memang aneh. Tetapi, bukan cinta, kan kalau tidak aneh?
Sehun tertawa lagi, “Baiklah, berhenti berbicara tentang itu. Lebih baik kau dandan yang cantik. Aku akan menunggumu di Namsan Tower, 2 jam lagi. Ne?”
“Ne, chagi-ya. Tenang saja, aku akan tampil sangat cantik. Aku yakin kau akan mati kutu melihatku. Dandan yang tampan juga ya, babe.” ucapku sembari tertawa nakal.
“Baiklah, buatlah aku mati kutu di depanmu. Dandan yang tampan? Hey, aku sudah tampan. Kalau aku dandan lagi nanti jadi tambah tampan. Kan, gawat kalau semakin banyak yang menyukaiku.” ucap Sehun dengan pedenya.
“Uhuk! Uhuk! Uhuk!” ucapku pura-pura batuk.
“Kenapa,?” tanya Sehun sembari tertawa.
“Keselek batubara,.” jawabku asal-asalan. Aku dan Sehun kembali tertawa terbahak-bahak.
“Ya sudah, teleponnya kututup, ya. See you in Namsan Tower, chagi~” ucap Sehun. “Arraseo, see you in Namsan Tower too, ” Aku kembali meletakkan ponselku di atas tempat tidur sembari tersenyum senang.
“Aku iri!” seru Fei tiba-tiba. Aku segera menolehkan kepalaku ke samping, tampak Fei mengerucutkan bibirnya. “Kau dengan Sehun kenapa tampak mesra sekali sih? Aku jadi ingin punya pacar juga, kan.” gerutu Fei dengan wajah kesal.
Aku tertawa melihat tingkah Fei yang tampak seperti anak kecil, “Benarkah? Kalau begitu, cari pacar, Eonnie.”
“Kau kira mencari pacar seperti menghirup oksigen? Kau enak, cantik. Pasti banyak lelaki yang mengantri ingin menjadi pacarmu. Nah, aku?” ucap Fei dengan wajah murung.
“Hey, kau juga cantik, Eonnie. Semua gadis di dunia itu cantik. Kenapa kau jadi berpikir seperti itu?” tanyaku sembari memandang Fei dengan senyum tulus.
Fei hanya menghela nafas panjang.
“Omona, kenapa Eonnie jadi murung seperti ini? Begini saja, Eonnie ingin punya pacar? Akan kucarikan. Ingin siapa? Suho oppa? Luhan oppa? Baekhyun oppa?” tanyaku pada Fei.
Tiba-tiba, Fei tertawa tebahak-bahak, “Tidak. Tidak perlu repot-repot begitu. Aku hanya iri saja. Tidak benar-benar ingin punya pacar. Aku cukup bahagia single seperti ini. Kau ini, niat sekali mencarikan kupacar.”
“Aku serius. Benar tidak ingin? Kalau nanti menyesal aku tidak ingin tanggung jawab.” timpalku.
Fei mengangguk sambil tersenyum, “Pangeranku akan datang sendiri. Untuk apa dicari?”
Aku tersenyum mendengar ucapan Fei, “Terima kasih Ya Tuhan, akhirnya pikiran Fei eonnie dewasa juga.”
“YA! Kau pikir dulu pikiranku seperti anak kecil?!” seru Fei dengan garang. Aku tertawa melihat Fei yang kembali marah-marah.
“Aku hanya bercanda, Eonnie. By the way, jadi tidak memilihkan ku baju? Astaga, sudah hampir 1 jam berlalu! Aku bahkan belum menemukan baju yang cocok.” seruku begitu melihat jam di dinding kamarku telah menunjukan pukul 7 malam.
“Aigo, benar! Sebentar, coba yang ini, yang ini, yang ini, yang ini, dan yang ini dulu.” Fei memberikanku 5 baju pilihannya. Dengan sedikit susah payah, kuraih baju-baju yang diberikannya.
“Ppali, ppali.” perintah Fei. Dengan kecepatan ekstra, segera kukenakan baju-baju pilihan Fei. Baiklah, ayo [YOUR NAME]. Kau harus bisa membuat Oh Sehun mati kutu di hadapanmu.
~~~
Aku menghela nafas panjang sembari memandang orang-orang yang berlalu lalang di hadapanku. Udara malam ini cukup terasa dingin. Aish, kenapa aku lupa membawa mantel tadi? Ini pasti karena aku terburu-buru.
Ya, aku hanya mengenakan dress berwarna putih dengan renda-renda halus di bagian kerahnya. Panjang dress-nya hanya sebatas lutut. Lengan tangannya pun hanya berjarak beberapa senti dari pundakku. Dress simple, sebenarnya kainnya cukup hangat. Namun, kalau aku berdiri setengah jam lagi di sini, aku yakin aku akan mati kedinginan.
Sehun di mana lagi? Kenapa dia belum datang-datang juga?
Yeah, sudah hampir setengah jam aku berdiri di depan Namsan Tower. Namun, dari tadi aku sama sekali tidak melihat batang hidung lelaki itu. Di mana dia? Bukankah dia bilang, dia akan menungguku?
Baiklah, just be patient. Mungkin Sehun sedang di jalan. Mungkin jalan sedang padat. Ya, wajar saja, ini malam minggu. Pasti banyak pasangan yang pergi kencan dan beberapa keluarga yang pergi jalan-jalan.
“Hhhmm,” Aku menghela nafas lagi sembari menggosok-gosok kedua telapak tanganku. Ayolah, Sehun. Cepat datang. Aku mulai kedinginan.
Kuedarkan pandanganku ke seluruh wilayah Namsan Tower, mencoba mengusir kebosanan. Tampak beberapa pasangan sedang asyik bercanda ria. Baiklah, sebaiknya aku tidak perlu mengedarkan pandanganku. Itu hanya akan membuatku semakin merasa kesal dan iri.
Kucoba meraih tas kecilku yang tergantung di pundakku. Lebih baik aku telepon Sehun. Sekedar memastikan di mana dirinya sekarang. Ya, aku cukup khawatir karena dia belum tiba juga di Namsan Tower.
“Ah!” seruku tiba-tiba saat melihat ada 2 panggilan tak terjawab dari Sehun. Aigo,bagaimana bisa aku tidak mendengar ada panggilan masuk? Astaga, aku lupa. Ponselku, kan kugetarkan. Babo!
Dengan segera, kutelepon Sehun kembali. Tidak diangkat. Baiklah, coba telepon sekali lagi. Tidak diangkat juga!
Astaga, Oh Sehun, tolong angkat teleponnya!
Omona, kenapa aku jadi khawatir seperti ini? Ayolah, [YOUR NAME], jangan berpikir yang aneh-aneh dulu.
Segera kutarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan, “Think positive. Just think positive, [YOUR NAME].” Aku mencoba meyakinkan diriku.
Kembali kuedarkan pandanganku ke seluruh wilayah Namsan Tower, berusaha untuk mengusir rasa kegelisahan. Sehun, pasti baik-baik saja. Dia pasti sedang di jalan. Semua akan baik-baik saja. Iya, kan?
“Ah, tidak! Tidak! Oh Sehun, jangan buat aku khawatir.” ucapku sembari menggenggam ponselku dengan erat.
Dengan segera, kuketik pesan di ponselku. Mengirim pesan padanya kurasa akan sedikit mengatasi rasa kegelisahanku. Ya, kuharap.
Chagi, kau di mana?Aku sudah tiba di Namsan Tower.
Please, kalau kau membacanya, cepat balas >.
Baiklah, terkirim. Oke, cukup tunggu balasan dari Oh Sehun.
Menit demi menit entah kenapa terasa begitu lambat bagiku. Kulirik jam tangan yang tergantung di tangan kananku. Sudah jam 10 malam, 2 jam telah berlalu. Ya ampun, perasaanku aku sudah hampir 5 jam berdiri di sini menunggu Sehun yang belum datang-datang juga. Bahkan, pesanku tidak dibalas juga.
Sejenak, aku tidak peduli lagi dengan udara dingin yang menusuk kulitku. Itu tidak penting lagi sekarang. Sekarang, pikiranku hanya dipenuhi dengan Oh Sehun. Ya ampun, kenapa lelaki itu suka sekali memenuhi isi otakku?
Kali ini aku bukan sedang merindukkannya. Aku sedang sangat mengkhawatirkanya.
Baiklah, apa yang harus kulakukan sekarang?
Beberapa pasangan yang tadi memenuhi wilayah Namsan Tower mulai berkurang. Ya, sudah cukup sepi. Namun, masih ada pasangan yang terlihat bercanda dan bermesraan ria. Apa aku pulang saja dan segera pergi ke dorm EXO?
Tetapi, kalau aku pergi ke dorm EXO dan ternyata Sehun malah pergi ke Namsan Tower bagaimana?
Aduh, kenapa berbelit-belit sekali sih?
Baiklah, tunggu 15 menit lagi. Kalau Sehun belum tiba juga. Aku harus segera pergi ke dorm EXO!
Lagi dan lagi, aku merasa 15 menit terasa seperti 1 jam. Kenapa waktu berjalan lambat sekali? Ya Tuhan, sepertinya aku bukan tipe manusia penyabar.
Tanpa melirik jam tangan dan berpikir dua kali lagi, aku bergegas berjalan meninggalkan Namsan Tower. Aku tidak tahan menunggu lebih lama lagi. Bahkan jika hanya 5 menit lagi. Sehun, kau berhutang janji padaku. Kenapa sih, kau selalu saja seperti ini?
“[YOUR NAME]!!”
Tiba-tiba suara seseorang memanggil namaku. Astaga, aku kenal sekali suara ini. Segera kumiringkan kepalaku ke samping, sumber dari suara itu.
“Sehun,” gumamku dengan wajah terkejut. Namun, jauh dalam hatiku aku cukup lega melihat orang yang sejak tadi kukhawatirkan telah berdiri dengan jarak yang tidak terlalu jauh dengan posisiku berdiri.
“Astaga, kenapa kau masih di sini?!” bentak Sehun sembari berlari-lari kecil mendekatiku. Aku hanya bisa terdiam melihat Sehun berlari menghampiriku. Dia bisa berlari? Dia baik-baik saja?
“YA! Seharusnya kau pulang saja. Kenapa kau masih menungguku? Kau ini, kenapa suka sekali membuat orang khawatir?” ucap Sehun sembari memandangku dengan wajah kesal. Namun, dapat kulihat kekhawatiran dari tatapan matanya.
“Aku.. tidak ingin menjadi orang ingkar janji sepertimu.” jawabku dengan suara pelan.
“Aku tidak ingin menjadi orang sepertimu. Yang suka berjanji, namun selalu tidak ditepati. Selalu membuat orang khawatir. Selalu menyusahkan orang lain.”
“Chagi,” gumam Sehun.
“Tidak terlalu masalah untukku menunggumu berjam-jam, aku sudah biasa menunggumu berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Tetapi, bisa tidak jangan buat aku mengkhawatirkanmu? Bisa tidak jangan menyusahkanku? Bisa ti-“
Tiba-tiba, Sehun menarik tanganku, membuatku tidak bisa melanjutkan kalimatku lagi. Kurasakan tubuhku menghangat. Seketika, udara dingin yang tadinya begitu menusuk kulitku berubah menjadi sebuah kehangatan yang nyaman. Sehun memelukku dengan begitu erat.
“Mianhae. Jeongmal mianhae.” ucap Sehun padaku.
“Kenapa kau begitu menyebalkan, Oh Sehun?” ucapku lagi. Kurasakan cairan bening mulai membasahi pelupuk mataku. Ya Tuhan, kenapa aku harus menangis seperti ini?
“Maaf. Maafkan aku, [YOUR NAME]”
Aku hanya bisa membiarkan air mataku jatuh membasahi pipiku. Aku tidak tahu, dengan menangis seperti ini membuat rasa kegelisahannku jauh lebih berkurang. Ini sangat melegakan. Namun, cukup memalukan untukku. Aku bukan tipe gadis yang mudah menangis di hadapan seorang lelaki.
“Maaf, aku membasahi kemejamu.” ucapku pada Sehun setelah perasaanku mulai membaik.
“Itu lebih baik daripada melihatmu membasahi kemeja lelaki lain dengan air matamu.” jawab Sehun.
Aku mendesah pelan mendengar ucapannya, “Bisakah kita melepaskan pelukan ini?” tanyaku.
“Tidak. Aku akan terus memelukmu sampai tiba di rumah.” cetus Sehun. Aku melongo mendengar ucapan konyolnya.
“Siapa suruh kau mengenakan baju seperti ini,” jawab Sehun. “Aku lupa membawa mantel. Gara-gara terburu-buru tadi.” belaku.
“Perlu kutekankan, semua masalah ini gara-gara kau Oh Sehun.” sergahku kemudian.
Sehun menghela napas panjang, “Ne, aku tahu.”
“Baiklah, sekarang jelaskan semuanya.”
“Suho hyung, masuk rumah sakit.” ucap Sehun, akhirnya.
“Mwo?” Aku terkejut begitu mendengar ucapannya.
“Ne, sebenarnya aku sudah siap-siap ingin berangkat jam 7 tadi. Namun, saat aku ingin keluar dorm, aku melihat Suho hyung tergeletak begitu saja di depan pintu kamarnya. Dia.. pingsan. Ya, di dorm memang hanya ada aku dan Suho hyung. Yang lain pergi ke mengunjungi dorm Super Junior. Dan.. ya, kau tahu. Aku tentu saja langsung membawa Suho hyung ke rumah sakit.”
“Lalu? Keadaan Suho oppa sekarang bagaimana?” tanyaku sembari melepaskan pelukan Sehun, lalu menatap matanya yang tampak murung.
“Dia di rumah sakit. Kelelahan. Tidak usah khawatir, ada Sooman hyung dan member EXO yang lain yang menjaganya di rumah sakit.” jawab Sehun.
“Semoga Suho oppa cepat sembuh.” doaku dengan tulus. Sehun mengagguk, “Pasti,”
“Mianhae, aku.. telah bersikap seperti itu padamu.” ucapku pada Sehun. Ya, tentu saja aku merasa bersalah dan menyesal karena telah memarahinya tadi.
“Gwaenchana. Salahku juga karena tidak membalas pesanmu.” ucap Sehun sembari tersenyum kecil. “Tetapi, salahku juga tidak mengangkat teleponmu.” timpalku.
“Tidak, ini semua salahku.” sergah Sehun. “Tidak, ini-“
“Intinya kita sama-sama salah. Benar, kan? Sudah, jangan memperpanjang sesuatu yang tidak perlu dipanjangkan.” ucap Sehun sembari menjejalkan tangannya ke saku celananya.
Aku mengangguk, “Yah..” desahku tiba-tiba.
“Wae-yo?” tanya Sehun.
“Kencan kita.. gagal.” jawabku dengan suara lemas.
“Ne, padahal besok aku mulai sibuk lagi.” jawab Sehun.
“MWO?!” seruku dengan suara garang.
Sehun tertawa terbahak-bahak melihat tingkahku.
“Kenapa tertawa? Tidak lucu!” seruku dengan wajah kesal.
“Kenapa kau lucu sekali sih?” tanya Sehun sembari mencubit pipiku dengan gemas. Segera kutepis tanganya yang mencubit pipiku, “Jangan cubit-cubit!” cetusku.
Aku membenarkan posisi poniku yang berantakan, lalu mengalihkan pandanganku dari Sehun yang tampak tersenyum penuh kemenangan. Aku segera berjalan menjauh darinya sembari memandangi langit malam yang dipenuhi bintang.
“Jadi ngambek nih ceritanya?” tanya Sehun sembari berjalan mendekatiku.
“Menurut Anda?” tanyaku balik.
“Menurutku itu.” jawab Sehun yang telah berdiri di sampingku.
“Itu apa?” tanyaku.
“Itu itu.”
Aku tersenyum kecil mendengar ucapannya. Entahlah, kenapa mood-ku cepat sekali membaik jika bersama Oh Sehun? Astaga, ini agak sedikit mengkhawatirkan.
“Tidak ingin menagih hadiah itu yang tadi kukatakan di telepon?” tanya Sehun dengan suara nakal.
“Memangnya ada hadiah itu?” tanyaku lagi.
“Kalau kubilang ada kau harus mau terima hadiah itu.” ucap Sehun yang berusaha berjalan menyamai langkahku yang agak cepat.
“Baiklah.” jawabku dengan sedikit ragu.
“Kalau begitu, berhenti berjalan,” Sehun tiba-tiba menahan tanganku hingga membuatku menghentikan langkahku. “Di.. mana hadiah itu?” tanyaku dengan suara agak ragu sembari menatap matanya.
Sehun hanya tersenyum sembari membalikkan tubuhku agar sejajar dengan tubuhnya. Ya, kini tubuh kami berdua berdiri saling berhadapan. Dan.. kau tahu, jarak wajah kami berdua hanya berkisar 10 centimeter. Astaga, sepertinya aku dapat menebak apa hadiah itu.
“Jangan tutup matamu, aku tidak memintamu menutup mata.” ucap Sehun tiba-tiba. “Aku tidak menutup mata.” jawabku jujur. Sebenarnya, yang berpikiran agak yadong dia atau aku sih?
“Sudah siap ingin melihat hadiah itu?” tanya Sehun kemudian. Aku mengangguk pelan.
Sehun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, “Semoga ini tidak terkesan kekanak-kanakan.” gumam Sehun. Aku menyerengitkan kening mendengar gumamannya.
“Ada kotoran di rambutmu,” ucap Sehun lagi tiba-tiba.
Belum sempat aku menyentuh rambutku, tiba-tiba tangan Sehun lebih dahulu menyentuh rambutku. Dan.. tiba-tiba, sebuah kalung berwarna bening dengan bandul hati kecil bergantung ringan di hadapanku.
“Oke, aku tahu ini sangat murahan dan terlalu kekanak-kanakan. Dan.. tolong, jangan tertawa.” ucap Sehun sembari memalingkan wajahnya ke arah lain. Sedangkan di jari tangan kanannya, masih tergantung kalung berwarna bening yang kukatakan tadi.
Sebuah senyum tulus segera terukir di bibirku begitu melihat tingkah Sehun. “Ne, trikmu agak murahan dan kekanak-kanakan, Oh Sehun.” jawabku berusaha menahan tawa.
“Ck, ini hanya karena suasananya yang kurang mendukung. Ini hadiah dadakan. Asal kau tahu, hadiah yang sebenarnya jauh lebih romantis dari pada ini. Dan aku yakin kau pasti akan menangis tersedu-sedu karena terlalu terharu dengan hadiah yang kuberikan.” bela Sehun.
Aku hanya mengangguk sembari tersenyum kecil, “Baiklah, baiklah. Tetapi, aku suka dengan hadiah ini. Meski kekanak-kanakan dan murahan, aku tahu kau telah berusaha dengan keras mempersiapkannya.”
Sehun segera tersenyum mendengar ucapanku, “Let me put on this necklace for you, baby.”
“Sure,” jawabku. Aku segera meraih rambutku yang panjang, lalu membiarkan Sehun memasangkan kalung itu di leherku.
Aku tersenyum sembari menyentuh bandul kalung itu, “Gomawo, yoebo-ya.”
Sehun hanya tersenyum lalu mendekap tubuhku kembali ke pelukannya,
“You know baby, eventhough I’m busy with my life, eventhough I don’t tell you how miss and miss I’m with you, eventhough I don’t tell you how feel I’m, what happens with me. It’s doesn’t matter anything, I’ll be okay just if you always be my side. So, don’t think to leave me alone, cause only you the reason of my life.”
Aku hanya bisa tersenyum bahagia mendengar ucapan Sehun. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan untuk menjawab ucapannya. Terlalu menyentuh dan membuat kukehilangan otak untuk berpikir.
“Just Saranghae, one special word that I can say to you, baby.”
“And.. just Nado Saranghae, the simple words that I can say to you.”
Kurasakan Sehun mengeratkan pelukannya. Meskipun kencan kami gagal, kupikir ini jauh lebih membahagiakan dari pada kencan hanya sekedar jalan-jalan dan dinner.
Ya, kau tahu, aku tidak bisa berhenti tersenyum hingga detik ini. Segera kubalas pelukan Sehun dengan lebih erat. Kuharap, aku bisa selalu memeluk pemilik tubuh bernama Oh Sehun ini.