home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Because I Love You

Because I Love You

Share:
Author : shytUrtle23
Published : 30 May 2014, Updated : 30 May 2014
Cast : Choi Minho (Minho SHINee0, Kim Taerin (reader), Kim Jaejoong (Jaejoong JYJ), Lee Youngie (Reader)
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |612 Views |0 Loves
Because I Love You
CHAPTER 1 : Because I Love You

¤ Because I Love You ¤

 

 

. genre: oneshoot/romance

. author: shytUrtle

. main cast: Minho SHINee - Kim Taerin

 

"...bintang jatuh,kabulkanlah permohonanku. Tuhan, tunjukkan jalan yang terbaik untukku agar tidak ada lagi air mata. Langit malam, jangan pernah berpaling dan tetap temani aku. Kegelapan. aku sangat takut padamu, akankah kau memelukku dan menjadi akhir dari semua perjalanan ini? Biarkanlah senyuman itu tetap terkembang di wajah mereka..."

 

 

Musik B1A4-Only One mengalun memenuhi kedua telinganya. Ia yang masih mendongak menatap langit malam dan pikirannya kembali mengembara. "Taerin!" samar terdengar suara seorang wanita memanggil namanya. "Taerin!!" kali ini suara itu semakin jelas hingga Taerin tersadar dari lamunan dan menoleh kebawah.

Taerin -Kim Taerin- tersenyum. "Onni..." ucapnya seraya melepas headset dari kedua telinganya.

Wanita itu tersenyum. "Lekas turun!" perintah Youngie -Lee Youngie- sang kakak ipar.

Taerin bergegas menuruni tembok setinggi 2 meter itu. "Onni tahu aku di sini?" bisik Taerin saat sudah sampai di hadapan Youngie.

"Tidak ada rotan akar pun jadi, tidak bisa memanjat atap memanjat tembok pun tak apa bagimu," Youngie menggelengkan kepala.

"Onni~ jangan mengadu pada Oppa ya, plis..." Taerin memasang wajah mengiba.

***

 

Kemarin Kim Jaejoong memboyong keluarga kecilnya pindah ke pinggiran Kota Daegu. Jaejoong seorang yang Guru Sastra itu dipindahkan untuk mengajar di Dong Hwa Highschool. Otomatis Jaejoong memboyong keluarga kecilnya untuk ikut serta. Lumayan. Jaejoong mendapat fasilitas rumah dinas. Setidaknya ini bisa menghemat biaya karena ia tak perlu mengeluarkan ongkos dan biaya sewa rumah.

"Oppa!" panggil Taerin pada Jaejoong disela makan malam.

"Em??" Jaejoong menatap lembut Taerin.

"Kapan kauberi aku keponakan yang lucu?" celetuk Taerin ringan membuat Jaejoong dan Youngie kompak menghentikan gerak mulut mereka yang masih mengunyah makanan. Jaejoong dan Youngie saling melempar pandangan lalu menatap Taerin. "Sudah setahun tapi tidak ada tanda-tanda Onni hamil," tambah Taerin.

"Kau tahu sendiri bagaimana Onnimu itu, kan!" Jaejoong melirik Youngie. "Dia takut untuk memiliki seorang bayi."

"Itu bukan alasan saja kan, Onni?" Taerin turut menatap Youngie. "Aku rasa tidak masuk akal jika seorang dokter takut hamil."

"Eh, sindrom baby blue bisa melanda siapa saja." Jaejoong membela istri tercintanya. "Dia takut jika cintaku terbagi nantinya jika kami memiliki bayi," Jaejoong menatap mesra Youngie yang segera tersipu malu mendengarnya.

Taerin tersenyum melihat keduanya. "Jangan mengulur waktu lagi."

"Kami tidak mengulur waktu. Sabar ya. Aku akan benar-benar mempersiapkan diriku untuk menjadi seorang ibu," Youngie menyanggupi.

"Kami tidak jadi tinggal terpisah, jadi akan banyak waktu untuk bersama," sambung Jaejoong.

"Ok! Aku menunggu kabar bahagia itu," jawab Taerin seraya menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

***

 

"Sudah larut,istirahatlah..." Youngie mengelus mesra pundak Jaejoong.

"Taerin… apa dia akan baik-baik saja di sini?" Jaejoong seraya meraih kedua tangan Youngie.

Youngie mendekap Jaejoong. "Aku akan menjaganya. Taerin pasti akan baik-baik saja." Youngie meyakinkan Jaejoong, suaminya.

"Emm," Jaejoong mengangguk. "Aku percaya padamu."

***

 

"Senior Ok!" seru Youngie seraya berjalan menghampiri Taecyeon. "Annyeong hasimnikk," Youngie membungkukkan badan.

Taecyeon -Ok Taecyeon- tersenyum lebar. "Lee Youngie... kau sama sekali tidak berubah! Bagaimana bisa kau awet muda seperti ini?" pujinya membuat Youngie tersipu. "Mana Jaejoong? Dia tidak mengantarmu?"

"Ini masih jam sekolah."

"Oh iya hehehe maaf, aku lupa," lalu menatap gadis yang berdiri di samping Youngi. "Eh?? Ini...Taerin??" tanya Taecyeon sembari menuding gadis yang berdiri di samping Youngie.

"Iya. Ini Taerin," Youngie memegang pundak Taerin.

"Annyeong hasimnikka," Taerin membungkuk memberi salam.

"Wah... dia semakin cantik saja. Oya, ayo ke ruanganku! Ada beberapa hal yang harus kita bicarakan," ajak Taecyeon.

"Onni... boleh aku menunggu di sini?" pinta Taerin.

"Kau yakin??".

Taerin mengangguk mantab.

"Baiklah, Aku tidak akan lama," Youngie segera menyusul langkah Taecyeon.

 

Rumah sakit bukanlah hal baru dalam hidup Taerin. Taerin masih berdiri di tempatnya lalu mengedarkan pandangannya pada seluruh sudut ruang yang terhampar di hadapannya. Rumah sakit ini memang sangat sederhana jauh berbeda dari tempat kerja Youngie sebelumnya di Seoul. Taerin mulai melangkahkan kakinya menyurusi rumah sakit. Youngie, dia adalah dokter yang menangani Taerin sejak gadis remaja itu diketahui menderita kelainan pada ginjalnya. Taerin sangat mengagumi sosok Youngie dan ia makin bahagia ketika Youngie menjalin cinta dengan Jaejoong yang tak lain adalah kakak tiri Taerin. Sejenak Taerin merasa bahagia karena salah satu impiannya terkabul yaitu Jaejoong mendapatkan pendamping yang mencintai dan mampu menjaganya. Akan tetapi ketika pernikahan itu terjadi Taerin merasa hampa dan menjadi beban bagi keduanya. Harusnya Jaejoong-Youngie menikmati masa indah kebersamaan mereka tapi itu tidak terjadi karena Taerin. Bukan tapi penyakit yang diderita Taerin. Keadaan ini terkadang membuat Taerin menyesali keberadaanya dan tak jarang ia menyalahkan dirinya sendiri dan protes kepada Tuhan atas takdir hidupnya. Taerin berhenti dan menatap taman sederhana yang tertata rapi di area rumah sakit. Masih terus memikirkan tentang dirinya, Jaejoong dan Youngie.

"Haish! Pura-pura sakit hanya agar aku menyerah?!" suara pemuda itu menyita perhatian Taerin. Taerin menoleh ke samping kanan dan mendapati seorang pemuda sedang berdiri di depan sebuah pintu ruang rawat inap kelas I. Pemuda itu tampak kesal dan kembali mengenakan jaket kulit warna hitamnya "Kenapa tidak sekalian pura-pura mati saja! Aish!" tambah pemuda itu masìh membenahi jaketnya kemudian menoleh ke arah Taerin. Taerin kelincutan namun ia terlanjur tertangkap mata sedang menatap lurus ke arah pemuda itu. Pemuda itu kembali menatap ke arah ruang rawat inap kemudian berjalan pergi.

"Huft..." Taerin menghela napas panjang seraya meletakkan telapak tangan kanannya di dada. Ia takut jika tiba-tiba pemuda yang hanya berjarak 5 langkah kaki darinya itu menghampirinya dan marah karena Taerin menatapnya.

***

Makan malam bersama keluarga Choi Siwon selaku Kepala Sekolah Dong Hwa Highschool berjalan lancar. Taerin sepenuhnya diam saat mengikuti prosesi itu. Masih ada waktu setengah jam sebelum jam tidur, Taerin kembali memanjat tembok agar bisa menatap bintang lebih jelas dari ketinggian itu.

"Aaa...!!!" Taerin menjerit ketika bersamaan ia sampai di puncak tembok karena ada seorang pemuda yang juga memanjat tembok itu. Taerin kaget dan kehilangan keseimbangan sampai hampir terjatuh. Untung pemuda yang juga memanjat tembok yang samadengan Taerin sigap meraih tangan Taerin hingga gadis itu tidak terjatuh.

"Siapa orang ini? Kenapa ia memanjat tembok sekolah? Apa dia pencuri? Lalu kenapa ia malah sibuk dengan laptopnya? Tunggu!" gumam Taerin dalam hati lalu menamatkan pengamatannya. "Eh? Bukankah dia pemuda di rumah sakit waktu itu? dan..."

"Lakukan saja apa yang ingin kau lakukan," celetuk pemuda itu. Taerin menjadi kaku dan mengalìhkan pandangannya. "Kenapa menatapku terus?" sambung pemuda itu menghentikan aktifitasnya menatap layar laptop dan mengelus keybord kini benar menatap Taerin. "Kau orang baru, tidak usah heran. Aku sudah sering melakukan ini sebelumnya. Kau ingin tahu kenapa? Wifi. Aku butuh itu dan SMA ini yang terbaik jadi lakukan saja apa yang ingin kau lakukan. Kita berbagi atau anggap saja Aku tidak ada."

Taerin tidak bisa bertahan seperti ini dan memilih pergi tanpa mengucap sepatah kata pun. Taerin terlihat kesal dan berjalan pulang.

 

"Op...pa..." Taerin kaget mendapati Jaejoong sudah menunggunya.

Jaejoong melihat jam tangannya lalu tersenyum pada Taerin. "Tumben hanya sebentar? Apa sudah bosan?"

Taerin tersenyum lega karena Jaejoong tidak marah. Biasanya Jaejoong akan mengomel panjang lebar pada Taerin. Bukan marah tapi ia khawatir pada Taerin. Taerin yang lemah karena hanya hidup dengan satu ginjal.

***

            Youngie mulai aktif bekerja dan  itu artinya Taerin akan lebih sering berada sendirian di rumah. Taerin membuka jendela kamarnya lebar membiarkan angin masuk. Ia pun duduk di depan kanvas dan bersiap melukis. Seperti biasa Taerin memejamkan mata sejenak untuk melihat objek apa yang muncul dalam imajinasinya. Taerin tersentak, "Kenapa dia??" tanya di benaknya. Taerin menghela nafas lalu kembali memejamkan mata. Ia kembali tersentak ketika wajah pemuda itu kembali muncul dalam imajinasinya. Taerin menggelengkan kepalanya lalu menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya pelan lalu kembali memejamkan matanya. Apa ini? Lagi-lagi wajah pemuda itu yang muncul. Taerin menghela nafas panjang lalu mulai memegang kuas dan menuntunnya menari di atas kanvas.

Malam kembali datang dan Taerin menatap pemandangan malam dari jendela kamarnya. Musim gugur sudah tiba, sebentar lagi musim dingin tidak akan ada banyak waktu untuk bermain di luar sana. Taerin menoleh menatap lukisannya pagi tadi. Taerin mendekati lukisan itu dan menyentuh wajah pemuda dalam lukisan itu dan tersenyum kecil.

***

            Malam ini Jaejoong pergi menjemput Youngie dan ia sudah memastikan jika akan terlambat pulang. Taerin bosan dan keluar membawa peralatan lukisnya. Taerin kembali memanjat tembok lalu duduk menatap langit.

"Eh? Kau kembali?" pemuda itu baru sampai di puncak tembok. Taerin hanya diam memeluk kanvas memperhatikan pemuda yang kini duduk jarak satu lengan darinya. Pemuda itu tersenyum manis. "Aku Choi Minho," pemuda itu memperkenalkan diri dan mengulurkan tangan kanannya.

Taerin kaget, ekspresi itu sangat jelas terlihat. Ia ragu namun di dasar hatinya terus berbisik, 'Ayo jabat tangannya dan katakan Taerin. Aku Kim Taerin'. "Taerin. Kim Taerin," Taerin menjabat tangan Minho menuruti kata hatinya.

Minho tersenyum. "Senang berkenalan denganmu," Minho mengayun tangan Taerin. "Kau adik dari Guru baru itu kan? Guru Sastra yang punya istri Dokter," tanya Minho langsung tanpa basa-basi.

Taerin menatap heran Minho seolah bertanya, 'Kau tahu??'

Lagi-lagi Minho tersenyum. "Aku tahu segalanya tentang sekolah ini," cetusnya dengan yakin.

"Aku pernah melihat fotomu di rumah Kepala Sekolah," Taerin kembali bersuara.

"Iya. Choi Siwon Si Kepala Sekolah itu kakakku," aku Minho enteng. "Oya maaf soal malam itu.”

"Nee??"

"Malam itu aku mengejutkanmu hingga kau hampir jatuh lalu, kau diam dan pergi begitu saja setelah itu tidak kembali lagi kemari. Apa kau marah?"

"Marah?? Apa hakku untuk marah? Tidak. Aku tidak marah. Kita impas."

"Impas??"

"Emm! Kau mengejutkan aku tapi kau juga menyelamatkan aku. Jika kau tidak sigap meraìh tanganku pasti aku sudah terjatuh dan tamat malam itu juga."

"Ah~ kau itu bisa saja," Minho menggaruk kepalanya. "Kalau begitu kita berteman dan berbagi tempat ini. Apa kau mau? Emm?" Minho kembali mengulurkan tangannya.

Taerin menatap Minho dan terlihat ragu. Minho tetap mengulurkan tangan dan menunjukkan senyum terbaiknya. "Ok" Taerin kembali menjabat tangan Minho.

"Ok! Mulai malam ini kita berteman dan berbagi tembok Horin."

"Tembok Horin??"

"Iya. Minho-Taerin jadi HoRin bagus tidak? Seperti nama couple artis bukan? Kau tahu WGM? We Got Married selalu ada nama couple kan...ah~ aku hanya tahu Khuntoria," Minho sembari menggaruk kepalanya.

Taerin tersenyum kecil melihat tingkah Minho. "Iya bagus," komentarnya kemudian.

"Syukurlah kalau kau juga suka.”

Taerin tersenyum.

"Oh!" Minho memasang ekspresi kaget.

"Kenapa??" Taerin bingung.

"Kedua matamu! Indah sekali ketika kau tersenyum seperti itu."

"Dasar!"

***

 

 

* After School-With You *

Sejak malam itu Taerin dan Minho berbagi tembok 'Horin'. Pribadi Minho yang humoris, periang dan mudah mencari bahan obrolan membuat Taerin nyaman berada dekat denganya. Taerin seolah menemukan kembali teman dan kehidupan yang seolah hilang sejenak darinya. Bahagia, apakah ini yang dinamakan kebahagiaan?

"Aku tahu kau gadis yang cerdas, terlihat dari pembawaan dan cara pandangmu tapi kenapa kau memilih tidak kuliah?" tanya Minho pada Taerin yang duduk didekatnya.

"Belakangan kau seolah jadi wartawan saja. Apa untungnya menguak tentangku?" jawab Taerin tanpa mengalihkan pandangannya dari kanvas.

"Menurutku kau itu aneh. Aku jadi penasaran," jawab Minho jujur.

"Kata Onni tidak perlu kuliah untuk menjadi seniman. Seniman tidak butuh ijazah tapi karya."

"Kau dulu sekolah melukis?" pertanyaan bodoh itu malah keluar dengan mulusnya dari bibir Minho.

Taerin tersenyum, bukan lebih tepat menertawakan Minho dengan senyumnya. "Anee, “jawabnya singkat.

"Oh... jadi kau memang pandai melukis, bakat sejak lahir...?" Minho benar terlihat bodoh malam ini. "Tidak ingin ikut pameran atau apalah... untuk lukisan-lukisanmu...??"

"Pernah. Saat di Seoul. Ada apa?" Taerin menghentikan membuat sketsa lukisan dan menatap Minho.

"Ada-apa??" Minho kelincutan.

"Dari tadi kau seolah berputar-putar saja. Apa ada yang ingin kau sampaikan?"

"Umm...iya. Itu... besok malam tepat 21 hari kita berteman. Aku ingin kita merayakannya”

"Iya kah? Mau buat apa?"

"Besok jam 7 malam Aku akan menjemputmu, bisa kan?"

"Ok!" Taerin manggut-manggut.

"Ok" Minho ikut manggut-manggut merasa lega bisa menyampaikan maksud hatinya.

***

 

            Tatapan Youngie meredup seraya meletakkan kertas di tangannya. Matanya memanas berusaha keras menahan air matanya.

"Kau sudah menjelaskannya pada Jaejoong?" tanya Taecyeon.

"Iya. Jauh-jauh hari ketika ia setuju mengangkat ginjal kanan Taerin. Sampai sekarang kami belum menemukan ginjal yang cocok untuk Taerin. Aku tidak sanggup menjelaskan hal ini pada Jaejoong," air mata Youngie meleleh dan ia menutup muka dengan kedua tangannya.

Taecyeon hanya terdiam hanya bisa menatap Youngie lalu menepuk pelan pundak Youngie yang bergoyang karena tangisannya.

***

            Minho kembali mengoreksi penampilannya di depan cermin. Usai merasa yakin penampilannya telah sempurna, ia pun melangkah pergi meninggalkan kamarnya.

Taerin sudah rapi mengenakan baju hangatnya menunggu Minho di depan gerbang. Tak lama kemudian Minho datang dengan mengendarai motor besarnya. Motor Minho melaju menembus lalu lintas membawa serta Taerin dalam boncengannya.

 

* After School - With You *

Taerin duduk di atas motor Minho yang sudah terparkir rapi di tepi jalan. Minho terus menatap Taerin dan tanpa ia sadari ia tersenyum sendiri melihat ekspresi wajah Taerin yang berbinar terlihat amat senang malam itu.

"Jangan menatapku seperti itu," ucap Taerin seraya menoleh menatap Minho. "Itu membuatku tidak nyaman."

"Maaf..." Minho salah tingkah. "Eng... aku... aku senang melihat ekspresimu malam ini."

"Tapi kau menatapku seolah kau tidak akan melihatku lagi," protes Taerin.

"Maaf... bukan begitu maksudku..."

Taerin terkikik melihat ekspresi Minho. "Sudahlah, Aku hanya bercanda. Maaf ya..."

"Waktu itu kau bilang kau ingin berada lebih tinggi dari bintang, Aku tidak tahu apa maksudnya, hanya ini yang bisa aku berikan di hari ke 21 perayaan tembok Horin. Aku rasa ini sama saja. Kau lihat itu!" Minho menunjuk gemerlap lampu kota Daegu yang tersaji luas di bawah keduanya. "Sama gemerlapnya dengan bintang bukan? Tapi itu menurutku saja. Maaf kalau kau tidak suka."

"Suka! Sangat suka! Terima kasih."

Minho tersenyum lega seraya menganggukkan kepala. "Taerin, apa kau masih sendiri?”

"Nee??" Taerin kembali menoleh menatap Minho dengan ekspresi tidak paham.

"Maksudku..." Minho mengacak rambutnya.

"Tidak. Aku tidak sendiri," sahut Taerin cepat. "Aku tidak sendiri sekarang. Ada kau tapi maafkan aku..." Taerin melanjutkannya dalam hati.

"Oh..." Minho mengangguk seolah benar paham maksud Taerin dan terlihat guratan kekecewaan di wajah Minho.

***

            Setelah malam itu, Minho tak lagi datang mengunjungi tembok Horin. Ia merasa kecewa dan kesal. Minho terus merutuki kebodohannya. Bagaimana bisa hanya dalam waktu 21 malam ia merasa yakin jika ia jatuh hati pada Taerin? Minho terus memaki dirinya sendiri dan kebodohannya.

"Kebodohan? Jatuh cinta bukanlah kebodohan! Itu bisa saja terjadi dalam waktu 21 detik saja bisa apalagi 21 malam!" gumamnya sendiri. "Tapi... tapi Taerin tidak sendiri lagi. Aku lah yang bodoh..." Minho memukul pelan kepalanya. Lalu kedua mata Minho menangkap bingkisan pemberian Taerin yang ia letakan begitu saja di lantai dan bersandar pada dinding.

"Maaf..." Taerin mengulurkan bingkisan yang terbungkus rapi dalam balutan kertas berwarna coklat malam itu sebelum berpisah dengan Minho usai merayakan 21 hari tembok Horin. "Hanya ini yang bisa aku berikan di hari ke 21 tembok Horin."

Minho terbelalak mengingat kejadian malam itu sebelum ia pamit pergi. Seolah tersengat listrik Minho segera bangkit dari duduknya dan secepat kilat meraih bingkisan pemberian Taerin. Melihat ukuran bingkisan itu sepertinya sebuah lukisan. Minho penasaran dan bergegas membuka bingkisan itu. Ia tersenyum tipis mendapati wajahnya sendiri dalam lukisan itu lalu meraih amplop merah yang terjatuh seiring dengan tanggalnya kertas pembungkus lukisan itu. Minho menepis keraguannya dan membuka amplop itu. Secarik kertas di tangan Minho, sedikit gemetar ketika ia membukanya.

 

Tembok Horin

 

- Stars by Kang Minhyuk-

 

...apa kau tahu lagu itu? Tahu kah kau selera musikmu amat buruk hehehe. Ini aku, Taerin. Aku tidak pandai menuangkan perasaanku dalam kata-kata, apalagi untuk menggambarkan bagaimana perasaanku selama 21 hari ini. Aku sangat bahagia dan ingin aku katakan ''You're My star'' tapi mulutku seolah terkunci rapat. Bintang tidak boleh jatuh ke bumi, karena jika itu terjadi bumi akan hancur. Kehidupan memang terkadang tidak adil tapi setelah ini aku akan terus tersenyum karena kau telah membawa cahaya indah dalam sisa hidupku. Oya, aku ingin mengingatkanmu jika pertemuan pertama kita bukanlah di tembok Horin tapi di rumah sakit. Aku tidak yakin apa kau mengingatnya tapi aku masih mengingat semua dengan jelas. Lukisan ini aku buat usai pertemuan kedua kita yaitu di tembok Horin. Kenapa wajahmu muncul dalam imajinasiku hingga berulang kali? Entahlah... Aku melukisnya, sangat mirip kan? Jujur aku merasa senang bisa mengenal seorang 'Choi Minho'. Kau membawa cerita indah di sisa umurku. Aku janji akan membawa kenangan itu sampai saat aku berada di tempat yang lebih tinggi dari pada bintang... dalam pelukan Tuhan...

Senang bisa berkenalan denganmu...

Annyeong...

-Taerin-

 

 

 

 

Minho terduduk lemas dan membiarkan kertas di tangannya jatuh terkulai. "Tidak! Taerin! Taerin!" Minho beranjak dan menyambar helmnya. Ia bergegas menuju rumah dinas tempat Jaejoong tinggal. Satpam yang berjaga heran melihat Minho datang tergesa-gesa kemudian menggedor pintu rumah dinas Jaejoong sambil meneriakan nama Taerin.

"Minho!" seru Siwon yang baru saja sampai usai satpam menyusulnya.

"Hyung..." Minho menatap Siwon dengan tatapan panik.

"Ada apa?? Kenapa kau menggedor pintu rumah orang segencar itu?"

"Aku... aku ingin bertemu Taerin. Kim Taerin..."

"Adik Jaejoong?? Mereka kembali ke Seoul dua hari yang lalu."

***

* Yonghwa - Because I Miss You *

            Minho menangis memeluk lututnya. Di dalam kamarnya.

 

"Dua hari yang lalu gadis itu tiba-tiba pingsan. Gadis yang malang. Baru aku tahu jika gadis itu menderita kelainan ginjal. Kim Taerin. Gadis semuda itu harus menderita karena penyakitnya. Aku sempat ngobrol dengannya. Taerin tanpa henti terus menceritakan tentangmu dan terus memujimu. Sampai hari ini Jaejoong belum memberi kabar tentang Taerin. Lebih baik kita berdoa untuk yang terbaik.” penjelasan Siwon kembali terniang di telinga Minho.

Air mata Minho tumpah. Ia menyesali semua. Kenapa ia terlambat mengetahui semua ini? Kenapa ia terlambat mengetahui jika Taerin menderita gagal ginjal? Kenapa ia terlambat mengetahui jika Taerin hanya hidup dengan satu ginjal dan terus melakukan cuci darah agar bisa bertahan hidup? Minho merasa bodoh telah mengabaikan gadis yang ia cintai. Menyesal dan sangat takut hingga tak tahu harus berbuat apa.

***

            Jaejoong duduk dan terdiam di dalam kapel rumah sakit. Ia terus memanjatkan doa di tengah penyesalannya. Jaejoong merasa bodoh dan terus menyalahkan dirinya sendiri.

"Kenapa harus Taerin? Tuhan... dia masih terlalu muda. Aku mohon jangan rampas dia dariku Tuhan. Aku belum sempat membahagiakannya. Aku belum sempat..." Jaejoong menangis tersedu.

Youngie yang berdiri di tengah pintu kapel yang terbuka ikut menitikan air mata melihat Jaejoong. Ia tak berani mendekat dan memilih tetap berada di jarak ini. Youngie menunduk mengusap air matanya dan berbalik. Ia tersentak kaget mendapati seorang pemuda tengah berdiri di belakangnya dan menatapnya haru.

"Nun...Nuna...Taerin...dimana Taerin?" suara Minho bergetar ketika berbicara pada Youngie.

***

            * 3 bulan kemudian *

"Yeobo!!!" Jaejoong berlari girang menuju dapur. "Yoebo!!! Ap.. apa ini?" Jaejoong menunjukkan alat tes kehamilan di tangannya.

Youngie tersenyum. "Kau akan menjadi seorang ayah..."

"Ay...Ayah??" Jaejoong seolah tak percaya mendengarnya dan Youngie mengangguk membenarkan. "Woo!! Hoo!! Aku akan jadi seorang ayah!" Jaejoong kegirangan seraya memeluk tubuh Youngie. "Terima kasih..." bisiknya kemudian mengecup lembut kening Youngie.

"Ini janjiku pada Taerin."

"Taerin?? Iya, dimana dia sekarang?"

 

            Minho tersenyum dan menundukkan kepala lalu menghela nafas panjang kemudian mendongak menatap langit. "Gomawo..." ucapanya.

"Emm??" Taerin menoleh dan menatap heran Minho.

Minho memegang kedua pipi Taerin. "Terima kasih telah hadir dalam hidupku dan membuatku belajar banyak hal."

"Oppa... kau membuat wajahku terasa sempit dan sakit..." keluh Taerin.

Minho mendaratkan ciuman hangatnya pada kening Taerin.

"Oppa...lepaskan tang..."

Minho membungkam bibir Taerin dengan bibirnya untuk beberapa saat. "Jangan banyak bicara lagi! Ingat janjimu padaku."

"Janji??” Minho mengerutkan muka dan Taerin terkekeh. "Iya, aku ingat. Karena aku hidup dari salah satu ginjal Oppa, aku janji tidak akan menyembunyikan sesuatu dari Oppa dan membuat Oppa ketakutan lagi."

Minho tersenyum lebar mendengar ucapan Taerin. "Hah.. .tembok Horin..." Minho merangkul Taerin. "Tidak ada tempat senyaman tembok ini.”

"Emm!" Taerin mengangguk dan menyandarkan kepalanya di dada Minho.

 

"...bintang jatuh terima kasih...Tuhan,Aku mencintai Mu... Kegelapan...mungkin Kita akan bertemu tapi tidak sekarang...Terima kasih...atas tenggang waktu ini..."

 

THE END

 

-shytUrtle-

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK