Your POV
Aku menuruni setiap anak tangga panjang berbentuk spiral yang membawaku ke ruang tengah. Mataku yang sembap kututupi dengan tangan kananku. Aku sudah menangis selama 2 jam lebih dan aku tidak peduli akan bagaimana paniknya kelak ayahku melihat wajahku kacau seperti ini.
Sampai ke ruang tengah, ayah lalu bangkit dari sofa merah maroonnya.
Ia lalu menghampiriku yang menatapnya kesal.
“Hana sayangku...” ucapnya lembut, melangkah mendekatiku yang terdiam di anak tangga terakhir.
“Kamu lupa dengan hari ulang tahunku dan sekarang kamu tidak mengijinkanku untuk merayakan sebuah pesta ulang tahun.” Aku memotong kalimatnya. Aku sudah tidak peduli lagi. Aku sudah terlalu lelah.
“Hana, dengarkan ayah..” ia berusaha mendekatiku lagi, aku mundur satu anak tangga.
“Ayah..aku hanya gadis yang baru saja menginjak usia 17 tahun..” ucapku, menghentakkan kakiku.
Kami pun terdiam.
Wajah ayah kemudian mengeras dan tampaklah kerut-kerut aging itu. Sebenarnya aku tidak tega melihatnya yang sudah lelah dari aktivitas hariannya kini terlihat seperti ini di depanku. Tapi..Aku anaknya. Aku juga ingin menuntut sesuatu darinya. Ia juga harus memenuhi permintaan anaknya, tidak hanya negaranya.
“Ayah, apakah aku memang memiliki sebuah kehidupan? Kehidupan yang sesungguhnya tidak hanya sekolah,makan,tidur dan bernafas,bukan?” tanyaku, mulai melemaskan otot-otot kemarahan di wajahku. Bagaimana pun juga, aku tidak tega melihat wajah ingin menangis ayah saat melihat wajah marahku.
Mata ayah pun berkaca-kaca. Ia memandangku begitu lama. Tapi, tak sekata pun keluar dari mulutnya. Walaupun aku tahu, pasti ada banyak kalimat yang tersangkut di otaknya yang ingin ia utarakan padaku. Terlalu banyak hingga tak sekata pun dapat keluar dari benaknya. Dua bulan yang lalu, sebelum ayah menjadi seorang presiden, semuanya terasa menyenangkan. Ayah, ibu dan diriku dapat berbincang lama dan bebas.
“Hana..Maafkan ayahmu...Ayah akan mengabulkan apapun permintaanmu sebagai hadiah ulang tahun.” Ayah memeluk tubuhku yang membatu dengan hangat.
Aku berkedip. Baru saja kudengar sebuah kalimat yang terdengar seperti kalimat yang diucapkan oleh jin botol milik Aladdin. Kalimat ayah baru saja terdengar seperti “Tell me your wish! I’ll grant it!”
Aku berkedip lagi.
Bibirku mengutas sebuah senyum mengembang.
“Ayah..Ijinkan aku berlibur ke Korea..”
Ayah melepaskan pelukannya dan tersenyum.
“Baiklah,gadis kecilku.” jawabnya sambil mengacungkan jempolnya.
“Tapi..” aku menggantungkan kalimatku. Ayah menaikkan salah satu alisnya, menunggu kelanjutan dari kalimatku yang terpotong.
“Tapi?”
Aku menatapnya dengan wajah seceria mungkin.
“Tapi, tanpa seorang pun bodyguard yang mengawalku.”
Tepat setelah aku mengatakannya, matanya membelalak, seperti akan keluar dari tempatnya.
Untung saja ayahku tidak memiliki penyakit jantung karena jika iya, aku akan kehilangan ayah terhebat sepanjang hidupku.
Ayah kemudian membalikkan badannya dan berjalan mondar-mandir. Itulah cara beliau untuk berpikir.Keputusan ini bukan sesuatu yang mudah baginya karena aku adalah putri satu-satunya. Berulang kali ia buka tab dan semua gadgetnya, entah untuk apa. Mungkin melihat jadwalnya yang sangat menyebalkan itu. Beberapa menit kemudian, ia pun kembali ke hadapanku dengan senyum yang tampak sekali dipaksakan.
“Baiklah bayi kecilku.. Dua hari saja, nae?”
_______
sempat bingung tokoh utamanya siapa..
dan setelah beberapa pertimbangan mengenai karakternya, aku milih si Myungsoo! :)