home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > What Is Love?

What Is Love?

Share:
Author : glenn
Published : 05 Apr 2014, Updated : 05 Apr 2014
Cast : -Krystal Jung as Jung Soojung -Lee Taemin as Lee Taemin
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |1130 Views |0 Loves
What Is Love?
CHAPTER 1 : [Oneshoot] What Is Love?

 

What Is Love?

Author: Cho Emily (nafadyas)

Rate: PG-13

Length: Oneshoot

Genre: Romance, Sad, Angst

Cast:

Jung Soojung as Jung Soojung

Lee Taemin as Lee Taemin

Choi Jinri as Choi Sulli

Summary: Sebenarnya, apa itu cinta? Dan yang kuketahui selama ini adalah, cinta itu…, kau

A/N: Annyeong^^~ ini ff pertamaku di sini, semoga kalian suka ya^^ oh ya ff ini pernah di publish di nafakpopers.wordpress.com :) mohon maaf untuk kesalahan ataupun kekurangan di ff ini^^ jangan lupa untuk me-review dengan me-like dan mengomentari ff ini^^~ happy reading chingudeul^o^

~~~

            Kalian tidak perlu tau betapa hancurnya aku sekarang. Kalian tidak perlu tau betapa menyedihkannya aku sekarang. Kalian tidak perlu tau betapa sakitnya aku sekarang. Kalian tidak perlu tau alasan mengapa aku seperti ini sekarang. Ya, kalian tak perlu tau, karna kuyakin kalian akan tau—sesegera mungkin.

            Musim semi penuh kehangatan baru dimulai kemarin. Bisa dibilang ini hari kedua di musim semi. Tapi aku tak pernah berminat dengan musim ini—yeah, untuk sekarang, aku tak berminat pada musim ini. Musim semi tak lagi sehangat dulu, kini terasa dingin—melebihi salju yang membasahi tubuhku di musim dingin. Dan ini semua karna dia. Dia…sahabatku sendiri. Aku masih ingat kapan ia pulang dari studinya di Kanada, karna pada hari itu juga lah segalanya berubah.

            “Menikah…?” aku masih tak percaya dengan yang ia katakan.

            “Ya, Soojung! Aku akan menikah, dua minggu lagi!” Taemin tersenyum girang dengan mata berbinar. Seolah menikah untuknya sama seperti membeli novel mahal terbaru—yang sering kami lakukan dulu.

            “Kau brengsek, Lee Taemin,” makiku kesal. “Kau mau menikah dan baru memberitahuku sekarang? Brengsek.”

            “Hey, hey, Jungie, aku malu oke?” apanya yang oke?, lalu dia melanjutkan, “aku takut bila aku memberitahumu, menggembor-gembor rencana pernikahanku, aku malah tidak jadi menikah.”

            ‘Itulah yang kuharapkan,’ batinku kesal. Yeah, aku mengharapkan Taemin gagal menikah—aku akan sangat bahagia saat itu. Tapi aku tidak mungkin bertingkah lebih egois dari sekarang. Jadi yang kulakukan hanya berjalan pulang kerumah. Terserahlah apa yang mau Taemin ucapkan. Aku tidak peduli padanya. Justru harusnya dia yang memedulikanku, aku hancur.

            “Hey, Jungie! Kau mau kemana?!” teriak Taemin.

            “Pulang!” jawabku tanpa menoleh kebelakang.

            Lalu Taemin menarik tanganku, membuat tubuhku refleks berputar menatapnya. Aku berusaha lepas dari cengkraman Taemin. Tapi aku menyerah. Ini semua karna aku menatap matanya, mata bulat yang selalu kurindukan. Mata seorang Lee Taemin…

            “Jungie, kau marah?” tanyanya.

            Kau masih mampu bertanya hal itu? Benar-benar brengsek.

            “Tidak.” Aku mengeraskan rahangku dan menahan airmataku.

            “Jungie—aku mengenalmu selama duapuluh tahun, jadi aku yakin kau bohong,” katanya sambil menyipitkan mata. “Katakan padaku, Jungie, kau marah padaku..? apa kau marah karna aku tak sempat memberitahumu soal pernikahanku, begitu?”

            “Tidak.” Yeah, tidak. Aku tidak marah soal itu. Yang membuatku marah, kenapa Taemin harus menikah disaat aku…mencintainya. Ya, aku mencintainya. Kurasa sejak kami lulus SMP, entahlah. Pokoknya, tanda-tanda aku mencintainya selalu muncul saat aku bersamanya. Rona merah, perasaan senang, perasaan rindu, dan kenyamanan yang jarang kudapatkan.

            “Jungie—”

            “Aku bilang tidak. Aku tidak marah, Lee Taemin! Dasar kau brengsek!” makiku lalu saat Taemin mengendurkan cengkramannya, aku pergi.

            Dan yang pasti kusadari saat itu, aku hancur. Isakkanku tidak memiliki alasan, mungkin. Harusnya aku adalah orang yang merasa senang luar biasa saat itu. Sahabatku akan menikah, artinya ia akan merasa bahagia, dan aku—sebagai sahabat yang baik—juga akan merasa bahagia. Nyatanya kesedihan mendalam malah menghampiriku. Tapi aku yakin, alasan dibalik isakkanku adalah…, aku mencintainya…..

***

            Aku masih mengubur diri didalam selimut. Tak peduli meskipun matahari sudah naik, tak peduli meskipun harum masakkan eomma memenuhi kamarku (ini semua gara-gara ventilasi yang saat berumur enam tahun kupaksa appa memasangnya lantaran sirik dengan kamar Taemin), tak peduli meskipun kakakku, Sooyeon—yang biasanya masih mendengkur dengan berbagai gaya di kasurnya sampai siang nanti—yang sudah mengetuk-ngetuk pintu kamarku, memaki-makiku, berteriak-teriak marah karna aku tak mau bangun.

            Tapi aku tidak ingin bangun. Ini semua karna aku tau Taemin datang. Tadi aku mendengar dia dan Sooyeon eonnie bercakap-cakap, dan Sooyeon eonnie memintanya membangunkanku. Aku tidak mau bangun dari kasurku. Kalau bisa, lebih baik, aku…mati. Jadi tak ada yang mampu membangunkanku meskipun sinar matahari memasuki kamarku. Tapi aku lupa Taemin punya duplikat kunci kamarku. Sial, kenapa aku harus memberikannya dulu?

            “Soojung!” seru Taemin kesal.

            Tapi aku tak bernafsu untuk berdebat dengannya. Aku hanya membelakanginya.

            “Cepat bangun! Oh, ya ampun, kenapa kau jadi bertingkah seperti putri tidur? Ingin menggantikan kakakmu?!” Taemin menyibak selimutku.

            “Apa pedulimu?” tanyaku datar sambil tetap membelakanginya.

            “Hey, Soojung aku ini sahabatmu!”

            Dan memang hanya seperti itu. Kau sahabatku, dan aku tetap sahabatmu. Takkan lebih. Aku jadi benci kata-kata itu. “Pulanglah.”

            “Kau mengusirku?!”

            “Kau merasa begitu? Ya, baiklah. Aku mengusirmu. Lee Taemin, pulanglah.”

            Aku tau Taemin ikut berbaring di sebelahku. Lalu dia mulai bersuara lagi, “sudah lama kita tak seperti ini ya, Soojung.” Dan setelah kau menikah nanti, kita takkan pernah seperti ini lagi. Aku tersenyum miris.

            “Taemin,” panggilku. Lalu dia menoleh dengan mata jernihnya yang selalu kurindukan, “apa itu cinta?”

            Binar di mata Taemin menghilang sekejap lalu dia mulai tersenyum dan matanya berbinar lagi—kali ini lebih berkilau laksana bintang. “Kau tahu aku sudah menjawabnya dulu, Jungie.”

            Aku suka cara dia memanggilku. ‘Jungie’. Dulu, aku membenci panggilan itu karna anak anjing milik Sunyoung namanya Jungie. Tapi kali ini, aku menyukainya, atau mungkin aku menyukainya sejak aku mencintai Taemin. Aku tidak keberatan dipanggil Jungie ratusan kali olehnya. Karna hanya Taemin yang memanggilku Jungie. “Tapi aku ingin mendengarnya lagi.”

            “Baiklah,” Taemin berpikir sejenak, “cinta itu adalah perasaan yang dimiliki dua orang yang saling mencintai. Cinta adalah penopang kuat dan semangat serta obat, tapi dia juga menjadi belati yang dapat menusuk sewaktu-waktu. Cinta itu seperti bumerang, saat kau melemparkannya ke orang lain, maka cinta akan berbalik dan memasuki hatimu juga. Cinta bisa jadi menjadi alasan seseorang bertahan hidup, kurasa.”

            Kalimat kedua itu benar-benar tepat. Persis dengan perasaanku. “Apa menurutmu, cinta dapat membuat orang hidup?”

            “Ya, karna kalau ibumu tidak mencintaimu, maka ia takkan melahirkanmu, merawatmu, membesarkanmu, dan menyayangimu,” jawab Taemin.

            “Tapi, kenapa cinta juga dapat membuat orang-orang mati? Kau tahu kan, banyak kasus orang bunuh diri karna putus cinta,” tanyaku lagi.

            “Kurasa…” Taemin beranjak. “Itu karna mereka belum mengerti arti dari sebuah ‘cinta’.”

            “Dan apa kau mengerti soal sebuah ‘cinta’?” aku menatapnya dengan padangan kosong.

            “Kau takkan mengerti soal cinta hingga kau benar-benar merasakannya.” Taemin pergi keluar kamarku.

            Yeah, kurasa Taemin benar soal itu.

***

            Musim semi hari kelima.

            Otakku masih tidak waras saja saat aku menyanggupi bahwa aku akan makan siang dengan Taemin dan gadis beruntung yang akan memiliki Taemin seumur hidupnya itu. Aku tak sanggup menolak pada Taemin. Dia sahabatku, dan sekaligus orang yang kucintai sejak lama. Selama perjalanan, aku membiarkan Taemin mengoceh segala hal dan aku berusaha mencari cara agar Taemin gagal menikah. Egois bukan? tapi kali ini aku akan berjuang dengan sepenuh hati untuk mendapat kebahagiaanku, meski kebahagiaanku itu berada diatas penderitaan orang lain.

            Kami sampai di sebuah restoran. Taemin masih menatapku riang dan membukakan pintu untukku. Kurasa hal ini akan sangat kurindukan. Dulu aku tidak memedulikan hal-hal sepele macam ini. Tapi dalam waktu delapan hari lagi dia akan menjadi milik orang lain. Dan pasti dia akan membukakan pintu untuk wanita itu.

            Jantungku berhenti berdetak taktala melihat calon istri Taemin.

            “Wah, halo, Soojung!” sapanya. “Apa kabar? Lama tak bertemu, ya! Kau masih ingat aku, kan?”

            Aku masih mengingatnya. Dia Choi Sulli. Dia menjadi sahabatku selama tiga tahun. Tapi hubungan kami bubar karna ternyata dia tipe pemanfaat orang. Dia menuduhku merebut Minho darinya. Lalu liat sekarang, dia yang merebut Taemin dariku. Dasar gadis brengsek. Dia terlalu bejat untuk disebut manusia. Karna Choi Sulli tak pantas jadi manusia. Dia lebih mirip iblis. Karna sekarang dia sedang tersenyum lebar sementara aku menangis pilu. Dan, hey, kemana Choi Minho? Kekasihnya yang dulu ia cintai setengah mati?

            “Kau..” suaraku tercekat, “calon istri Taemin…?”

            “Ya begitulah! Aku beruntung kan?” katanya.

            Yeah, kau beruntung karna akan menikahi sahabatku sendiri. “Bagaimana dengan Choi Minho? Kau meninggalkannya?”

            Raut wajah Sulli dan Taemin berubah. Tapi aku tak peduli. Aku ingin tau kenapa Sulli bisa meninggalkan Minho lalu berpaling pada Taemin.

            “Kata-katamu tajam sekali, Soojung. Tapi, yah, kau boleh bilang begitu, aku meninggalkan Minho,” Sulli tersenyum miring. Sudah kubilang dia jelmaan iblis tanpa hati dan belas kasih.

            “Begitu ya…. Apa itu juga akan terjadi pada Taemin?” aku takkan rela kalau Sulli melakukan hal itu pada Taemin. Kalau ia benar-benar melakukannya, aku akan membuangnya ke sungai han hingga kehabisan napas lalu mati. Aku tak takut ditangkap dan dipenjara kalau seandainya itu terjadi.

            “Tidak akan, karna aku sangat mencintainya, begitukan babe?” kata Sulli mesra.

            Jebal, aku butuh kantong muntah untuk saat ini. Jadi selama makan siang itu aku jadi obat nyamuk yang diam dan memakan makananku sementara mereka bermesraan didepanku. Dan betapa mengesalkannya aku harus pulang sendiri dengan bus karna si-manusia-jelmaan-iblis-alias-Choi-Sulli merengek pada Taemin untuk pegi nonton berdua! Tapi tak apa, aku Jung Soojung, seorang gadis yang luar biasa tegar. Aku tak boleh menangis di depan Choi Sulli atau aku akan dianggap remeh dan kalah.

***

            Besok adalah musim semi hari keenam belas dan artinya, aku harus melepaskan Taemin untuk selama-lamanya. Melepaskan pujaan hatiku. Dan aku harus melepaskannya bahagia bersama Choi Sulli! Itu sama saja melepaskan domba pada serigala. Karna, aku sudah lumayan lama mengenal Sulli, dia tipe gadis yang hobi mempermainkan perasaan. Dan Taemin, dia terlalu baik dan terlalu polos. Bisa-bisa saat setelah-mereka-menikah-dan-bahagia, Sulli kepergok pergi bersama pria lain, Taemin hanya berpikir ‘dia adalah rekan kerja Sulli’. Hell, what I’ll do if that happen?

            “Jungie.”

            Aku menoleh, Taemin memandangiku dengan mata berbinar.

            “Ada apa?” tanyaku malas.

            “Malam ini bintangnya banyak sekali! Ayo kita keluar dan menunggu bintang jatuh!” ajak Taemin bersemangat.

            Sebuah memori tentang hal yang sama terputar di otakku. Waktu itu kami masih kelas enam sekolah dasar, lalu kami melihat bintang jatuh. Dan aku berharap Taemin tetap bersamaku—selamanya. Harusnya waku itu aku berharap Taemin tetap bersamaku selamanya sebagai pasangan hidupku.

            “Kenapa kau tidak mengajak calon istrimu saja?” kataku datar meskipun nada mengejek begitu tersirat. “Apa kau pikir calon istrimu itu akan tenang-tenang saja melihatmu dan aku berduaan?”

            “Jungie…”

            “Kenapa?” tanyaku dengan nada menantang. “Apa kau tak bosan bersamaku setiap menonton bintang jatuh? Ingat Taemin, sebentar lagi kau akan menikah.”

            “Lalu kenapa kalau aku menikah?!” seru Taemin hampir mirip teriakkan. “Jelaskan padaku Jung Soojung, lalu kenapa kalau aku menikah?!”

            “Karna … karna …” aku berusaha mencari kata yang tepat.

            “Karna apa?” tanya Taemin.

            “KARNA KAU AKAN BERSAMA ORANG LAIN UNTUK SEUMUR HIDUPMU LEE TAEMIN!!!” teriakku.

            Hening.

            “Soojung…”

            “Pergi.”

            “Tapi—”

            “Aku bilang padamu, pergi! Ya ampun, Lee Taemin apa kau tu—”

            He kissed me. Yeah, Lee Taemin kissed me.

            “Sampai berjumpa besok, Soojung.”

            Dan Taemin meninggalkanku begitu saja dalam keadaan membeku.

***

            Hari ini. Aku masih mengingat kejadian semalam. Taemin. Menciumku. Apa artinya…? Dan aku sama sekali tidak berminat pada gaun dan pernikahan Taemin. Aku melirik gaun putih cantik yang tergeletak di sebelahku. Taemin yang memberikannya, aku membaca post-it yang ditinggalkan-nya dengan gaun itu. ‘Pakailah ini Jungie, dan datanglah ke pernikahanku. Aku memohon padamu, Jungie. Datanglah.

            “Soojung kau sudah siap?”

            Aku melihat ke ambang pintu. Sooyeon eonnie begitu cantik dengan gaun biru selututnya. Rambutnya digerai tanpa aksesori. Dan dia terkejut melihatku yang masih memakai pakaian yang sama dengan semalam.

            “Yaa, kenapa kau belum selesai berpakaian?! Hari ini hari pernikahan sahabatmu sendiri—Lee Taemin!” seru Sooyeon eonnie.

            Jawabannya, aku belum siap. “Aku tidak akan datang.”

            “Yaa…” sesaat Sooyeon eonnie tak berkata-kata. “Kenapa?”

            “Katakan padanya, aku tidak datang,” ujarku datar.

            “Kau tidak memikirkan perasaan Taemin, hah?! Kau sahabatnya, dan harusnya kau datang pada hari bahagianya!” seru Sooyeon eonnie.

            “Aku tidak mau.”

            “JUNG SOOJUNG!”

            “Kau dengar aku Jung Sooyeon. Aku. Tidak. Mau. Dan tolong jangan memaksaku.”

            “Baik! Terserah kau saja!” BRAAK! Sooyeon eonnie membanting pintu kamarku.

            Aku berpikir sebentar. Menimbang-nimbang, apa aku harus tinggal atau aku harus datang? Aku tidak mau membuat Taemin mencapku sebagai sahabat yang buruk. Tapi.., sudahlah aku datang saja. Ini juga kulakukan agar mampu melihat Taemin untuk terakhir kalinya. Aku harus kuat.

***

            Aku hanya mengekor Sooyeon eonnie dari belakang. Sama sekali tidak mau terlihat oleh Taemin. Aku sempat memperhatikan Taemin saat baru datang tadi. Dia… tampan. Sangat tampan! Bagai seorang pangeran negeri dongeng. Di sebelahnya, berdiri Choi Sulli. Berkebalikan dengan Taemin, Sulli benar-benar tampak buruk—dimataku. Sebenarnya dia cantik, sayangnya yang dia nikahi adalah Taemin yang kucintai. Sulli tampak seperti Ratu Jahat.

            “Aigoo…, Taemin-a, kau sudah dewasa rupanya. Coba liat, justru kau lah yang lebih dulu menikah daripada aku!” seru Sooyeon eonnie saat kami akan menyalami kedua calon mempelai itu.

            “Itu sih karna noona tidak mau serius dengan Donghae hyung,” ledek Taemin.

            “Yaa.., apa maksudmu, hah?!” Sooyeon eonnie memberikannya death glare.

            Lalu mereka tertawa. Aku hanya diam tanpa minat. Selanjutnya eomma, lalu appa, dan terakhir… aku. Aku berdiri dihadapan Taemin yang menatapku teduh dengan senyum menawannya.

            “Kau memakai gaun yang kuberikan. Jadi.., apa yang ingin kau katakan padaku—dan Sulli? Ucapan selamat, mungkin?” tanya Taemin.

            “Aku membencimu,” kata-kata itu terlontar begitu saja.

            “Apa?”

            “AKU MEMBENCIMU! Ya, aku membencimu!!” teriakku. Hening dan semuanya menatapku. “Perlu kuulang sekali lagi?!”

            Dan tanpa menunggu jawaban Taemin, aku berlari pergi. Tapi baru saja aku diambang pintu gedung, Taemin menahanku.

            “Kenapa kau membenciku?!” tanyanya.

            “Karna kau menikah dengan Sulli!” jawabku cepat.

            “Oh, shit, kau gila Soojung! Lalu kenapa kalau aku menikah dengan Sulli?! Waktu kau berkencan dengan Jongin pun aku tidak banyak omong!”

            “Damn, aku berkencan! Tapi kau menikah!!”

            Hening lagi. Aku sadar semua tamu, keluargaku, keluarga Taemin, keluarga Sulli, Sulli menatap kami.

            “Kau tau apa itu cinta bagiku?” tanya Taemin.

            “Cinta itu adalah perasaan yang dimiliki dua orang yang saling mencintai. Cinta adalah penopang kuat dan semangat serta obat, tapi dia juga menjadi belati yang dapat menusuk sewaktu-waktu. Cinta itu seperti bumerang, saat kau melemparkannya ke orang lain, maka cinta akan berbalik dan memasuki hatimu juga. Cinta bisa jadi menjadi alasan seseorang bertahan hidup,” jawabku.

            “Tidak, kau salah,” kata Taemin. “Apa itu dan cinta? Dan bagiku cinta adalah—”

            “Cinta itu kau, bagiku, cinta itu kau,” potongku.

            “Ya, cinta itu kau Jung Soojung,” aku tak berkedip. “Kau yang membuatku semangat, kau yang menguatkanku, kau obat sakitku, dan kau juga belati. Kau yang membuatku senang tapi kau juga yang membuatku sakit, apa kau tau aku begitu hancur saat kau mengencani Jongin?”

            “Tidak sehancur aku saat kau menikah dengan Sulli.”

            “Tidak, rasanya sama saja. Kau bumerang, memberikan cintamu padaku tapi cinta juga mengenai hatimu. Kau bilang ada orang yang mati karna cinta. Dan aku pernah hampir mati gara-gara cinta—gara-gara kau. Tapi kau juga alasanku bertahan hidup.” Taemin menghela napas, “apa itu cinta?”

            “Aku berpikir, sebenarnya apa itu cinta? Dan selama ini yang kuketahui adalah cinta itu…, kau,” jawabku dan membiarkan buliran air mata meleleh. “Shit, kau membuatku gila, Taemin.”

            “Kau mau tau kenyataannya?” aku mendongak, “aku mencintaimu.”

            “Ap-apa?”

            “Kau tidak dengar? Baiklah, aku akan mengulanginya dan agar dunia tau bahwa aku; MENCINTAIMU, JUNG SOOJUNG!!” dan aku bisa menyadari semuanya melongo, termasuk Sulli—terutama Sulli. Dia bahkan jatuh terduduk.

            “Menikahlah denganku,” Taemin berlutut dan mengulurkan sebuah cincin berkilau.

            Dan aku tidak tau seberapa besar kebahagiaan yang kurasakan. “Apa ini alasanmu memintaku memakai gaun ini?”

            Taemin mengangguk. Aku mengambil cincin itu dari kotaknya. “Ya, aku mau menikah denganmu.”

            Duapuluh tahun bersama bukannya tidak mungkin kami saling mencintai satu sama lain lebih dari sahabat. Apa itu cinta? Untukku…, cinta adalah Lee Taemin. Biarkan kami merajut kisah kami berdua. Biarkan kami membuat seisi dunia hanya untuk kami berdua. Biarkan kami membuat segalanya menjadi lebih indah. Jadi, apa itu cinta?

-FIN-

 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK