Promise
((noun; a declaration or assurance that one will do something or that a particular thing will happen))
Jam dinding menunjukkan pukul tiga sore dan puluhan atau bahkan ratusan remaja dengan seragam yang sama berhamburan keluar kelas, beberapa nampaknya ada janji sehingga harus berlari-lari kecil melewati kerumunan siswa lain yang tengah asik mengobrol dengan teman satu geng mereka. Ada pula yang nampaknya harus puas pulang lebih lambat karena terjebak dengan peraturan piket kelas, membersihkan dan merapikan ruang kelas mereka sendiri setiap sore sebelum akhirnya pulang ke rumah.
“Sunyoung-ssi.” Suara sopran itu membuat seorang gadis yang tengah sibuk membersihkan papan tulis menoleh, kemudian mengangkat satu alis non-verbal dari; apa? “Aku ada janji, err, aku pulang dulu ya, mianhae kau jadi menyelesaikan ini semua sendiri.” Kalimat itu dilontarkan oleh sang pemilik suara, membuat kerut di dahi gadis bernama Park Sunyoung itu bertambah. Walau sepersekian detik kemudian gadis itu tersenyum lebar.
“Tidak apa-apa, semoga janjimu berjalan lancar.” Gadis itu—Park Sunyoung, tersenyum lebar kepada sang lawan bicara dan kembali melanjutkan pekerjaan yang seharusnya mereka berdua pikul. Tidak apa-apa, toh besok tidak ada ulangan. Iya, kan?
**)
Park Sunyoung, gadis yang tengah melangkahkan tungkai kakinya perlahan. Sambil sesekali menatap layar telepon genggamnya, memperhatikan apakah ada sebuah pesan masuk atau tidak. Nyatanya untuk beberapa saat akhirnya gadis itu sadar, siapa yang hendak mengirimkan sebuah pesan singkat kepadanya. Dia bukan tipe orang yang mudah mendapatkan teman di sebuah lingkungan baru—benar, dia murid baru di tempat ini, di sekolah ini. Walau dia sudah berusaha untuk seramah mungkin, tapi nampaknya keramahannya itu masih belum bisa diterima oleh teman-teman sekelasnya.
Kedua manik coklat gelap itu menatap langit biru yang nampaknya beberapa saat lagi akan berubah menjadi langit gelap, dengan awan kumulus hitam yang sewaktu-waktu bisa menitikkan air hujan. Hal itu bukan sebuah masalah besar kalau dia membawa payungnya, bukannya malah meletakkan payung itu di meja ruang tamu di rumahnya tadi pagi.
Sunyoung menggigit bibir bawahnya perlahan, salah satu kebiasaan buruknya ketika dia sedang panik. Jarak rumah dari sekolahnya cukup jauh dan Sunyoung bisa menunggu di halte dekat sekolahnya itu. Hanya saja ketika dara yang lahir di bawah naungan Leo itu melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah, rintik hujan mulai turun membasahi bumi. Satu decakan keluar dari mulut sang gadis, dia jelas tidak bisa berbalik dan satu-satunya jalan adalah terus berlari menuju halte,
tanpa payung.
**)
Gadis itu terus belari, tak mempedulikan berapa banyak air hujan yang membasahi tubuhnya, tak mempedulikan juga beberapa tatapan heran yang ditujukan padanya karena nekat berlarian di tengah hujan seperti ini. Dia bukan tipe orang yang mudah jatuh sakit, pertahanan tubuhnya cukup bagus sehingga dia sendiri tak perlu khawatir akan terserang demam esok pagi. Yang dia khawatirkan hanyalah kapan hujan akan berhenti, langit sekarang berwarna abu-abu dan apakah itu artinya hujan akan semakin lama turun?
Sunyoung meremas ujung blazer seragam yang ia kenakan. Rambutnya lepek karena air hujan dan ujung-ujung jari tangannya sedikit gemetar karena dingin. Sekarang bulan apa? Salah satu dari pertanyaan yang tiba-tiba saja muncul di benak dara berusia limabelas tahun itu. Kemudian muncul pertanyaan lain seperti; ‘Apa ini sebuah badai?’ Atau ‘Apa eomma akan mengkhawatirkanku karena belum pulang?’ Semakin banyak pertanyaan yang muncul di benak dara berambut panjang itu semakin deras pula hujan yang mengguyur permukaan bumi.
Kembali menggigit bibir ketika manik coklat gelapnya tak sengaja menangkap visual seorang pemuda yang tiba-tiba saja berdiri di sebelahnya, sama-sama menunggu hujan berhenti atau mungkin menunggu bis—ah tidak, dia membawa payung, itu yang membuat Sunyoung mencoret kemungkinan pertama. Pemuda itu jauh lebih tinggi dari pada Sunyoung, tengah mengenakansweater berwarna biru donker dan mencangklong tas berwarna abu-abu tua. Raut wajahnya ramah, dengan bibir bawah yang tipis—menandakan dia tipe orang yang senang tersenyum.
Gadis dengan surai panjang itu mengerjapkan kelopak matanya beberapa kali. Kemudian menggosokkan kedua telapak tangannya secara bersamaan satu sama lain, mencoba mendapatkan sedikit kehangatan. Blazer yang ia kenakan jelas tidak membantu banyak karena sudah basah kuyup, satu decakan kembali lolos dari mulut dara berusia limabelas itu sambil sesekali menatap ke arah langit, memastikan apakan ada tanda-tanda hujan akan berhenti atau masih terus berlanjut.
“Baru pulang sekolah ya?” Suara berat tiba-tiba saja tertangkap oleh indera pendengaran milik Sunyoung. Dara itu menoleh ke sumber suara yang ternyata berasal dari pemuda yang ada di sampingnya itu. Sunyoung baru sadar jika pemuda itu memiliki struktur wajah yang, hm, bisa dibilang menarik. Dengan tulang rahang yang bagus dan hidung yang cukup mancung, ditambah dengan model rambut spike.
Tampan, eh?
Sunyoung mengangguk perlahan sambil mencoba mengalihkan perhatiannya. “Aku Park Chanyeol, kau?” Pemuda itu kembali bersuara, kali ini mengajak berkenalan. Sebuah senyum tipis tercipta di wajah sang dara ketika mengetahui fakta jika mereka memiliki satu kesamaan untuk saat ini.
“Park Sunyoung.” Jawabnya diiringi dengan sebuah senyum, bukanlah hal yang aneh ketika menemukan orang yang memiliki marga yang sama di Korea. Terlebih marga pasaran seperti Park atau Kim, tapi bertemu di tengah hujan lebat? Anggap saja sebuah kebetulan.
Sang pemuda tersenyum lebar, tepat seperti perkiraan Sunyoung—pemuda itu gemar tersenyum ramah, kepada orang asing seperti Sunyoung sekalipun. Sunyoung kembali mengalihkan fokus pandangannya ke arah rintik hujan yang jatuh ke jalanan di depannya. Ujung sepatunya mulai basah dan ujung-ujung jemarinya masih gemetaran. Sunyoung menghela napas dan kemudian menatap pemuda bernama Chanyeol di sebelahnya.
“Kau sendiri? Baru pulang sekolah atau…” Sunyoung tidak meneruskan kalimatnya sendiri, sengaja membuat kalimat itu menggantung. Toh, pemuda di sampingnya itu pasti mengerti apa maksud Sunyoung.
“Sedang menunggu jemputan,” jawab Chanyeol sambil menatap beberapa kendaraan yang melintas. “iya, baru pulang sekolah juga.” Sunyoung menganggukkan kepalanya beberapa saat. Dijemput. Enak ya, seumur-umur Sunyoung selalu berangkat dan pulang sekolah sendirian, entah itu jalan kaki atau naik kendaraan umum. Ayahnya terlalu sibuk bekerja, mengurus ini itu tentang saham perusahaan, sedangkan sang ibu sibuk sendiri dengan urusan rumah tangga. Padahal ada pembantu—haha.
“Hujannya lebat, Sunyoung-ssi.” Fokus gadis Sunyoung itu kembali teralih ke suara berat milik pemuda yang ada di sampingnya itu, “Rumahmu… jauh dari sini?” Ugh, pemuda ini kenapa harus tinggi sekali. Sunyoung sampai harus sedikit mendongakkan kepalanya agar bisa melihat wajah tampan pemuda itu.
Hey hey, dia memang tampan, kan?
“Hm, sepertinya begitu dan rumahku memang cukup jauh dari sini.” Jawab Sunyoung sambil tersenyum simpul ke arah Chanyeol. Ada sedikit rasa menyesal dalam benak Sunyoung, coba jika tadi dia tidak mengiyakan permintaan temannya, pasti dia bisa pulang cepat dan bukannya malah terjebak hujan seperti sekarang ini.
“Kau…” Kalimat Chanyeol terputus ketika ada sebuah mobil berhenti di hadapan mereka, raut wajah pemuda itu berubah ceria—tapi, memang sejak kapan raut pemuda asing itu menjadi masam? Sejak tadi Sunyoung hanya melihat raut wajah ramah, senyum lebar dan mata yang berbinar. “Ah, mianhae,aku sudah dijemput, Sunyoung-ssi.” Sekarang raut wajah Sunyoung yang berubah sedikit masam—dia, Park Sunyoung, harus menunggu hujan reda sendirian. Oke.
“Kau bisa meminjam… payungku,” Chanyeol terdengar sedikit gugup ketika memberikan payung berwarna senada dengan sweater yang ia kenakan kepada Sunyoung. “maksudku, kau… kau bisa memilikinya.” Dan kerut di dahi Sunyoung makin bertambah, tapi Sunyoung jelas tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagia dalam benaknya.
Konyol.
“Gomawo, Chanyeol-ssi.” Ucap Sunyoung sambil menerima payung itu dari tangan Chanyeol. Pemuda itu hanya menggaruk bagian tengkuknya dan kemudian bergumam pelan. “Kau… bisa menjaganya. Janji?”
**)
“Hei, Sunyoung. Kau tidak pulang, eh?”
“Sebentaaaar.”
“Bawa payung, kan?”
“Bawa kok.”
“Ya sudah, aku pulang dulu ya.”
“Okay.”
Park Sunyoung, gadis yang sedang berkutat dengan tumpukan buku tebal dan beberapa lembar kertas di hadapannya. Awal-awal semester dan entah mengapa tiba-tiba dia jadi sibuk dengan tugas ini itu yang diberikan oleh dosennya. Mungkin memang sudah harusnya Sunyoung serius menjalani kuliahnya, maksudnya tidak main-main seperti semester sebelumnya yang menyebabkan ada satu nilai mata kuliah yang tidak sesuai harapan Sunyoung.
Ah, sudahlah.
Sunyoung membereskan buku-buku di hadapannya, memasukkan beberapa ke dalam tas dan sisanya dia kembalikan ke rak-rak buku di perpustakaan ini. Mengucapkan salam kepada penjaga perpustakaan yang nampaknya sudah hapal jika Sunyoung datang berkunjung dan betah berlama-lama duduk sambil membaca paragraf demi paragraf buku yang berhubungan dengan mata kuliah yang Sunyoung ambil.
Gadis itu baru saja melangkahkan kakinya keluar gerbang ketika rintik hujan turun membasahi pundaknya. Mendongak sebentar kemudian membuka payung berwarna biru donker yang dia bawa, ada perasaan hangat menelisik di benak dara yang baru saja genap berusia duapuluh tahun itu ketika memegang gagang payung tersebut. Hingga sebuah senyum tipis tercipta di wajah seorang Park Sunyoung, seperti orang bodoh.
Sayangnya Sunyoung harus menunggu bis lebih lama karena dia terlambat beberapa menit dari jadwal. Gadis itu menghela napas dan kemudian mengepalkan tangannya sendiri, ujung jemarinya selalu gemetaran ketika kedinginan dan dia benci itu.
“Baru pulang sekolah, ya?” Suara bass itu membuat Sunyoung berhenti bernapas, suara itu membuat jantung Sunyoung berdetak lebih cepat, suara itu juga membuat seperti ada kupu-kupu terbang di dalam perut Sunyoung, suara itu seakan sebuah lubang hitam yang siap menyedot Sunyoung ke dalamnya, suara itu—terdengar sangat familiar. “Gomawo, sudah menepati janjimu menjaga payungku.”
Park Chanyeol, pemuda itu berdiri tepat di sebelah Sunyoung sambil tersenyum lebar. Park Chanyeol. Iya, Park Chanyeol.
Dejavu, Sunyoung?