Tok tok tok, suara ketukan pintu sejak tadi tak henti-hentinya terdengar namun pintu itu tak kunjung terbuka. Sosok yang sejak tadi berada di depan pintu itu mencoba membuka pintu perlahan, dilihatnya sosok seorang pria duduk termenung di sebelah ranjangnya. “Wooyoung-a~ ayo kita makan. Sampai kapan kau akan begini?” Tanya Jun.K yang masih berdiri di depan pintu. Wooyoung sama sekali tidak menoleh, seolah dia tidak mendengar apapun dan terhanyut dalam lamunannya sendiri. Jun.K pun mendekat dan duduk di sebelahnya “wooyoung-a~ jangan seperti ini, kami sangat khawatir.” Jun.K dan member 2PM lain sudah kehabisan cara untuk membujuknya keluar dan beraktivitas seperti semula. “hyung..” panggil wooyoung pelan, perlahan dia mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk dan menatap Jun.K dengan mata berkaca “bagaimana ini? Aku tidak bisa melupakannya.” Setetes air mata jatuh dipipinya dan langsung disambut pelukan erat oleh Jun.K. “gwaencanha Wooyoung-a~ gwaencanha.” Hanya kata itu yang sanggup keluar dari mulut Jun.K melihat orang yang sudah dia anggap seperti adik sendiri ini mengangis dalam pelukannya, Jun.K memeluknya erat dan menepuk-nepuk pundaknya berharap Wooyoung merasa lebih baik. Sudah satu minggu ini keceriaan dan tawa Wooyoung yang biasanya meramaikan dorm menghilang, para member termasuk Jun.K pun tahu apa penyebabnya, namun tak ada yang bisa mereka lakukan untuk mengembalikan Wooyoung yang dulu, Wooyoung yang dulu mereka kenal.
Setelah dibujuk Jun.K Wooyoung pun akhirnya keluar kamar. Duduk di meja makan dan kembali hanyut dalam lamunannya.
“Oppa… Wooyoung oppa~” panggil seorang gadis cantik sambil berlari mengejar sosok pria yang sedang berlari dihadapannya, pria itu hanya menoleh dan tersenyum tanpa memperlambat langkahnya. “cepat.. masa kau tidak bisa mengejarku.” Dia tersenyum sambil terus berlari di hamparan pasir putih menuju laut di hadapannya. Diapun berhenti tepat sebelum air laut menyentuh kakinya. “ahhh oppa kenapa kau meninggalkanku, hah cape sekali tau engga.” Gerutu gadis itu sambil bertopang pada lututnya dan mengatur napas yang terengah – engah. “Tada!!” Wooyoung menunjuk ke arah laut, gadis itu pun menegakan tubuhnya dan melihat kearah tangan Wooyoung menunjuk “waaaahhhh, daebak. Cantik sekali” gadis itu terkagum-kagum dengan pemandangan matahari tenggelam yang disuguhkan di depan matanya, cahanya oranye menyinari lautan ditemani burung-burung camar yang terbang kesana kemari. Wooyoung tiba-tiba memeluknya dari belakang “bagaimana? Baguskan?” Tanya Wooyoung sambil memeluk gadis itu yang masih takjub melihat pemandangan di depannya. Gadis itu mengangguk, “bagus sekali, terimakasih sudah mengajakku kesini. Pemandangan ini lebih sempurna karena aku melihatnya dalam pelukkanmu. Gomawo, jagia.” Dia tersenyum dan memegang tangan Wooyoung yang masih melingkar di bahunya. “terimakasih? Aku yang harusnya berterima kasih, satu tahun ini kau sudah hadir dalam hidupku. Gomawo, jagia” bisiknya pelan pada telinga gadis itu. Gadis itu pun membalikan tubuhnya, melihat pria yang sudah satu tahun menjadi kekasihnya ini dan tersenyum manis. “Saranghae” gumamnya sambil melihat mata Wooyoung, Wooyoung pun balas tersenyum “saranghae” ucapnya. Dia menatap wajah kekasihnya yang tersorot cahaya lembayung oranye, rambut panjangnya tergerai dimainkan angin. Cantik, gumamnya dalam hati. Dia mengelus rambut hitam itu dan memperhatikan dengan seksama, mata cantiknya, hidungya dan.. bibir tipisnya. Wooyoung pun mendekatkan wajahnya, gadis itu hanya tersenyum dan keluar dari pelukan Wooyoung lalu berlari ke arah laut, “oppa.. ayo kita main air” dia melambaikan tangannya sambil mencipratkan air laut yang sudah setinggi lututnya. Wooyoung hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum.
“Wooyoung-a~” suara Jun.k mengakhiri lamunannya. “aku sudah memasak, ayo kita makan” kata Jun.K sambil menaruh nampan berisi sup dan nasi di atas meja. “dia bilang dia mencintaiku” ucap Wooyoung tanpa ekspresi. “apa?” Tanya Jun.K tidak mengerti maksud perkataannya. “dia bilang dia mencintaiku hyung, Hanna” ucapnya pelan, nama itu seolah sulit untuk dia ucapkan. “tapi kenapa? Kenapa dia meninggalkanku? Aku sama sekali tidak mengerti. Kenapa dia memilih bersama pria itu, pria yang ku anggap seperti hyung-ku, pria yang tahu lebih dari siapapun betapa berartinya Hanna untukku, dia bahkan tau aku tidak bisa hidup tanpa Hanna, tapi kenapa dia merebutnya dariku hyung?” Wooyoung menatap Jun.k dengan wajah penuh tanda tanya. “itu..umm..mungkin dia punya alasan lain” jawab Jun.K yang bingung harus berkata apa “apa? Alasan? Alasan macam apa sampai Hanna mau meninggalkanku demi Khun hyung? Ah, tidak, aku bahkan tidak sudi lagi memangilnya hyung. Nichkun bahkan tau betapa hancurnya aku tanpa Hanna, dan dia tetap melakukannya.” Wooyoung berdiri dan menggebrak meja yang membuat Jun.K kaget bukan main, diapun pergi meninggalkan meja makan dan pergi menuju pintu. “wooyoung-a~ kau mau kemana?” Tanya Jun.K yang hanya dijawab dengan suara bantingan pintu.
Wooyoung menaiki mobilnya dan melaju cepat tanpa tujuan. Dia tidak tahan lagi ada di dorm, terlalu banyak kenangannya bersama Hanna disana. Mobilnya terus melaju kencang hingga berenti disebuah restoran pasta, “ahh kenapa aku malah kesini” gumamnya yang menyadari dimana mobilnya ini terparkir, dia pun berniat menginjak gas lagi tapi dibatalkannya. Dia malah turun dan masuk kedalam restoran itu. Melihat ke sekeliling restoran membuat memory nya berputar seperti rentetan adegan film yang tidak sanggup dia hentikan.
“aaaa” Kata Hanna menyodorkan garpu dengan Fettuccine tergulung disana, yang kini berpindah ke dalam mulut Wooyoung. “hmm enak sekali” kata Wooyoung sambil mengunyah makanan yang memenuhi mulutnya. “wahh tidak terasa ya, rasanya baru kemarin kita merayakan 1st Anniversary kita di pantai di Busan, dan sekarang ternyata sudah dua tahun kita bersama . Waktu memang tidak terasa saat aku bersama kamu” dia tersenyum sambil menatap gadis yang sangat dicintainya itu. “iya, ternyata sudah dua tahun. Dua tahun yang benar-benar membahagiakan buat aku. Dua tahun ini aku menjadi gadis paling beruntung karena punya kamu di sisi aku.” Hanna tersenyum dan kembali melanjutkan makannya. “aku juga merasa begitu. Kita harus terus bersama, oke? sampai anniversary kita yang ke 3 ke 4 dan seterusnya. Asal kamu engga nyuruh aku pergi, aku akan terus menempel. Haha” kata-kata Wooyoung itu membuat Hanna menghentikan makannya, dan menaruh garpu yang dia pegang di meja lalu menatap Wooyoung “kalau… kalau aku yang nyuruh kamu pergi, kamu akan pergi?” tanyanya dengan wajah serius, “kenapa kamu nanya begitu? Emangnya kamu mau pergi ninggalin aku? enggga boleh, awas aja kalo berani nyuruh aku pergi.” Jawab Wooyoung dengan wajah cemberut. “engga, bukan begitu. Asal kamu tau hal yang paling aku takutkan itu adalah saat aku harus ninggalin kamu. aku Cuma….” Ucap Hanna ragu dan kata-kata itu mengagetkan Wooyoung “kamu kenapa sih? Aneh banget hari ini. Aku benci banget yah kita ngomongin hal konyol kaya gini, kamu engga sadar hari ini hari apa?” Wooyoung mendadak marah mendengar kaliamat yang di ucapkan Hanna, sesungguhnya dia hanya takut mendengar kata-kata gadis cantik itu. “sorry, kenapa kamu marah? Akukan Cuma bilang kalau” kata Hanna sambil memegang tangan Wooyoung yang ada di atas meja. “makanya jangan ngomong gitu lagi, aku engga akan ninggalin kamu jadi kamu juga engga boleh pergi, oke? Mianhae, aku jadi marah-marah. aku engga bermaksud...” kalimatnya terhenti,bingun kata apa yang harus dia ucapkan. “I love You, jagia.” Sesal Wooyoung yang menggenggam tangan Hanna yang ada di atas telapak tangannya. “love You too” Hanna pun tersenyum kembali.
“permisi, ini pesanannya” seorang waiter menaruh sepiring fettuccine di atas meja. Wooyoung kembali tersadar adegan dalam otaknya tadi adalah kejadian satu tahun yang lalu di restoran ini, tepat di meja ini. “harusnya aku sama kamu disini, ngerayain anniversary kita yang ke tiga, satu bulan lagi. Kita bahkan engga bisa sampai tiga tahun? kenapa? Sebenarnya kamu kenapa Hanna?” Pertanyaan itu terbersit di hatinya. Masih teringat jelas kejadian satu minggu yang lalu, kejadian yang sama sekali tidak sanggup dia percaya sampai saat ini, meskipun kata “putus” itu terucap dari mulut Hanna sendiri. Meskipun matanya sendiri yang melihat Hanna bersama pria itu, Nichkhun.
-Satu minggu yang lalu-
Jam menunjukan pukul 8 pagi. Wooyoung terbangun karena suara handphone nya yang terus berdering di atas meja. Dia pun keluar dari balik selimut putihnya dan mengambil handpone diatas meja lalu melihatnya ‘incoming call -Jagia-‘ dia pun terlonjak dari kasurnya dan langsung mengangkat telepon itu, “good morning” sapanya manis. “oppa, bisa kita bertemu hari ini?” balas Hanna dengan suara datar, tidak seperti biasanya yang selalu ceria saat menelpon Wooyoung setiap pagi untuk membangunkannya, kali ini dia berbeda. Wooyoung pun merasakan keanehan itu. “bisa, dimana? Suara kamu kenapa? Ko serak begitu? Sakit?” tanyanya khawatir. “tidak. Kita bertemu di café biasa saja, aku tunggu jam 1 siang.” Jawab Hanna masih dengan nada yang datar. “oke baiklah. Kamu sudah mandi? Sudah sarapan belum?” Tanya Wooyoung yang dijawab dengan suara batuk di sebrang sana. “Hanna ya~ kamu sakit ya?” Tanya Wooyoung mendengarnya. “tidak oppa, sampai bertemu nanti siang.” Jawabnya singkat. “Hanna….” Kalimat Wooyoung terhenti saat mendengar suara tu tut tut terdengar , telepon itu sudah terputus. “apa dia marah?” Tanya Wooyoung pada dirinya. Seminggu yang lalu dia pergi ke Jepang bersama 2PM, sudah tiga hari di Korea tapi mereka belum bertemu, bahkan tidak sms dan telepon karena jadwal Wooyoung yang padat. Biasanya di saat seperti itu Hanna yang duluan menghubungi Wooyoung atau bahkan menyempatkan diri ke dorm untuk menjenguk, tapi ini tidak. Wooyoung pikir Hanna mungkin memiliki kesibukan sendiri.
Tepat jam satu siang, mobil Wooyoung sudah terparkir di depan café yang sudah sangat familiar baginya, tempat dia dan Hanna biasa menghabisakan waktu. Diapun masuk dan memutarkan pandangannya ke sekeliling café dan terhenti pada satu meja di pojok, tempat seorang gadis cantik duduk disana. Wajah itu tak asing baginya, wajah yang satu minggu ini amat dia rindukan. Diapun berjalan kearah meja itu dan duduk tepat di kursi di depan Hanna “annyeong,” senyum manis Wooyoung terkembang, “sudah lama? Aku engga telat kan?” kata Wooyoung sambil melihat jam tangannya yang menunjukan tepat pukul 1. Hanna hanya terdiam disana, tidak balas menyapa bahkan tersenyum pun tidak. “Hanna ya~ kamu kenapa? Ko diem aja? Marah ya? Aku kan…” belum selesai Wooyoung bicara Hanna sudah memotongnya “oppa..” dia menatap Wooyoung yang ada di hadapannya. “kamu ko pucet sih? Sakit ya?” Tanya Wooyoung sambil menaruh tangannya di dahi Hanna. Hanna malah langsung melepaskan tangan itu, “oppa..kita..kita putus saja” kata Hanna dengan suara seraknya. “apa?” Wooyoung kaget mendengarnya lalu hanya tersenyum “engga lucu ah, jangan bercanda seperti ini. Kamu kenapa? Marah ya? Maaf seminggu ini meninggalkanmu ke Jepang, tapi inikan bukan pertama kalinya.” Wooyoung berusaha menjelaskan.
“Aku serius oppa.” Ucapannya terhenti sebentar, lalu dia kembali melanjutkan “aku.. aku menemukan pria lain yang lebih baik darimu.” Kata Hanna sambil melihat wajah Wooyoung yang kini berubah tak percaya “apa? Maksud kamu apa sih? Aku sama sekali engga ngerti. Kamu tau aku benci banget bercanda soal ini, jadi jangan bikin aku marah.” Wooyoung masih belum mencerna kata-kata yang baru saja di dengarnya. “aku bosan oppa, aku bosan dengan hubungan kita… dengan kamu.” Jawabnya sungguh-sungguh “aku rasa dua tahun sudah cukup untuk kita. Dan sekarang sepertinya sudah waktunya untuk mengakhiri ini. Aku beterima kasih atas semuanya selama ini, tapi sekarang ini sudah berakhir. Maafkan aku oppa, aku harap kau bisa menemukan gadis yang lebih baik dariku seperti aku sudah menemukan pria terbaik untukku.” Hanna pun berdiri dari kursinya dan tersenyum “aku selalu mendoakan kebahagiaan untuk mu, meskipun itu bukanlah bersamaku” senyum manis itu benar senyum Hanna, gadis yang ada di hadapannya ini benar Hanna yang dia kenal, tapi Wooyoung tidak bisa mempercayainya.
Hanna pun berjalan meninggalkan Wooyoung yang masih duduk mematung disana. Langkahnya terhenti di luar pintu masuk café karena Wooyoung menarik tangannya. “kita putus?” sambil menarik badan Hanna yang kini sudah menghadap ke arahnya. “aku..aku salah apa sih? Aku kenapa? Kita bisa beresin semuanya, aku bisa berubah seperti apa yang kamu mau, tapi kamu harus bilang dulu bagian mana yang harus aku rubah? Hal apa yang kamu engga suka dari aku?” kata-kata itu keluar seperti rentetan peluru yang tak ada henti-hentinya. “oppa jangan begini, aku jadi merasa bersalah. Aku engga mau nyakitin kamu jadi sebaiknya kita hentikan sampai disini atau kamu akan lebih terluka.” Jawab Hanna sambil melepaskan tangan Wooyoung yang sedang menggenggamnya. “lebih terluka? Apa kamu engga tau gimana sakitnya hati aku saat ini? apalagi yang bisa bikin aku terluka lebih dari ini. Jadi tolong tarik kata-kata kamu.” Pinta Wooyoung dengan ekspresi sedih yang sebelumnya belum pernah dilihat Hanna.
“Oh itu jemputanku sudah datang” Hanna menoleh ke arah mobil hitam yang baru saja masuk ke parkiran café tersebut. “ini yang kumaksud bisa lebih menyakitimu.” Hanna menatap Wooyoung dan mereka berdua pun kembali menoleh ke arah mobil hitam tadi, pintunya kini terbuka, dan keluarlah sosok lelaki tampan dari kursi depan. “dia kekasihku.” Hanna menjelaskan pada Wooyoung yang tidak percaya melihat sosok pria yang sangat familiar baginya. “Nichkhun hyung?” dia menatap pria yang kini tengah berdiri di hadapannya itu “Wooyoung-a~ mianhae.” Jawab Nichkhun singkat dan langsung dibalas dengan pukulan Wooyoung yang mendarat ke wajah tampannya.
“oppaaaaa!!” teriak Hanna kaget sambil membantu Nichkhun berdiri, “apa yang kau lakukan?” bentak Hanna pada Wooyoung. “Harusnya kita akhiri saat aku masih bicara baik-baik, aku sungguh benci melihatmu seperti ini.” Kata-kata Hanna itu membuat Wooyoung sadar dia ternyata benar-benar akan kehilangan gadis manis itu, gadis itu meninggalkannya demi Nichkhun, pria yang paling dekat dengannya, pria yang dia anggap sebagai hyungnya.
"saranghae" kata-kata Hanna itu masih terngiang di kupingnya. "benarkah ini? benarkah dia menghianatiku demi Nichkhun?" pertanyaan itu yang terus Wooyoung tanyakan pada dirinya. "mampukah aku melupakanmu? Hanna ya~"
-to be continued-