***
—Panti Asuhan Schrodinger’s House, Winchester, United Kingdom.
“Mihaeru, oper bolanya padaku!” seru Arthur seraya melambaikan tangannya ke arah gadis berdada ra—eh, berpakaian serba hitam. Gadis yang namanya disebut barusan mengacungkan jempolnya ke atas, lalu bola itu pun dioper ke arah Arthur.
Aku menghela napas di pinggir lapangan. Sebenarnya sebelum memulai permainan bola sepak, aku berkali-kali diajak bermain bersama oleh Mihaeru, tapi berkali-kali pula aku menolaknya. Jujur saja, aku tidak mengerti bagaimana cara bermain bola. Yang selama ini kulihat hanyalah segerombolan orang-orang yang memperebutkan satu bola. Apa gunanya, sih? Kakiku akan lecet jika memaksa merebut satu bola itu!
Lagipula, aku bukan tipe anak yang senang menghabiskan waktu di lapangan. Aku lebih senang berdiam diri di dalam kamar panti asuhan dan bermain game sendirian. Mihaeru pernah mengejekku kalau aku adalah makhluk aneh yang lebih memilih hidup di dunia virtual daripada di dunia sungguhan—ketika dia bertanya padaku mana yang akan kupilih antara game dan bermain bola.
Aku memandang gameboy dalam genggamanku, gameboy yang beberapa saat lalu diberikan Roger si pengurus panti asuhan tempatku menetap sekarang. Kakek tua nan botak itu memberikan gameboy padaku sebagai hadiah di hari ulang tahunku. Oh, ya, tentu saja hari ini aku sedang berulang tahun yang ke sebelas.
Tapi … aku merasa tak ada satu pun anak panti asuhan yang mengingat hari ulang tahunku, bahkan teman baikku sendiri—Mihaeru Keehl. Menyebalkan sekali, bukan? Gadis itu justru asyik menggocek bola dari lawan, seolah memang hanya itulah tujuannya hari ini. Aku menghela napas lagi, entah sudah yang ke berapa kali, aku tidak ingat.
Akhirnya aku memilih untuk kembali ke kamar dan menguji coba kualitas gameboy yang diberikan Roger. Meskipun agak kesal, tapi mengingat aku memiliki gameboy baru entah mengapa membuatku sedikit bersemangat. Oh, ingatkan aku untuk tidak memberitahunya pada Mihaeru, aku tidak mau dia merusaknya lagi seperti dua bulan lalu.
BRAK!
Aku tersentak kaget ketika tiba-tiba pintu kamarku dibuka paksa.
“CHO!”
Ah, siapa lagi yang memanggilku Cho kalau bukan Mihaeru? Aku segera menyembunyikan kekasihku—gameboy—di belakang tubuhku, aku berkedip beberapa kali.
“Ada apa, Keehls?”
“Kenapa kau tidak memberitahuku kalau sekarang kau ulang tahun?”
Aku menggaruk tengkukku yang sama sekali tidak gatal. Aku memasang cengiran lebar. “Itu … kupikir kau mengingatnya, atau kupikir kau akan memberikan ucapan nanti saat jadwal makan malam.”
“Aku tidak tahu kapan kau ulang tahun, bagaimana bisa aku mengucapkan selamat?”
Aaah! Aku kecewa sekali mendengar kata-kata Mihaeru barusan! Seharusnya dia sudah hafal kapan tanggal lahirku! Aku dan dia ‘kan sudah berteman sejak aku masuk ke panti asuhan ini empat tahun lalu. Bagaimana bisa dia tidak tahu tanggal ulang tahunku?!
“Seharusnya kau tahu, Keehls. Tahun kemarin aku sudah memberitahumu saat kau diam saja tanpa mengucapkan selamat padaku bahkan ketika tanggal sudah berganti. Lagipula … ulang tahun itu tidak penting, ‘kan? Usiaku hanya bertambah satu,” ujarku. Bohong sekali! Apanya yang tidak penting? Padahal aku sangat berharap Mihaeru akan memberiku selamat, atau yang lebih bagus memberiku hadiah.
“Oh? Tidak penting, ya? Baiklah, aku akan kembali bermain bola bersama Arthur. Sesekali kau harus mengolah-ragakan tubuhmu agar sehat, jangan hanya duduk diam dan bermain game.” Mihaeru melambaikan tangan padaku.
Apa … APA-APAAN ITU?!
Tanpa sadar tangan kananku meraih ke depan, meraih udara kosong. Aku tidak ingin Mihaeru pergi begitu saja, terlebih melanjutkan bermain bola bersama Arthur and the gank! Aaah! Memangnya Mihaeru tidak sadar kalau Arthur diam-diam menyukainya? Menyebalkan! Menyebalkan! Si mata hijau itu pasti senang sekali kalau Mihaeru kembali bermain bola. Aku tidak bisa membiarkannya! Hmph!
Aku berlari melewati lorong, mencari Mihaeru yang beberapa saat lalu meninggalkan kamarku. Kenapa dia cepat sekali? Atau aku yang terlalu lama berpikir untuk mengejarnya?
Mata obsidianku mencari-cari di antara segerombolan anak-anak panti asuhan yang sedang bermain bola. Sial! Kenapa aku tidak menemukannya? Aku memberanikan diri melambaikan tangan ke arah Michael. Laki-laki itu menghampiriku.
“Ada apa, Kyu Hyun?” tanyanya seraya menyeka keringat yang jatuh di pelipis. Uh, aku bertanya-tanya kenapa Mihaeru yang notabene seorang perempuan hobi sekali bermain bola? Bahkan dia tidak malu meski hanya dia sendiri yang berjenis kelamin perempuan. Apa enaknya bermandikan keringat seperti itu?
“Apa kau melihat Mihaeru? Kupikir dia kembali bermain bola.”
Michael melirik ke arah Arthur, dia melambaikan tangannya pada laki-laki si mata hijau itu. “Arthur, kau tahu di mana Mihaeru? Bukannya barusan dia bicara padamu?”
“Ha? Bukankah dia pergi ke kamar Kyu Hyun?”
Sepertinya informasi barusan sudah cukup. Itu berarti Mihaeru belum kembali ke lapangan. Aku menepuk pelan pundak Michael. “Baiklah, terima kasih.”
“Oke!” jawabnya sambil berlari ke tengah lapangan, melanjutkan bermain bola.
Aku melangkah berbalik. Mungkin lebih baik aku bicara padanya nanti saja saat jadwal makan malam. Ouch! Aku melupakan gameboy-ku! Aku berlari tergesa-gesa menuju kamar, aku ingat aku belum menutup pintu kamarnya, aku takut gameboy baru pemberian Roger itu hilang.
Dan … astaga! Betapa terkejutnya aku saat melihat Mihaeru berdiri di kamarku seraya memegang gameboy-ku yang … layarnya retak! Aku ingin menangis!
“Aku tidak sengaja mendudukki gameboy ini. Apakah ini milikmu?”
“A-apa? Ya, itu milikku dan kau sudah merusaknya. Kupikir kau kembali bermain bola, lalu kenapa kau ada di sini?”
Mihaeru menggaruk-garuk lehernya, aku yakin dia tidak gatal. “Err … aku ingin memberimu hadiah, jadi, aku kembali lagi ke kamarmu.”
“Eh?”
Air mata yang berlomba-lomba jatuh tadi tidak jadi menjatuhkan diri. Aku merasa mataku kering lagi. Seorang Mihaeru Keehl memberiku hadiah? Aku tidak tahan untuk tidak memasang senyuman lebar.
“Hadiah? Untukku? Mana?” tanyaku penuh semangat. Aku yakin saat ini sepasang mataku sedang berbinar-binar.
“Aku tidak memilikinya saat ini.”
“Ha?”
“Aku kembali ke kamarmu karena aku ingin bertanya hadiah apa yang kauinginkan dariku,” ujar Mihaeru tanpa dosa.
“Kalau kukatakan aku ingin kau memberiku gameboy, kau akan memberinya?”
“Tidak. Gameboy terlalu mahal.”
Aku menjambak rambutku. “Bagaimana dengan PSP?”
“Itu lebih mahal, bodoh.”
“Kaos?”
“No.”
Aku berjongkok. Aku tidak tahan! “Yaa! Kalau begitu untuk apa kau bertanya padaku jika kau tidak bisa memberikannya, ha?! Kau juga sudah merusak gameboy baru pemberian Roger! Aku bahkan belum memainkannya!” aku berteriak-teriak. Ini pertama kalinya aku marah pada Mihaeru, ini juga pertama kalinya aku menangis karena gadis itu.
“Maaf.”
“Aku meminta ciuman darimu pun kau takkan memberikannya, ‘kan? Sudahlah, keluar dari kamarku.” Aku berdiri dan merangkak ke atas tempat tidur, hendak mencurahkan kesedihanku pada bantal dan guling. Aku membenamkan wajahku yang sedang menangis ke dalam bantal. Memalukan! Menyebalkan! Aku benci hari ini!
“Kurasa aku bisa memberikannya.”
Hening. Aku mengangkat wajahku, mataku melirik ke arah Mihaeru yang masih berdiri seraya memandangku. Apa? Apa yang akan dia berikan padaku?
“Kau meminta ciuman, ‘kan?”
Rasanya aku akan tersendak! Demi Tuhan aku hanya bercandaaa! Aku mendudukkan diri, memandang wajah Mihaeru yang tampak datar seperti biasa—tanpa senyuman. Namun, entah kenapa aku merasa kalau wajahnya bersinar, sangat cantik. Mendadak aku berdebar.
“E-eh? Kau sungguh-sungguh akan memberikannya? Itu pasti pengalaman pertamamu, ‘kan? Maksudku … setiap gadis selalu memberikan ciuman pertama mereka pada laki-laki yang mereka sukai. Kenapa—“
“Kau juga pasti yang pertama. Nah, apa masalahnya?”
“Err … baiklah.” Aku pasrah.
Aku mendekat ke arah Mihaeru yang masih berdiri. Gadis itu tampak tidak merona sama sekali, bahkan aku merasa wajahnya seolah menantangku untuk segera menciumnya. Apa … aduh! Jantungku kenapa berdebar kencang begini?!
“Kau sungguh-sungguh?” aku bertanya lagi.
“Lakukan saja, cepatlah.”
Aku menggigit bibir. Astaga, bahkan dari nada bicara Mihaeru kentara sekali kalau gadis itu tidak tahan agar aku segera menciumnya. Atau jangan-jangan dia memang berharap aku melakukan ini sejak dulu? Entah kenapa aku ingin tertawa ketika berpikir seperti itu, tapi aku menahannya, tentu saja.
Aku membasahi bibirku terlebih dahulu. Dia tampak diam.
Aku mendekat lagi.
Aku semakin berdebar!
Lima sentimeter lagi!
Berjuaaang, Cho Kyu Hyun!!!
Tiga sentimeter!
Rasanya aku hendak pingsan, mama tolong!
Satu sentimeter!!!
Haaa—ngat! Mama, anakmu sedang melayang!
BRAK!
Aku tersentak kaget dan refleks segera mendorong tubuh Mihaeru saat mendengar bunyi pintu yang dibuka. Otomatis gadis itu terjungkal. Aku meringis pelan ketika mendapati Arthur memandangku dan Mihaeru secara bergantian.
“Apa yang kalian lakukan?”
Aku diam. Saat sadar bahwa aku masih memonyongkan bibirku, aku segera menutupnya dengan telapak tangan kanan. Aku menggeleng-geleng cepat ke arah Arthur. Mihaeru yang jatuh tengkurap langsung kembali berdiri, menepuk-nepuk celananya yang sedikit kotor. Pandangan mata Mihaeru tertuju ke arahku, ada kilatan amarah di sana. Aku tahu dia tidak terima ketika aku mendorong tubuhnya barusan.
“Ada apa kau kemari?” tanya Mihaeru dingin.
“Aku diperintah Roger untuk memanggilmu. Katanya kemarin kau merusak gundam milik Nate lagi, bocah itu tidak bisa berhenti menangis karenanya,” jawab Arthur.
“Oh, dasar bocah cengeng. Baiklah, aku akan pergi ke ruangan Roger.” Mihaeru melangkah menuju pintu bersama Arthur. Aku cengo. Sebelum aku sempat berkedip, tiba-tiba Mihaeru menoleh ke arahku. Jari telunjukknya ia arahkan padaku. Aku berdebar, dia pasti akan membalas dendam! “Urusan kita belum selesai, Cho.”
Dan mereka pun berlalu. Bahuku melorot.
Akan kucatat dalam sejarah hidupku bahwa hari ini adalah ulang tahun tersial dalam hidupku, aku takkan pernah melupakan hari ulang tahunku yang ke sebelas ini. Gameboy baruku rusak dan aku hanya berhasil menempelkan bibirku pada bibir Mihaeru satu detik saja! Dan nanti … akan ada kejutan menyebalkan lain. Mungkin gadis itu akan menyuruhku membelikan seluruh uang tabunganku untuk membelikannya coklat. Siapa yang tahu, kan?
Pembalasan dendam seorang Mihaeru Keehl sangat mengerikan, percayalah.
** END **
Otanjōbi Omedetō, Cho Kyu Hyun~! Di sini Kyu Hyun dan Mihaeru masih bocah unyu. Oke, maaf sudah menistakanmu, Kyu~ hihihi :D
RCL?
Sunday, February 02, 2014