home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > The Story Of EXO

The Story Of EXO

Share:
Author : Monie47
Published : 29 Jan 2014, Updated : 29 Nov 2015
Cast : All Member EXO
Tags :
Status : Ongoing
9 Subscribes |1387575 Views |36 Loves
The Story of EXO
CHAPTER 1 : Story 1: My Turn To Cry

 

Title:
My Turn To Cry [Kris's Story]

Author:
Monie Akakuro

Rating:
PG-15

Genre:
Angst, Romance

Length:
Gak ngerti. One Shot kayaknya.

Main Cast:
- Kris EXO
- Kang Mae Ri (OC)

Disclaimer:

Terinspirasi dari lagu EXO - My Turn To Cry ama MV Miracle In December :D

Note:

seperti biasa, FF nya juga pernah aku post di wordpress Monie's World dan note facebook :D

Lebih enak lagi bacanya sambil denger lagu My Turn To Cry biar nangis hehehe... Klik disini

****

Air mata ini. Tanpa kuinginkan terus turun membasahi kedua pipiku.

Rindu...

Sakit...

Marah...

Sesal...

Hatiku tersayat perih melihat apa yang ternyata selama ini kau lihat. Kau selalu memperhatikanku. Kau selalu menatapku. Kau selalu melihat diriku ada dimatamu.

Air mataku berubah menjadi isakan penyesalan. Aku ingin kau kembali. Aku ingin kau ada disampingku sekarang. Aku ingin kau memeluku. Sulitkah itu? Tanyaku marah pada sebuah lukisan yang ada di hadapanku.

Lukisan seorang penari balet sedang menari dari balik jendela gedung terlukis lembut dikanvas putih. Sangat lembut perpaduan warna yang kau tumpahkan diatas kanvasnya. Itu aku. Penari balet itu adalah aku. Selembut itu kah kau menatapku?

Tak jelas lagi gambar lukisanmu dimataku. Air mata deras ini telah mengaburkan pandanganku. Sama seperti aku ingin mengaburkan ingatanku tentangmu. Namun aku tidak pernah bisa.

Isakan ku kembali terdengar. Betapa aku sangat ingin bertemu kembali dengan pelukis lukisan ini. Aku merindukannya. Aku sangat mencintainya.

Apakah kau mendengarku? Apakah kau merasakan aku disini? Mungkin pikiranku sudah tidak normal, tapi hatiku tidak beranggapan demikian. Aku sangat mengharapkannya. Kugidik pelan bahuku saat merasakan ada hembusan angin yang menerpa leherku dengan sangat lembut.

Aku menoleh kearah hembusan angin tadi. Kutahan isakanku.

"Kris... Kau kah itu?" Bisikku pelan.

Kris's Story: My Turn To Cry

Tut.. Tut.. Tut..

Nada sambung masih terus terdengar. Dengan sabar Kris menunggu orang yang diseberang mengangkat panggilannya.

Tut.. Tut.. Tut..

Apakah dia masih sibuk? Atau ponselnya sedang di silent? Atau dia masih latihan dan ponselnya ada didalam tas? Berbagai spekulasi berputar didalam otak Kris sekarang ini.

Tut.. Pip

"Ah Mae.."

"Kang Mae Ri disini. Sekarang aku sedang sibuk. Kau bisa meninggalkan pesan setelah.."

Pip.

Sebelum suara rekaman mail box habis Kris langsung mematikan ponselnya. Sudah 5 kali ia mencoba menelepon wanita itu tapi tak pernah dia angkat.

Kris menghela nafas panjang. Selama 1 minggu ini Kris belum melihat wajahnya lagi. Sedang apa dia? Apakah wanita itu lupa ia mempunyai seorang pacar di ruangan ini?

Mata Kris menatap ruangan disekitarnya. Sepi. Hanya ia sendiri diruangan besar ini. Ruangan yang penuh dengan berbagai papan kanvas dan penyangganya. Ruang kelas seni lukis yang tidak terpakai lagi. Tapi ia sangat menyukai tempat ini. Seorang diri melukis dengan nyaman tanpa ada kebisingan dunia luar.

Kepalanya menoleh kearah kanan. Tempat duduknya tepat berada di sebelah jendela kaca besar. Dari sini ia bisa menatap dengan jelas ke arah luar. Tepatnya ke jendela besar di gedung sebelah. Ia bisa melihat beberapa penari balet sedang latihan didalam sana.

Biasanya ia selalu melihat wajah wanita itu disana sambil tersenyum dan tertawa melambai-lambaikan tangannya memberi tanda bahwa ia melihat Kris sedang duduk disini sambil melukis. Tapi sekarang matanya tidak melihat senyuman itu ada disana. Ia sangat merindukannya.

Mata Kris kembali kearah kanvas yang ada dihadapannya. Tangannya dengan ahli melanjutkan lagi menorehkan goresan kuas diatas kanvas itu. Sudah hampir 70 persen lukisannya akan selesai. Bisa terlihat gambarnya dengan jelas. Seorang penari balet memakai baju berwarna pink dengan rambut digulung keatas sedang menari bahagia dari balik jendela. Gambar itu akan terlihat sama jika Kris menolehkan kepalanya ke arah jendela lagi. Kuasnya terus menggores. Walaupun wanita itu tidak ada disana namun mata dan otaknya masih bisa ingat dengan jelas ketika wanita itu menari balet disana waktu itu.

Tidak... Kenapa ini harus datang lagi?!

Kuas ditangan Kris terjatuh ke lantai. Dengan kuat ia mencengkram pinggiran atas papan kanvas. Menahan rasa sakit di kepalanya yang tiba-tiba menyerang lagi. Matanya terus terpejam meringis kesakitan.

Dari hidungnya terasa ada yang mengalir keluar. Diusapnya pelan dengan masih meringis. Terasa kental cairan itu ditangannya. Ia mencoba paksakan matanya membuka. Banyak darah yang sudah menempel ditangannya saat mengusap hidungnya tadi.

Lucky I'm in love with my bestfriend~ Lucky to...

Tangan Kris langsung meraih ponselnya yang tergeletak disebelah tempat cat warna saat mendengar ringtone Lucky - Jason Mraz nya berdering. Terlihat dilayar nama 'Kang Mae Ri' memanggil. Cepat-cepat ia mengusap 'Answer' yang berwarna hijau di layar sentuh dengan ibu jarinya dan tidak memperdulikan warna hijau itu langsung berubah menjadi warna merah karena darah yang menempel dijarinya.

***

"Kau tahu? Betapa susahnya gerakan Black Swan itu. Tapi aku yakin aku harus bisa. Oh aku tidak bisa membayangkan bagaimana aku di stage nanti sendirian!"

"Aku lelah sekali setiap hari berlatih selama berjam-jam. Semakin dekat dengan hari pertunjukan membuat badanku semakin remuk. Memang sih masih 2 bulan lagi. Tapi pelatih Jung membuatku gila!"

"Oh iya aku mempunyai berita bagus! Kemarin Keomjongi melahirkan 4 anak!! Kau mau? Nanti 1 kuberikan agar bisa menemanimu melukis, bagaimana?"

"Aaahh na paegopha~~~ kenapa makanannya lama sekaliiii~~???"

Kedua tangan Mae Ri menjulur ke arahnya diatas meja. Dagunya ia tempelkan dipinggiran meja dengan wajah kelaparan.

Sejak tadi Kris mendengarkan semua ocehan Mae Ri sambil tersenyum. Ini yang dia inginkan selama ini. Ia sudah sangat merindukan ocehan tidak penting wanita ini. Ocehan kesibukan baletnya. Ocehan dengan teman-temannya sampai ocehan anjing peliharaannya. Senyuman Kris belum menghilang walaupun ocehan wanita didepannya sudah selesai. Tapi senyuman itu semakin lebar melihat wajah wanita yang sudah dipacarinya hampir 3 tahun itu merana kelaparan.

"Kau pasti sangat lelah.." Tangannya menjulur kedepan menepuk kepala Mae Ri dengan sayang.

Merasa nyaman tangan Kris mengacak-acak rambutnya mata Mae Ri terpejam. "Kris, maaf baru sekarang aku bisa bertemu denganmu.." Ucapnya dengan nada sedikit menyesal.

Kris mendenguskan tawanya. "Tidak apa.. Aku tahu kau pasti sibuk sekali untuk pertunjukan nanti kan?"

"Ya~~!!" Mae Ri menepis tangan Kris yang semakin lama mengacak-acak rambutnya semakin kencang. Dan ia mengangkat kepalanya, tubuhnya duduk tegak kembali.

"Kris, kau sakit?" Tanya Mae Ri saat sudah melihat dengan jelas wajah Kris yang ada dihadapannya.

Masih tetap tersenyum menatap wajah Mae Ri, kepalanya menggeleng. "Ani.. Waeyo?"

Kening Mae Ri mengkerut memperhatikan wajah Kris. "Kau terlihat pucat, mata mu juga aneh. Sayu sekali.."

"Jinjja?" Kris membulatkan mata nya dengan sengaja agar dia terlihat sehat dimata Mae Ri. "Matamu yang aneh, aku sehat-sehat saja.."

"Aw!!" Mae Ri menjengit merasa kesakitan karena Kris langsung menyentil keningnya yang berkerut dengan kencang.

"Ya!!" Teriaknya marah menatap Kris kesal tapi pacarnya itu malah tertawa geli.

"Makanlah makananmu sudah datang... Gomapseumnida" Kris memelankan tawanya dan menganggukan kepalanya berterima kasih kepada ajumma yang sudah membawakan pesanan makanan mereka.

Berada di restoran tempat mereka biasa bertemu. Bercanda dengan Mae Ri sampai wanita itu menangis. Membuat Kris ingin melupakan kesakitan pada saat tadi Mae Ri meneleponnya ingin bertemu. Kris tidak mau Mae Ri mengetahui penyakitnya. Ia tidak mau senyuman diwajah Mae Ri menghilang. Maka ia harus berusaha menahan denyutan dikepalanya yang semakin lama semakin terus menyerangnya.

***

"Mae Ri-a.. jamkkanman" Kris menahan tangan Mae Ri yang masih digandengnya.

"Waeyo?" Mae Ri menghentikan langkahnya saat mau menuruni undakan tangga menuju jalan rumahnya dan menatap bingung Kris kenapa ia berhenti didepan taman. Dan ini sudah larut malam. Sudah tidak ada orang.

Kris masih terdiam menatap tatapan mata Mae Ri yang bertanya kebingungan. Ia menarik nafas dan membetulkan tali tabung kanvas lukisan yang menggantung di bahunya. Denga terpaksa mungkin ia menyunggingkan senyumnya. "Aku sudah menyiapkan kado ulang tahunmu untuk minggu depan.."

Mae Ri mendenguskan tawanya mendengar ucapan Kris. Ternyata ia hanya ingin mengucapkan itu? Tatapan bingung Mae Ri berubah menjadi senyuman melihat wajah tampan Kris. "Boleh ku tahu apa itu?" Tanyanya yang ia yakin sudah tahu apa jawaban Kris.

"Ani.. Kau tidak boleh tahu, itu surprise" Jawab Kris menggelengkan kepalanya.

"Mae Ri-a..."

Mata Mae Ri melebar kaget karena Kris tiba-tiba langsung memeluknya. "Kau kenapa?" Tanyanya lagi.

Kris tidak menjawab. Ia malah mengeratkan pelukannya. "Biarkan aku memelukmu sebentar saja.. Aku sangat rindu padamu.." Lirihnya.

Mendengar itu tangan Mae Ri mulai memeluk punggung Kris yang menjulang tinggi dihadapannya. Ia merasa sikap Kris sejak tadi aneh sekali.

Lagipula ini salahnya juga ia tidak pernah ada waktu bersama untuk Kris. Selalu menyibukkan dirinya latihan untuk pertunjukan baletnya 2 bulan nanti. Wajar saja Kris sangat merindukannya seperti ini.

"Mae Ri-a.." Kris melepaskan pelukannya dan memegang kedua bahu Mae Ri. Jantung Mae Ri langsung berdegup kencang ditatap tajam oleh Kris seperti ini. "Aku ingin memberikan kado awal untuk ulang tahun mu nanti, maafkan aku.."

Wajah Mae Ri sepertinya langsung memerah saat merasakan kedua tangan Kris menyentuh pipinya. Tanpa perintah Mae Ri memejamkan matanya melihat wajah Kris mendekat ke wajahnya. Dan dadanya berdebar kencang ketika bibir penuh Kris menyentuh bibir Mae Ri. Sentuhan bibir nya yang begitu lembut membuat cuaca dingin menjadi terasa hangat didiri Mae Ri.

Sudah lama Mae Ri tidak merasakan ciuman Kris yang begitu hangat dan lembut. Mae Ri mengalungkan tanganya di leher Kris. Ciuman Kris yang lembut lama-lama berubah menjadi lebih agresif. Mencium terus bibir Mae Ri tanpa memberi kesempatan pada Mae Ri untuk mencium bibirnya. Terburu-buru sekali seperti ia tidak akan merasakan bibir Mae Ri lagi.

Tapi itu membuat Mae Ri senang. Makin terus ia tekankan kepala Kris kebibirnya. Ia tidak ingin menghentikannya. Karena Kris jarang sekali menciumnya seperti ini.

"Uhuk uhuukk.."

Kenikmatan ciuman yang Mae Ri rasakan langsung terhenti saat Kris terbatuk-batuk dan melepaskan ciumannya. Apa ciumannya terlalu cepat makanya ia jadi tersedak? Mae Ri menatap bingung Kris yang sudah berbalik memunggunginya masih terus terbatuk. "Gwaencanha?" Tanya Mae Ri cemas sambil mengusap-usap punggung Kris.

Kris tidak menjawab dan masih membelakangi Mae Ri karena ia belum bisa menghentikan batuknya.

Ya Tuhan, tidak. Mae Ri tidak boleh mengetahui keadaanku. Kris mengepalkan tangannya menutupi darah yang baru saja keluar dari mulutnya. Mae Ri tidak boleh tahu. Tidak boleh.

Kris melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Mae Ri, menyembunyikan darah yang ada dimulut dan ditangannya. Ia terus berjalan mencoba tidak mendengarkan panggilan Mae Ri yang berteriak memanggilnya dibelakang. Langkahnya semakin cepat dan semakin berlari menjauh dari Mae Ri.

"Kris!!! Kris!! Kenapa kau meninggalkanku???!!" Mae Ri berteriak lagi memanggil Kris yang sudah berlari meninggalkan dirinya sendiri disini.

Tak terasa ada air keluar disudut mata Mae Ri. Sedih. Kesal. Ia merasa dicampakkan saat ini. Kenapa Kris langsung meninggalkannya setelah ia menciumnya? Berlari meninggalkannya tanpa mengatakan satu patah kata pun. Mae Ri merasa kecewa sekali terhadap Kris.

***

Tuuuttt.. Tuuutt... Tuutt..

Tidak dijawab. Mae Ri menekan nama Kris lagi di ponselnya. Sudah 10 kali pagi ini ia mencoba menghubungi Kris. Tapi tetap tidak dijawab oleh pria itu. Kemana dia? Mae Ri mencari di ruangan kelas lukisnya pun Kris tidak ada disana.

Ia menoleh ke dekat jendela ruang kelas balet nya. Dari sini seharusnya ia bisa melihat Kris yang sedang duduk disamping jendela gedung sebelah sambil melukis. Tapi tidak ada senyuman Kris yang dilihat Mae Ri disana, melainkan hanya tirai putih yang bergerak karena terkena hembusan angin saja.

"Kang Mae Ri sedang apa kau? Ayo kau lanjutkan lagi latihanmu.."

Mae Ri mengalihkan pandangannya dari jendela dan tirai putih itu saat mendengar pelatih Jung memanggilnya. Ia melemparkan ponselnya kedalam tas sambil mendengus kesal. Kemudian ia kembali mendekati pelatih Jung yang sudah menunggunya. Lebih baik pikirannya ia konsentrasikan pada baletnya daripada memikirkan pacarnya yang keterlaluan itu. Saat ini ia benar-benar sangat marah sekali kepada Kris. Mae Ri merasa ia sudah baik mencoba meneleponnya walapun tadi malam ia sudah ditinggalkan oleh Kris. Tapi apa hasilnya? Kris tetap tidak mau menjawab telepon darinya.

***

Tangan Kris masih menggapai-gapai kearah meja disamping tempat tidurnya mencoba mengambil ponsel nya walaupun ponsel itu sudah berhenti berdering. Karena ia yakin itu pasti Mae Ri yang menelepon.

Kris memejamkan matanya lagi sambil menggigit bibirnya menahan rasa sakit dikepalanya yang sudah menyerang kembali. Rasa sakit luar biasa yang belum pernah Kris rasakan sebelumnya. Tangan kirinya merenggut sprei tempat tidurnya karena ia tidak bisa menahan sakitnya lagi.

Ia mulai meraba-rabakan tangannya mencari butiran-butiran obat yang sudah berantakan diatas kasur. Langsung ditelannya saat ia mendapatkan 1 butir dengan susah payah. Berharap sakit dikepalanya segera mereda seperti yang ia rasakan 1 jam lalu.

Belum ada tanda-tanda sakit sialan ini pergi dari kepalanya. Kris terus meringis kesakitan. Nafasnya semakin tersengal dan keringatnya sudah membasahi wajahnya. Ia tidak memperdulikan lagi dengan kamarnya yang sudah berantakan. Tissue-tissue penuh darah berserakan diatas kasurnya. Barang-barang tergeletak sembarangan dan ada beberapa yang pecah akibat Kris melemparnya karena tidak tahan dengan rasa sakit dikepalanya ini.

Ia hanya bisa terbaring lemah diatas tempat tidurnya. Ia tidak bisa melakukan apa-apa. Mengambil ponsel yang ada disamping mejanya pun ia tidak mampu. Hanya tinggal menunggu pembantunya datang untuk menolongnya atau menunggu dikamarnya yang super mewah ini sampai eomma nya datang dari Kanada dan menemukannya sudah mati perlahan disini.

***

"Oke! Kita istirahat 30 menit!"

Mae Ri berbalik dari barisannya dan langsung menuju ke loker ia menyimpan tas. Ada 1 pesan masuk terlihat dilayar ponselnya. Masih berasa kesal ia membuka pesan dari seseorang yang tidak ingin ia temuinya sekarang.

Kutunggu kau jam 9 malam didepan gedung concert hall.

Aku ingin memberimu 1 hadiah lagi untuk ulang tahunmu.

Love u,

Kris.

Mae Ri mendenguskan nafasnya dengan kesal. Sudah hampir 1 minggu Kris tidak memberikan kabar dan sekarang seenaknya saja menyuruh dia datang menemuinya. Kenapa dia tidak datang menjemputnya? Dan tidak ada kata minta maaf didalam pesan yang tadi dia baca.

"Mae Ri kau kenapa? Bertengkar dengan pacarmu?" Goda Dan Bi, teman kelas baletnya.

Mae Ri mengangguk masih mengerucutkan bibirnya kesal.

"Besok kan ulang tahunmu, jangan cemberut seperti ini~ bagaimana kalau kita rayakan saja? Kita bersenang-senang?" Cetus Dan Bi sambil merangkul bahu Mae Ri tersenyum lebar.

Benar juga.. Tidak ada salahnya ia menghibur diri. Merayakan malam ulang tahunnya bersama seorang teman. Biar ini menjadi hukuman untuk Kris karena telah mencampakannya begitu saja. Toh tahun lalu juga ia menghabiskan malam ulang tahunnya berdua dengan Kris. Jadi besok saja dia akan menghubungi Kris lagi mencoba berbaikan dengannya.

"Oke! Latihan kita selesai jam setengah 9 malam. Jadi kita bisa langsung pergi! Terserah kau pilih restoran mana saja yang kau suka!" Jawab Mae Ri menyetujui ide Dan Bi tadi.

"Jinjja!? Yeay! Ayo kau jangan sedih lagi! Akan kubuat cemberut mu menjadi senyuman!" Sorak Dan Bi menggiring Mae Ri ketempat latihan lagi dan membiarkan ponsel nya tergeletak begitu saja diluar loker.

***

Sudah selesai. Kris menatap puas hasil karya lukisannya selama ini. Semoga Mae Ri senang dengan hadiahnya. Karena semenjak ia pacaran dengan Mae Ri, ia tidak pernah memberikan sebuah lukisan. Padahal sejak dulu Mae Ri selalu merengek padanya minta untuk dibuatkan 1 buah lukisan.

Uhuukk uhuuuk.

Lagi-lagi batuk ini kembali datang. Ya Tuhan, aku mohon jangan sekarang. Kris berulang kali berdoa didalam hati memohon 1 hari saja ia kembali sehat untuk menemui Mae Ri nya.

Ah sial. Gumam Kris kesal melihat ada darah yang menciprat ke kanvas lukisannya. Tidak mungkin ia mengulang semua lukisannya hanya karena ada darah yang menempel disana. Ia melihat jam yang menggantung di dinding kamarnya. Pukul 7 malam. Dengan cepat tangannya meraih kuas yang ada diatas meja. Secara perlahan ia menggoreskan darah itu menjadi sebuah kata.

Kris.

Ia menorehkan namanya dengan darah yang menempel disana. Kalau dilihat baik-baik tidak terlihat itu seperti darah hanya seperti cat warna merah saja. Akhirnya masalah ringan sudah terselesaikan. Kris kembali membungkus lukisannya dengan kertas berwarna cokelat dan mengikatnya.

Ia memakai mantel panjang abu-abu yang biasa kenakan dan segera menggotong lukisannya keluar kamar.

*

Malam sudah semakin dingin. Kris melangkahkan kakinya semakin cepat diatas trotoar jalan. Sesekali ia merapatkan mantelnya. Dan memindahkan bungkusan lukisannya dari tangan kiri ke tangan kanannya bergantian.

Langkahnya semakin ia cepatkan karena angin yang berhembus ke telinganya ia harap bisa mengaburkan perkataan dokter yang masih terus-terusan terngiang di telinganya.

Sebetulnya ia sudah susah payah meminta izin ke dokternya untuk pergi keluar 1 hari saja. Sudah 1 minggu Kris dirawat dirumah sakit. Pada awalnya dokter tidak memberikan ia izin. Karena penyakit kanker otaknya sudah memasuki stadium akhir. Dokter sangat mengkhawatirkannya. Tapi akhirnya dokter mengizinkan ia keluar setelah mendengar alasannya. Dan memberi peringatan kepadanya jika sakitnya kambuh dia harus segera kembali ke rumah sakit.

Kris menghentikan langkahnya didepan sebuah toko bunga. Matanya melihat bunga-bunga mawar merah cantik sekali terpajang disana. Semoga Mae Ri semakin suka dan bisa memaafkan dirinya jika ia membawa bunga mawar.

"Annyeonghaseyo!" Sapa seorang pelayan pria ketika Kris masuk ke toko bunga itu.

"Annyeong" Sapa Kris membalas senyuman ramah pelayan pria itu. Pelayan pria itu sangat tampan saat tersenyum padanya. Mungkin usianya hanya beberapa tahun lebih muda dari usia Kris.

"Kau mau mencari bunga apa?" Tanya si pelayan dengan ramah. Senyumannya masih terus menghiasi wajahnya.

"Mmhh.." Kris menengok kearah kanan dan kirinya. "Ah keugeo.. Mawar merah, bisakah aku membelinya 1 tangkai saja?" Pinta Kris sambil menunjuk kearah tempat bunga-bunga mawar yang tersimpan rapi didepan etalase kaca.

Pelayan pria itu mengangguk. "Tentu saja bisa, tunggu akan kuambilkan untukmu" Pelayan itu berjalan mendekati tempat bunga mawar. Menggunting salah satu mawar segar yang ada disana. "Mau kuberikan pita?" Tanyanya sebelum ia meninggalkan meja didekat tempat bunga mawar.

Kris mengangguk tersenyum.

"Silahkan ini bunga mawar mu!" Pelayan itu memberikan 1 tangkai bunga mawar cantik berpita pink kepada Kris.

Kris segera merogoh saku mantelnya mengambil dompet.

"Apa anda sedang sakit? Wajahmu terlihat pucat sekali.." Tanya Pelayan itu memperhatikan wajah Kris. Dia masih memegangi mawar yang akan dibeli.

"Eoh? Tidak, aku baik-baik saja.." Kris tersenyum lagi dan mengambil selembar won dari dalam dompet. Ia menyerahkan uangnya kepada si Pelayan dan mengambil mawar yang diserahkan padanya.

"Sehun! Sebelum kau pergi tolong bantu aku mengangkat pot ini!"

Terdengar suara teriakan wanita memanggil dari dalam.

"Iya tunggu sebentar!!" Jawab si pelayan merasa namanya dipanggil. "Besar sekali uang anda, tunggu akan kuambilkan kembaliannya.."

"Tidak usah.. Ambil saja kembaliannya untukmu". Kris menahan tangan si pelayan dan ia bergegas kembali keluar toko.

"Hyung! Terima kasih banyak!" Teriak si Pelayan kepada punggung Kris yang semakin jalan menjauh dari balik pintu kaca toko.

Kris memperlambat langkahnya saat sudah sampai di depan gedung concert hall. Banyak orang yang berkumpul disana. Tempat ini memang dibuat untuk orang berjanjian. Sama seperti dirinya.

Mata nya mencari tempat untuk ia menunggu. Bangku cokelat didekatnya sudah diduduki oleh pria muda bermantel merah yang sedang berbicara dengan anjingnya yang ia simpan didalam jaket mantelnya. Mata Kris tertuju pada bangku putih yang kosong disamping air mancur.

Kris bersandar dipegangan tangan bangku itu menunggu Mae Ri. Pukul 8 malam, ia melirik jam besar dihadapannya. Satu jam lagi Mae Ri akan datang. Ia terlalu cepat datang kesini. Ia sangat berharap bisa bertemu dengannya.

Salju?

Ada tetesan salju yang jatuh diwajah Kris. Ia mendongakkan kepalanya keatas memandang langit gelap malam. Benar saja, ia melihat sinar bulan tertutup oleh awan dan dari langit banyak sekali salju mulai berjatuhan. First snow yang sangat awal sekali pada musim dingin kali ini.

Kris mengerjapkan matanya pelan. Tiba-tiba pandangannya menjadi buyar. Denyutan dikepalanya kembali muncul tanpa ia inginkan. Ya, Tuhan aku mohon. 1 jam lagi aku akan bertemu dengannya.

Bukan tetesan salju lagi yang mengalir di wajahnya. Lagi-lagi darah sudah mengalir keluar dari hidung Kris.

Ya, Tuhan aku mohon jangan sekarang. Beri aku waktu sedikit lagi. Aku akan bertemu dengannya walaupun mungkin ini akan menjadi pertemuan terakhir kami. Aku mohon. Aku ingin sekali melihat wajahnya.

Tak henti-hentinya Kris berdoa. Tangannya dengan kuat mencengkram ujung bangku putih yang ia senderi. Meringis kesakitan. Rasa sakit yang menyerang dikepalanya sungguh sakit sekali. Sampai ia tidak sadar menjatuhkan lukisannya kebawah dekat kakinya. Dan juga ia tidak perduli dengan darah yang sudah berjatuhan mengotori disweater putihnya.

Tuhan, aku mohon ingin bertemu dengannya. Sekali saja.

******

Air mata ini terus berjatuhan membasahi pipiku. Tapi aku tidak perduli. Mataku terus menatap lukisan yang ada dihadapanku.

Air mataku berubah menjadi isakan penyesalan. Aku ingin kau kembali. Aku ingin kau ada disampingku sekarang. Aku ingin kau memeluku. Sulitkah itu? Tanyaku marah pada lukisan itu.

Lukisan seorang penari balet sedang menari bahagia dari balik jendela gedung terlukis lembut dikanvas putih. Sangat lembut perpaduan warna yang kau tumpahkan diatas kanvasnya. Itu aku. Penari balet itu adalah aku. Selembut itu kah kau menatapku?

Isakan ku kembali terdengar. Betapa aku sangat ingin bertemu kembali dengan pelukis lukisan ini. Aku merindukannya. Aku sangat mencintainya.

Kris. Aku menyentuh nama yang kau goreskan dilukisan ini. Hatiku tersayat sakit sekali menyadari nama yang kau goreskan diatas kanvas lukisanmu. Kau menggunakan sebercak darah untuk menuliskan namamu.

"Kris maafkan aku.. Maafkan aku" Isakan ku pecah menjadi sebuah tangisan keras. Aku benar-benar sangat menyesal. Aku memang bodoh tidak menyadari kau sendirian berjuang melawan penyakitmu. Aku hanya bisa marah disaat kau sedang kesakitan. Kris maafkan aku! Aku tidak bisa menahan erangan tangisku lagi.

Badanku semakin bergetar menahan senggukan tangisanku. Aku telah berbuat jahat kepadamu.

Tanganku terus membelai namamu di lukisan yang akan kau berikan untuk hadiah ulang tahunku. Kau tahu Kris? Betapa aku sangat ingin membunuh diriku ini saat mendengar kabar kau pingsan ditempat kau menungguku dengan baju penuh darah yang mengalir dari hidungmu. Sedangkan aku? Dengan sengaja tidak akan menemui kau disana hanya untuk menghukummu. Hukuman bodoh yang telah aku buat karena tidak mengetahui alasan sebenarnya kau meninggalkanku waktu itu. Dan menjadi sebuah penyesalan terbesar dalam hidupku.

Kris.. Aku sangat ingin bertemu dengan mu lagi.

Apakah kau mendengarku? Apakah kau merasakan aku disini? Kris aku mohon.

Mungkin pikiranku sudah tidak normal, tapi hatiku merasakan dirimu. Aku sangat mengharapkannya. Tapi itu tidak mungkin.

Aku sangat terkejut dan kugidik pelan bahuku saat merasakan ada hembusan angin yang menerpa leherku dengan sangat lembut.

Aku menoleh kearah hembusan angin tadi. Kutahan isakanku.

"Kris... Kau kah itu?" Bisiku penuh harap.

Asap putih itu. Aku tidak gila. Aku melihat asap putih itu berbentuk Kris yang sedang berdiri dihadapanku. Aku sangat mengenalnya. Asap itu membentuk dengan jelas wajah tampan Kris yang bagaikan malaikat.

"Kris..." Lirihku.

Wajah Kris tersenyum mendengar aku memanggil namanya.

Air mataku semakin deras melihat ia benar-benar menemuiku. "Maafkan aku.." Isakku meminta maaf pada wajah yang masih tersenyum itu. Dan ia menganggukan kepalanya pelan. Kris memaafkanku.

Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi saat melihat sosok Kris terus tersenyum menatap ku. Hatiku sangat merindukannya. Namun terasa sangat menyakitkan. Hanya aliran air mata yang terus mengalir deras membasahi pipiku karena Kris datang menemuiku.

Sosok Kris terus menatapku tanpa bergeming. Bibirnya yang terus tersenyum itu mulai bergerak perlahan. Ia ingin mengatakan sesuatu padaku.

Aku terus memperhatikan gerakan bibirnya walaupun pandanganku tidak jelas karena air mata yang telah membuyarkan mataku.

Nan... Ucapku dalam hati mulai mengikuti terus gerakan bibir Kris. Hanya gerakan bibir, aku tidak bisa mendengar suara berat nya lagi.

Neol.. Sa.. Rang.. Hae.. Yo.. Ul.. Ji.. Mal.. Ayo..

Isakanku semakin pecah. Tubuhku merosot terduduk dilantai karena tidak tahan menahan isakanku. Hatiku benar-benar sudah terjatuh di jurang penyesalan paling terdalam.

Kris mengucapkan kata-kata itu kepadaku sambil tersenyum. Kata-kata terakhir yang diucapkannya untukku.

Aku mencintaimu.

Jangan menangis.

Secara perlahan sosok Kris terbang ke atas. Tangannya masih menjulur kepadaku sambil tersenyum. Terus kugapai sebisa mungkin, tapi tangannya terus terbang ke atas menjauh dari jangkauanku.

"Kriiiisss! Aku mohon jangan tinggalkan aku.. Maafkan aku"

Aku menjulurkan tanganku kepada tangan asap Kris yang menjulur padaku. Aku berharap bisa memegang tangannya. Tapi tidak bisa.

"Kris jangan tinggalkan aku" Tanganku menjulur keatas dimana tadi asap Kris telah menghilang.

Kini Kris telah meninggalkanku. Kris sudah memaafkanku. Aku sudah berbaikan dengannya. Dan aku hanya bisa menangis menatapi kepergiannya.

"Kris... Saranghae... Saranghae.."

Tamat.

Next: Story 2

Gimana? jangan lupa di komen ^^

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK