CHAPTER 1 : Cusp
Kelas melukisku sangat menyebalkan hari ini. Hanna, rekan satu studioku lupa membawa proyek mingguan kami yang ditiggalkannya di tempatnya bekerja. Lalu Ginni, pengajarku, berkata kasar ketika mengkritik karyaku saat evaluasi. Menurutnya aku melukis hal-hal yang tidak diperlukan dan melupakan elemennya. Ugh.
Bukan cuma itu, beberapa menit sebelumnya Lee Donghyuk, siswa kelas 1 SMA yang berisik sekali dan aku tidak tahan dengan pertanyaan gilanya, mengaku tak sengaja ketika cat akrilik yang digunakannya tumpah dan mengenai sepatu baruku. Setidaknya aku sudah mencoba untuk tidak membentaknya.
Ketika aku berharap hariku bisa lebih menyebalkan lagi, tiba-tiba hujan turun deras sekali tepat setelah aku menginjakan langkah pertamaku di trotoar. Pakaianku basah semua karenanya, beruntung tak lama kemudian aku menemukan tempat berteduh. Cepat-cepat kuambil ponselku dari dalam tas.
"Yonggukkie!" oh, Puji Tuhan. Yongguk mengangkat telpon dariku.
"Ada apa?" Suaranya terdengar agak parau, pasti baru bangun tidur. Aduh, aku jadi merasa tidak enak padanya.
"Aku baru pulang dari kelas melukis, terus hujannya turun."
Yongguk terdiam.
"Tidak pakai payung?" Ia terdengar kesal.
"Aku tidak bawa payung. Aku pikir tidak akan hujan. Tadi siang langitnya cerah sekali...." Rengekku.
"Ugh. Di mana?"
"Dua blok dari studio, tiga blok dari flatmu."
"Aku segera kesana."
Itulah yang kusukai dari Yongguk, sesibuk atau selelah apapun, ia selalu bisa diandalkan. Seperti waktu itu ketika aku sakit tapi aku harus bekerja, Yongguk yang mengambil jatah kerjaku padahal bulan itu uang lemburnya belum dibayar. Lalu ketika ibuku datang dan aku akan wawancara di tempat kerjaku yang baru, Yongguk yang menemani ibuku sambil menunggu aku kembali. Bahkan saat aku datang bulan ketika menginap di rumahnya, Yongguk juga yang pergi membelikan...err, kau tahu lah...barang cewek.
Egois, ya? Teman-temanku yang lain juga bilang begitu. Tapi ia sudah terbiasa dengan keegoisanku, dan rasanya aku terlalu nyaman untuk tidak bergantung pada Yongguk. Sampai ini sudah menjadi kebiasaan. Setiap aku meminta, Yongguk pasti berikan.
Hal itu yang membuatku sulit untuk lepas darinya. Apalagi ketika melihatnya memegang payung dan membawa mantel sambil setengah berlari ke arahku, membuatku berlari ke arahnya dan bergabung bersamanya di bawah payung lalu memakai mantel yang diberikannya padaku.
"Hari ini menginap di tempatku saja," diusapnya lenganku. Memastikan aku tetap hangat, "aku khawatir hujannya tidak akan berhenti sebentar lagi."
"Oh, kau memang yang terbaik!" kuberikan tatapan itu padanya lalu kusandarkan kepalaku di pundaknya.
-
Sesampainya di flat, Yongguk membantuku melepas mantel dan sepatu lalu kami masuk ke dalam.
Flatnya tidak begitu luas tapi bersih dan rapi. Begitu masuk aku disambut adegan Stromtroopers melawan Autobots yang dibentuk dari sejumlah figurine di atas kabinet.
Yongguk sangat mencintai figurinenya, percaya padaku, dulu aku pernah tidak sengaja menabrak kabinet itu ketika sedang memindahkan barang lalu aku tidak sengaja menjatuhkan salah satu figurine miliknya sampai penyok. Ia tak berbicara lagi padaku 48 jam setelahnya.
"Mandi dulu, sana. Aku mau hangatkan ramen." Diberikannya handuk dan pakaian yang sengaja kutinggal.
Aku lekas pergi ke kamar mandi dan membersihkan diriku. Sabun dan sampo milikku masih ada sisa, walau sedikit aku tetap menggunakannya. Rasanya aneh kalau aku pakai sabun dan sampo miliknya meskipun ia bilang tak apa aku memakainya.
Yongguk sedang membaca buku ketika aku keluar dari kamar mandi. Ramen yang ia hangatkan tadi ditaruhnya di atas meja di hadapannya, "Makanlah."
"Kau sudah makan?" tanyaku.
"Sudah," ditaruhnya buku yang ia baca tadi di atas meja.
"Yongguk."
"Hm?"
"Jangan menatapku seperti itu. Aku jadi sulit untuk makan."
Yongguk tertawa lalu beranjak dari tempat duduknya dan pindah ke sofa kemudian kembali melanjutkan buku yang dibacanya tadi sambil menungguku selesai makan.
Ketika ia hendak memindahkan selimutnya ke sofa, aku menarik tangan kanannya, "Udaranya dingin," kuharap ia mengerti maksudku.
"Hey," dilepaskannya tanganku, "itu tidak layak, kau tahu?" yeah, tapi kau tetap bergabung denganku di ranjangmu 'kan?
Kaki kami bertaut dibalik selimut, lengannya memeluk perutku. Aku bisa merasakan napasnya berhembus di leherku dan hidungnya mengendus rambutku.
"Kulitmu lembut sekali," ia melarikan jemarinya ke wajahku, "bibirmu lembut sekali."
"Jangan aneh-aneh." Kataku, menyingkirkan tangannya dari wajahku.
Berikutnya yang aku tahu, Yongguk sudah ada di atas tubuhku. Kedua tangannya di samping kepalaku.
Aku merasa pusing.
"Katakan padaku," dibelainya pipiku, "Kau milikku."
Suaranya terdengar sedikit depresi dan mengganggu di saat bersamaan. Membuatku ingin membelai pipinya juga dan meninju perutnya agar menjauh dariku di waktu yang sama.
"Kau pasti bercanda,"
"Katakan, kau milikku." Sorot matanya terlihat nanar.
"Yongguk." Kutarik tangannya menjauh dari wajahku.
Ia menyandarkan kepalanya di atas dadaku, aku yakin Ia bisa mendengar jantungku berdebar.
"Ayolah, katakan saja."
Aku terdiam. Sesuatu tentang caranya menyebutkan namaku membuat hatiku tenggelam.
"Yongguk," ia bangkit lalu menatapku lekat-lekat, "aku milikmu."
Sedetik kemudian, ia mengejutkanku dengan mendaratkan bibirnya di bibirku.
"Aku selalu menginginkanmu, kau tahu?"
Lalu ia kembali menciumiku seolah aku akan mengurai jadi debu jika ia berhenti.
-
I DEMAND FEEDBACK! Ayo dong, guys! komentar, kritik, saran, atau apapun laah.... biar aku yakin kalau ini emang dibacaaa (۶ૈ ᵒ̌ Дᵒ̌)۶ૈ=͟͟͞͞ ⌨