home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Frozen (songfict)

Frozen (songfict)

Share:
Author : aimyeong
Published : 04 Dec 2013, Updated : 04 Dec 2013
Cast : CNU B1A4 & Ha Young A-Pink
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |1400 Views |0 Loves
Frozen (songfict)
CHAPTER 1 : Oneshoot

Title                 : Frozen

Author             : Chiaki Minata

Acc Twitter      : @aimyeong ato @fisshy8

Main Cast        : Shin Dong Woo (CNU), Oh Ha Young

Support Cast   : Lee Byung Hun (L.Joe), Shin Bora

Genre              : Romance, Hurt

Length             : Ficlet

Disclaimer       : This fanfiction is original story of mine. The cast belongs to themselves. So, don’t bash me.

 

Warning Typos dan sebangsa(?)nya :D :D

 

Perpisahan di awal musin dingin yang tak terduga

Ditambah dinginnya udara menambah kebekuan hati

Tanpa kehadiranmu, hari-hariku semakin sepi

Dan kedatangannya membawa keceriaan

(Ha Young to L.Joe)

 

~~~~~ Story Begin ~~~~~

 

Sudah sebulan sejak namja itu memutuskan hubungannya denganku. Seorang namja yang selama ini mengisi bagian dari lubuk hatiku. Namja yang telah mengisi kenangan indah bersamaku sejak setahun yang lalu. Namun siapa menyangka, dia meninggalkanku begitu saja. Dia memilih gadis lain, gadis yang dijodohkan dengannya oleh kedua orangtuanya. Youngie pabo, mengapa kau memikirkan namja itu lagi? Sudahlah, lupakan saja dia.

“Sudah sore rupanya, sebaiknya aku segera kembali ke toko.” Ujarku lirih, lalu melangkahkan kaki menuju sepedaku berada.

Aku mengayuh ringan, sesekali memperhatikan suasana di sekelilingku. Taman ini cukup indah, namun entah mengapa sore ini sepi pengunjung. Mungkin karena letaknya yang di pinggir kota. Sebuah senyuman tak pernah hilang dari wajahku. Meskipun luka yang aku alami belum sembuh, tak akan aku biarkan seorang pun mengetahuinya.

Setengah jam waktu yang ku tempuh untuk sampai di Pink café, sebuah toko sederhana yang menyajikan berbagai macam kopi dan cake. Toko peninggalan kedua orangtuaku, bisa di bilang peninggalan mereka untuk diriku. Anak satu-satunya keluarga Oh.

Segera aku sandarkan sepeda mini kesayanganku di pojok café. Menghindarkannya dari hujan salju yang sewaktu-waktu bisa turun. Dengan sedikit berlari aku menuju pintu masuk, langkahku terhenti menatap kotak surat yang nampak penuh. Ku hampiri kotak surat, ada lima lembar amplop putih yang pinggirnya memiliki motif. Surat dengan pengirim yang sama, surat yang selama satu minggu ini datang ke alamat tokoku. Anehnya, tak satu pun surat-surat itu di tujukan kepadaku.

“CNU? Lagi-lagi surat ini salah alamat. Tapi tak ada alamat pengirimnya, lalu bagaimana aku mengembalikannya? Aish, molla.”

Masih penasaran dengan isi surat tersebut, aku bolak-balik amplop di tanganku. Berharap ada petunjuk untuk siapa atau dari siapa amplop ini bertujuan. Sedikit frustasi tak menemukan jawaban, akhirnya aku kembali membawa masuk amplop tersebut. Sebuah kotak bermotif bunga yang aku letakkan di sudut ruangan menjadi tujuan utamaku. Kotak yang sengaja aku pilih untuk menaruh semua amplop surat aneh ini.

 

A lonely wind is blowing
On days like this, I sat at home with you

 

Malam ini aku kembali melanjutkan tugas kampus, menjahit. Yah, salah satu resiko menjadi mahasiswa kecantikan adalah membuat baju. Dulu, saat masih bersamanya, kami sering menghabiskan musim dingin dengan bercanda gurau.

“Aww, appo,” ringisku. “Mesin jahit sialan, mengapa justru tanganku yang kau jahit.” Rutukku. Melampiaskan kekesalan pada benda mati memang menjadi hobiku akhir-akhir ini.

 

Poured a cup for you, a cup for me

As we drank love that would later become tears

 

“Sebaiknya aku membuat secangkir cokelat. Biar badanku tak lagi menggigil kedinginan, yah benar, biar hangat.” Hiburku pada diri sendiri. Alasan yang terlalu dibuat-buat. Bahkan aku semakin mengingat sosokmu. Karena kaulah yang selalu membuatkanku kopi. Minuman yang sangat kau gemari, minuman yang menurutku pahit. Seperti pahitnya jalan cerita cinta kita, Lee Byung Hun.

 

*****

 

Ku beranikan diri melangkah masuk ke dalam Pink café. Meskipun sepi pengunjung, aku sangat yakin café ini belum tutup. Aku berkeliling mencari pemilik café, namun tak kutemui satu pun makhluk yang bernama manusia di sini. Pandangan mataku tertarik pada salah satu dinding di sudut ruangan. Hati-hati aku mendekatinya, melihat beberapa lembar foto yang terpampang di sana. Salah satu foto yang tertempel di situ sangat aku kenali. Foto seorang yeoja yang berhasil merebut hatiku.

 

My heart knows, my tears know
That I can’t live a day without you alone

My hands are cold and frozen, my feet are cold and frozen

 

Aku masih termenung mengamati foto-foto yang berjejer rapi. Sampai sebuah suara mengagetkanku. Mengembalikanku pada kenyataan, bahwa semua yang terjadi bukan mimpi.

“Chogi,”

Sentak aku segera berbalik menatap sosok yang menyapaku. Aku tersenyum kikuk, persis seperti seorang pencuri yang ketahuan akan melakukan aksinya. Masih dengan tatapan bingung, gadis itu mengawasiku. Kurasa gadis ini adalah pemilik café ini. Dia menghampiriku, lalu mengajak duduk di salah satu bangku pelanggan.

“Ada yang bisa saya bantu, Tuan?” tanyanya ramah.

“Ehm,” aku berdeham mencoba menghilangkan kegugupan yang melanda, “Ne, bisakah aku… maksudku… ah, bagaimana mengatakannya ya?” racauku tak jelas.

“Ah, kupikir aku tahu apa yang kau maksud,” dia tersenyum maklum, “Chakkaman.”

Sebuah senyuman terpaksa terukir dari bibirku, pasti gadis itu melihatku sebagai pria aneh. Ah, buat apa pula aku mengkhawatirkan anggapan gadis itu.

 

*****

 

Aku terkejut mendapati seorang pelanggan, ah, namja lebih tepatnya karena memang lelaki itu kemari tidak untuk membeli segelas kopi atau cokelat panas. Tapi untuk mengambil surat-surat yang mungkin miliknya. Aku tersenyum geli melihat kegugupan yang dia tampilkan secara jelas. Tak ku sangka, aku akan mendapatkan hiburan gratis di malam nan gelap dan dingin ini.

 

On an icy cold day, you came to me
And you warmly hugged me

I miss you so much, where are you hiding?
Come back to me, I miss you

 

Ku gapai kotak motif bunga warna pink yang terletak di kamarku. Dalam pelukan kedua tanganku, aku membawanya menemui namja berkacamata yang belum ku ketahui namanya tersebut.

“Ige,” seruku. “Apakah surat ini yang kau maksud?” kataku sambil menyerahkan beberapa amplop bertuliskan ‘CNU’ di atasnya.

“Ne, kamsahamnida aggashi.” Dia dengan senang hati menerima uluran amplop dari tanganku. Diamatinya satu per satu lembaran amplop tersebut. Wajahnya masih berhias senyuman, aku akui senyuman namja di hadapanku ini sangat manis. Aku pun tanpa sadar ikut tersenyum melihatnya.

 “Omo, ada apa denganmu Young? Mengapa kau bisa memuji lelaki ini, bahkan namanya saja kau belum tahu.” Gumamku dalam hati.

 “Apakah Tuan adalah ‘CNU’ yang di maksud dari pengirim surat ini?” tanyaku memecah keheningan, memberanikan diri karena penasaran.

“Hem, kau benar. CNU adalah panggilan kesayangannya padaku. Ah, kita belum berkenalan. Namaku Shin Dong Woo, kau bisa memanggilku Shin Woo.” Katanya sambil mengulurkan tangan kanannya.

“Ha Young, Oh Ha Young imnida. Bangapseumnida.” Jawabku, lalu menyambut uluran tangannya. Dalam beberapa menit kami saling tatap dalam diam.

Sedetik kemudian sebelah tangannya kembali mengulurkan sebuah benda, “Aku pikir ini milikmu Nona.” Ucapnya. Aku hanya mengangguk menanggapi. Lalu menerima note tersebut.

“Sebaiknya aku pergi Ha Young-ssi, sudah larut. Maaf telah merepotkanmu di tengah malam seperti ini. Anneyong.”

Belum sempat aku menjawab, Shin Woo telah beranjak dari tempatnya duduk. Lalu memutari tubuhku menuju pintu, pergi meninggalkanku dalam kekagetan. Aku menoleh ke belakang menatap kepergian Shin Woo. Namja berperawakan tinggi dengan senyum manis dan berkacamata yang cukup menarik di mataku. Tapi aku masih penasaran, saat dia mengatakan jika itu panggilan sayang dari seseorang, mukanya terlihat sedih.

“Apa surat-surat tadi dari yeojachingunya? Molla, aku tak mau terlalu ikut campur.”

 

*****

 

Pagi ini aku bangun lebih awal, ada tugas kelompok yang harus aku selesaikan. Teman satu kelompokku sudah berjanji akan datang ke café ini. Kami bertiga berdiskusi mengenai proyek tugas akhir yang akan menjemput. Setelah mencapai kesepakatan kedua temanku pamit pulang.

Saat bersama dengan Ha Ni dan Min Rin, sejenak aku melupakan sosok Joe. Bahkan aku bisa tertawa lepas saat bersama mereka. Walau sesekali aku masih memikirkan namja berkacamata tadi malam.

 

The white syal you gave to me

I wore it as I sat in that house alone

 

Tak terasa hari teah menjeang petang. Akhir-akhir ini nampaknya aku sering melamun dan berdiam diri. Joe, kau sungguh keterlaluan. Dengan kurang ajar kau masih saja mengusik ketenanganku. Dan sialnya lagi, pertemuan tak terduga dengan namja bermarga Shin sudah berhasil membuatku kaang kabut.

“Sebaiknya aku melanjutkan rajutan syalku. Sebentar lagi natal, aku akan memberikannya pada seseorang sebagai kado. Tapi pada siapa?” Aku menghembuskan napas kasar. “Ah, mungkin aku bisa memberikanya pada bibi Han.”

Kini jemari tanganku dengan lihai kembali merajut. Untaian benang merah dalam buntalan tak jauh dari tempatku duduk, sedikit demi sedikit berkurang. Sebagai gantinya, rajutan syal merah yang menjuntai dipangkuanku semakin menampilkan bentuknya. Aku tersenyum bangga melihat hasil jerih payahku.

“Melelahkan,” keluhku. Aku meletakkan bahan rajutanku ke meja, berpaling menatap ke layar ponsel. Tidak ada telepon. Tidak ada pesan.

“Apa aku telpon saja dia? Tapi untuk apa?”

Sebaiknya kau tidur Youngie, daripada kerja otakmu makin kacau. Yah, istirahat adalah solusi pintar. Sudah dua hari aku telat tidur, dan seperti aku akan terserang flu. Tak ada salahnya tidur cepat.

 

*****

 

Dua hari yang lalu aku mengunjungi Pink café, sekedar melepas penat setelah pulang kuliah. Cokelat di sana masih terasa sama. Enak. Manis. Nikmat. Namun ada bagian yang aku rasa kurang. Entahlah, mungkin karena aku menikmatinya sendirian.

“Bogoshippo, Bora-ya.” Sebuah kalimat yang lama tidak aku ucapkan meluncur begitu saja dari mulutku.

Setengah jam di Pink café sore itu, aku nikmati kesendirian yang menyergap. Lalu tanpa aku sangka, Ha Young menghampiri bangku tempatku berada. Menyapa, berbasa-basi singkat dan secara natural kami terlibat percakapan panjang.

Ha Young yeoja yang menarik. Ceria, mudah bergaul, ramah dan cantik. Tunggu dulu, apakah aku memujinya?

“Shin Woo, ternyata kau tergoda olehnya eoh?” gumamku.

Ku coba memfokuskan perhatian pada buku di genggaman tanganku. Berniat mengerjakan tugas yang di berikan Profesor Kim. Dosen berwajah tampan itu memang tak mengenal ampun pada mahasiswa yang tak menyelesaikan tugasnya. Meskipun dia sangat baik hati dan enjoy saat mengajar, tapi dia bisa berubah menjadi evil saat menghukum mahasiswanya.

Baru beberapa menit aku membaca buku referensi, terdengar dering telpon dari ponselku. Tanpa melihat pada layar, aku langsung mengangkatnya.

Yeobseyo,” sapa suara di seberang.

“Eoh, Ha Young-ssi?”

Apa aku menganggumu?

“Ani, aku sedang bersantai,” ujarku berbohong. “Waeyo?”

Kemarin saat di café kau mengatakan jika suka mengamati tempat-tempat bersejarah. Em, apakah kau ada waktu akhir minggu ini? Bagaimana kalau kita pergi bersama?

“Tentu, boleh saja. Kebetulan aku tidak mempunyai janji dengan siapa pun akhir pekan ini.”

Jeongmal? Kalau begitu, aku tunggu di taman kota ne. Sampai jumpa, anneyong.”

“Ne, anneyong.”

Aku tersenyum menatap layar ponsel yang telah mati. Ada rasa hangat yang menjalar ke dada saat berbicara dengan Ha Young. Seperti cafein yang dengan cepat menjalar menjadi candu bagi peminumnya, seperti itulah arti Ha Young bagiku. Ku alihkan pandangan mataku menatap langit-langit kamar. Dan aku kembali tersenyum senang saat bayangan Ha Young muncul. Di sana terlihat bayangan Ha Young yang nampak bahagia setelah meneleponku, ku harap hal serupa memang sedang di alaminya.

 

*****

 

Hari ini aku dan Shin Woo akan berjalan-jalan ke Museum. Kebetulan kami memiliki ketertarikan yang sama mengenai sejarah. Jika Shin Woo menggemari Sejarah karena dia mengambil jurusan Arkeolog, kalau aku menyukai sejarah karena dulu ayah merupakan dosen sejarah. Dan sejak kecil Beliau selalu mencertakan tentang sejarah kepadaku.

Aku datang sedikit terlambat dari janji, demam yang menyergapku tadi malam membuatku bangun kesiangan. Saat aku tiba di taman, ku lihat Shin Woo duduk di salah satu bangku sambil memejamkan mata. Pasti dia sedang memutar musik, hal lain yang aku ketahui dari sosoknya.

Sedikit berlari aku mendekati tempatnya duduk. Ku tepuk pelan pundak kirinya. Shin Woo membuka mata, lalu melepas kabel headphone yang menyumpal telinganya. Dia tersenyum ramah menyambutku.

“Mianhae, kau sudah lama menunggu?”

“Ani, aku baru saja tiba. Ku pikir aku sudah sangat terlambat, karena tadi pagi aku bangun kesiangan.”

“Apa kau menyindirku Tuan Shin?”

“Hahaha, mengapa kau sangat sensitive nona Oh? Aku mengatakan yang sebenarnya. Sudahlah, kajja kita berangkat. Di sini sangat dingin.”

Aku mendelik mendengar jawaban yang dia lontarkan. Enggan berdebat, aku menyusul Shin Woo. Mencoba menyamai langkahnya. Sepanjang perjalanan kami bercerita banyak. Meskipun baru seminggu saling mengenal, aku sudah sangat akrab dengannya. Shin Woo menceritakan kejadian lucu yang di alaminya di kampus, cerita yang berhasil membuatku tertawa. Sesekali aku pun menimpalinya dengan gurauan yang dibalas tawa olehnya.

“Uhuk uhuk,”

“Gwaenchana?”

Shin Woo menatapku panik. Segera ku kibas-kibaskan tangan, mengatakan jika aku baik-baik saja. Meskipun sesekali aku masih batuk. Flu ini sungguh mengganggu, rutukku.

Aku berjalan mendahului Shin Woo, berharap dia tak mendengarku yang menggigil batuk. Saat aku tak merasakan kehadiran sosoknya di sampingku, aku menengok ke belakang. Ku lihat Shin Woo berdiri mematung dan melihat lurus ke depan. Aku menoleh mengikuti arah pandangannya, terlihat seorang yeoja cantik berdiri di seberang jalan. Tak lama kemudian, seorang namja yang ku kenal menghampiri yeoja tersebut. Namja yang sangat aku kenali, meskipun belum hilang kekegetanku. Syukurlah fungsi otakku masih bekerja dengan baik, aku segera menarik Shin Woo untuk bersembunyi.

Jadi dia yeoja yang telah membuatmu berpaling Joe?” kataku dalam hati.

 

*****

 

Ku tatap punggung Ha Young, yeoja ini benar-benar tegar. Dengan kondisinya yang seperti itu, nekad menepati janji untuk ke museum. Padahal cuaca kali ini sangat dingin. Saat asyik mengamati Ha Young, tanpa sengaja aku melihat sosok yeoja yang aku rindukan.

Shin Bora, sedang apa dia berdiri di sana?” pikirku dalam hati.

Tubuhku mematung seketika. Otakku memerintahkan untuk menghampiri yeoja tersebut, meminta penjelasan darinya. Namun, otot-otot di tubuhku enggan menerima perintah dan justru diam. Bahkan mulutku tak sanggup mengeluarkan kalimat, sekedar memanggil sosok di seberang jalan itu. Seolah gadis itu menyindirku. Aku seperti mendengarnya berkata,

 

Please go back, I will get in trouble
Because my handsome boyfriend will come soon

 

Aku semakin terkejut menyaksikan kejadian selanjutnya. Bora, menyambut pelukan seorang namja yang tak belum pernah ku lihat sebelumnya.

Sekarang semuanya sudah jelas. Kau meninggalkanku karena namja itu? Bora-ya, tak ku sangka kau tega melakukan hal sekeji ini.” Gumamku lirih.

Tiba-tiba ku rasakan tubuhku ditarik seseorang. Refleks aku mengikutinya, dan jongkok di balik pohon besar yang cukup mampu menyembunyikan keberadaan kami. Ah, bagaimana bisa aku melupakan Ha Young. Aku menatapnya intens, mengamati perubahan mimik wajah Ha Young. Terlihat kesedihan dari sorot matanya melihat kejadian yang beberapa menit yang lalu aku saksikan. Dari raut mukanya, memancarkan jika dia mengenal sosok namja tersebut.

Ha Young mengalihkan pandangannya melihatku. Tepat ke manik mataku, tubuh kami sangat dekat. Bahkan bahu Ha Young menempel ke dadaku. Kami sama-sama terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Ha Young terlebih dahulu memutuskan kontak mata di antara kami. Dia menundukkan muka, malu. Begitu pun denganku, aku berdeham mengusr rasa canggung yang tiba-tiba terasa begitu kental.

“Sebaiknya kita mencari warung makan, tadi aku belum sempat sarapan. Sekarang aku merasa lapar,” keluhku. Berbohong, mencoba mengalihkan perhatian Ha Young.

“Kau benar, sebentar lagi waktu makan siang. Kajja.”

Beberapa meter berjalan, kami menemukan kedai ramen. Ha Young menyetujui ajakanku untuk makan ramen. Menurutnya cuaca dngin sangat cocok makan sesuatu yang panas, akan terasa nikmat katanya. Kami makan dalam diam, sibuk memikirkan hal tadi. Hingga Ha Young mengatakan sebuah pertanyaan yang telak.

“Yeoja tadi, apakah dia yang mengirim surat-surat itu Shin Woo-ya?”

Aku menatap Ha Young sejenak, “Ne, dia orangnya. Dan, namja tadi. Apa kau mengenalnya?”

Ha Young meletakkan sumpitnya perlahan. Menyesap orange jus di hadapannya, lalu kembali menatapku. “Hem, namja tadi mantan namjachinguku.”

Aku tersentak mendengar jawaban dari Ha Young. Apakah takdir mempermainkan kami? Bagaimana bisa ada kebetulan semacam ini?

“Namanya Lee Byun Hun, L.Joe adalah panggilan kesayanganku untuknya. Karena dulu di Amerika teman-temannya memanggilnya Joe. Dua bulan yang lalu dia mengakhiri hubungan kami. Dia mengatakan kalau dia dijodohkan oleh kedua orangtuanya. L.Joe sangat menurut dengan ayahnya, mungkin gadis tadi adalah orang yang dipilih oleh orang tuanya.”

“Setidaknya dia memberi kepastian padamu, tidak sepertiku,” Aku mengambil jeda, menunggu reaksi dari Ha Young. “Bora meninggalkanku begitu saja. Di dalam suratnya dia hanya mengatakan padaku untuk mencari gadis lain yang lebih pantas. Dia sama sekali tak menyinggung masalah perjodohan itu. Meskipun baru empat bulan menjalani hubungan special, tapi aku sangat menyayanginya.”

Ku ambil Avocado float yang terletak di meja, aku teguk beberapa kali. Membasahi kerongkonganku yang mendadak terasa kering.

“Kajja kita pulang. Aku rasa kita berdua terlalu shock dengan kejadian beberapa jam yang lalu. Selain itu, kau terlihat pucat. Sebaiknya kau istirahat.” Kataku setenang mungkin.

Kami berjalan beriringan keluar dari kedai ramen. Sampai di taman kota, kami bertatapan sejenak. Lalu aku mengambil jalan ke kanan. Arah kebalikan dari jalan yang akan membawa Ha Young ke Pink café. Aku terlalu pengecut dan lelah, tak kuasa mengantarnya sampai ke rumah.

Meskipun bagian belakang kepalaku tidak memiliki mata, aku dapat merasakan jika Ha Young sedang menatapku. Entah apa maksud dari tatapannya. Mungkin dia kesal karena aku tak mengantarkannya pulang. Maafkan aku, lirihku dalam hati.

 

*****

 

Ini hari Rabu yang sangat buruk bagiku. Badanku makin demam karena dua hari ini aku lembur menyelesaikan syal rajutanku. Kepalaku semakin terasa berat dan pusing. Sebaiknya aku segera minum obat.

 

Instead of the unfinished love, I fill my glass with tears
Leave me alone and let me get drunk
Because I’m a fool who can’t even love

 

 

Aku bermain-main dengan CNU, boneka teddy bear putih kecil yang aku beri kacamata. Benda yang mampu mengobati rasa rinduku pada pemilik nama asli CNU. Shin Dong Woo, dia benar-benar menghantui pikiranku. Bayangannya saat menatapku intens di bawah pohon masih tergambar jelas di ingatanku.

Tiba-tiba aku merasakan kantuk, mungkin efek obat flu yang baru saja ku minum. Ku letakkan CNU di meja, lalu ku hempaskan tubuhku ke sofa. Mencoba memejamkan mata, dan berharap esok pagi aku merasa jauh lebh baik.

Aku terbangun karena merasakan seseorang mengusap dahiku. Aku membuka mata perlahan, bayangan Shin Woo nampak di depan mataku sambil tersenyum. Secara tidak sadar aku menampar sosok di hadapanku ini.

 

*****

 

Ha Young mengerjapkan matanya, dia sudah sadar. Aku terlampau senang, tak ku sadari kedua sudut bibirku membentuk lengkungan ke atas. Bukan sebuah senyuman yang aku dapatkan dari Ha Young, justru tamparan cukup keras yang aku rasakan. Ku sentuh pipi kananku, lalu kembali menatap Ha Young dengan penuh tanya.

“Apa kau pikir aku hanya sebuah bayangan? Tamparan ini lumayan sakit Young-ah,” rintihku. “Ck, kau ini.”

“Eoh, mianhae. Aku kira…” dia tergagap bingung, “Tapi mengapa kau di sini Shin Woo-ya?”

“Ne? Ah, tadi malam aku beberapa kali meneleponmu. Tapi kau sama sekali tak mengangkatnya, karena khawatir aku kemari. Bahkan pintu depan tak kau kunci. Kau sungguh ceroboh.” jelasku.

Ha Young menatapku lekat, mendengarkan setiap kata yang aku ucapkan. Dia terkekeh geli melihatku bingung mencari alasan. Lihatlah Shin Woo, bahkan dia mampu membuatmu salah tingkah seperti ini. Kau pasti sangat menyukainya.

Aku masih gugup bagaimana menjelaskan pada Ha Young. Lalu tiba-tiba Ha Young berhambur memelukku. Melingkarkan kedua lengannya pada lingkaran leherku.

“Wae? Apa kau merasa sakit lagi?” tanyaku bingung karena mendapat perlakuan mendadak seperti ini.

Ha Young melepas pelukannya sejenak, menatapku kesal. Lalu dia menarikku kembali dalam pelukannya.

“Gomawo karena mengkhawatirkanku. Apakah itu artinya kau menyukaiku?”

 

Have you frozen like ice? Have you coldly changed like a different person?

Where did the warm person go?

Come back to me, who has gotten drunk while waiting for you

Please hold me in your warm embrace again

 

Gadis ini sungguh polos, apa aku harus menjelaskan lagi. Sungguh membuatku makin gemas. “Oh Ha Young, kau hebat. Kau telah berhasil mencuri perhatianku dan membuatku tertarik? Mau kah kau mencoba hubungan yang lebih serius denganku?”

“Bolehkah aku menolak tawaranmu itu Shin Woo-ssi?”

“Aku hanya mau mendengar jawaban yang tak mengecewakan. Dan penolakan tidak termasuk di dalamnya.” Kataku sedikit mengancam.

Ha Young tertawa mendengar perkataanku. Meskipun dia tak lagi menjawab, aku yakin dia tak akan menolakku. Sikapnya yang memelukku mendadak sudah mewakili jawaban dari hatinya. Aku pun membalas pelukan hangat darinya.

 

*****

 

Setelah aku benar-benar sembuh dari flu yang menjangkitiku, Shin Woo mengajakku jalan-jalan ke taman. Berkencan katanya. Aku dengan senang hati menyetujui ajakannya. Meskipun kami berdua sama-sama mempunyai luka, aku rasa akan jauh lebih mudah mengobatinya bersama-sama. Mungkin ini memang garis takdir yang Tuhan ciptakan untuk kami.

“Young-ah, ayo kejar.” Teriak Shin Woo membuyarkan lamunanku. Tak jauh dari tempatku berdiri, kulihat Shin Woo mengayuh sepeda miniku dengan lincah.

“Yak, jangan tinggalkan aku.” Aku berlar mengejar laju sepeda Shin Woo. Aku tersenyum bangga melihat benda yang melingkar di sekitar leher Shin Woo. Syal berwarna merah hasil rajutanku selama satu minggu ini. Syal itu nampak cantik melingkari leher jenjang Shin Woo yang putih.

Setelah berhasil menggapai Shin Woo, aku naik ke boncengan. Berdiri di sana sembari memegang kedua bahunya sebagai pegangan agar tak terjatuh. Lelah berdiri, aku duduk menyamping. Memeluk pinggang Shin Woo dari belakang, sambil memejamkan mata menghirup aroma maskulin yang terpancar dari tubuh kekarnya.

“Shin Woo-ya, boleh aku bertanya sesuatu?

“Tentu saja. Mwonde?”

“Mengapa Bora memanggilmu CNU?”

“Ah itu. Namaku adalah Shin Dong Woo, kau sudah mengetahuinya. CNU berarti C dari kata SHIn. Karena dalam bahasa inggris huruf C dibaca shi, huruf N diambil dari nama tengah doNg, sedangkan U dari kata wOO yang kalau diucapakn wU. Arra?”

“Rupanya begitu. Arraseo, dia yeoja yang mengagumkan ne?”

“Wae? Apa kau cemburu dengan Bora?

“Ani, bagaimana pun juga Bora hanyalah masa lalumu. Dan aku dapat menjamin dia tak akan kembali padamu.” Kataku yakin. “Shin Woo-ya, mari terus bersama. Meskipun kita belum lama saling mengenal, aku yakin kaulah kebahagiaanku di masa depan.” Lanjutku penuh keyakinan.

“Hem, setidaknya kita memiliki luka yang sama untuk di sembuhkan. Kita dapat menjadi obat satu sama lain. Benarkan?”

Aku tak lagi menjawab pertanyaan Shin Woo. Biarlah waktu yang menjawabnya. Bukankah cinta bisa tumbuh karena dipupuk? Kali ini aku ingin mencoba membuktikan pepatah yang satu ini. Aku harap, Shin Woo tak mengecewakanku.

 

~~~~~ END ~~~~~

 

 

Lirik lagu Frozen by Shin Bora

 

sseulsseulhan barami bureoobnida
ireon naren geudaewa geu jibe anja
neo hanjan na hanjan ttarajumyeonseo 
meon husnal nunmuri doel sarangeul masyeossjyo
maeumi ara naui nunmuri ara
geudae eobsin harudo honja salsu eobsdaneun geol
soni silyeowoseo kkongkkong bari silyeowoseo kkongkkong
eoreumcheoreom chuun nal naege dagawa
ttatteushage anajudeon geudae
neomu geuriwoyo kkogkkog eodieseo honja sumeo issnayo
dorawa jwoyo bogo sipeoyo
geudaega seonmulhan hayan seuweteo
kkeonae ibgo honjaseo geu jibe anja
tto hanjan tto hanjan masida boni
yeope issdeon sarami mareul geoneyo
doragaseyo ama honnalgeoyeyo
meosjin namjachinguga geumbang dallyeo ol tenikka
soni silyeowoseo kkongkkong bari silyeowoseo kkongkkong
eoreumcheoleom chuun nal naege dagawa
ttatteushage anajudeon geudae
neomu geuriwoyo kkogkkog eodieseo honja sumeo issnayo
dorawa jwoyo bogosipeoyo
mos dahan sarangdaesin nunmullo suljaneul chaewoyo
chwihae beorige naebeolyeo dwoyo
sarangdo moshaneun babonikka uuuuu
(soni silyeowoseo kkongkkong bari silyeowoseo kkongkkong )
eoreumcheoreom geudaen kkongkkong dareun saramcheoleom kkongkkong chagabge byeonhaessnayo
ttatteushaesseossdeon geu sarameun eodiro gassnayo
dorawayo naege kkogkkog geudael gidarida chwihae beorin nal
ttatteushan pume anajuseyo

 

 

Indo Trans

 

Angin bertiup kesepian
Pada hari-hari seperti ini , aku duduk di rumah dengan Anda
Menuangkan secangkir untuk Anda , cangkir untuk saya
Seperti yang kita minum cinta yang nantinya akan menjadi air mata
Hatiku tahu , air mataku tahu
Bahwa aku tidak bisa hidup sehari tanpa Anda sendiri
Tanganku dingin dan beku , kakiku dingin dan beku
Pada hari yang dingin es , Anda datang ke saya
Dan Anda hangat memelukku
Aku sangat merindukanmu , di mana kau bersembunyi ?
Kembalilah padaku , aku merindukanmu
Sweater putih yang Anda berikan kepada saya
Aku memakainya saat aku duduk di rumah itu saja
Setelah minum cangkir demi cangkir
Orang di sebelah saya mengatakan
Silakan kembali, aku akan mendapat masalah
Karena pacar tampan saya akan segera datang
Tanganku beku dingin , kakiku dibekukan dingin
Pada hari yang dingin es , Anda datang ke saya
Dan Anda hangat memelukku
Aku sangat merindukanmu , di mana kau bersembunyi ?
Kembalilah padaku , aku merindukanmu
Alih-alih cinta yang belum selesai , saya mengisi gelas saya dengan air mata
Tinggalkan aku sendiri dan biarkan aku mabuk
Karena aku bodoh yang bahkan tidak bisa mencintai
( Tanganku beku dingin , kakiku dibekukan dingin )
Apakah Anda beku seperti es ? Apakah Anda dingin berubah seperti orang yang berbeda ?
Di mana orang yang hangat pergi?
Kembalilah padaku, yang telah mabuk sambil menunggu untuk Anda
Silakan terus saya dalam pelukan hangat Anda lagi

 

 

Yey… Chichi comeback dengan songfict yang terinspirasi dari lirik lagu dan video klip Shin Bora – Frozen ^^

Meskipun cukup envy dengan Ha Young yang berdua-duaan dengan si killer smiller CNU >.<

 

Mian buat Angel, aku pinjem L.Joe buat support cast

Setelah mencari fakta tentang Bora, dia merupakan model video klip Teen Top yang berjudul Miss Right

Di situ L.Joe mencium *masker* Bora.. Nah, ide gila author mundul begitu saja

 

/Author tega bener jadiin L.Joe brondong manis, secara L.Joe 93 line sedangkan Shin Bora 87 line/ /iye reader, author minta map ye/

 

Yang sudah baca FF gaje ini, RCL juseyo

Gomawo #bow

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK