I never knew perfection tilI heard you speak,
and now it kills me
Just to hear you say the simple things
Bagaimana ia berbicara, bagaimana ia tertawa begitu keras dan terkadang memukulku karena terlalu senang, bagaimana mata berbinarnya menatapku dalam –hal itu hanya hal kecil, hal kecil dari alasanku menyukainya, Xiu Luhan. Tidak ada yang lebih kusukai dari lelaki itu dan pelukan hangatnya didunia ini. Aku masih mengingat semuanya dengan baik , semua memoriku dengannya. Bagaimana ia mengerjarku dibawah hujan ketika kami bertengkar, bagaimana aku akan mendengarkan ocehannya selama berjam-jam. Ia sempurna, bagi seorang gadis dingin sepertiku –ia seperti matahari pribadiku yang akan menyinariku di hari-hari tergelap sekalipun. Namun berpandangan dengannya seperti ini, di tempat pertama kali ia mengajakku berpacaran –semuanya perlahan begitu menyiksaku. Hanya sebuah kalimat, namun rasanya begitu menyakitkan, tepat sekali menghantam hatiku .
“Aku menyukai gadis lain. “
Ia berucap dengan intonasi tenang, sama sekali tidak terlihat sedang bercanda bagiku. Aku terdiam selama sesaat, merasa pendengaranku mulai kacau. Tidak –lelaki itu benar-benar mengucapkan hal itu.
Aku tidak mengingat sejak kapan hubungan kami berubah, yang kuingat hanyalah sikapnya yang berubah menjadi dingin. Ia maju selangkah, memberikan mantel kulit coklat kesayangannya. Ia mengembalikan hadiah-ku, mantel pemberianku ketika kami merayakan hari jadi kami.
Ia berjalan meninggalkanku, tanpa mengucap kata apapun. Membiarkanku seperti orang bodoh ditengah kerumunan orang lainnya di malam natal.
Now waking up is hard to do
And sleeping is impossible too
Everything is reminding me of you
What can I do?
Jam menunjukkan pukul 00.00 , tepat tengah malam natal. Aku tersenyum miris, kembali meminum soju dalam sekali teguk. Entah mungkin botol kedua atau ketiga, aku tidak mengingatnya –aku hanya tahu ini dapat meredakan rasa sakitku setidaknya. Mataku sama sekali tak bisa terpejam, bahkan kantuk juga sama sekali tak menyerangku. Kilauan cahaya Seoul di malam hari dapat terlihat jelas dari jendela besar kamar apartemenku. Tempatku dengannya akan duduk semalaman, berbicara tentang hari kami kemudian aku akan tertidur didalam pelukannya. Tidak ada lagi Xiu Luhan yang akan memelukku saat aku tertidur, setidaknya hal itu yang terpikir olehku ketika kami berpisah.
Mengingat selimut yang kupakai mungkin tidak akan lebih hangat dari pelukannya. Aku memutuskan untuk berhenti meminum soju, mengingat Luhan akan memarahiku selama berhari-hari jika menemukan aku telah memulai kebiasaan lamaku –lelaki itu telah menghilang dari hidupku, aku baru menyadarinya.
Keesokannya sinar matahari menelusup dari tirai putih jendela kamarku, seperti tidak membiarkanku untuk tidur lebih lama lagi. Aku memijat pelipis kepalaku, bangun dari tempat tidurku dan berjalan menuju dapur. Selama sesaat langkahku tertegun, berpikir apa yang dilakukan Luhan hingga ia belum menyiapkan sarapan untuknya. Aku berjalan menuju ruang tengah, mengecek jika mungkin lelaki itu terlalu sibuk melihat berita pagi di tv –aku tidak dapat menemukannya juga disana. Sebuah lengkungan miris tiba-tiba terbentuk pada bibirku. Ah benar, Luhan menyukai gadis lain, Luhan-nya telah menghilang. Tapi semua hal sederhana ini seperti mencoba mengingatkannya pada lelaki itu, Apa yang harus ia lakukan?
Terkadang aku menyadarinya, kami berubah –Aku menjadi semakin takut kehilangannya dan sementara ia mulai semakin lelah denganku, hubungan kami berubah dan semuanya tidak sama lagi. Masih teringat dengan jelas kata-kata-ku mengenai perasaannya yang berubah dan dia akan selalu berkata ia sampai kapanpun Xiu Luhan hanya akan mencintainya –bukan gadis lain. Ia tersenyum menatap kendaraan lain yang berlalu lalang pada jalanan Seoul di pagi hari, terlihat begitu bersemangat untuk memulai pagi hari setelah natal sebuah kebalikan dengan perasaannya di pagi yang cerah. Seharusnya lelaki itu mengatakannya , mengatakan bahwa ini semua salah dan ia sedang tidak baik-baik saja jadi gadis itu tidak terlalu merasa bersalah karena melihat lelaki itu berlari ke arah gadis lain. Mungkin memang seharusnya ia tidak menyalahkan lelaki itu, seharusnya ia berpisah sejak dulu. Ya, lebih baik berpisah saja..
It's not right, not ok
Say the words that you say
Maybe we're better off this way?
I'm not fine, I'm in pain
It's harder everyday
Maybe we're better off this way?
It's better that we break…
Satu minggu akhirnya berhasil kulalui, tanpa pelukan hangatnya, tanpa kata-kata klisenya tentang cinta dan semua perhatian kecilnya yang kukira hanya ditujukannya padaku. Ia benar-benar tidak menghubungiku sejak hari itu. Ia muncul dihadapanku kemarin, ketika aku memutuskan untuk pergi ke restoran favorit kami didekat tempat kerjaku. Wajah tampannya masih terlihat baik-baik saja seperti biasanya, rambutnya yang sepertinya berganti warna menjadi abu-abu terlihat begitu cocok dengannya dan aku masih bisa dengan jelas melihat senyum lebarnya yang ditujukan pada gadis dihadapannya –gadis yang disukainya.
Aku tidak bisa berhenti menatapnya, sungguh demi apapun aku masih mencintai lelaki bodoh yang duduk tak lebih dari satu meter didekatku. Hari itu, aku bahkan terlalu bodoh dan membiarkannya berlari meninggalkanku begitu saja di malam natal –di malam yang kalian bilang penuh keajaiban. Seharusnya aku mengejarnya, menanyakan alasannya, atau mungkin menahannya untuk pergi. Tapi aku tidak melakukannya.
Sehun menarik tanganku, mengerti maksud tatapanku pada Luhan. Aku harus melakukan hal itu –setidaknya hanya hal bodoh itu yang terngiang pada kepalaku. Luhan beranjak pergi, begitupula dengan gadis itu namun aku tetap berlari mengejarnya. Ia menatapku dengan tatapan aneh ketika aku tiba-tiba menarik tangannya.
“Kita harus berbicara. “
“ Kau pasti sudah gila, Han Minjung.”
“ Aku ingin kau mendengarkanku, ini terasa susah sekali tapi tolong dengarkan aku. “
“ Aku terburu-buru. “
Lelaki itu hanya meninggalkannya, kembali meninggalkannya seperti orang bodoh. Lebih parahnya kenyatannya gadis itu memang telah benar-benar kehilangan akalnya. Gadis itu bahkan berpikir untuk memperbaiki hubungan mereka. Ia dapat menunggu hingga akhirnya Luhan menyadarinya, ia akan terus menunggu lelaki itu pikirnya.
A fool to let you slip away
I chase you just to hear you say
You’re scared and that you think that I’m insane
Alasan-alasan bodoh yang membuatku menuntunya banyak hal akhirnya berjung pada hari dimana aku kehilangannya. Sebuah pertengkaran kecil yang biasanya diakhiri dengan ciuman hangatnya dan pelukan ringan serta kata klise aku mencintaimu,selalu. Kukira kami bisa selalu hidup bersama seperti itu, saling berteriak pada satu sama lain kemudian beberapa hari kemudian saling tersenyum ke arah satu sama lain. Semuanya berubah dan aku bahkan tidak menyadari hal-hal kecil itu.
Melihat kota Seoul lagi-lagi tanpanya, mungkin aku sudah melakukannya seperti ratusan kali dalam beberapa minggu terakhir ini. Hari telah berganti menjadi hari dan minggu telah berganti, aku masih belum bisa melupakannya. Setidaknya yang kuingat dulu Seoul tampak begitu indah dari tempat ini. Mungkin karena keindahannya terhalang oleh air mataku yang menggenang begitu saja ketika memikirkanya –mungkin itu mengapa Seoul tak begitu bergemerlap lagi dimataku. Semuanya berubah dan semakin lama aku merasa sosoknya telah menghilang. Xiu Luhan telah benar-benar menghilang dari kehidupannya.Selamat tinggal lelaki dengan senyuman paling indah dan tawa paling kencang, selamat tinggal –mungkin saja aku bisa melupakanmu.
The city look so nice from here
Pity I can’t see it clearly
While you’re standing there, it disappears
It disappears
***
Lagi-lagi ia menemukan Han Minjung sedang berkeliaran dengan pakain tipisnya. Ketika salju turun begitu lebat dan semua orang memilih untuk menghangatkan badannya gadis itu lebih memilih berkeliaran begitu saja memohonnya untuk menemuinya. Ia ingin menolaknya, mengatakan pada Minjung bahwa ia memiliki beberapa urusan kantor yang harus dilakukannya. Sebenarnya ia telah menolaknya, namun ia kemudian mendapati dirinya berjalan menuju tempat ini sebuah Coffee Shop dimana mereka biasanya menikmati hari libur bersama. Luhan mengenali dengan baik sifat Minjung dan sepertinya sampai saat ini ia masih mengenalinya dengan baik karena kenyataannya ia tahu betul gadis itu akan tetap datang kesana meskipun Luhan menolaknya berkali-kali.
Setidaknya sejak hari terakhir ketika ia melihat gadis itu mengejarnya keluar dari restoran ia menyadari gadis itu tidak sekurus ini. Wajah tirusnya terlihat lelah, ia bahkan memiliki kantung mata, dan tubuhnya menjadi semakin rapuh. Minjung tersenyum ketika aku berjalan menuju arahnya, senyumannya bahkan tak lagi terlihat sama di matanya.Tidak, ia telah meyakinkan dirinya sendiri bahwa perbuatannya sama sekali tidak salah. Ia tidak mungkin jatuh kembali mengasihani gadis itu karena penampilannya yang benar-benar kacau dihadapannya, selama ini sudah cukup rasanya dan ia tidak akan membiarkan ia menahan Han Minjung lebih lama lagi disisinya apapun yang terjadi.
Ia tahu gadis itu mungkin akan melakukan hal ini atau mungkin yang lebih parah lagi gadis itu akan terus menerus mengurung dirinya sendiri. Tapi hidup akhir-akhir ini menjadi lebih sulit, dunia semakin keras dan orang-orang menjadi semakin kejam. Percayalah, sekarang terlalu banyak orang jahat didunia ini yang dapat menjatuhkanmu hingga terasa begitu menyakitkan.Kenyatannya bagi gadis dihadapannya mungkin orang itu adalah dirinya, seseorang yang begitu dicintainya. Luhan harus membangunkan gadis itu, pada akhirnya hidup memanglah seperti ini dan mereka tidak sedang memainkan sebuah drama yang selalu memiliki akhiran yang indah. Ada waktunya untuk melepaskan dan saat ini mungkin adalah waktu milik gadis itu. Selama beberapa tahun belakangan ini mereka telah membuat banyak kisah, yang tak dapat dilupakannya sendiri apalagi gadis itu dan roller coaster yang dinaikinya bersama gadis itu sudah waktunya terhenti. Mereka harus turun, menghadapi bagaimana sesungguhnya dunia yang begitu kejam.
Luhan menatap gadis itu, ia harus menepati janjinya untuk melepaskan gadis itu. Hari ini semuanya akan berakhir dan Han Minjung ia harus berusaha melewati segalanya dengan penuh percaya diri.
“Jungie-ya. Mari kita putus saja.”
Saw you sitting all alone
You’re fragile and you’re cold, but that’s all right
Life these days is getting rough
They’ve knocked you down and beat you up
But it’s just a rollercoaster anyway, yeah
Bukakah hidup memang seperti rollercoaster? Selamat tinggal Jungie-ya.
- THE END -