Josoen Era-1810
“Ayo, Nona segeralah bersiap! Sebentar lagi tamu Tuan akan datang!” ini sudah kesekian kalinya Yoon membujuk Nona-nya untuk segera bersiap karena tamu Ayahnya akan segera datang. Tapi Na Young masih betah duduk menghadap pada cermin kecil dengan ukiran bunga sebagai bingkainya. Dia tidak ingin menemui tamu itu.
“Katakan pada Ayah aku menolak perjodohan ini.” Ucap Na Young keras dan membuat Yoon putus asa.
“Jangan begitu, Nona. Tuan melakukan ini untuk kebaikan Nona.” Bujuk Yoon lagi. “Aku dengar anak dari Menteri Choi adalah seorang terpelajar dia sekarang adalah murid angkatan akhir Sungkyuwan. Bukankah yang masuk sekolah itu hanya orang-orang terpilih? Selain itu aku dengar, dia juga tampan juga baik.”
“Tetap saja. Aku tidak menyukai dia Yoon. Aku menyukai orang lain. Bukan dia!” Na Young masih bersikeras. “Kenapa Ayah melakukan ini?”
“Ini sudah terbiasa terjadi di kalangan menteri Nona. Para Menteri akan saling menjodohkan anak mereka untuk menjalin keutuhan dan berada pada kasta yang sama. Selain itu Menteri Choi dan Menteri Han, Ayah Nona adalah sahabat baik sejak dulu.”
Na Young masih diam dan tidak beranjak sama sekali. Tapi, apa yang bisa dia lakukan? Sekeras apapun dia menolak perjodohan itu, tetap saja akan terjadi. Dia tidak mencintai anak dari Menteri Choi yang tidak dikenalnya itu, dia mencintai pria lain yang dia temui tujuh hari lalu saat dirinya dan Yoon berjalan-jalan ke pasar. Namun baru tujuh hari pertemuan itu, dia dan pria itu sudah terjalin ikatan yang tidak diketahui oleh Ayahnya, karena Na Young tahu pasti akan ditentang dengan keras mengingat pria itu hanyalah seorang pengelana yang tidak berada pada kasta mereka.
“Keluarlah Yoon, katakan pada Ayah aku akan segera datang.” Suruh Na Young. Tanpa interupsi Yoon berjalan keluar dari ruangan Na Young meniggalkan majikannya sendirian.
Menteri Han Jung Han ayah dari Na Young meruapakan salah satu menteri yang terpandang di kalangan istana dan masyarakat bersahabat baik dengan Menteri Pendidikan Choi Hyun Joo. Semenjak kecil keduanya telah bersama dan pada akhirnya bersekolah di pemerintahan hingga bersama-sama diangkat menjadi pegawai sipil kerajaan. Tanpa istri dan anak-anak mereka ketahui keduanya telah berjanji untuk menikahkan anak-anak mereka kelak.
Na Young sebagai anak bungsu dan perempuan keluarga Han, mau tidak mau harus mengikuti adat yang sudah ada. Kakak laki-lakinya yang sekarang adalah Jendral pasukan perang untuk Istana.
Dari luar sarangbang terdengar gelak tawa dua orang pria yang terdengar santai. Sejenak Na Young menghentikan langkahnya, membuat Yoon yang berjalan dibelakangnya ikut berhenti. Na Young berbalik membatalkan untuk masuk ke sarangbang namun buru-buru Yoon mencegahnya dan membuat Na Young masuk ke dalam sarangbang dengan terpaksa.
“Tuan, Nona muda datang!” teriak salah seorang pengawal dari luar sarangbang saat Na Young mencapai sarangbang. Kedua pelayan yang ada di pintu sarangbang bergegas membuka pintu. Dia berjalan menunduk dan membungkuk sejenak kepada ayah dan ibunya dilanjut memberi hormat kepada tamu ayahnya. Hampir saja dia terpekik kencang saat mendapati wajah yang sudah tidak asing duduk di dekat Menteri Choi. Tapi, buru-buru gadis itu mengontrol keterkejutannya.
“Dia putriku yang cantik, Han Na Young.”
“Annyeong haseyo.” Sapa Na Young masih dengan menundukkan wajahnya.
“Na Young ini adalah Menteri Choi. Dan itu adalah anaknya, Choi Si Won. Bulan depan dia akan menyelesaikan pendidikannya di Sungkyuwan setelah itu dia diangkat menjadi pengajar muda disana.”
Na Young membungkuk sedikit masih tidak berani mengangkat wajahnya untuk sekedar menatap wajah calon suaminya itu. Pria yang duduk dihadapannya itu sudah tidak asing lagi. Dia adalah pria yang ditemuinya seminggu lalu yang menawarkan cinta untuknya.
***
Sebulan lebih berlalu pernikahan itu berjalan dengan lancar. Kini, Na Young juga Si Won tengah menikmati malam pertama sebagai suami dan istri di anbang. Hanya ditemani nyala lilin yang temaram dimana mampu menyembunyikan semburat malu wajah Na Young. Gadis itu masih saja menundukkan wajahnya tidak berani menatap wajah suaminya.
“Istriku, angkatlah wajahmu.” Pinta Si Won dan dengan perlahan Na Young mengangkat wajahnya menatap Si Won. “Jangan tundukkan wajahmu. Jangan sembunyikan wajah cantikmu dihadapanku.” Na Young menyanggupinya dengan menganggukkan kepalanya dua kali.
“Boleh aku bertanya sesuatu?” tanya Na Young ragu.
“Silahkan. Apa yang ingin kau tanyakan?”
“Apa Si Won-ssi tahu tentang perjodohan ini saat pertama kali kita bertemu di pasar dulu? Kau mengerjaiku?”
Si Won terkekeh menunjukkan lesung pipinya yang membuat Na Young terkesiap. “Iya, aku mengenalimu sebagai putri Menteri Han yang terkenal sangat cantik itu. Dan jika aku boleh jujur, saat aku masih remaja, ayah sudah mengatakan kepadaku jika aku akan dijodohkan olehmu. Aku tidak bermaksud mengerjaimu, sungguh.” Jelas Si Won.
“Kau tahu, hari itu saat ayah memintaku untuk menemui orang yang dijodohkan denganku, aku hampir saja kabur dari rumah. Aku tidak suka jika dijodohkan dengan orang yang aku tidak kenal.”
Si Won tersenyum mafhum. “Lalu, sekarang bagaimana? Kau masih tidak suka?”
Kembali Na Young tersipu malu dan menundukkan wajahnya membuat Si Won tertawa keras. Tangannya lalu terulur meraih dagu Na Young dan mencium lembut bibir Na Young. “Kecantikanmu dimulai hari ini hanya milikku seorang, cintamu dimulai hari ini hanya milikku seorang. Tidak ada yang boleh memilikinnya selain aku.” Dengan pelan dan pasti tangan Si Won melepaskan otgoreum berwarna marun dengan hiasan bunga lotus tersebut setelahnya dia melepaskan jeogori Na Young. Dan lilinpun padam mengindikasi kedua orang yang sudah digariskan oleh takdir telah menyatu.
***
Kediaman keluarga Menteri Han tengah berkabung disebelahnya berdiri Menteri Choi juga dalam kondisi yang sama. Ternyata kebahagiaan itu berlangsung dengan sangat cepat, dini hari tadi kedua anak mereka ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Dihadapan Menteri Han dan Menteri Choi, mayat Choi Si Won juga Han Na Young akan disemayamkan.
Malam itu keduanya tidak menyadari jika terjadi penyerangan di kediaman keluarga Choi. Si Won yang waktu itu terlambat menyadari sudah terlanjur terhunus pedang tajam diikuti Na Young setelahnya. Nampaknya penyerangan itu hanya terjadi pada Si Won juga Na Young. Keduanya menghembuskan napas terkahir dalam keadaan berpelukan erat. Dimana ternyata takdir yang digariskan sangatlah pendek.
***
Seoul, 2000
Si Won duduk tercenung di taman tidak jauh dari rumahnya. Udara musim panas memang sedikit menghangat. Dua hari lagi adalah hari pernikahannya dengan orang yang dia cintai, tapi hatinya seperti tidak tenang. Keraguan mendadak menyergap hatinya. Apakah dia benar telah memilih wanita itu? tapi, dia wanita baik-baik. Hanya bukan itu masalahnya. Yang jadi masalah adalah wanita lain yang sudah dia kenal sejak lahir. Adik kandungnya.
“Oppa!!” suara renyah itu membuyarkan lamunannya dan mendapati adiknya sudah bergelayut manja di lengannya. Pria itu membalas kemanjaan adiknya dengan memeluk tubuh mungil adiknya. “Oppa kenapa disini? Ayah dan ibu menunggu di rumah untuk makan malam. Ayo pulang!”
“Oppa masih ingin disini, Na Young. Kau pulang saja.” Tolak Si Won halus. “Na Young-ah, apa kau mencintai oppa?”
Na Young mengerut bingung sembari memandangi wajah tampan kakak kandungnya itu. “Aneh sekali. Tentu saja aku mencintai oppa-ku yang tampan ini.”
“Maksudku bukan begitu.” Ucap Si Won lirih.
“Oppa, apakah setelah nanti oppa menikah, aku masih bisa bergelayut manja dengan oppa seperti ini? Apa aku masih boleh memeluk oppa? Apa oppa boleh menemaniku tidur? Apa aku masih boleh mencium pipi oppa?” rentetan pertanyaan itu meluncur begitu saja tanpa bisa Na Young tahan membuat Si Won mendelik heran.
“ Tentu saja. Kau adik oppa yang paling oppa sayang, semua tahu itu.”
“Tapi, nanti aku sudah tidak sebebas ketika oppa belum menikah.”
“Oppa-mu ini, masih seutuhnya milikmu. Ayo kita pulang!” Si Won beranjak dari duduknya menggandeng tangan Na Young.
***
Malamnya disaat kedua orang tua mereka sudah terlelap, seperti hari dimana Na Young selalu meminta Si Won menemaninya tidur bahkan ketika mereka sudah beranjak dewasa. Si Won akan dengan sabar memeluk adiknya yang super manja itu hingga terlelap sembari menggumamkan sebuah lagu.
Si Won sadar sudah tidak pantas lagi mereka seperti itu, keduanya telah dewasa. Apa saja bisa terjadi, bahkan orang tua mereka pun sudah mewanti-wanti. Tapi Na Young cukup keras kepala dan membuat Si Won dan kedua orang tua mereka menyerah.
“Kau adikku satu-satunya dan yang paling aku sayang palingggg aku cintai.” Ucap Si Won pelan sembari mengusap-usap rabut Na Young yang sudah terlelap di pelukannya. “Tapi, entah kenapa perasaan cinta itu berbeda. Aku mencintaimu bukan sebagai adikku tapi sebagai seorang wanita. Aku tahu perasaan ini salah dan tidak benar. Tapi, aku hanya ingin akulah pria yang akan mendampingimu hingga ajal menjemput. Aku benar-benar mencintaimu Na Young.” Si Won menghembuskan napas panjang dan perlahan menarik tangannya yang dijadikan bantal untuk Na Young, dia lalu beranjak dan membenahi letak selimut adiknya. Dikecupnya perlahan kening Na Young sebelum akhirnya mengucapkan selamat malam dengan begitu mesra.
Na Young membuka mata perlahan saat dirasa Si Won sudah meninggalkan kamarnya. Dadanya sesak dan tanpa dikomando air mata tumpah ruah. Digigitnya bibir bawah mengecilkan isakan yang keluar. Diremasnya pakaian yang entah kenapa terasa sesak. Na Young tahu ini terlarang, dia tidak boleh mencintai kakaknya sendiri. Kakak biologisnya. Tapi apa yang dikatakan Si Won tadi membuatnya yakin jika perasaan itu tidak salah. Tapi ini tidak boleh. Satu diantara mereka harus menghindari, dan satu orang itu adalah dirinya sendiri.
Segera Na Young mengusap air matanya yang terlanjur turun dan berniat untuk mengambil segelas air putih guna menenangkan pikirannya. Namun saat keluar kamar, langkahnya berubah menajdi ragu saat dilihatnya Si Won duduk di meja bar kecil rumah mereka dengan segelas wine. Dia berniat akan berbalik masuk ke dalam kamar tapi tidak jadi ketika hati kecilnya seolah berkata bukan Si Won lah yang harus dia hindari tapi perasaan cinta itu.
“Oppa!” panggil Na Young sembari menepuk pundak pria itu dan ikut duduk di sebelah kakaknya.
“Kau terbangun?” Si Won merapikan rambut Na Young yang berantakan namun tangan itu langsung ditepis dengan lembut oleh Na Young. “Kau habis menangis? Kenapa?”
“Oppa, geumanhae,” pinta Na Young, “jangan seperti ini. Aku sudah besar oppa. Aku bukan adik kecilmu lagi.”
Hati Si Won bagai dihantam palu raksasa saat itu. Na Young menolak perlakuannya, padahal beberapa menit yang lalu gadis itu masih meminta untuk ditemani tidur.
“Kau mimpi buruk, eoh?” Si Won menangkupkan kedua telapak tangannya pada pipi Na Young, dengan perlahan Na Young menurunkan tangan Si Won.
“Kau tidak boleh seperti ini terus. Tidak boleh oppa, tidak boleh.”
“Ada apa denganmu? Kenapa kau tiba-tiba jadi aneh seperti ini? Apa kau tadi terjatuh dari tempat tidur dan keapalamu terbentur? Ada yang sakit?” Si Won langsung memeriksa kepala Na Young namun kembali di tepis oleh Na Young.
“Oppa, aku adikmu, adik kandungmu, tidak seharusnya kau memiliki perasaan itu. Itu tidak boleh.”
“Kau… kau mendengarnya?”
Na Young menganggukkan kepalanya.
“Aku…” Na Young menggantungkan kalimatnya. Matanya sudah berkaca-kaca dan detik berikutnya dia sudah menangis sesenggukan. “Aku mencintai oppa, sangat mencintaimu.” Dan tubuh gadis itu melemah, dengan sigap Si Won memeluk tubuh adiknya. Membiarkan Na Young menangis di pelukannya. Dalam isakannya itu berulang kali Na Young mengatakan jika dia begitu mencintai Si Won.
Si Won melepaskan pelukannya, wajah Na Young merunduk menyembunyikan tangisnya. Tangan Si Won terulur mengangkat wajah Na Young mengusap air mata adiknya. Dikecupnya kedua mata Na Young dan berkahir pada bibir mungil Na Young. Ini dosa terbesar kami, ini dosa terbesar kami, aku harus mengakhirinya—hati Na Young seolah mengucapkan mantra penangkal yang sia-sia.
“Wajah cantik ini hanya milkku, aku tidak akan membiarkan orang lain memilikinya. Mulai detik ini wajah cantik ini milikku seutuhnya. Biarkan cintamu hanya untukku seorang.”
Ingin rasanya Na Young mengiyakan semua ucapan Si Won tapi Na Young tidak bisa mengiyakan semua itu. Dia adalah Choi Si Won, kakak kandungnya.
***
Na Young berjalan berjingkat memasuki ruang ganti pengantin pria dilihatnya Si Won sudah rapi dengan jas pengantin berwarna putih gading. “Oppa!” panggil Na Young setengah berbisik. Si Won langsung mendapati adiknya yang sudah cantik mengenakan gaun pengiring pengantin berwarna velvet dengan rambut panjang yang dia biarkan terurai dan diberi pemanis mahkota yang terbuat dari ranting pohon.
“Wah, kau tampan sekali!” puji Na Young seraya merapihkan dasi kupu-kupu Si Won yang miring.
Si Won tahu adiknya ini sedang bersandiwara dihadapannya.
“Kau juga cantik.” Puji Si Won.
“Benarkah?” Na Young memutar. “Mahkota ini aku buat sendiri kemarin.” Na Young lalu melepaskan mahkota itu dan memberikannya kepada Si Won. “Berikan ini kepada kakak ipar sesaat setelah kalian mengucapkan ikrar sehidup semati. Kenakan ini di kepalanya. Pasti akan sangat cantik. Percaya padaku!”
“Terima kasih.” Si Won kembali memeluk adiknya erat. “Menangislah jika ingin menangis.”
Na Young melonggarkan pelukannya dan menatap Si Won sembari memberengut. “Kenapa aku harus menangis? Orang bahagia itu tidak boleh menangis. Bukan begitu?” Na Young kembali memeluk kakaknya erat. “Jangan lupakan aku ya? Oppa boleh melupakan perasaan itu tapi jangan melupakan aku ya? Seumur hidup oppa.” Na Young melepaskan pelukannya lalu mengulurkan jari kelingkingnya. “Janji!”
“Janji!” Si Won menautkan jari kelingkingnya lalu mencium kening adiknya lama. Setelahnya Na Young kembali memeluk Si Won erat dan mengucapkan kata maaf berulang kali.
***
Racun itu telah menjalar ke seluruh tubuhnya melalui peredaran darah saat musik khas pernikahan menghantarkan pengantin wanita menuju altar. Keringat dingin sudah membasahi tubuh Na Young dan air mata itu kembali tidak terbendung melihat Si Won tersenyum meraih tangan pengantin perempuan. Dada Na Young sesak dan dia kesulitan bernapas, keranjang bunga itu terjantuh bebarengan dengan tubuhnya yang juga ambruk. Dia sudah terbatuk-batuk dan memegangi dadanya yang sesak.
Alunan musik itu terhenti dan semua undangan termasuk Si Won porak-poranda menghambur pada Na Young yang sudah mengeluarkan darah dari hidung dan mulutnya. Si won mengabaikan bercak darah yang mengotori bajunya, dan kesadaran Na young perlahan mulai menurun dan dingin itu perlahan menjalar dari ujung kakinya. Hingga bersamaan dengan hembusan terkahir napasnya dia mengucapkan sedereret kalimat yang masih mampu di dengar oleh Si Won.
“Maafkan aku telah mencintaimu.”
Sekali lagi takdir mempermainkan mereka. Sebenarnya tali merah itu telah terikat di pergelangan tangan mereka namun kekusutan terjadi hingga seseorang memotong tali takdir itu. Na Young memilih pergi membawa semua kenangan dan rasa cintanya memeluk kedaimaian yang abadi.
***
Seoul, 2020
Seorang anak kecil berumur kurang lebih enam tahun nampak begitu riang dalam gendongan ayahnya. Dari balik kaca bening dia melihat deretan bayi yang sangatlah lucu dan menggemaskan. Dengan tidak sabaran anak kecil itu meminta ayahnya untuk memberitahu yang mana adik perempuannya.
“Dimana adik? Adik yang mana?” tanya anak laki-laki itu kepada ayahnya.
“Itu yang itu!” tunjuk ayahnya pada seorang bayi yang dibungkus dengan kain berwarna pink. “Cantik bukan?”
“Tentu saja! Dia kan, perempuan. Pasti cantik. Oh, namanya… Choi… Ji… Won. Choi-Ji-Won.” Eja anak laki-laki itu dengan terbata-bata.
“Iya. Namanya Ji Won.” Ulang ayahnya.
Pandangan anak laki-laki itu kemudian tidak lepas dari adiknya yang sedang terlelap. Lalu dia melirik ke bayi yang ada di sebelah box adiknya. Seorang bayi yang sedang menangis sangat keras dan lantang.
“Oh, ayah! Dia menangis!” tunjuk anak laki-laki itu. “Kasihan sekali. Sedang tidak ada suster di dalam.” Tiba-tiba anak laki-laki itu terlihat sangat sedih. “Ayah! Turunkan aku!” mau tidak mau ayahnya menurunkannya. Segera anak laki-laki itu berlari masuk ke dalam, sementara itu ayahnya hanya memperhatikan dari luar.
“Adik, jangan menangis. Ssssttt… diam ya?” anak laki-laki tersebut mengelus dengan sangat telaten dan lembut bayi perempuan yang menangis tadi. Sehingga perlahan bayi itu kembali tenang dan dia mengusap air mata bayi perempuan itu. “Kau sangat cantik. Matamu indah, bibirmu mungil. Siapa namamu?” anak laki-laki itu lalu meihat tag nama yang ada di box bayi. “Ah, Na Young? Han Na Young.” Anak laki-laki itu tersenyum. “Aku Choi Si Won. Oh, andai saja wajah cantik ini bisa aku lihat setiap hari.” Gumamnya lembut namun sepertinya bisa terdengar oleh Tuhan yang menggariskan takdir keduanya. Dan secara tidak sadar benang meah itu sudah mengikat keduanya. Sebenarnya benang itu sudah terikat dari sebelum mereka, namun kali ini semoga takdir tidak bermain-main dengan mereka.
-END-
Glosarium:
1. Sarangbang = ruangan pada hanok (rumah tradisional korea) untuk pria atau kepala keluarga. Letaknya berada di paling depan rumah. Biasanya digunakan kaum pria untuk belajar dan menerima tamu
2. Anbang = ruangan pada hanok untuk wanita dan anak-anak. Diruangan ini tidak ada kaum pria. Di malam hari digunakan sebagai aktifitas dan kamar tidur bersama suaminya.
3. Otgoreum (Cloth Strings): adalah pita yang dipakai pada baju hambok untuk wanita, yang melintang hingga ke Rok ( chima )
4. Jeogori: ialah bagian atas dari hanbok ( baju ).Untuk hanbok laki-laki ukurannya lebih besar dan simple, sedangkan untuk wanita agak pendek dan ditandai garis lengkung dan dekorasi yang lembut.