Yu Ra pikir, Na Young tidak serius dengan ucapannya tempo hari. Saat ia tanya mau pergi kemana kakak sepupunya dengan tas besar berisi pakaian, Na Young cuma bilang ke suatu tempat, dan ini darurat. Yu Ra pikir, tidak ada yang lebih darurat dari pekerjaan yang belum juga bisa didapatkannya. Delapan perusahaan yang sudah ia kirimi lampiran biodata dan daftar riwayat pendidikan, tapi belum satupun dari mereka yang menghubunginya untuk interview. Menyedihkan. Yah, memang sulit mencari pekerjaan hanya bermodal ijazah SMA di ibukota seperti Seoul.
Bicara kehidupan Yu Ra, keluarganya tinggal di Taebaek, kota kecil di provinsi Gangwon yang bisa ditempuh dengan kereta tiga jam dari Seoul. Ayahnya yang hanya seorang guru SMP tidak mampu membiayai sekolah Yu Ra lebih tinggi lagi. Lantaran di Taebaek hanya terdapat satu universitas dan biaya pendaftarannya bisa senilai dengan sepuluh bulan gaji sang ayah. Alhasil, Yu Ra mengadu nasib di ibukota berharap bisa mendapatkan pekerjaan untuk membantu ekonomi keluarga sekaligus menabung guna melanjutkan studinya nanti.
Park Na Young, sepupu dari ayahnya banyak memberinya bantuan, termasuk membolehkan tinggal di apartemennya dan memberinya makan. Hidup bersama Na Young mengharuskan Yu Ra mengundur jam makan malamnya, dua jam lebih terlambat daripada manusia kebanyakan. Itu bukan masalah pikir Yu Ra, selama masih bisa makan untuk menimbun enegi agar dapat melangsungkan hidup suramnya.
Keterkejutan Yu Ra tidak berhenti sampai di situ, Na Young tiba-tiba juga meminta—dengan paksa—Yu Ra menggantikan tugasnya di agensi selama lima belas hari. Omong-omong pekerjaan, itu salah satu hal yang paling disukai Yu Ra dari sosok sang kakak sepupu selain ia pintar, cantik, dan juga mandiri. Yu Ra berpendapat bahwa tidak ada pekerjaan terbaik selain menjadi Na Young. Bekerja di lingkungan yang sangat Yu Ra inginkan.
Sebenarnya pekerjaan Na Young terbilang cukup rahasia. Bukan sesuatu seperti seorang agen rahasia FBI, atau seperti seorang ilmuwan untuk NASA, atau juga teroris. Lebih tepatnya Na Young bekerja sebagai asisten manajer Bangtan Boys. Bangtan Boys yang biasa disebut BTS adalah boygrup Korea Selatan yang sedang naik daun—penjualan album yang menduduki peringkat pertama dengan jumlah fantastis, tampil di berbagai media, menjadi bintang banyak iklan, dan menjadi boygrup pertama Korea yang tampil dalam acara bergengsi Billboard Music Award. BTS terdiri dari tujuh orang; Kim Seok Jin duapuluh enam tahun, Min Yoon Gi duapuluh lima tahun, Kim Nam Joon duapuluh empat tahun, Jung Ho Seok duapuluh empat tahun, Park Ji Min, dua puluh tiga tahun, Kim Tae Hyung dua puluh tiga tahun, dan Jeon Jung Kook duapuluh satu tahun.
Prestasi yang ditorehkan mereka tidak bisa dibilang biasa, bukan?
Yah, jika membicarakan segudang prestasi yang BTS miliki, semangat Yu Ra bisa berapi-api. Karena Yu Ra mengikuti jejak perjalanan mereka dari debut hingga sekarang. Yu Ra memang sedang menggilai mereka, tetapi untuk melakukan pekerjaan semacam itu sepertinya Na Young ingin dia cepat mati muda. Senjata ampuh untuk memaksa Yu Ra selain bisa bertemu dengan idolanya adalah embel-embel upahnya yang besar dan rasa hutang budi pada Na Young yang sudah memberinya banyak bantuan.
Yu Ra menghela napas frustrasi, kedua tangannya menggenggam erat ponsel. Entah sudah berapa kali ia menelepon atau mengirim pesan pada Na Young, tidak ada satu pun jawaban. Yu Ra sekilas mengamati dari ekor matanya, pria yang duduk di kursi kemudi. Namanya, Shin Hong Ki yang tiga puluh menit lalu memperkenalkan diri sebagai manajer BTS dan juga diberi tugas untuk menjemputnya di apartemen.
Coba saja, batin Yu Ra.
“Maaf.” Pria itu sedikit menoleh untuk merespon. “Apa Na Young eonni tidak memberitahu kemana dia pergi pada Anda?”
Dia menggeleng sebelum buka suara, “setelah merengek memintaku untuk menyetujui usulan konyolnya, ponselnya sudah tidak bisa kuhubungi lagi.”
Yu Ra lagi-lagi menghela napas frustrasi.
“Oh ya, mengenai pekerjaanmu. Kamu akan membantuku untuk mengatur jadwal tampil, aktivitas sehari-hari, pola makan, olahraga, dan waktu libur para member.”
Mendengar itu, degup jantungnya yang sudah normal kembali bergemuruh sama seperti awal pertemuannya dengan Hong Ki saat di apartemen. Pikirannya mulai berkelana, membayangkan wajah ketujuh idolanya menyambut kedatangannya. Ingatkan Yu Ra, jangan sampai lupa caranya bernapas.
“Yu Ra-ya.”
“Y-ya sunbaenim.” Gadis itu kembali ke alam sadarnya.
“Kamu dengar, kan?”
Yu Ra gelagapan untuk menjawab. Hong Ki yang paham, refleks menjungkitkan ujung-ujung bibirnya. “Tenang, kamu jangan gugup. Hm, aku ceritakan sesuatu.” Hong Ki seolah kembali ke masa lalunya saat itu juga. “Dulu saat awal aku bekerja di agensi artis, aku juga gugup sepertimu. Banyak artis-artis yang kutemui, bahkan tidak jarang yang kuminta untuk foto bersama.” Kekeh ringan menyelip sebagai jeda, memori yang berharga itu seolah baru terjadi kemarin. “Jadi berusahalah, Yu Ra-ya,” lanjutnya.
Senyum sang gadis segera terbit. Ia kembali memandang ke luar jendela mobil, mengamati bangunan-bangunan yang berdiri kokoh di Gangnam. Distrik ini merupakan terbesar ketiga di Seoul, Korea Selatan. Standar hidup di sini sangat tinggi, bahkan telah dibandingkan dengan kota Beverly Hills, California. Belum lagi harga tanah di tempat ini 3,5 kali dari rata-rata nasional. Tidak mengherankan jika agensi BigHit Entertainment yang menaungi BTS berada di daerah itu. Tak lama kemudian Hong Ki menghentikan mobilnya di halaman parkir sebuah bangunan.
“Kita sampai. Ayo, turun. Oh ya, barang bawaanmu biarkan saja di mobil, kita sapa yang lain lebih dulu.”
Si gadis hanya mengangguk sebagai respon. Hong Ki membuka pintu mobil diikuti Yu Ra satu menit setelahnya. Dengan langkah pelan Yu Ra membiarkan dirinya mengikuti langkah kaki Hong Ki menuju pintu masuk gedung itu. Pertama-tama, Yu Ra disuguhi lorong dengan dinding yang ditempeli potret wajah ketujuh member BTS. Jantungnya sudah melompat-lompat di dalam sana. Yu Ra hanya bisa menelan ludah guna menenangkan diri.
Terus melewati koridor-koridor hingga sampai pada satu pintu, rasa-rasanya pasokan oksigen bangunan di bagian ini menipis. Namun melihat Hong Ki yang tidak kesulitan meraup oksigen lebih tepatnya bersikap biasa-biasa saja, Yu Ra malah makin salah tingkah. Pria itu lekas menggenggam gagang pintu dan membukanya.
“Semuanya, aku membawa seseorang.”
Semua pasang mata tertuju pada kemunculan Yu Ra di belakang Hong Ki. Kedua mata Yu Ra menyisir ruangan besar itu, sepertinya ruangan ini digunakan untuk tempat istirahat para kru atau mungkin bisa menjadi ruang serba guna. Tidak ada benda atau peralatan sejauh mata memandang, hanya sekumpulan pria dan wanita—yang Yu Ra yakini adalah orang di balik layar kesuksesan BTS—sedang asyik duduk santai sambil berbincang.
“Perkenalkan dirimu,” gumam pelan Hong Ki.
Yu Ra mengeratkan pegangan pada tali tasnya. Ia membungkuk kecil terlebih dahulu sebelum bicara, “perkenalkan, aku Park Yu Ra. Sementara aku menggantikan Na Young eonni. Mohon kerjasamanya. Senang berkenalan dengan kalian.”
“Yu Ra adalah adik sepupu Na Young. Tolong kalian bantu dia selama lima belas hari ke depan, ya,” jelas Hong Ki ditutup dengan senyumnya.
Hong Ki menggiring Yura melewati beberapa orang untuk menuju seorang perempuan berkemeja biru, matanya memandangi si gadis dengan tatapan yang sukar diartikan dari balik kacamatanya.
“Yu Ra-ya, dia adalah Lee Ha Yi. Posisinya sebagai asisten Manajer dua, membantu pekerjaan Na Young.” Yu Ra segera membungkuk memberi salam. “Ha Yi-ssi, tolong bantu Yu Ra.”
Si empunya nama mengangguk mengerti dan lantas beralih tersenyum pada Yu Ra.
***
Yu Ra menyembul dari balik pintu, Hong Ki membawanya ke ruangan samping. Kedua mata gadis itu membulat sempurna saat melihat tujuh pemuda idolanya tengah istirahat dari latihan menari. Beruntung jantungnya tetap melekat di tempatnya.
“Hei, anak-anak. Aku mau mengenalkan seseorang.”
Mendadak Yura merasa seluruh organ tubuhnya mengalami disfungsi. Lututnya terasa bergetar, ia berusaha untuk tetap berdiri kokoh agar harga dirinya juga tidak ikut terjatuh dan berceceran di lantai.
“Oh, Park Yu Ra-ssi.” Terdengar satu suara menggema di ruangan itu, membuat orang-orang di sana menatap heran pada sang sumber.
Itu suara Kim Seok Jin. Member tertua BTS, yang hobinya makan dan memasak. Dia juga merupakan visual dari grupnya. Eh, bagaimana ia tahu Yu Ra?
“Kamu kenal dia, Hyung?” Jeon Jung Kook, si maknae menatap kakak tertuanya menuntut jawaban.
Seok Jin menggeleng kecil. “Tidak.” Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, melihat sekelilingnya melempar tatapan intimidasi yang membuatnya jadi tak nyaman. “Kenapa? Tatapan kalian aneh sekali.”
“Bagaimana kamu kenal dengan Yu Ra?” Kali ini giliran Hong Ki yang bertanya.
Bola mata Seok Jin bergerak gelisah, ia tak langsung menjawab. Membuat hening sejenak menginterupsi suasana ruangan itu. “Kan, Hyung yang ceritakan pada kami. Apa Hyung lupa?”
Hong Ki terlihat berpikir mencoba mengingat-ingat. Tidak hanya Hong Ki, seluruh member BTS pun ikut mencerna ucapan Seok Jin. Belum sempat Hong Ki membuat otaknya bekerja menggali ingatan-ingatan yang terkubur, Seok Jin buru-buru menimpali. “Aku maklum, kok. Biasanya memang akan terjadi pada usia tiga puluh tahun lebih.” Tawa kecil Seok Jin menyembul keluar. Keenam temannya yang lain ada yang berdecih, mendengus sebal, dan ada pula yang ikut tertawa.
Sial, rutuk Hong Ki.
“Terserahlah. Park Yu Ra akan menggantikan Na Young noona untuk lima belas hari ke depan. Tolong bersikap baik padanya, ya.”
Hong Ki memberikan gesture mempersilahakan Yu Ra untuk memperkenalkan diri secara langsung.
“Aku Park Yu Ra.” Ia membungkuk kecil sebelum melanjutkan, “mohon bantuannya. Senang berkenalan dengan kalian.”
Ketujuh member BTS bertepuk tangan sebagai penyambut kedatangan anggota baru di dalam keluarga agensi. Yu Ra tersenyum senang selagi tatapannya terkunci pada satu titik. Dalam jarak sedekat ini, karena sebelumnya Yu Ra hanya mampu melihat lewat video di youtube channel, laki-laki berambut cokelat gelap itu terlihat lebih tampan dan berkharisma.
Jung Ho Seok oh Jung Ho Seok. Setelah semua ini, Yu Ra ingin sekali memeriksakan jantungnya ke dokter, sungguh.
***
Keesokannya Yu Ra memulai hari pertama kerjanya. Ia tak pernah berpikir banyak bagaimana tugas seorang manajer artis. Karena hanya terfokus pada sang idola yang mempersembahkan pertunjukkan di atas panggung.
Pagi-pagi sekali, Yu Ra sudah disibukkan ini-itu oleh Ha Yi. Karena Yu Ra belum bisa diberi tugas yang sesungguhnya, jadi ia membantu pekerjaan para kru lainnya di bawah perintah Ha Yi. Yu Ra sibuk menyiapkan pakaian untuk ketujuh member, memastikan para asisten make up membawa semua barang bawaan, membantu menyiapkan makanan agar mereka sempat sarapan meskipun di dalam mobil, mengecek kembali obat-obatan di kotak P3K, dan memastikan kembali daftar dalam buku catatan semuanya mendapat tanda centang. Hari ini BTS akan menjadi bintang tamu dalam acara talkshow di salah satu stasiun televisi internasional berbahasa Inggris.
Nahasnya, pagi ini Yu Ra sendiri belum sempat mengisi perutnya. Pukul lima pagi Nao, teman sekamarnya, sudah membangunkannya atas perintah Hong Ki. Yu Ra mengambil waktu istirahat sebentar di sela kesibukannya, ia duduk di lantai dengan kedua kaki diluruskan dan menyandarkan tubuhnya pada dinding. Yu Ra lelah, ia belum terbiasa dengan suasana ini. Tiba-tiba suara seseorang menginterupsi kenyamanannya.
“Yura-ya, tolong kamu cek anak-anak. Aku harus mampir ke kantor sebentar. Pastikan semua siap satu jam lagi,” ucap Hong Ki sambil tergesa menuju pintu dan berlalu.
Beruntung Yu Ra tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Pertama-tama, Yu Ra meraup oksigen banyak-banyak dan mengembuskannya perlahan. Lantas segera bangkit dan berjalan menuju asrama ketujuh pemuda itu.
BigHit Entertainment memiliki tiga gedung utama. Gedung pertama yang letaknya di bagian depan digunakan sebagai kantor, di sana tempat CEO beserta orang-orang yang mengerjakan urusan yang bersifat admistratif untuk para artis di bawah naungan agensi itu. Gedung pertama dipisahkan oleh area parkir yang cukup luas, karena mereka memang sengaja tidak membuat basement. Gedung kedua dan ketiga saling bersisian. Ruang latihan, peralatan, ruangan kosong yang sering digunakan sebagai ruang serba guna, dan asrama para kru di lantai tiga sampai lantai lima yang teratas berada di gedung kedua. Gedung ketiga digunakan untuk asrama para artis dan ruang olahraga yang berisi peralatan gym disertai kolam renang indoor.
Yu Ra meneruskan derapnya hingga di depan pintu masuk gedung asrama para artis. Pintu otomatis itu terbuka, lantas ia disuguhi suasana layaknya rumah. Dinding bercat hijau muda yang ditempeli beberapa lukisan membuat nyaman mata siapa saja yang memandang. Yu Ra lekas memasuki lift dan menekan tombol tiga. BTS mengisi lantai tiga bangunan ini.
Ada yang unik dari pengaturan pembagian asrama tinggal dalam agensi ini. Seluruh artis yang berada di bawah naungannya akan menempati asrama selama duabelas tahun dalam masa kontrak. Setelah melewati perjanjian itu, sang artis baru diijinkan tinggal di luar wilayah wewenang mereka. Pengelompokkannya juga tak kalah unik—jika sang artis bersifat grup lebih dari lima orang akan diberi kuasa menempati satu lantai penuh, dan jika sang artis bersifat solo hanya akan diberi kuasa satu ruangan yang didalamnya seperti apartemen lengkap dengan satu kamar tidur, dapur, satu kamar mandi, dan ruang santai. Tidak ada nama pilih kasih di dalam agensi, seluruh artis sama pentingnya. Mereka meminimalisir kemungkinan terjadinya kecemburuan sosial di antara para artis.
Kemarin Hong Ki yang menjelaskan semua itu pada Yu Ra. Katanya, Yu Ra harus banyak belajar agar cepat tanggap mengenai agensi dan juga pekerjaan yang akan dihadapi. Yu Ra keluar dari lift dan berjalan menuju sebuah pintu. Sesampainya ia menghela napas sebelum menekan bel.
Satu kali.
Dua kali.
Pintu pun terbuka menampakkan sesosok yang menjadi awal alasannya jatuh hati pada Bangtan Boys. Kim Tae Hyung, si pemilik julukan alien di Bangtan Boys. Karena memiliki kepribadian yang kelewat ceria, jahil, dan sebagai mood boster untuk keenam member lainnya.
“Oh!” Tae Hyung sedikit terkejut mendapati presensi Yu Ra di balik pintu. “Kamu si asisten pengganti itu, kan? Hm, Park Yu Ra, benar?”
Senang rasanya diingat oleh salah satu idolanya. Ia mengangguk dan menampilkan satu senyum simpul.
“Apa yang membawamu kemari, Yu Ra-ya?”
“Yu Ra-ya?” Yu Ra mengulang dengan nada canggung. Tae Hyung bingung, terlihat dari caranya memandang Yu Ra.
“Kenapa?”
“Aku lahir satu tahun sebelum kamu, jadi kurasa ….” Satu kaki si gadis mengetuk-ngetuk lantai perlahan dan satu tangannya meremas ponsel. Susah juga menjelaskan kondisinya yang sebenarnya sama sekali tidak penting.
“Oh, sungguh?” Tae Hyung masih terlihat bingung, mungkin karena wajah Yu Ra yang tampak sebaya dengannya. Pemuda itu hanya bisa mengutuk kebodohan logika dan juga kebiasaannya yang sering asal memanggil sesuka hati. “Maaf ya, Noona.”
“Ah, tidak apa-apa. Kamu bisa memanggilku apa saja selama itu membuatmu nyaman.” Yu Ra ingin sekali membenturkan kepalanya ke dinding, setengah tak rela memberikan pernyataan konyolnya tadi. Lagipula apa ruginya panggilan itu untuk Yu Ra?
“Ada perlu apa Noona kemari?”
“Hong Ki sunbae memintaku untuk mengecek. Satu jam lagi semuanya harus sudah berkumpul.”
Tae Hyung meloloskan sebuah ‘oh’ dari mulutnya tanpa suara. “Terima kasih, Noona.”
Tak sengaja kedua matanya menangkap Ho Seok yang melintas dari balik Tae Hyung. Yu Ra tetap berdiri di sana, seolah sepatunya melekat kuat di atas keramik putih itu.
“Ada lagi?” tanya Tae Hyung yang bingung, karena Yu Ra belum juga beranjak padahal pesannya sudah disampaikan. Melihat tatapannya bukan tertuju padanya, Tae Hyung mencoba mengikuti arah pandang gadis itu.
“Ho Seok hyung, kita kedatangan tamu.”
Si pemilik rambut cokelat itu sekilas menggulirkan pandangannya pada Yu Ra, lantas menunduk kecil sebagai ganti kata sapaan. Ia tersenyum dan sukses membuat Yu Ra lupa caranya bernapas. Percayalah, Yu Ra hanya seorang gadis normal yang bisa grogi saat diberi senyuman oleh idolanya seperti itu. Ho Seok pun berlalu tanpa bicara.
Ada sekelumit rasa kecewa setelahnya. Pikir Yu Ra, setidaknya Ho Seok akan menyambut Yu Ra seperti Tae Hyung menyambutnya. Ho Seok dan Tae Hyung sama-sama memiliki sifat ramah dan mudah berbaur, setahu Yu Ra. Tiba-tiba seseorang muncul di balik tubuh Tae Hyung. Ia mencoba menyelipkan tubuh kecilnya melewati Tae Hyung juga Yu Ra untuk keluar.
“Ji Min-ah, mau kemana?”
Park Ji Min, si pemilik suara tinggi itu terlihat sudah rapi. Yu Ra beralih pandang, berharap Ji Min mengingatnya setidaknya menyapanya—seperti yang dilakukan Tae Hyung, misalnya..
“Aku akan ke gedung sebelah. Kemarin aku menitipkan jaket untuk dibawa ke laundry,” jawabnya santai tanpa memalingkan wajah ke arah Yu Ra. Ia mematut fokus pada ponselnya dan melenggang pergi begitu saja sebelum Tae Hyung berniat memberi tahu kalau Yu Ra datang.
Seketika itu pikiran-pikiran Yu Ra berkecamuk, polanya tidak beraturan. Semua kesan yang telah dibangun di dalam benaknya seolah terpatahkan. Yu Ra yang tidak pernah absen untuk melihat perjalanan ketujuh pemuda itu, meskipun hanya melintasi youtube bisa memastikan Ho Seok dan Ji Min memiliki pribadi yang hangat. Apakah selama ini tontonan keseharian para personil Bangtan Boys di channel youtube resmi milik agensi itu, hanya tipuan untuk mendongkrak popularitas?
To be continued ….
Semoga menghibur ya teman-teman. Menurut kalian bagaimana setelah membaca chapter 1 ini, lanjut ga?