Shim Aera’s POV
Minggu, 31 Juli 2011. Hari ini adalah hari yang cukup spesial untuk umat muslim di seluruh dunia. Bagaimana tidak, karena malam ini kami akan mengawali bulan yang suci dan penuh keberkahan. Ya, bulan Ramadhan.
Seperti pada Ramadhan sebelumnya aku selalu melakukan shalat Tarawih di Seoul Central Masjid, salah satu masjid terbesar di kota Seoul, bersama Yunho Oppa, kekasihku sejak 1 tahun yang lalu. Sehabis maghrib, tiba-tiba dering handphone-ku berbunyi, sebuah Kakao Talk masuk, tertera nama ‘Yunho Oppa’ di sana, tanpa pikir panjang langsung saja kubuka pesan itu.
“Sebelum tarawih kita ketemu dulu ya di dekat Sungai Han sekarang. Ada sesuatu yang pengin aku omongin.”
Membaca pesan itu langsung saja kulangkahkan kakiku menuju Sungai Han yang berjarak 15 menit dari rumahku. Kuraih kunci mobilku di ruang tengah dan kudapati Changmin Oppa, satu-satunya saudara laki-laki kandungku, sedang menonton televisi di sana.
“Mau tarawih sama Yunho? Kok cepat amat, maghrib aja belom selesai.” Kuanggukan kepalaku tanpa ragu lalu kubergegas meninggalkan rumah menuju Sungai Han. Sesampainya di sana kulihat Yunho Oppa tengah duduk di salah satu meja taman dan mengenggam 2 gelas kopi di tangannya.
“Yunho Oppa!” sapaku dari jauh sembari melambaikan tanganku. Yunho Oppa membalas sapaanku dengan senyumnya yang begitu manis, seperti biasa.
Kini aku tepat berada di depan Yunho Oppa, dia memberikanku salah satu kopi yang dia pegang tadi dan menepuk space kosong di sampingnya. Langsung saja kududuki space itu dan kuseruput kopi pemberian Yunho Oppa. Cukup lama kami terdiam hingga akhirnya Yunho Oppa menatapku cukup lama. Melihat gelagat yang cukup aneh kubalas tatapan itu, “Waeyo?”.
“Aera-ya, kayaknya hubungan kita sampai di sini aja ya.” Kata Yunho Oppa seraya menatap ke arah langit. Kopi yang harusnya masih hangat digenggamanku ini, kini menjadi terasa sangat dingin. Bahkan akupun tak sanggup bertanya kenapa atau apa salahku hingga kata-kata itu keluar dari mulut Yunho Oppa.
***
Shim Aera’s POV
Sepanjang jalan pulang aku tak bisa fokus mengendarai. Mataku sembap dan penuh dengan air mata. Ya benar, aku tidak jadi tarawih pada akhirnya. Bayangkan saja aku harus tarawih bersama seseorang yang baru saja menjadi ‘mantan pacarku’ beberapa menit yang lalu. Membayangkannya saja aku tak bisa. Sesampainya di rumah langsung saja ku menuju kamarku. Changmin Oppa yang masih saja bertengger di depan televisi sepertinya kebingungan melihat tingkahku.
“Lho nggak jadi tarawih? Yunho mana?” seru Changmin Oppa tepat saat aku mengunci pintu kamarku.
Aku masih tidak percaya dengan apa yang terjadi tadi. Aku dan Yunho Oppa telah mengakhiri hubungan ini. Beribu pertanyaan mencuat di pikiranku yang kemudian berkumpul menjadi satu pertanyaan besar ‘Mengapa?’.
***
Shim Aera’s POV
Setelah kejadian itu hari-hariku tidak begitu menjadi menyenangkan. Bahkan ini sudah hari ketiga aku tidak nafsu makan untuk sahur ataupun berbuka puasa. Mungkin Eomma dan Appa sudah sangat mengkhawatirkanku. Aku juga jadi lebih suka berada di dalam kamar. Rasanya aku hanya butuh ketenangan saat ini.
Tapi sepertinya memang sudah cukup lama aku terus-terusan berada di kamar. Kuputuskan menuju ruang tengah untuk menonton televisi. Siapa tahu mood-ku bisa kembali. Belum juga sampai di ruang tengah, wajah Changmin Oppa menyambutku di depan pintu.
“Putus?” tanyanya penuh dengan tanda tanya.
“Apaan sih.” Kusingkirkan Changmin Oppa dari hadapanku dan kulanjutkan langkahku menuju ke ruang tengah. Ternyata rasa penasaran Changmin Oppa membawanya terus membuntutiku hingga ke ruang tengah.
“Beneran putus?” tanyanya lagi dengan posisi duduk tepat di sampingku.
“Ck. Tanya aja sama temen lo sana!” jawabku sedikit marah.
“OK.” Changmin Oppa segera bergegas meninggalkanku.
“Mau kemana ih?”
“Nanya Yunho.” Jawab Changmin Oppa enteng.
“OPPAAAA!!!!” kuberteriak sebisanya berharap bisa menghentikan Changmin Oppa. Tapi apa daya keberadaan Changmin Oppa entah telah pergi kemana.
***
Shim Changmin’s POV
Dering handphone-ku berbunyi dan terdapat nama Yunho di layar handphone-ku, tanpa ragu langsung saja kuangkat telepon itu.
“Halo Yunho, gue udah di perpustakan pusat nih di American Corner ya.” Langsung saja kuarahkan Yunho ke tempat di mana aku berada sekarang.
“Oh oke.” suara Yunho terdengar jelas di ujung telepon. Tak berselang lama dari percakapan di telepon tadi aku sudah bisa melihat sosok Yunho tengah menghampiriku. Tanpa ragu kulambaikan tanganku ke arahnya.
Tanpa basa-basi langsung saja kutanyakan maksudku pada Yunho setelah dia berhasil duduk tepat di hadapanku, “Lo putusin Aera?”.
Yunho terlihat menghela nafas cukup panjang nampaknya banyak yang ingin dia sampaikan padaku.
“Gue cuma bilang hubungan kita berakhir disini aja.”
“Ya sama aja gila. Aera nangis terus tuh nggak mau makan. Gue nggak ngerti cara nyembuhinnya.” Kataku apa adanya. Perlu diketahui bahwa Yunho adalah sahabatku dari SD. Dan yang mengenalkan Yunho dengan Aera adalah aku, itu mengapa aku merasa menjadi orang yang paling bertanggung jawab dengan kandasnya hubungan mereka.
“Pas hari itu gue baru ikut pengajian sorenya. Ustadznya bilang kalau nggak ada pacaran dalam Islam kecuali setelah menikah. Kalau gue terus-terusan mempertahankan hubungan yang bahkan di agama kita aja sebenernya nggak diperbolehkan berarti sama aja gue nggak sayang sama Aera.” Jelas Yunho padaku.
“Maksudnya?”
“Kalau gue sayang sama Aera harusnya gue biarin Aera jalan di jalan yang bener. Dan pacaran adalah salah satu jalan yang nggak bener yang gue tahu. Gue pengin memperbaiki diri, gue pengin Aera juga memperbaiki diri. Kalau waktunya tepat gue juga akan balik lagi kok. Tentunya dengan cara yang bener.” Lanjutnya lagi.
“Kenapa lo nggak bilang aja ke Aera?”
“Kan lo tahu Aera gimana. Pas gue bilang aja dia nggak mau dengerin penjelasan gue. Gue hubungin juga nggak ditanggepin. Ya jadi gue bingung jelasinnya gimana. Ya mumpung ada lo sekarang, makanya gue jelasin.”
“Hmm iya sih gue ngerti.”
“Dan gue rasa ini momen yang tepat. Gue rasa di bulan Ramadhan ini bisa jadi trigger gue maupun Aera buat menjadi pribadi yang lebih baik. Lo ngerti kan maksud gue?”
Kuanggukan kepalaku sebagai pertanda mengerti dengan maksud Yunho.
***
Shim Changmin’s POV
Banyak hal yang kubicarakan dengan Yunho tadi. Aku mengerti maksud dia ingin berubah ke jalan yang benar. Dan nampaknya akan sangat sulit menjelaskan semua ini pada Aera. Walau dia saudara kandungku, aku termasuk barisan orang-orang yang nasihatnya akan sulit dia terima. Bahkan aku masih ingat bagaimana aku menyuruhnya mengenakan hijab saat dia masih SMA, tapi sampai sekarangpun dia belum juga mengenakan hijab.
Sesampainya di rumah kudapati Aera sedang di ruang tengah menonton televisi. Dia menatapku cukup dalam berharap aku akan menjelaskan sesuatu padanya.
“Kenapa?! Kepo ya?!” ledekku pada Aera sambil kugencet dia di sofa.
“Dih. Apaan.” Katanya pura-pura cuek.
“Oke bye, gue ke kamar dulu.” Godaku lagi.
“Lah. Ya sana.” Jawab Aera masih pura-pura cuek.
“Tadi gue habis ikut pengajian sore sebelum maghrib sama Yunho.”
“Lah siapa yang nanya.” Kata Aera masih cuek. Langsung saja kuacak-acak rambutnya, ternyata Aera terkadang cute juga, apalagi kalau sedang marah seperti ini.
“Wah parah sih di sana tuh banyak banget cewek-cewek yang sangat muslimah. Kayaknya itu kenapa deh dia mutusin kamu. Liat aja! Rambut belum dikerudungin, aurat belum di tutupin, ikut pengajian aja kalau diajak Yunho bukan niat dalam hati. Haduh, pantesan aja sih diputusin.” Lanjutku sedikit menggoda.
“Apaan sih, kan emang belum dapat hidayah akunya.” Teriak Aera tidak terima.
“TUH KAN! KATANYA NGGAK NANYA! HAHAHAHAHA.”
“Ih apaan sih.” Kini Aera kembali sewot.
“Aera-ku sayang. Dengerin. Hidayah itu nggak selamanya kamu tunggu, hidayah itu kamu jemput. Kalau hidayah itu udah kamu jemput semuanya hal baik tuh bakal ngikutin kamu. Ya mungkin termasuk Yunho yang bakal balik lagi sayang sama kamu.” Jelasku sambil tetap menggoda.
“Nggak peduli.” Teriaknya lagi.
“Oh oke deh. By the way besok ada pengajian lagi sekitaran jam 4 sore di Seoul Central Masjid. Siapa tahu kamu tertarik. Apalagi ada Yunho disana.” Kataku seraya meninggalkan Aera sendirian di ruang tengah. Tidak kudapati ekspresi Aera tapi aku berharap cara ini bisa membuat Aera setidaknya datang ke pengajian esok hari.
***
Shim Aera’s POV
“Lo yakin beneran mau ikut pengajian itu? Ada Yunho Sunbae lho di sana. Kan lo yang bilang lo nggak mau ada di tempat yang sama kayak Yunho Sunbae.” Yeonhee masih tak percaya dengan ucapanku.
“Yakin. Please anterin gue ya. Kalau gue bawa mobil nanti ketahuan sama Changmin Oppa.” Pintaku sedikit memelas.
“Yaudah deh. Tapi kalau berakhir tragis jangan nangis ke gue.”
“Iya siap. Yaudah yuk berangkat sekarang!” Kataku sedikit bersemangat. Entah semangat mengikuti pengajian itu atau semangat akan bertemu dengan Yunho Oppa kembali.
Tak butuh waktu yang lama, aku dan Yeonhee sudah sampai di pelataran Seoul Central Masjid. Benar saja banyak sekali gadis-gadis berhijab yang berlalu lalang disana. Dengan hijab yang cantik dan baju yang tertutup mereka sangat terlihat anggun dengan tampilan tersebut. Kata-kata Changmin Oppa menjadi kembali terngiang di benakku.
Aku dan Yeonhee hanya berakhir meringis mengingat kami datang tanpa mengenakan hijab. Langsung saja kulangkahkan kakiku ke ruang pengajian perempuan. Sudah cukup ramai ternyata. Kuintip ruang pengajian laki-laki dan kudapati Yunho Oppa sedang berbicara dengan Changmin Oppa. Sesungging senyum merekah di bibirku. Melihat Yunho Oppa saja aku bisa sebahagia ini.
“Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.” Sebuah suara ustadz laki-laki memenuhi seisi ruang pengajian. Spontan saja salam tersebut dibalas oleh kami peserta pengajian.
“Di bulan Ramadhan yang mulia ini, bulan yang penuh rahmah dan ampunan. Bulan yang penuh maghfirah dan limpahan ampunan. Apa saja sih yang perlu kita persiapkan? Bulan Ramadhan ini harusnya menjadi momentum kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Semua kebaikan yang kalian lakukan di bulan Ramadhan ini akan dilipatgandakan. Kebaikan sekecil apapun itu. Apalagi kebaikan yang besar. Salah satu contohnya banyak sekali perempuan yang mulai mengenakan hijab di bulan suci ini, itu baik, sangat baik, namun akan lebih baik lagi jika hijab itu dipakai seterusnya tidak hanya saat Ramadhan saja.”
“Selangkah anak perempuan meninggalkan rumah tanpa menutup aurat maka selangkah pula ayahnya itu masuk neraka. Selangkah seorang istri meninggalkan rumah tanpa menutup aurat maka selangkah pula suaminya masuk neraka. Wah, betapa ngerinya kan? Jika kalian sayang ayah kalian atau suami kalian pastinya kalian akan bisa memahami maksud kalimat tadi. Jangan menunggu hidayah datang atau menunggu akhlak kita menjadi benar dahulu baru mau menutup aurat. Tapi jemputlah hidayah tersebut, tutuplah auratmu, dan seiring dengan itu maka insya Allah akhlak kita juga akan ikut baik.”
“Begitu juga dengan pacar-pacaran. Haduh. Lebih baik ditinggalkan saja. Laki-laki yang tetap mempertahankan hubungan pacarannya itu berarti dia tidak benar-benar sayang dengan kekasihnya. Karena itu artinya dia rela kekasihnya berada di jalan yang salah. Dia rela kekasihnya berlimpah dosa. Karena tidak ada istilah pacaran dalam Islam, kecuali pacaran setelah menikah, setelah halal. Seorang laki-laki dan perempuan yang sedang berdua-duaan atau berkhalwat pasti yang ketiga itu syaitan. Dan syaitan ini pasti akan membisikan keburukan. Jadi hal-hal seperti ini haruslah kita hindari. Udah putusin aja. Kita perbaiki diri kita masing-masing menjadi pribadi yang lebih baik. Kalau jodoh nggak akan kemana kok tenang saja.”
“Cukup sekian materi dari saya hari ini tentang kebaikan-kebaikan yang sebaiknya kita lakukan di bulan Ramadhan. Semoga bermanfaat baik untuk kalian maupun untuk saya. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.”
***
Shim Aera’s POV
Aku tertegun mendengar isi pengajian tadi. Begitu banyak pelajaran yang aku dapatkan hari ini. Sekarang aku mengerti mengapa Yunho Oppa tiba-tiba memintaku untuk mengakhiri hubungan ini. Akupun juga jadi mengerti mengapa Changmin Oppa sangat bersikeras memintaku mengenakan hijab. Semua itu demi kebaikanku. Aku saja yang tidak menyadarinya selama ini.
“Yeonhee-ya, gue pulang sama Changmin Oppa aja deh.” Kataku pada Yeonhee sembari meninggalkan ruang pengajian tadi.
“Serius?” tanya Yeonhee meyakinkanku. Kuanggukan kepalaku sebagai pertanda jawaban iya.
“Yaudah gue duluan ya, bye.”
Perlahan-lahan Yeonhee meninggalkanku sendiri. Aku kembali termenung memahami kalimat demi kalimat yang aku dapatkan di pengajian tadi. Kuraih handphone-ku dan kutelepon Changmin Oppa yang aku harap masih berada di sekitaran Seoul Central Masjid.
“Halo.” Suara Changmin Oppa terdengar jelas di ujung sana.
“Oppa masih di Seoul Central Masjid?” tanyaku lirih.
“Masih nih. Kenapa? Mau nitip makanan?” tanya Changmin Oppa lagi.
“Nggak kok. Gue mau pulang bareng dong. Gue juga lagi di Seoul Central Masjid nih. Tadi habis ikut pengajian juga.” Jelasku singkat.
“Wah serius? Oke deh lo di sebelah mana sekarang?”
“Di depan deket tangga ya.”
“Oke.”
Dari kejauhan kulihat Changmin Oppa berjalan ke arahku. Aku pun bisa melihat sosok Yunho Oppa mengekor di belakangnya. Melihat pemandangan itu akupun berusaha menguatkan hatiku untuk tidak menangis.
“Mau ngobrol sama Yunho dulu ga nih?” goda Changmin Oppa sesampainya di hadapanku.
Kubalas saja dengan senyum kaku. Masih saja Changmin Oppa menggodaku. Padahal ini bukan waktu yang tepat.
“Annyeong, Aera-ya.” Sapa Yunho Oppa dengan senyum manisnya seperti biasa.
“Annyeong, Oppa.” Balasku sembari masih menunjukkan senyum kaku.
“Yaudah yuk udah malem nih. Kita duluan ya bro!” Changmin Oppa menuntunku ke arah mobil seraya melambaikan tangannya pada Yunho Oppa.
Sesampainya di mobil tiba-tiba Changmin Oppa memberikku sebuah kotak. Merasa aneh dengan tingkahnya langsung saja kutanyakan maksudnya, “Apaan? Kan aku nggak ulang tahun.”
“Dari Yunho.” Jawab Changmin Oppa seraya menyalakan mesin mobil dan bergegas meninggalkan Seoul Central Masjid menuju rumah.
***
Shim Aera’s POV
Sehabis sahur kuburu-buru menuju kamarku. Aku lupa belum sempat membuka kotak pemberian Yunho Oppa yang dititipkan lewat Changmin Oppa tadi malam. Kulihat beberapa hijab dengan motif yang cantik tertata rapi di dalam kotak itu. Seketika kutertegun melihat isinya. Aku ingin menangis rasanya.
Di atas tumpukan hijab itu terdapat secarik kertas yang aku yakin dari Yunho Oppa.
“
Dear Aera,
Aku tahu pasti kamu merasa sangat tidak adil saat aku meminta kita mengakhiri hubungan kita. Tapi percayalah aku melakukan itu karena aku menyayangimu. Aku tidak mau kamu terjerumus ke sesuatu yang salah.
Aku ingin memperbaiki diriku menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Aku pun ingin kamu melakukan hal yang sama. Apalagi momentumnya sangat pas di bulan Ramadhan ini.
Selamat dan semangat bermetamorfosis menjadi kupu-kupu yang cantik! Kamu bisa gunakan hijab ini untuk memulai menjadi kupu-kupu itu! Semoga aku bisa kembali datang menunjukkan rasa sayangku dengan cara yang baik.
With Love,
Yunho
“
Benar saja, selesai membaca surat dari Yunho Oppa aku tak sanggup lagi membendung air mataku, semuanya tumpah, mengalir begitu saja.
Yunho Oppa, terimakasih telah menunjukkan rasa sayang yang sebenarnya. Terimakasih telah hadir di hidupku.
***
Shim Changmin’s POV
Baru saja akan melanjutkan tidur siangku setelah sholat dzuhur tiba-tiba pintu kamarku diketuk oleh seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah Shim Aera, adik semata wayangku.
“Kenapa?” tanyaku sesampainya Aera memasuki kamarku.
“Makasih ya selama ini udah mengingatkan gue pakai kerudung. Dan maafin kalau selama ini gue nggak pernah mikirin itu benar-benar.” Kata Aera cukup serius.
“Nggak apa-apa kan yang penting sekarang lo udah berubah. Dengerin gue nih ya, semua pertemuan di dunia ini pasti ada maksudnya. Appa ketemu sama Eomma pun ada maksud dari Allah agar mereka bisa mendidik dan membesarkan anak-anaknya menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Gue ketemu lo sebagai saudara pun ada maksudnya agar gue bisa mengingatkan lo ke jalan yang benar dan begitupun sebaliknya. Bahkan lo ketemu Yunho pun ada maksudnya biar lo bisa benar-benar berubah ke jalan yang benar. Coba aja nggak ada Yunho, nggak tahu sampai kapan lo bakal dengerin kata-kata gue. Kan lo emang cuma mau nurut kalo Yunho yang ngomong. Ya gapapa sih selagi itu mengarah ke kebaikan. Makasih ya udah mau jemput hidayah buat lo, makasih udah mau dateng ke pengajian itu, makasih udah mau berhijab. Gue harap lo benar-benar berusaha jadi sebaik-baiknya muslimah. Tenang aja jodoh nggak kemana kok.” Jawabku panjang lebar.
“Tumben. Tapi kok agak nggak nyambung ya.” Protes Aera menghancurkan momen haru kali ini.
“ZZZ. UDAH SANA LO KELUAR!” teriakku sembari mendorong Aera keluar dari kamarku.
“LAH KOK MARAH SIH EMANG NGGAK NYAMBUNG KOK!” kini Aera berteriak di balik pintu.
***
Shim Aera’s POV
Changmin Oppa, terimakasih telah menjadi kakak yang sangat baik untukku.
***