home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Verschijnsel

Verschijnsel

Share:
Author : selusghei
Published : 22 Aug 2017, Updated : 28 Aug 2017
Cast : Taeyong, Jaehyun, Sehun, Chanyeol, dan Baekhyun
Tags :
Status : Complete
0 Subscribes |217 Views |1 Loves
Verschijnsel
CHAPTER 1 : Verschijnsel

Sial, aku ketiduran.

Pria tersebut mengangkat kepalanya yang semula ia tenggelamkan di atas lipatan tangan. Matanya sayunya mengedar memerhatikan kamarnya sendiri.  Ia mengacak rambutnya sebentar lalu menguap. Matanya terbelalak saat melihat jam dinding yang menunjukkan pukul dua dini hari. Ia mengacak rambutnya lagi. Biasanya, ia tak pernah tertidur di meja belajarnya. Terima kasih kepada tugas memuakkan yang diberikan oleh guru fisikanya.

Pria tersebutTaeyong, terduduk tegak kemudian mulai merapikan meja belajarnya sambil sesekali menguap. Saat akan menutup laptop, tiba-tiba ia teringat sesuatu. Taeyong berpikir sebentar. Haruskah aku melakukannya? Pikirnya. Mengingatnya, membuat Taeyong malah semakin penasaran dan siap meledek Johnnyteman sebangkunyasaat di kelas esok.

“Kujamin, pernyataan yang dibuat Johnny itu hanyalah sekadar lelucon . Kita lihat saja sebentar lagi.” Gumamnya lalu terkekeh pelan. Ia mulai meluncur ke aplikasi khusus untuk membuka bagian internet yang terdalamdeep web. Semudah ini. Taeyong berhasil membuka deep web tanpa persiapan dan kendala apa pun. Taeyong hanya tertawa dalam hati karena seringkali ia mendengar atau membaca komentar warganet ataupun teman-temannya yang berkata, jika membuka deep web harus benar-benar kuatkan tekad serta mental. Lucu sekali, pikirnya. Terdapat gambar laut bertuliskan deep web di sana. Untuk bisa mengakses deep web, ia diharuskan untuk terhubung dengan email. Taeyong pun mau tak mau memasukkan alamat email serta kata sandinya. Setelah itu, ia pun langsung terhubung dengan beranda utama deep web.

‘Jangan pedulikan gambar ataupun video pada beranda utama. Kau hanya perlu mengetik di kolom pencarian yang berada di pojok kanan atas dengan kata ‘Anechoic Chamber’. Kuyakini ini fakta karena situs tersebut sudah banyak menelan ratusan korban beberapa tahun silam. Sebaiknya kau jangan lakukan kalau kau tidak ingin mati muda.’

.

Gelap.

Dingin.

Di mana aku?

Aku membuka mataku sepenuhnya dan ternyata masih gelap. Aku meraba area di sekitarku. Apa aku berada di sebuah tempat berlapis besi? Rasanya seperti itu dan besinya sangat dingin. Aku memejamkan mataku untuk menetralisir kerasnya degup jantungku yang sialnya tak bisa hilang begitu saja. Apakah aku baru saja terlempar hingga ke tempat antah berantah ini? Kepalaku juga terasa sangat berat. Aku menarik napas dan mengembuskannya perlahan.

Tak lagi hitam.

Abu.

Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling tempat ini. Ah, apakah aku sedang berada di sebuah ruangan? Tempat ini berbentuk persegi panjang dengan desain dinding berbentuk bidang prisma segitiga yang lancip dan menutup semua permukaan tembok. Ruangan ini juga tidak terlalu besar namun tidak bisa dibilang kecil. Hanya terhampar abu, seperti ini. Sial. Sebenarnya di mana aku?

Nging

Ah, sial. Telingaku berdenging. Aku segera menutup kedua telingaku sembari terus memerhatikan sekeliling. Tak lama kemudian dengingnya pun menghilang. Aku menghela napas lega. Aku mulai berpikir keras berusaha mengingat hal apa yang terjadi sebelum aku terdampar ke tempat ini. Aku kembali mendudukkan diriku kemudian mengacak rambut frustrasi. Semakin aku berusaha mengingatnya, kepalaku semakin terasa berat. Hah. Apa-apaan.

Aku mengembuskan napas kasar dan berusaha bersikap relaks. Ah, aku baru sadar. Sepertinya tempat ini kedap suara? Semacam itu. Ini berbeda saat aku berada di ruangan biasa. Rasanya seperti ada sesuatu yang menutup telingamu secara total dan seakan ada magnet yang memaksamu agar tetap relaks.

Hening.

Oh, sial. Ini benar-benar sunyi. Apa yang harus kulakukan? Apa aku harus teriak meminta pertolongan? Aku berdecak. Tak ada salahnya mencoba, bukan?

“Halo? Apa ada orang di sini?”

Ah.

Kepalaku terasa pening sesaat setelah aku berbicara. Tenggorokanku seperti tertohok. Perih. Aku terbatuk beberapa kali dan kembali mengacak rambut frustrasi. Tak lama setelah itu, ruangan ini kembali meredup. Hitam kembali. Setelah itu, muncul secercah cahaya redup dari atas. Aku mendongakkan kepalaku. Dari mana asal cahaya itu? Jelas-jelas ini ruangan tertutup dan tak memiliki lampu.

Aku memegang tenggorokanku yang masih terasa perih. Kira-kira, sudah berapa lama aku di sini? Sadar, aku melirik arlojiku yang sialnya mati. Astaga. Situasi ini bisa membunuhku. Keheningan semakin menyelimutiku.

Deg

Deg

Deg

Suara apa itu? Aku menoleh ke kanan dan ke kiri dengan penuh kewaspadaan. Di sini hanya ada aku. Detakan itu terasa semakin kencang dan kencang. Aku merasa bulu kudukku meremang. Apa suara yang kudengar dengan sangat jelas itu adalah detak jantungku sendiri? Sial. Aku memegang dada kiriku dan merasakan bahwa jantungku berdetak dengan normal. Aku menggigit bibir bawahku lalu memeluk lututku. Detakan itu, terdengar semakin jelas dan sangat keras setiap detiknya. Telingaku seperti dijejali oleh gema detakan jantungku sendiri.

‘Ya Tuhan, jika kau ingin aku mati, tolong jangan di tempat ini. Tolong bawa aku pulang. Tolong beri pentunjukmu agar aku bisa keluar dari sini.’

Sstt

Sstt

Sstt

Suara apa itu? Mataku kembali mengedar memerhatikan sekeliling. Nihil. Hanya ada aku di sini. Jujur, aku tipikal orang yang berani namun dihadapi situasi seperti ini, siapa yang akan berani?

Sstt

Sstt

Sstt

Seperti suara gesekan. Aku menelan ludah gugup. Aku mencoba merapatkan diriku pada dinding lalu mendekatkan telingaku.

Nging

Sial! Suara dengingan panjang justru berlomba-lomba menjejali telingaku. Aku menjauhkan diri kemudian duduk di tengah ruangan. Sipongang denging tersebut masih setia menghujani telingaku bersamaan dengan suara gesekan yang terdengar semakin intens. Aku kembali berpikir. Jika tadi aku mendengar suara detak jantungku sendiri, mungkin suara gesekan saat ini juga berasal dari tubuhku? Tapi ini gesekan dari mana?

Sstt

Sstt

Sstt

Apa aku boleh menangis? Setelah berulang kali mendengarnya, aku yakin gema gesekan tersebut berasal dari lambungku. Gesekan tersebut terdengar semakin keras sehingga aku merasa ngilu. Aku gemetar. Aku tidak bisa berkeringat karena temperatur di sini sangatlah dingin. Aku dapat mendengar jelas bahwa lambungku sedang bekerja dengan menggesekkan makanan yang aku makan sebelumnya. Gesekan tersebut terdengar sangat mengerikan.

Tak lama kemudian, aku kembali mendengar suara seperti air mengalir? Ah, tidak. Ini tidak mungkin. Aku menutup telingaku kuat-kuat. Aku gemetar. Sipongang ini.

Apakah mungkin ini adalah gema

“TIDAK! TIDAK MUNGKIN! TOLONG AKU! TOLONG!”

aliran darahku?

Sesaat setelah menjerit, aku terbatuk berkali-kali. Tenggorokanku berkali-kali lipat lebih perih dari sebelumnya. Aku bersumpah, rasanya seperti tenggorokanku dialiri air mendidih serta dijejali bola-bola api. Aku terbatuk semakin parah. Suara batukku memenuhi ruangan ini. Samar-samar aku mendengar kembali suara detakan, gesekan, dan aliran darahku yang turut menghiasi telingaku secara bersamaan. Aku merasa, semakin aku terbatuk, semakin sakit pula tenggorokanku dan aku merasakan sesak yang luar biasa pada dadaku.

Aku menutup mulutku agar berhenti terbatuk namun sialnya, telapakku malah dibanjiri oleh merah. Aku tidak bisa berkata-kata saat kedua telapakku sudah terhiasi oleh darahku. Aku menyeka mulutku guna membersihkan noda merah yang masih membercaki. Ini perih luar biasa dan suara-suara dari organ tubuhku masih saja mengiangi telingaku. Kepalaku terasa ingin meledak karena hal ini bisa saja membuatku mati karena gila.

Aku menangis. Aku tidak sanggup. Apa dan mengapa sebenarnya penyebab aku bisa berada di tempat ini? Mengapa aku tidak bisa mengingatnya sama sekali? Oh Tuhan. Aku bisa gila.

Hihihi

Srett

Grrm

Apa itu? Aku kembali mengedarkan pandanganku dan hasilnya tetap nihil. Aku yakin betul, itu adalah suara tawa wanita lalu diikuti oleh suatu gesekan dan yang terakhir adalah suara geraman berat. Aku meringkuk dengan memeluk tubuhku sendiri. Aku berusaha memejamkan mata, namun setiap kali melakukannya, bola mataku seperti sedang dipanggang. Perih luar biasa. Aku kembali menangis dan alangkah terkejutnya aku ketika menyeka air mataku yang ternyata berwarna merah kehitaman. Aku sudah berhenti menangis, namun mataku tetap saja memproduksi cairan berbau anyir ini. Aku menggelengkan kepalaku kuat-kuat. Aku menjambak rambutku sendiri. Suara organ tubuhku terdengar kembali disertai dengan suara tawa wanita. Suara-suara tersebut semakin memenuhi telinga dan kepalaku. Aku merasa kepalaku semakin berat dan aku kembali terbatuk darah. Aku kembali menangis.

Hening.

Seketika aku merasa tubuhku ringan dan sangat relaks. Tiba-tiba aku mengingat memoriku tentang hidupku, teman-teman, dan keluarga. Memori itu terasa jelas seperti sedang dipresentasikan di hadapanku. Sesaat setelah itu, tubuhku kembali lemas dan tiba-tiba saja leherku terasa tercekik. Aku menjerit ketika samar-samar aku melihat sepasang tangan hitam dengan kuku nan tajam mencekikku dengan kuat. Aku terbatuk parah. Tenggorokanku seperti sedang dikoyak karena kembali perih. Aku memejamkan mataku perlahan berusaha meronta karena cekikan tersebut semakin kuat.

Aku bersumpah. Aku akan membalaskan dendamku pada sesiapa pun yang dengan keji melakukan hal ini padaku. Aku kacau. Dengan ini, aku memanggilmu. Aku ingin membuat perjanjian denganmu. Sebagai ganti atas semua ini, aku serahkan keputusannya padamu. Datanglah dan selamatkan aku.

.

Taeyong mengembuskan napas panjang. Kini ia tak lagi dicekik. Ia kembali merasa tubuhnya ringan dan relaks. Suara-suara dari organnya masih jelas terdengar, namun ia berusaha tak mengindahkannya. Ia mengatur pernapasannya.

Grrm

Grrm

Geraman berat tersebut kembali terdengar. Taeyong kembali dalam mode waspada. Tiba-tiba saja cahaya menyorotinya dari atas. Lebih terang dari sebelumnya. Sekelilingnya tetap gelap. Ia menengadahkan kepalanya dan alangkah terkejutnya ia ketika melihat sesosok dengan jubah hitam dan rambut panjang yang menjuntai tengah menempel di langit-langit ruangan. Taeyong menelan ludah gugup. Ia memberanikan diri untuk membuka suara.

“S-siapa kau?”

Tawa melengking menggema. Taeyong merasa aneh karena tenggorokannya tak lagi sakit karena berbicara. Ia merasa bersyukur. Lalu tiba-tiba saja sosok tersebut menghilang. Taeyong panik karena baru menyadari siapa ia dan pria tersebut sangat yakin bahwa sosok tersebut adalah iblis yang baru saja ia panggil.

“H-hei! Tolong jangan pergi! Kumohon bantu aku!”

Tawa kembali terdengar. Taeyong berusaha mencari eksistensinya. Ia mengacak rambut frustrasi. Tiba-tiba saja sebuah suara melingkupinya.

“Aku ini iblis. Aku keji. Mengapa kau ingin membuat kontrak denganku? Tolong beritahu aku, siapa namamu dan apa maumu?”

Taeyong menelan ludahnya. Ia menatap lurus ke depan. Pikirannya sungguh kacau.

“Namaku Lee Taeyong. Aku ingin membuat kontrak denganmu karena aku ingin kau membebaskanku dari sini. Sebagai gantinya, kau bisa mengambil jiwaku atau apa pun yang kau mau dariku.”

Tawa kembali menggema.

“Taeyong, ya. Namaku Gribhel. Aku merupakan salah satu iblis tertua di dunia ini. Perlu kau ketahui, saat ini kau tengah berada di Anechoic Chamber. Apa kau tahu? Ruangan ini berada di perbatasan antara alam nyata dan alam ilusi. Anechoic Chamber merupakan tempat terkutuk dan paling sunyi yang pernah Tuhan ciptakan untuk menyiksa mental para iblis yang melanggar peraturannya sebelum dikembalikan ke neraka sejak zaman dahulu. Ruangan ini hanya bisa terjamah oleh makhluk selain manusia, namun melalui situs yang kau buka, hal ini memungkinkan untuk terjadi. Singkatnya, kau telah melakukan perjalanan spiritual menuju alam ilusi tempat perkumpulan makhluk-makhluk terbuang Tuhan, seperti kami. Iblis.”

Taeyong membeku. Sederet memori tentang kejadian sebelum ia terdampar di sini tiba-tiba saja berkelebat memenuhi kepalanya. Ia menunduk, merasa sesak seketika. Tawa lengking kembali menggema.

“Tak ada gunanya menyesali kejadian yang sudah terjadi, Nak. Mari kita bicarakan kembali mengenai kontrak kita.”

Taeyong mengangkat kepalanya hingga kembali menatap lurus. Ia akan menyanggupi segala risikonya.

“Aku akan mengantarmu menuju alam nyatamu. Sebagai gantinya, kau harus rela jika memorimu aku ambil sebagai gantinya. Bagaimana?”

Taeyong mengangkat sebelah alisnya bingung, “Maksudmu?”

“Kau akan kembali ke duniamu, namun tanpa memori. Aku iblis setengah ilusi setengah nyata, aku membutuhkan memori manusia agar aku bisa sepenuhnya nyata hingga bisa kembali ke neraka. Jadi, kau akan hidup tanpa memori. Singkatnya, kau akan hidup menjadi manusia robot. Tidak memiliki memori ataupun kenangan. Bagaimana?”

Taeyong bergidik. Ia kehabisan kata-kata. Ia kembali menunduk, tak tahu harus merespons apa. Melihatnya, membuat Gribhel kembali tertawa.

“Kau jelas keberatan. Aku akan memberikanmu penawaran. Yadaristtemanku, memberitahu bahwa terdapat manusia selain dirimu di hutan ilusi. Mereka sama halnya denganmu, tanpa sengaja melakukan perjalanan spiritual. Kau harus menuju alam ilusi ke hutan tersebut dan menyelamatkan mereka apa pun caranya. Jika kau berhasil, aku tidak akan meminta apa pun sebagai imbalan. Kalian harus mencari cara dan berjuang untuk dapat kembali ke alam nyata. Namun jika kau gagal, kau harus siap hidup seperti manusia robot. Apa kau sanggup?”

Taeyong belum pernah seberani dan senekat ini sebelumnya seperti saat ini. Perlahan, ia mengangguk.

.

Taeyong membuka matanya perlahan. Gelap. Ia mencoba duduk dan bersandar pada pohon. Melakukan teleportasi melalui Gribhel, seperti terombang-ambing dan berakhir mendarat tak bagus seperti ini. Punggungnya nyeri. Ia memerhatikan sekeliling dan matanya hanya menangkap pohon-pohon besar yang menjulang. Aura di tempat ini pun terbilang mencekam. Ia sudah berada di hutan ilusi dan ia harus mencari keberadaan mereka. Taeyong sedikit lega karena ada manusia lain selain dirinya. Ia pun perlahan bangkit dan mulai berjalan menyusuri hutan ini dengan perlahan.

Ini hampir gelap total. Cahaya rembulan hanya samar-samar terpancar melalui sela-sela pepohonan lebat. Ia pun turut menggunakan perasaan agar bisa menemukan keberadaan mereka.

Sekiranya sudah satu jam Taeyong menyusuri hutan ini, namun ia tak juga menemukan tanda-tanda keberadaan manusia lain selain dirinya.

Srrt

Srrt

Taeyong segera mengedarkan pandangannya mendengar suara seperti gesekan semak-semak. Ia tak juga menemukan apa pun. Apa mungkin aku salah jalan? Pikirnya. Ia pun memutar balik tubuhnya.

“AAAAA!”

Taeyong memegang dadanya sendiri mencoba mengatur pernapasannya karena tiba-tiba saja terdapat manusia lain di hadapannya dengan senter yang disorotkan di bawah dagunya sehingga tampak seram.

“M-maafkan aku. Apa aku membuatmu terkejut?”

Taeyong menatapnya tajam. Senter tak lagi menghiasi wajahnya. Alangkah terkejutnya ia ketika mengetahui siapa orang ini.

“J-Jaehyun?”

Orang ituJaehyun, terlihat berpikir kemudian memerhatikan rupa Taeyong dengan mimik serius. Tak lama kemudian ia pun menjentikkan jari heboh.

“Taeyong?! Ah. Lama tidak berjumpa!”

Jaehyun mendekap Taeyong erat dan Taeyong pun membalasnya sambil menepuk-nepuk punggung sahabat kecilnya itu.

“Aku tidak pernah menyangka bahwa aku akan bertemu denganmu. Apa kau utusan Tuhan? Malaikat yang akan menyelamatkan kami dari tempat ini? Oh, Tuhan. Aku sangat bersyukur.”

Jaehyun melepas dekapannya dan tersenyum lebar. Taeyong membalas senyumannya lalu merespons, “Aku bukan malaikat, Jaehyun. Aku juga tersasar ke tempat ini.”

Jaehyun mengembuskan napas dramatis. “Sayang sekali kau bukan malaikat,” ia terkekeh kemudian kembali melanjutkan,  “Ah, Taeyong. Kenalkan, ini temanku. Namanya Sehun.”

Sehun yang sedari tadi hanya diam dan berada di belakang Jaehyun pun maju beberapa langkah untuk berjabat tangan dengan Taeyong.

“Aku Sehun.” Taeyong pun menjabat balik tangannya, “Taeyong.” Mereka tersenyum kemudian melepas jabatannya.

“Oke. Mari kita cari cara kembali agar bisa keluar dari sini.” Ucap Jaehyun. Sehun pun mengangguk dan mereka siap berbalik sampai Taeyong membuka suara. Ia menatap Sehun dan Jaehyun bergantian dengan mimik bingung.

“Tunggu. Mengapa kau tidak memperkenalkan temanmu yang lain selain Sehun, Jaehyun? Mereka siapa?”

Dua pria yang Taeyong maksud itu tengah berdiri di samping kanan dan kiri Sehun. Jaehyun melirik Sehun. Sehun berdeham  kemudian tersenyum, “Ini Chanyeol. Chanyeol, ini Taeyong.”

Taeyong menjabat tangan Chanyeol yang sedang tersenyum. Jaehyun berdeham kemudian berkata, “Ini Baekhyun. Baekhyun, ini Taeyong.” Baekhyun pun menjabat tangan Taeyong.

Setelah acara perkenalan singkat tersebut, Jaehyun dan Sehun saling bertukar pandang.

.

“Apa saja yang sudah kalian lakukan agar keluar dari tempat ini?”

Jaehyun menatap Taeyong kemudian menjawab, “Banyak. Kami terus menyusuri hutan ini, namun tak juga menemukan titik ujung. Aku rasa hutan ini didesain seperti labirin.”

Taeyong menganggukkan kepalanya pelan. Mereka tengah duduk bersila membentuk lingkaran dengan pencahayaan yang hanya dari rembulan. Taeyong menggaruk tengkuknya ragu kemudian kembali bertanya, “Apa…yang menyebabkan kalian bisa berada di sini?”

Dalam keremangan ini, Taeyong dapat melihat mimik tegang Jaehyun. Sehun, Baekhyun, dan Chanyeol bermimik biasa saja. Jaehyun berdeham kemudian menjawab, “Kami tidak tahu. Awalnya, kami sedang mengikuti kegiatan pelantikan OSIS di hutan sekitar Busan, namun saat malam hari, tiba-tiba saja aku merasa seperti terbang terombang-ambing seperti mengarungi ruang dan waktu. Dan, ya. Berakhir di sini. Aku terkejut begitu mengetahui bahwa bukan aku seorang diri yang terdampar ke tempat ini. Aku bahkan tidak tahu apa dan di mana tempat ini.”

“Kurasa kita sedang berada di dimensi lain.” Ujar Sehun. Jaehyun menoleh dan menatap Sehun tak percaya. Sehun menaikkan sebelah alisnya, “Kenapa? Bukan tidak mungkin, kan?”

Jaehyun menelan ludahnya kemudian kembali menatap Taeyong. Taeyong mengembuskan napas berat. Ia menatap keempat orang di hadapannya dengan pandangan lelah.

“Sehun benar, Jaehyun. Kita sedang berada di tempat yang tak terjamah. Kita berada di alam ilusi.”

Sontak Sehun dan Jaehyun langsung membelalakkan matanya. Baekhyun dan Chanyeol bersikap biasa saja, terkesan tak peduli.

“B-bagaimana bisa?! Kau tahu dari mana?”

“Sebelumnya, izinkan aku menceritakan mengapa dan apa yang menyebabkan aku bisa berada di sini.” Balas Taeyong atas pertanyaan Jaehyun.

&nb

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK