“Jaehyun~ie! Kau mau hadiah apa untuk Natal nanti?” tanya Soojin disela-sela sarapan mereka.
“Hm? Terserah kau saja. Apapun itu yang penting dari hati, bukan?” Jaehyun kemudian menghentikan makannya dan beranjak dari meja makan. “Aku harus segera pergi. Aku sudah ada janji dengan investor Park, dan aku tidak mau dia menunggu. Bye bye, Jinnie!” ucap Jaehyun sambil berdiri, mengecup pucuk kepala Soojin lalu segera pergi.
Soojin sendiri menatap miris kepergian kekasihnya itu. Wanita itu bahkan belum membalas salam Jaehyun tapi Jaehyun sudah terburu-buru keluar rumah membawa tas kerjanya.
.
“Jaehyun~ie! Besok libur, kan? Temani aku, ya? Membeli hadiah untuk ayah dan ibu, dan yang lainnya~”
Soojin kembali mencoba meminta Jaehyun menyisihkan waktu untuknya. Untuk keluarganya sendiri jika tidak bisa menyisihkan waktu untuk keluarga Soojin.
“Tidak bisa, Jinnie. Besok aku masih harus bertemu investor Park mengenai kerjasama kita. Dia akan menandatangani kesepakatan tempo hari.”
Dan Jaehyun kembali menolak permintaan Soojin dengan alasan pekerjaan.
.
“Jaehyun~ie! Kapan kau libur? Sebentar lagi Natal dan kau belum ada tanda-tanda akan cuti. Padahal kita belum membeli semua keperluan Natal dan hadiah-hadiah untuk keponakan-keponakan kecil kita.”
“Ehmm.. Kapan ya? Bagaimana kalau kau beli saja sendiri semuanya? Belakangan ini aku belum bisa libur. Aku akan mentransfer uangnya.”
“Tapi seminggu lagi Natal dan kita bahkan belum mendekor apapun di sini.” Soojin masih berusaha merayu Jaehyun memberikan kelonggaran dalam pekerjaannya.
Tapi ternyata Jaehyun tetap tak bergeming. “Kau beli dekorasinya sendiri, ya? Nanti malam setelah pulang bekerja pasti akan ku hiaskan untukmu. Setuju?”
“Tapi-“
“Sudahlah, Jinnie. Saranghae.” Jaehyun hanya mengecup pucuk kepala Soojin dan meninggalkannya.
Soojin kembali hanya bisa diam dan menatap punggung Jaehyun yang menjauh dan keluar dari rumah.
.
Begitulah seterusnya hingga Natal tiba. Jaehyun tetap pada kesibukkannya bekerja dan membiarkan Soojin mengurus Natal seorang diri. Dia hanya datang saat pertemuan keluarga yang biasanya dilakukan saat malam menjelang Natal.
Seperti sekarang. Malam ini Soojin dan Jaehyun berkumpul dengan keluarga besar Soojin.
“Hwaah! Paman Jaehyun! Bibi Soojin! Hadiahnya bagus sekali. Terima kasih!” seru seorang keponakan Soojin.
“Soojinnie, Jaehyunie. Terima kasih. Mama suka sekali hadiah ini.” ucap ibu Soojin saat membuka hadiah Natal dari anaknya.
Jaehyun menjawab dengan anggukan dan senyum manisnya. Sementara Soojin memandangnya dengan tatapan lelah. Ia ingat bagaimana ia berusaha mencari hadiah Natal terbaik untuk keluarganya dan keluarga Jaehyun. Hey, walaupun keluarga Jaehyun bukan keluarganya tapi yang bersangkutan itu malah tidak mengurusi keluarganya sendiri.
.
Soojin tidak mau bicara dengan Jaehyun sampai saat mereka pulang dari rumah orangtua Soojin. Dia masih kesal dengan Jaehyun karena hampir sebulan ini pria itu mengacuhkan dan selalu meninggalkannya.
“Hey. Kenapa kau dari tadi diam terus? Apa kau kedinginan?” tanya Jaehyun sambil sesekali menatap Soojin yang berjalan di kirinya.
“Tidak.” Jawab Soojin singkat tanpa menatap Jaehyun.
Jaehyun menoleh dan dengan cepat menahan langkah Soojin dengan berdiri di depan Soojin. “Sojinnie! Ada apa?” Jaehyun bertanya dengan bingung.
“Aish! Apa kau tidak merasa bersalah, hah?!” Soojin menatap Jaehyun dengan kekesalan yang nyaris meledak. Dia berharap Jaehyun tahu kesalahannya dan mengembalikan mood-nya, tapi respon Jaehyun justru membuat emosinya semakin meluap.
“Hm? Pada siapa? Memang apa salahku?”
“Ha~ah! Ternyata kau orang yang tidak peka, Jung!” kesal Soojin sambil menghempaskan tangannya yang sedari tadi coba digenggam Jaehyun. Wanita itu juga akhirnya berjalan cepat meninggalkan Jaehyun.
Melihat Soojin mendahuluinya, Jaehyun segera mengejar. “Yya! Tunggu! Yya! Soojin-a!”
Tak butuh waktu lama, Jaehyun berhasil menangkap lengan Soojin. Dia bersyukur memiliki kaki yang lebih panjang dari wanita itu sehingga langkah Soojin yang cepat bisa segera disusulnya.
“Hey. Apa salahku, Jinnie?” Jaehyun menatap wajah putih itu dalam-dalam. Kedua tangannya menahan bahu Soojin. Tatapannya kini berubah menjadi khawatir dan hangat.
Soojin menatap pria itu sekilas. Kekesalannya benar-benar sudah memuncak. Hingga akhirnya pecahlah tangisan itu.
“Hiks-Kau-membuatku bekerja sendirian-.. Kau tidak tahu-betapa susahnya-hiks-aku-tanpa dirimu-.. Aku kesulitan-mencari hadiah dan menghiasnya-kau tahu!” Soojin sedikit terisak. Bahunya yang dicengkeram Jaehyun bergetar kencang.
Jaehyun menyunggingkan sebuah senyum..
“Hey, dear. Jangan menangis, di sini dingin, wajahmu bisa membeku.” Jaehyun mengelus pipi dingin Soojin, menghapus bekas air mata di pipi Soojin. “Apa kau tahu kenapa aku jarang bersamamu belakangan ini?”
Soojin menggeleng. Tangisannya sudah mulai reda setelah Jaehyun dengan gentle mengusap pipinya.
“Semua karena ini-” Jaehyun mengeluarkan sebuah kotak merah kecil dari saku mantelnya. “Benda ini.”
Jaehyun membukanya di hadapan Soojin. “Aku serius padamu. Will you be my future?” Jaehyun menatap mata Soojin yang membulat terkejut. “Bukankah kau yang mempertanyakan keseriusanku padamu? Sekarang aku akan menyatakannya lagi, dengan sebuah jaminan.. Bagaimana?”
Jaehyun memperlihatkan sepasang cincin putih dengan ukiran inisial nama mereka di masing-masing cincin.
Soojin menatap Jaehyun dan cincin itu bergantian. Dia menangkap mata Jaehyun menunjukkan keseriusan hingga tanpa sadar membuatnya mengangguk. “Ya, Jaehyunie. Aku mau.”
Jaehyun makin tersenyum lebar. Ia menyematkan cincin berukuran lebih kecil ke jari Soojin. Sementara Soojin menyematkan cincin berukuran lebih besar ke jari Jaehyun.
“Dengan begini, berarti kita sudah bertunangan. Dan statusku sekarang menjadi tunanganmu.” Deklar Jaehyun yang membuat Soojin sedikit kaget. “Jangan khawatir. Orangtua kita juga sudah tahu, kok. Tadi aku sudah berbicara dengan-”
“Eh? Jadi orangtuamu sudah tahu?” Soojin memotong ucapan Jaehyun dengan kaget. Jaehyun mengangguki pertanyaan Soojin dengan raut polosnya. “Orangtuaku juga sudah tahu?” Jaehyun kembali mengangguk dengan pertanyaan Soojin. “Dan mereka tidak mengatakan apapun padaku?” kali ini Jaehyun menjawabnya dengan mengendikkan bahu.
“Aigoo~” Soojin kini mengerucutkan bibirnya. Dia merasa bodoh karena orangtuanya ikut bermain dalam drama buatan Jaehyun.
“Kenapa?” Jaehyun tertawa kecil melihat reaksi Soojin yang malah mengerucutkan bibir setelah mendengar pinangannya.
Soojin menghentikan lamunannya dan tersenyum pada Jaehyun. “Tidak ada~” kata Soojin dengan manja.
Jaehyun terkekeh. Ia menarik pinggang Soojin mendekatinya, memeluknya. Jaehyun mendekatkan wajahnya..
“Wo ai ni (Aku mencintaimu-Chn).”
“Hm hm.” Soojin mengangguk datar.
“I love you (Aku mencintaimu-En).”
“Kau sudah sering mengatakannya, Jaehyunie.”
“Daisuke (Aku menyukaimu-Jp).”
“Kau tidak serius padaku, eoh?!” Soojin melepaskan pelukannya dan mencebil kesal. Jaehyun hanya tertawa.
“Okey. Mari kita ulangi.” Jaehyun menghentikan tawanya dan kembali serius. “Aishiteru (Aku mencintaimu-Jp).” Jaehyun kembali memeluk Soojin.
“Kashiko mari mashita. (Tentu saja-Jp)”
“Ah! Kau ini tidak romantis, Jinnie.”
Soojin tertawa melihat kekesalan Jaehyun karena setiap ungkapan cinta yang Jaehyun ucapkan dalam berbagai bahasa itu selalu dibalas Soojin dengan kalimat yang memang tidak romantis. Hahaha.
“Saranghae (Aku mencintaimu-Kr).” ucap Jaehyun lagi.
“Na do (Aku juga mencintaimu-Kr), Jaehyunie.”
Jaehyun tersenyum mendengar jawaban Soojin..