home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > MISSING LIFE

MISSING LIFE

Share:
Author : kholifa_syah
Published : 14 Feb 2017, Updated : 14 Feb 2017
Cast : park jinyoung(got7), mark tuan(got7), Tzuyu(Twice), Im nayeon(Twice)
Tags :
Status : Complete
0 Subscribes |465 Views |1 Loves
MISSING LIFE
CHAPTER 1 : Missing Life

Lelaki itu menatap langit tanpa ekspresi, alih-alih salju mulai mengntimidasi lankah lelaki itu. Seolah salju itu semakin mendinginkan hatinya yang beku, membakar kehangatan yang tersisa didalam sana. Kepingan-kepingan kenangan pahitnya menyatu dan terputar bak sebuah film. Sejenak iris coklatnya terpejam , tak ingin menyaksikan dalam kenangannya lebih lama lagi. membuatnya berpikir bahwa menyerah adalah keputusan yang tepat sekarang. Ia pun mulai melangkah, dengan sedikit intuintif mendekati tepi rooftop didepannya.

“Mark jangan!” mendengar suara familiar itu membuatnya semakin ingin mempercepat aksinya.

“Aku tahu tahun ini sangat sulit bagimu, bahkan untuk bernafas saja rasanya sangat menyiksa, tapi bukan ini jalan terbaiknya!” pekik Jinyoung, berdiri lima langkah dibelakang Mark. Mark berbalik, mendengus keras, lantas menatap Jinyoung dengan tatapan tak suka.

“Kau tahu apa? Jangan sok baik, aku tahu kau sama dengan mereka, kalian semua menggunakan topeng yang sebenarnya sangat mengerikan” Teriak Mark membiarkan amarah mengambil alih.

“Percaya kepadaku ini hanya akan memperburuk keadaan, berpikirlah yang rasional, Bagaimana dengan kekasihmu?” Mark terdiam dan hatinya terenyuh saat mencerna perkataan Jinyoung.

“Tzuyu, bagaimana dengannya, apakah kau akan meninggalkannya sendirian? Dia akan terluka” Jinyoung kambali berucap dan disitu kesadaran Mark kembali utuh, menyingkirkan amarah pun pikiran-pikiran tak rasionalnya. Kakinya bergetar hebat diikuti tetesan liquid bening yang ia tahan sejak tadi. Jinyoung tahu kelemahan Mark, ia sangat sensitif menyangkut kekasihnya. Mark sedikit menyunggingkan senyum, bersiap melangkah kearah Jinyoung. Namun dilangkah pertamanya Mark menginjak tumpukan salju yang membeku, membuatnya terhuyung kebelakang. Dapat dipastikan raut wajah keduanya tampak panik. 

Seluruh tubuh jinyoung bergetar, bibirnya keluh bahkan tuk sekedar meneriakan nama Mark. Ia berlari menuju tepi rooftop melewati rasa getir yang seakan mencengkram kedua kakinya. Ia menarik nafas dalam-dalam sebelum melihat kebawah.

“Mark!” Obsidian Jinyoung membulat sempurna ketika mendapati tubuh Mark masih tergantung pada besi rooftop. Kedua tangan Mark mengepal kuat besi itu. Mark menatap Jinyoung lekat, dimatanya terlihat jelas ia masih sangat ingin melanjutkan hidupnya. Jinyoung masih terpaku bingung seolah kehilangan kesadarannya.

“Jinyoung tolong aku” Akhirnya Mark mengutarakan suara yang tadi tertahan dikerongkongannya. Jinyoung kembali menemukan kesadarannya. Dia segera mengulurkan tangannya pada Mark. Namun terlambat, genggaman Mark tergelincir ketika ia berusaha meraih jemari Jinyoung dengan lengannya yang sudah lemas.

“AARRGGHHH!!”

“MARK!!”

Bagai tersambar petir disiang bolong, Jinyoung memejamkan netranya, tak mau menatap tubuh Mark yang terkulai diaspal jalan yang dipenuhi darah segar dimana-mana. Jinyoung tak akan kuasa lagi menahan liquid bening yang membanjiri pelupuk matanya. Ia tak bisa menghindar dari kenyataan bahwa ia telah menjadi bagian dari kematian seseorang. Jinyoung menangis getir memandangi orang-orang yang mendekat mengerumuni jasad Mark yang sudah tanpa nyawa. Jinyoung menyesali kebodohannya yang tak segera menolong Mark tadi. Mata Jinyoung kembali terarah pada besi tempat Mark menggantungkan secercah harapan hidup yang tak sengaja Jinyoung patahkan. Jinyoung tercengang ketika melihat ada benda milik Mark yang tertinggal pada besi itu. Jinyoung mencekal benda yang ternyata adalah gelang milik Mark. Pada gelang berwarna biru tua itu tertulis nama Tzuyu.

“kau pasti sangat mencintainya, aku berjanji akan menjaganya untuk mu”

......

Jinyoung tersadar, matanya mengerjap beberapa kali diikuti dengan gerakan tubuhnya untuk bangkit. Mendesah berat, ia merasa kepalanya pening.

“mimpi itu lagi”, mimpi yang hampir setiap malam menghantuinya, mimpi yang seolah-olah memperingatinya bahwa ia telah melakukan dosa besar, yang tidak boleh ia lupakan sedikitpun dari kejadiaan. Mimpi yang membuat hari-hari Jinyoung diselimuti rasa bersalah mendalam. Kembali mendesah, ia sedikit mengacak surainya karena  frustasi. matanya terasa berat, membutuhkan asupan tidur nyenyak yang nyaris tidak pernah ia rasakan. Oh, bahkan sekarang Jinyoung sangat enggan untuk melakukan aktivitas yang menjadi rutinitas wajib semua orang itu. Baginya, ia lebih baik melawan serangan kantuk yang bertubi-tubi di banding harus tidur dan mengalami mimpi yang berakhir dengan rutukan bodoh untuk dirinya sendiri. Sungguh menyedihkan.

Jinyoung melangkah menuju nakas, di ambilnya benda bulat berwarna bru tua lalu meraba tulisan yang terukir di sana. Ia merasakan ada ketulusan di balik gelang sederhana ini, benda terakhir peninggalan Mark dengan ukiran indah bertuliskan nama kekasihnya Tzuyu. Pemilik nama itu yang membuat Mark mendapat sepenggal harapan untuk hidup yang telah Jinyoung hancurkan. Dan bisa di pastikan seberapa besar kasih sayang Mark untuk kekasihnya.

“haruskah aku memberitaunya tentag gelang ini?”. Beep Beep, handphond nya bergetar menandakan telefon masuk. Segera Jinyoung menggeser tombol hijau setelah membaca nama si penelpon yang tertera “yeojachingu”.

“yeoboseyo?”

“oppa aku ingin bertemu, ada sesuatu yang ingin aku pastikan”

“Ne, sebenarnya aku juga ingin memberitahumu sesuatu”

“sekarang di cafe biasa, annyeong.” Beep

........

“oppa, berjanjilah untuk menjawab pertanyaanku dengan jujur”. Perkataan pertama yang keluar dari mulut sang gadis. Setelah beberapa saat hening

“baiklah, tapi Tzuyu ada apa denganmu? Apa kau sakit?”. Jinyoung merasakan banyak kejanggalan yang terjadi pada Tzuyu. Pertama Tzuyu tidak pernah menelpon dengan percakapan sesingkat tadi, biasanya dia akan berceloteh lebih dari satu jam di telepon. Kedua, situasi saat ini terasa canggung dan lebih banyak hening, Tzuyu selalu banyak bicara saat bertemu tanpa ada celah untuk keheningan. Ketiga, Tzuyu terlalu serius dan sedikit dingin dengan tatapan mengintimidasi yang di tunjukan untuk Jinyoung.

“oppa, aku baru saja di konfirmasikan bahwa oppa ada di tempat kejadian dimana Mark oppa meninggal, apa itu benar?” . Jinyoung sedikit menahan napasnya, bingung apa yang harus ia jawab untuk pertanyaan itu. Pertanyaan mdah yang seharusnya dijawab dengan satu kata ‘iya’ namun terlalu sulit untuk dilakukan. Dan Jinyoung memilih untuk diam.

“Oppa jawab aku,” Jinyoung tak kuasa melihat raut kesedihan Tzuyu. Air mata yang mengalir dipipi tirus gadis itu membuatnya merasakan sebilah belati menohok tepat dijantungnya. Sangat menyakitkan bahwa tangisan itu disebabkan oleh dirinya sendiri.

“Ne, aku berada disana saat kejadian itu, saat salju turun dengan lebatnya, aku masih ingat bagaimana dinginnya malam itu”.

“aku pikir aku sudah melupakan Mark oppa yang meninggalkanku, tapi aku tidak bisa perihal hanya dia satu-satunya yang menyayangiku dan melindungiku semenjak ayah dan ibuku pergi”. Tzuyu berujar sambil menahan diri untuk tidak berteriak atau memaki-maki Jinyoung karena tidak jujur lebih awal.

“Maaf, karena tidak lebih awal menyelamatkan Mark!” Ucap Jinyoung, yang harus melawan rasa bersalah itu lagi.

“Oppa kau tahu bagaimana perasaanku saat itu? Aku tidak punya alasan untuk tidak marah padamu, untuk kali ini aku sedang tidak ingin bertemu dengan oppa!” mendengar itu Jinyoung menahan napas gusar. Digenggamnya benda bulat ditangannya, ini bukan saat yang tepat untuk memberikan gelang itu pada Tzuyu, Jinyoung kembali memasuka gelang itu kedalam saku mantelnya.

“Aku tidak isa memaksamu untuk memaafkanku, tapi ingatlah satu hal” Jinyoung mengikis jarak diantara mereka, dipeluknya Tzuyu dengan penuh kash sayang.

“Ingatlah jika aku akan menyayangimu dan melindungimu”. Dan Tzuyu kembali merasakan kehangatan yang sudah lama hilang. Dalam hatinya ia senang, bahwa kehangatan itu datang dari kekasihnya, Park Jinyoung.

Jinyoung menarik lembut tangan Tzuyu bersamanya. Tzuyu terkejut dan menatap Jinyoung dengan bertanya-tanya.

“Kajja, aku ingin mengajakmu kesuatu tempat.”

“Eodiga?” pertanyaan iu diabaikan saja oleh Jinyoung dan dirinya keburu dibawa oleh Jinyoung.

........

Hembusan angin menerpa-nerpa wajah kedua insan disana. Suasana yang indah menggambarkan kegembiraan mereka.

“Oppa pantai ini sangat indah, kenapa kau membawaku kesini?” Hening.

Jinyoung melingkarkan kedua lengannya dipinggang kecil Tzuyu. Tzuyu sontak terkejut, refleks Tzuyu memalingkankan kepalanya yang langsung disuguhi wajah tampan berbalut senyum manis milik Jinyoung. Sekilas bola mata mereka beradu, jarakpun semakin terkikis diantara keduanya. Bahkan Tzuyu dapat merasakan hembusan nafas Jinyoung yang menerpa wajahnya.

“Jangan merasa terpuruk lagi. aku ada disini, mengisi ruang dan waktumu.”

“Jijjayo?” Tzuyu merasa pipinya merona.

“Tentu saja, aku janji”

“aku pegang janjimu oppa.” Kini tak ada jarak diantara mereka. Dan Jinyoung berhasil mencuri ciuman keduanya setelah Mark. Mata Tzuyu terbelalak.

“Kenapa sampai terkejut seperti itu, bukankah kau sudah pernah merasakannya” Jinyoung sedikit terkekeh, melihat wajah Tzuyu yang memerah bak tomat.

.........

Tzuyu berlari tergesa-gesa menepis koridor demi koridor yang menjuntai panjang. Mengabaikan peluh yang mendera, bukan tanpa alasan ia begitu. Kepanikanya tba-tiba meyergap kala bambam salah seorang polisi dalam kasus Mark mengabarinya hal penting yang harus ia ketahui. Butuh waktu 1 jam baginya untuk sampai kekantor polisi yang berjarak cukup jauh tersebut.

“Apa yang kau temukan?” tanya Tzuyu gusar. Bambam menyodorkan Flashdisk kepada Tzuyu membuat Tzuyu terkesiap bingung.

“Lihatlah, itu tayangan CCTV dimana Mark ingin bunuh diri” Ucap Bambam menjelaskan. Tzuyu lantas memutarnya melalui handphone nya. Tzuyu memekik geram seusai menyaksikan rekaman yang berdurasi kurang lebih lima menit itu.

“Bagaimana mungkin” pekik Tzuyu geram. Ia sangat tertekan disuguhi tontonan yang mampu membuat amarahnya naik keubun-ubun. Sangat kecewa, ia mengambil langkah seribu mencari apapun yang mampu  menyejukan hati yang tak terkendali itu. Tungkainya menuntunnya ketempat dimana sering ia kunjungi bersama Mark. Membuat sesak bersuah bersama amarah didalam sana.

“Jinyoung-ah, aku ingin naik rakit itu!”

“Yak! Sudah kubilang panggil aku oppa”

“Ne, arraseo oppa, kajja!”

Mendengar sirine familiar tersebut, dengan sangat cepat pandangannya beralih keobjek disampingnya. Sampai-sampai lehernya memprotes aksi pemiliknya itu. Tzuyu terpaku diam mendesih dan tanpa sadar bibir nya membentuk senyum miring. Rasa benci bercampur kecewa menyeruak mengubur besarnya rasa cinta.

“apa yang kau inginkan sebenarnya? Baiklah ini sungguh menyakitkan. Aku akan mengikuti permainan dan tunggu saja tanggal mainnya oppa!”

..............

Jinyoung duduk di kedai ice cream bersama sang kekasih di depan nya. Im Nayeon tak henti henti nya mengembangkan senyum sambil menyesap ice cream kendati maniknya terfokus kearah Jinyoung. Bagi Nayeon tak ada hari seindah dimana Jinyoung menemaninya seharian.

“Bagaimana, apa aku membuatmu bahagia?” Unjar Jinyoung sembari tersenyum genit.

“Tsk, terlalu percaya diri, tapi aku tak bisa menyangkalnya, kau memang selalu membuatku bahagia”jujur Nayeon, sembari terbahak atas ucapannya sendiri. menampilkan deretan gigi kelincinya yang membuatnya terlihat lucu.

“jangan tertawa! Kau sangat lucu sampai-sampai aku ingin menciummu” lagi-lagi Nayeon mendecih geli, gombalan menjijikan milik Jinyoung cukup membuat bunga-bunga di perutnya bermekaran.

“tapi oppa, apa kau masih berhubungan dengan Tzuyu?”

“Masih, kau ingatkan tujuanku mendekatinya, aku hanya ingin melindunginya untuk menebus rasa bersalahku” berucap itu membuat hati Jinyoung sedikit sesak, karena dalam hati kecilnya ia juga mulai mencintai Tzuyu.

“tapi kau tidak bersalah oppa” ucap Nayeon mengingatkan, baginya setelah mendengarkan penjelasan Jinyoung tentang kejadian itu, disana Jinyoung tidak sepenuhnya salah. Itu adalah kecelakaan tak sengaja atau mungkin bagian dari takdir Mark yang siapapun tak bisa menangkisnya.

“entahlah, tapi saat itu aku merasa bahwa aku adalah makhluk paling bodoh sedunia.” Jinyoung kembali merutuk, rasanya baru tadi ia merasa terbebas dari kurungan rasa bersalah itu, namun perasaan itu kembali datang seolah menjadi bagian dalam daftar rutinitas hidupnya yang harus ia rasakan.

“sudahlah, aku tidak mengerti bagaimana pemikiranmu’’

Beep.Beep, handphone Jinyoung bergetar. Dilihatnya nama yang tertera di layar Handphone

“ini telpon dari Tzuyu” ucap jinyoung, secara tak langsung menjawab pertanyaan Nayeon yang belum sempat Nayeon tanyakan.

“yeobboseyo”

‘oppa kau sedang di mana?’

“aku sedang di cafe bersama temanku”. Apa Nayeon tidak salah dengar? Jinyoung baru saja menyebutkan bahwa dia hanyalah teman Jinyoung.

‘oppa aku ingin bertemu’

“wae?” ucap Jinyoung heran

‘bukan apa-apa aku hanya ingin melihatmu’

“ahh, kau merindukanku rupanya, baiklah aku akan menjemputmu, tunggu aku ne”

Aneh rasanya bagi Nayeon mendengar secara langsung percakapan Jinyoung dengan pacar pura-puranya, seolah secara tidak langsung ia barusaja menyaksikan pacarnya berselingkuh, meski sebenarnya nayeon tahu situasinya.

“Nayeon-ah, aku harus bertemu Tzuyu sekarang, kita samapai disini saja ya, aku akan mengantarmu pulang terlebih dahulu setelah itu menjemput Tzuyu” ijin jinyoung, mimik wajah Nayeon langsung berubah kecewa, membuat Jinyoung sedikit tak enak hati.

“tak apa oppa aku mengerti, jangan membuat Tzuyu menunggu lama, oppa tak perlu mengantarku pulang”

“apa tidak apa-apa?” . Nayeon mengangguk mantap, menandakan bahwa ia benar tidak apa-apa meski sebenarnya dalam hati ia ingin sekali menangis. Setelah pergimya Jinyoung, Nayeon mendapat firasat tidak enak dan memutuskan mengikuti Jinyoung tanpa sepegetahuan nya.

..............

Jiinyoung berdiri di atas jembatan yang menampilkan dua sungai di sisi kanan kiri jembatan. 20 menit yang lalu Tzuyu mengirimnya pesan untuk tidak menjemputnya dan bertemu di tempat ini, sehingga sekarang ia bisa berada di sini. Menelusuri sekeliling, matanya tak mampu menangkap sosok Tzuyu dimanapun. Ia akhirnya memutuskan menuju taman yang berada tak jauh dari jembatan. Siapa tahu menemukan Tzuyu yang sedang memakan coklat pun headset yang bertengger di telinganya. Perihal kebiasaan Tzuyu jika sedang menunggu. Namun, lagi-lagi hanya nihil yang ia dapat.

“dimana gadis itu? Apa dia belum datang?” ucapnya pada diri sendiri.

Tzuyu berdiri, tepat di belakang jinyoung dari kejauhan. Menatap punggung lelaki itu dengan sorot tajam menusuk pun senyuman bengis yang tiba-tiba mengembang.

“Apa yang kau lakukan hari itu oppa?”

“apa kau tidak melihat Mark oppa yang mengemis meminta pertolongan mu !?”

“bagaimana bisa kau hanya diam saja seperti orang bodoh?”dengan memgesampingkan akal sehatnya, Tzuyu mengambil batu berukuran cukup besar di sebelah kaki nya. Melangkah dengan gerakan perlahan menuju jinyoung bersama rasa benci yang menumpuk dalam dirnya.

“setelah kesalahan yang kau lakukan bagaimana bisa kau menghinati aku”

“kau bahagia seperti itu sementara aku sendirian menderita”

“kesalahanmu bukan hanya fatal tapi tidak akan bisa di maafkan”

Satu langkah lagi mencapai Jinyoung, Tzuyu segerah mengayunkan batu itu teoat mengenai kepala bagian belakang Jinyoung  yang mampu membuat jinyoung berteriak histeris.

“AAARRRGGGHHH” teriak Jinyoung melengking. Jinyuoung tersungkur dan memegangi bagian belakang kepalanya yang berdenyut-denyut hebat. Darah segar menglir dari kepalanya dan menginterupsi seluruh celah di sana.

“Tzuyu apa yang kau lakukan??” tiba-tiba Nayeon datang dan teriakannya itu membuat Tzuyu terbelalak, tak kalah kagetnya dengan Jinyoung yang masih memliki setengah dari kesadarannya dengan tegang Tzuyu menjatuhkan batu besar dari genggamannya. Nayeon, langsung memegang erat lengan Tzuyu .

“Tzuyu kenapa kamu memukulnya huh?”

“A-Aku ..... “ Tzuyu menepis genggaman Nayeon, berlari sejauh mungkin dari jangkauan mereka. Namun Nayeon tidak mau kalah melihat Jinyeong yang terus merintih kesakitan. Ia pun mengejar Tzuyu, di ikuti Jinyoung yang memaksakan diri untuk mengikuti mereka. Nayeon berhasil menangkap Tzuyu tepat di tengah jembatan, mengunci lengan Tzuyu meskipun ia terus memberontak.

“LEPASKAN AKU!!” meronta-ronta Tzuyu berhasil melepaskan diri hendak kembali berlari. Tanpa sadar Nayeon menggunakan seluruh kekuatannya dan tidak sengaja mendorong Tzuyu dengan kuat. Tzuyu sehingga Tzuyu terjatuh ke dalam sungai bersamaan dengan teriakan Jinyoung.

“TZUYUUU!!” Jinyoung berlari ke arah Tzuyu dengan penglihatan remang. Namun terlambat Tzuyu sudah tak terlihat di penglihatanya. Di sini ia merasakan kembali rasa penyesalan yang menyergap dua kali lipat namun belum sempat ia menangisi takdir naasnya, Jinyoung jatuh tersungkur, matanya terpejam. Membawanya menuju jurang penyesalan, yang tak satupun insan mampu bertahan. Meninggalkan jalan kehidupan yang seharusnya ia rasakan. Ia hanya mampu berjalan merintih dengan lunglai pada jalan yang sama.

Whenever and wherever Jinyoung would miss no knick life he felt

-END-

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK