Sore itu, cuaca tak secerah biasanya. Gumpalan awan putih mendominasi pandangan seorang gadis, Jung Airin yang tengah duduk di tepi danau. Teman-temannya menghabiskan waktu di Dunia Fantasi, namun dirinya enggan ikut. Kesatu, ia takut ketinggian. Kedua, ia benci keramaian. Lengkap sudaah.
Surai hitamnya bertiup oleh sepoi angin. Ia mengedarkan bayangannya pada danau yang luas dan damai ini, surga baginya. Sejak ditinggal kedua orang tuanya, ia memilih menjadi pribadi yang menutup diri. Dibalik gelak canda dan tawa dengan teman-temannyaㅡ Hyeri, Mina, dan Minhyuk, kesedihan tersimpan di kedua matanya.
Tiba-tiba seorang lelaki bersurai hazel kecoklatan menabrak tanah dekat ia dudukㅡ tas ransel asing menabrak punggungnya.
"Braaaak!" Jung Airin mengelus punggungnya kesakitan, ulah tas ransel yang beratnya tidak main-main.
"Bawa batu, atau bom?"
Airin mendengus kesal sambil menatap kearah lelaki yang sedang membetulkan masker hitamnya. Airin bergidik ngeri, pria asing. Tasnya berat. Pakai masker. Jangan-jangan beneran teroris bawa bom!?
Ia menelan ludah menenangkan diri. Dilihatnya lagi sosok pria itu, dengan proporsi badan yang cukup tinggi, serta kulit putih susu, lebih putih dari miliknya.
"Maafㅡ" Lelaki itu bangkit berdiri mengibas baju kotornya yang sempat terkena tanah. Cara ia berbahasa sangat lucu, lucu sekali. Airin meneguk kembali tawanya mengingat bahwa mungkin saja orang didepannya ini benar-benar teroris. Ia mundur, berusaha menjauh dari jangkauan lelaki itu.
"Jangan macam-macam.." Airin menatap sekelilingnya yang kosong bersiap meminta tolong.
"Don't..." Lelaki itu mengisyaratkan tangannya bahwa ia bukanlah penjahat.
"It's GOT7's Mark." Ujarnya seraya berbisik pelan.
Airin menatap tidak percaya.
"GOT7 artis Korea?" Gumamnya dalam hati, sebelum sang lelaki membuka maskernya sedikit agar Airin dapat melihat sepintas wajahnya. Airin tak tampak senang, tak juga takut lagi. Well, walau bisa dibilang ia bukanlah pecinta band Korea, atau yang kini sering disebut K-POP, setidaknya ia tahu bahwa band seperti GOT7 itu ada, salah satu yang dikagumi adiknya, Cherié. Ia lebih memilih memandangi wajah tampan Robert Pattinson, atau mendengar lagu-lagu Coldplay. Ia kembali duduk di tepi danau dengan sang lelaki bernama Mark mengisi sisinya yang kosong.
"Saya dikejar..." Mark memecah hening dengan bahasanya yang lucu, namun Airin cukup kaget bahwa pria dari negara asing ini dapat berbahasa Indonesia.
"Sama fans-fans fanatikmu?" Airin tertawa pelan seraya memberikan sebotol air minum kepada pria disebelahnya yang belum dapat bernafas lancar.
"Ya. Biar aman saya sembunyi disini. I wonder how's the rest of my members." Wajahnya tampak khawatir, namun setahunya tadi member lain tidak mengalami kesulitan sama sekali, dan menikmati wahana. Ia sedang sial saja menemukan fans fanatik yang hampir menghancurkan wajahnya. Lagipula, Ia benci keramaian. Sudah cukup Jackson menjadi radio siang-malamnya di dorm. Ditambah lagi, lusa ia akan menggelar konser bertajuk 'TURBULENCE' di Jakarta, di tempat sekarang ia berada. Ia tak mau wajahnya luka-luka saat konser nanti.
Usaha Mark Tuan menolak ikut ke Dunia Fantasi ditolak oleh semua member. Hanya sang manager yang setuju, mungkin. Apalah daya pria tertua diantara ketujuh manusia tukang bosan itu, akhirnya bus pribadi meluncurkan mereka juga ke tempat hiburan ini. Dengan masker dan pakaian serba tak mewah, mereka berhasil menutupi identitas mereka. Atau mungkin karena hari biasa, tidak banyak pengunjung yang datang.
Sudah beberapa menit mereka larut dalam pikiran masing-masing, kemudian Airin sadar dirinya mulai bosanㅡ dan melirik ke arah pria disebelahnya yang menggores-gores jari pada pasir.
"Mau main?" Tanya Airin, disertai anggukan Mark. Kemudian Airin bangkit berdiri dan mengumpulkan batu kerikil di tangannya. Mark menatap gadis itu aneh, tersenyum dibalik masker hitamnya.
"Kamu ngapain.."
Namun sang gadis tak mengindahinya dan mengoper Mark beberapa batu kerikil. Mark menadahnya dengan telapak tangan.
"Who throws the furthest, he/she wins. Deal?" Kemudian Mark mengangguk dengan semangat.
Dimulai dari Airin yang melempar batunya cukup jauh, hingga terdengar suara percikan air. Mark tidak mau kalah. Ia melempar kerikil tersebut dengan tangannya yang panjang. Dan, well. Senyum kemenangan pun terpatri diwajahnya. Begitu pula dengan lemparan-lemparan berikutnya, Mark masih unggul membuat sang gadis tersenyum kecut. Padahal Ia pula yang mengajak bermain game ini.
"When I fight, the game is over. I'm a hard carry hey." Sang lelaki tertawa senang. Airin tak terima, kalah dengan orang asing ini. Bagaimana mungkin ia kalah begitu sajaㅡ setelah sekian tahun bermain lempar batu di desa sejak masih cimit. Pada lemparan-lemparan kesekiannya, Airin menahan tangan lelaki itu hingga meleset. Batu jatuh ke mata air terdekat dan gemercikan air membasahi keduanya. Airin tertawa senang, begitu pula dengan Mark yang geleng kepala dengan kejahilan sang gadis.
"Curang, huh." Mark membalas perbuatan gadis itu dengan membasahinya pula. Setelah lelah berciprat-ciprat airㅡ akhirnya mereka menyenderkan kepala pada kedua punggung tangan masing-masing. Tubuh mereka bersandar pada rerumputan tanpa alas.
Senja menjingga, hampir berubah jadi hitam pekat. Mereka berdua terdiam menatap mega, langit yang indah.
"Aku suka senja," Kata Airin tiba-tiba.
Mark mengerjapkan matanya. "Senja is sunset, right? And why?" memastikan dengan retorik.
Diiringi anggukan Airin.
"Karena indah, antara terang dan gelap. Berdiri diantara mimpi, dan hari-hari yang melelahkan."
"Kalau saya lebih suka malam. Menenangkan, dan it's funny how the stars never leave the sky. Even they can't kill the darkness."
Airin tersenyum.
"Memang tidak bisa. But however, It's their home."
Mark mengangguk setuju, sehingga bingkai keunguan perlahan berubah menjadi hitam pekat. Tak disadari, waktu berjalan begitu cepatㅡ sudah malam. Masing-masing ingat akan rombongan mereka, di Dunia Fantasi.
"Heh, Gawat. Teman-temanku pasti sudah pulang." Airin menepuk jidatnya.
Bodoh Airin, bodoh. Kenapa menghilang seharian. Lagipula apa teman-teman tak mencarinya?
Kemudian disisi lain, Mark juga melupakan membernya. Ia terlarut dalam keindahan danau. Mereka bergegas pamit.
"Sampai ketemu hari lain, Airin-ssi. Saya harus pulang." Mark dengan tenang merogoh ponselnya dan berusaha menghubungi managernya.
Disamping itu, Airin mengangguk. "Sampai jumpa. Senang bertemu denganmu."
Walau sudah mengucap salam perpisahan, mereka berjalan beriringan menuju pintu gerbang danau. Namun sial, sudah dikunci. Keduanya menatap masing-masing pucat.
"B-bagaimana mungkin.." Airin panik. Sedangkan Mark yang masih berusaha tenang sibuk mengotak-atik ponselnya yang tidak bekerja.
"Pulsaku.. domisili Korea. Belum diisikan Manager." Kemudian Airin lantas mengeluarkan ponsel androidnya dari saku, namun baterainya sudah mati.
"God, bagaimana iniㅡ" Airin keringat dingin, cuaca benar-benar tak kondusif. Mark yang berusaha tenang, akhirnya goyah. Ia gedor-gedor pintu gerbang danau, namun tak ada yang mengindahkan. Memang penjagaan tempat di Indonesia tak seketat Korea, tak heran banyak terjadi kriminalitas. Jadilah mereka yang sudah lelah, menunggu nasib masing-masing. Airin yang kedinginan, ditambah lagi kucingnya belum diberi makan. Mungkin Mark masih punya Youngjae sebagai penggantinya memberi makan Coco, namun bagaimana persiapan konser besok?
Disisi lain, Keenam member itu tak heran bahwa seorang Mark Tuan menghilang dari peradaban. Maksudnya, keliling-keliling kota. Sudah biasa. Sudah panik-panik mengerahkan semua kru untuk mencari, Eh ternyata sedang tidur pulas dalam dorm dengan wajah tak berdosa.
Begitu pula dengan kejadian hari ini. Mereka berasumsi bahwa Mark pasti pulang sendiri, karena dari awal Ia memang tak menyetujui wacana ke Dufan. Namun hari sudah gelap. Seusai menyantap makan malam di salah satu rumah makan khas Indonesia, mereka pulang ke hotel. Lelah, satu kata yang menggambarkan wajah mereka hari ini. Beberapa diantaranya puas, bahkan Yugyeom dan Bambam masih melukiskan senyum bahagia.
Setelah membuka pintu hotel, Para anggota pun mengistirahatkan diri. Jaebum ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Sedang Youngjae, Jackson, Yugyeom, dan Bambam langsung bergelayut pada pulau kapuk, sofa mereka. Berbeda dengan salah satu dari mereka, Jinyoung. Saat pulang ia langsung sibuk mencari keberadaan hyungnya itu. Ditelitinya seluruh penjuru ruangan, namun Mark tak juga ditemukan. Hingga Jaebum, sang Leader keluar dari kamar mandi.
"Ada yang melihat Mark?" Leader membuka suara. Jinyoung yang menghentikan pencariannya, ikut nimbrung. "Dia tak ada di hotel. Dia hilang."
Seluruh member saling menatap.
"Mwoyaㅡ?" Teriak kedua member yang merupakan maknae line.
Bagaimana mungkin Mark hilang? Ini bukan pertama kalinya ia pergi seperti ini. Biasanya, ia kembali. Tapi selarut ini? Beberapa member masih cukup tenang. Sementara hyung line, memilih untuk cemas. Mereka menunggu Mark untuk pulang, hingga tertidur pulas karena kelelahan.
Di tepi danau, kedua orang bersurai itu meringkuk kedinginan, terutama sang gadis. Meratapi nasib mereka yang sangat sial hari ini.
"We're trapped.." Kata Mark dengan suara pelan, serak kehabisan suara sehabis berteriak mencari batang hidung sang penjaga gerbang.
"I-iya.." Airin gemetaran kedinginan.
"Omong-omong, namamu siapa?" Tanya Mark yang sedari tadi belum tahu nama gadis yang telah seharian menemaninya.Tak adil.
"Ai R-rin."
Mark menatap gadis itu, yang menggigil. Tubuh mungilnya bergetar pelan.
"Baiklah.. Tampaknya kau sungguh kedinginan, Rin." Mark tampak khawatir, tersirat oleh guratan dikeningnya. Sang lelaki pun menggenggam kedua punggung tangan gadis pelan.
"Maaf.." Maskernya Ia buka, lalu meniup-niup telapak tangannya agar hangat. Kepala gadis itu menggeleng sekilas, namun tubuhnya tak sanggup menolak. Dilihatnya wajah Asia sang lelaki yang manis, wajahnya tulus. Sudah sekian lama ia tak menerima perlakuan sepperti ini, terutama sejak si mendiang ayah meninggalkan Airin untuk selamanya. Kemudian tak ingin larut ke dalam kenangan yang sudah ia kubur dalam-dalam, Airin melepas pandangannya. Jangan sampai sang lelaki sadar oleh tatapannya tadi. Apalagi merasa terganggu.
Mark meloloskan genggaman tangannya, dan berusaha melepas mantel miliknya. Sang gadis langsung menahan pria itu. "Pakai saja. Sudah biasa dingin di Korea," Respon Mark yang masih mengalami penolakan secara halus dari sang gadis.
"Dasar sombong. Saya gak mau tanggung jawab kalau kamu mati kedinginan, Rin." Canda Mark pasrah.
Mereka berdua tertawa, tersenyum menatap kedua manik masing-masing. Refleks Mark menyulik salah satu tangan gadis itu dan memasukkannya kedalam kantung mantel milik Mark.
"Berdua. Uri Duri." Ujar Mark yang kemudian disertai kekeh Airin.
Mereka berdua tertidur lelap, walau pada rerumputan, tanpa kasur empuk. Berpegangan pada telapak masing-masing, dengan latar belakang sang mega dihiasi kerlap kerlip bintang.
Bukan rumah, namun rumah. Indah dan seakan malam enggan mengucap salam perpisahan. Begitu batin Airin.
Pagi hari. Secercah cahaya masuk ke pelupuk mata Airin, gadis bersurai hitam yang tengah bersandar pada tembok.
Masih pagi, asumsinya karena tempat wisata ini masih sepiㅡ belum terdengar suara teriakan-teriakan penumpang dari wahana ekstrim. Perlahan dibuka kedua maniknya, melepas genggaman tangan Mark dengan hati-hati. Kemudian langkah seorang bapak tua dari kejauhan dengan baju satpam, memecah atensinya. Airin menengok kaget, setelah itu tersenyum sumringah. Akhirnya ia dapat keluar dari tempat ini. . Namun ia menoleh kesisinya, seorang lelaki berparas tampan ini sedang tidur dengan lelap.
Mana tega Airin membangunkannya? Pasti lelah, harus konser keliling dunia hampir setiap harinya. Bernyanyi full beberapa jam, demi menyenangkan para penggemar. Airin tahu pasti itu. Walau uang jajannya bisa dibilang pas-pas-an, ia pernah menabung demi menonton Konser One Direction. Ia bertekadㅡ tak mau hanya sekedar mendengar streaming dari Dreamers Radio. Ia ingin merasakan atmosfer nyata, dan peluh para penyanyi tersebut yang sudah bernyanyi secara maksimal.
Tak sadar beberapa menit sudah sang gadis menatap lelaki yang tengah tidur itu, langkah kaki petugas keamanan terdengar kembali, membuka pintu gembok gerbang danau. Airin segera refleks menepuk pundak Mark berulang kali hingga terbangun.
"Maaf, pak. Kami terjebak disini sejak semalam." Pandangan pak petugas berubah tajam, menatap mereka curiga. Namun penjelasan Airin panjang lebar dengan wajah tak berdosaㅡ ditambah lagi Mark yang membongkar identitasnya berhasil membuat mereka lolos dengan selamat. Mereka keluar dari gerbang pintu yang sudah didiami semalaman, akhirnya.
Kala fajar baru menyingsing, Mark menyipitkan kedua netranya menatap sebuah wahana yang Airin takutkanㅡ Roller Coaster. Airin sadar lelaki disebelahnya sudah cukup lama menatap wahana tersebut. Ia pun bergidik ngeri, dan benar adanya, Mark membuka suara mengajak Airin menaiki wahana itu.
"Rin. Ayo. Please, please." Mohon Mark sambil menundukkan sedikit tubuhnya yang tinggi. Maskernya ia turunkan sedikit. Sial. Pesonanya berhasil menggugurkan pergolakannya, batin Airin. Sebuah persetujuan bahkan tak keluar dari ujung bibir sang gadis, namun Mark segera menariknya ke gerbong antrean, berbaris rapih di belakang beberapa wisatawan lainnya. Mereka melangkahkan kaki ke kursi wahana, Airin sudah menutup matanya. Ia tak tahu kapan hidupnya akan berakhirㅡ tapi rasanya sudah dekat. Mark menahan tawa melihat gadis disampingnya ini.
"Penakut." Ujar Mark yang pastinya dikemas dengan nada bercanda. Kemudian tanpa aba-aba, wahana itu melaju dengan cepat membuat para penumpang berteriak tak tahu arah. Mark menikmatinya, jujur. Berbeda dengan gadis disampingnya yang hanya menutup mata sambil mengucap pesan-pesan terakhirnya. Airin menggenggam tangan Mark erat.
"Apakah jantungku masih berkedup?" Tanya Airin seusai permainan tersebut terhenti. Airin menyenderkan kepalanya pada pundak Mark, kepalanya pusing tujuh keliling. "Eh.. Maaf. Saya nggak tahu kamu setakut ini.." Mark menyentuh kening sang gadis. Kemudian, mereka memilih beristirahat pada Ferris Wheel, satu-satunya wahana yang tidak ditakuti Airin.
"Dulu papa suka temenin aku naik ini. Sambil main gitar"
Kemudian Mark mengangguk mengerti.
"Dulu. Kalau sekarang?"
Airin tersenyum pahit.
"Sudah tidak ada di dunia." Anggukan kedua Mark disertai tundukan, merasa bersalah telah mengulik kenangan Airin lebih dalam. Mereka sudah berada pada puncak, dimana mereka dapat melihat dari ujung ke ujung lokasi Dunia Fantasi.
"Nanti saya main gitar buat kamu."
Namun waktu berjalan begitu cepat, Mark dan Airin paham bahwa mereka tak dapat bercakap-cakap lebih lama lagi.
Back to the routine.
"Saya harus pulang. Member saya pasti khawatir." Airin mengangguk mengerti, ia juga harus segera pulang sebelum kucingnya mati kelaparan dan rumahnya kosong terlalu lama.
"Oke. Hati-hati." Mark melambai, disambut Airin.
Ia menghentikan langkahnya, sadar hatinya tak semahir senja dalam mengucap selamat tinggal. Mark menengok ke belakang.
"Nanti malam, konser saya. Tiketnya sudah sold, dan saya tahu kamu pasti tidak minat menonton. Tapi.. kalau bisa dengarkan di radio." Senyum Mark sebelum melanjutkan salam perpisahannya.
"See you next time, Rin."
Airin mengangguk melihat sang lelaki yang berjalan menjauh dari jangkauannya.
"See you when i see you."
Beberapa saat setelah itu, Ia pulang ke kediamannya, merebahkan diri pada kasur tak berpenghuni. Tidak ada Cherié malam ini, ia menginap di rumah temannya.
Airin membasuh dirinya, keluar dari kamar mandi dengan rambut basah kuyup. Diusap-usapkan handuk ke surainya. Harus ia akui, pertemuan singkat beberapa waktu lalu masih belum dapat sirna dari pikirannya.
Pada hari yang telah berganti, ruang yang berbeda, Airin tahu mereka masih menatap mega yang sama. Mega penuh bintang berpijar. Airin menyalakan laptop, membuka situs radio.
"Ketemu lagi bersama saya, sedang di lokasi streaming konser GOT7 Album Turbulence, dengan tema Got Love di Indonesia! Mari sama-sama kita saksikan penampilan solo yang telah disiapkan oleh GOT7!"
Hening dari penyiar, hanya suara teriakan samar-samar terdengar dari penggemar. Masing-masing anggota menyiapkan penampilan dengan baik.
Yugyeom menari dengan musik romantis.
Bambam dengan rap Thailand andalannya, seperti biasa. 7th Heaven.
Jinyoung dan Jackson, bernyanyi duet lagu cinta Mandarin.
Youngjae bernyanyi lagu ballad dengan piano.
Kemudian, tiba saatnya sang rapper dengan suara yang terdengar familiar di telinga Airin. Jantungnya berdegup kencang, sungguh.
"For my Ahgase. And in the name of Ferris Wheel, I fulfilled my promise." Senyuman terukir di wajahnya, begitu alunan nada mengalir dari petikan gitar lelaki itu.
"나 오늘 햇살에 비친 널 보네 미치도록 눈부신 넌 내게 가슴에 태양을 심어 주네 오늘은 너와 나 둘이서 함께해.
I see you reflected in today’s sunlight. You are crazily radiant. You plant the sun in my heart. Let’s you and I be together today."
"내 옆에 있어 줄래 by my side 니 손을 잡아도 돼 Don’t be shy 오늘은 우리 서로 다가와 너 오늘 유난히 내게는 lovely 이 밤은 우리에게 Just one chance 지금 널 안아도 돼 Don’t be afraid 오늘은 우리 서로 다가와.
Will you be by my side? Can I hold your hand? Don’t be shy. Today we come together .Today you are especially lovely to me. Tonight is our Just one chance. Can I hug you? Don’t be afraid. Today we come together."
"Let me hold your hand 이 푸른 바다 위에 날 봐줘 baby 지금 날 안아줘 lady you drive me crazy 시원한 바람과 둘이서 Let me hold your hand 이 푸른 바다 위 날 안아줘 지금 나를 안아줘 시원한 바람과 너와 나 둘이서.
Let me hold your hand? Atop this blue ocean, look at me baby. Hug me now lady you drive me crazy. With the cool breeze, the two of us. Let me hold your hand? Embrace me atop this blue ocean, Embrace me now. With the cool breeze, the two of us."
Kemudian nyanyiannya terhenti sejenak, iringan gitar yang indah masih memenuhi ruangan indoor tersebut. Ia melanjutkan Rap andalannya, sedikit bernarasi.
"Will you hold my hand, baby?
Hold my hand wherever you go, please don’t let go.
I will cherish you baby, I will make memories everyday.
Will you believe me now? Don’t listen to what other people say, will you for me?
I follow your heart. So girl, just let me hold your hand.
Let's meet again, someday."
Beberapa menit, Airin larut dalam suara Mark yang merdu hingga memejamkan matanya. Sedikit tersipu karena paham bahwa lagu ini ditujukan untuknya, Airin menatap langit malam tersenyum. Airin bernarasi tertuju pada bintang-bintang di langit yang ia percaya akan menyuratkan pesan pada tujuannya, Mark Tuan.
"I would like to see you again, and let you hold my hand."
끝.