“Woy ini siapa yang ngambil danus nggak nyatet nama!” Teriak Lisa histeris melihat kue dagangannya sudah sisa separuh tapi kertas nama pembeli masih kosong. Anak-anak kelas langsung terdiam mendengar teriakan cempreng Lisa. Tak ada yang mau mengaku.
“BAYAR WOY NGGAK BERKAH NIH!” Lanjutnya sambil memukul meja. Chaeyoung yang melihat sahabatnya berteriak dengan suara cemprengnya itu mulai tidak tahan, “Duh apaan sih, Lis. Berisik tau.” Kesalnya.
Lisa mendengus, “Ini pada nggak mau ngaku ngambil danus gue. Aduh acara sebulan lagi target danus belum kekejar lima puluh persen... bisa mati gue diamuk Jaebum...”
Saat Lisa sibuk merengek pada Chaeyoung tentang acara OSIS tahun ini, seseorang menyerahkan secarik kertas berisi beberapa nama-nama anak kelas kepada Lisa.
“Nih.”
Lisa mengernyitkan dahi dan menoleh pada orang itu, “Eh... ini apaan? Bukan daftar remedial matematika kan?” Tanya Lisa takut. Takut melihat namanya ada di kertas itu.
Bambam terkekeh mendengar pertanyaan Lisa, “Ya bukan lah. Kalau ini daftar remedial matematika, pasti ada nama lo.” Canda Bambam membuat Lisa membulatkan matanya.
“Enak aja lo. Gini-gini kemaren gue ngisi 6 soal dari 10! Keren kan?” Kata Lisa sambil mengangkat alis dengan bangga.
“Yaelah itu mah mau lo bener semua juga tetep aja remedial.”
Lisa mendengus, “Sombong lo. Mentang-mentang kemaren nggak remedial. Huu nggak solid. Ya udah, ini daftar nama apaan?”
“Yang beli danus lo.”
Lisa terdiam sesaat lalu tersenyum senang, “Huaaa makasih Bam! Akhirnya lo berguna dikit huhuhu gue terharu...” Kata Lisa sambil berpura-pura menangis terharu. Bambam hanya dapat bergidik ngeri sambil berjalan kembali ke bangkunya.
“Cieee Bambam diem-diem suka merhatiin ya…” Goda Chaeyoung sambil menyenggol lengan Lisa. Lisa hanya melengos. Pasalnya, ia dan Bambam memang teman masa kecil. Tak ada yang aneh baginya. “Si Bambam mah kecebong di selokan juga diperhatiin.” Balas Lisa asal.
Chaeyoung yang belum puas lanjut menggoda Lisa tentang Bambam sementara Lisa sibuk memeriksa daftar nama di kertas itu. “Eh… Tunggu deh… Kayaknya…” Gumam Lisa.
Chaeyoung mengangkat alis, “Kenapa? Lo tiba-tiba naksir Bambam?” Godanya lagi.
“ELO NGAMBIL DANUS GUE YA” Kata Lisa dengan suara meninggi. Chaeyoung tersentak mendengar teriakan Lisa lalu menelan ludah, “Eh… emang iya ya? Aduh gue nggak nyadar abis keliatan enak banget sih kuenya… khilaf nih hehehe mohon maaf.” Kata Chaeyoung sambil membuat tanda ‘peace’ dengan jarinya.
-0-
Bel pulang berbunyi, para murid bergegas meninggalkan kelas masing-masing. Ada yang langsung pulang, ke tempat les, ada juga yang terburu-buru menuju ke ruang sekretariat ekskul masing-masing. Seperti Lisa. Ia berjalan cepat karena takut diamuk Jaebum jika terlambat.
Begitu sampai di sekretariat OSIS, Lisa melepas sepatunya dan melangkah masuk, “Jaebum I’m coming…!!” Teriak Lisa heboh. Jaebum menggelengkan kepala melihat kelakuan temannya yang satu ini.
“Nih proposalnya. Hari ini ke bubble tea deket sekolah, ke salon mamanya Jackson, sama ke cafenya Kak Suzy, alumni kita.” Kata Jaebum sambil menyerahkan beberapa map coklat pada Lisa. Lisa mengangguk mengerti, “Yaudah yuk cabut.”
“Gue sibuk. Lo sendiri aja ya.” Kata Jaebum yang sudah kembali berkutat dengan laptopnya.
Mendengar itu, Lisa langsung merengek. “Ih ini tiga tempat loh! Mana lokasinya jauh-jauhan lagi…”
“Lis…” Kata Jaebum dengan nada memohon namun memasang ekspresi tegasnya. Membuat Lisa terdiam tidak berani membantah, “Hmm… yaudah deh… ongkosin ya tapi.”
“Pake duit lo aja dulu, nanti gue ganti minta kas ke bendahara.”
Lisa mendengus sambil melangkah keluar dengan kesal. Ia ingin meneriaki Jaebum tapi ia tahu Jaebum sebagai ketua panitia berada di posisi yang lebih sulit darinya.
“Liat aja nanti… gue minta ganti ongkos dua kali lipat…” Geram Lisa sambil mengikat tali sepatu.
“Lis.”
Lisa mengangkat kepalanya dan mendapati Bambam di hadapannya. Ia langsung menepuk dahinya lantaran lupa memberi tahu Bambam kalau hari ini ia harus mengantarkan proposal. Bambam pasti sudah menunggu.
“Uh... Gue hari ini harus nganter proposal… Sorry lupa bilang.” Kata Lisa sambil menggigit bibir bawahnya.
“Yaudah yuk.”
Lisa mengernyitkan dahi, “Hah? Yuk apaan? Lo pulang duluan aja kan gue mau nganter proposal.” Tanya Lisa bingung.
“Iya ayo gue anterin.”
“Seriusan?”
Bambam gemas sendiri melihat Lisa yang tampak tidak percaya, “Iya ayo buruan. Kalau nggak gue pulang nih.” Ancam Bambam.
Lisa mengangguk cepat, “Siap bos! Nanti gue traktir tom yam deh tapi lo yang bayar.”
“Itu mah jadi gue yang nraktir Lis…” Kata Bambam sambil mencubit kedua pipi Lisa. Membuat pipi Lisa memerah karena kedekatan yang tiba-tiba ini.
“Apaan sih lo.” Kata Lisa salah tingkah.
-0-
Lisa turun dari motor dan melepas helmnya begitu sampai di salon milik ibunya Jackson, “Tumben baik. Biasanya nista banget lo.” Komentar Lisa sambil menyodorkan helm itu pada Bambam.
“Yang gini-gini nih… suka nggak tau terima kasih.” Dengus Bambam.
Lisa terkekeh, “Canda ih… yaudah gue masuk dulu ya.” Kata Lisa sambil melambaikan tangan ke arah Bambam.
Cantik.
Sejak kecil, memang hanya Lisa yang paling cantik menurutnya. Karena memang hidupnya selalu dipenuhi Lisa. Namun ia pikir, seiring berjalannya waktu ia akan menemukan yang lebih cantik dari Lisa. Tapi sampai detik ini, predikat “paling cantik” itu masih melekat pada Lisa. Ia pun sadar, ini bukan masalah waktu yang akan membuatnya bertemu lebih banyak gadis cantik, tapi ia sendiri yang membuat predikat itu hanya dapat melekat pada Lisa.
Bambam pernah menyimpulkan bahwa ia menyukai Lisa. Kenapa? Karena Lisa cantik. Tentu saja. Ia pun bertanya pada dirinya sendiri, bagaimana saat Lisa tidak cantik? Wah, Bambam mulai memutar otak.
Lisa?
Tidak cantik?
Kapan?
Dari sanalah Bambam menyimpulkan bahwa bukan kecantikan Lisa yang membuatnya menyukai gadis itu. Fakta bahwa Lisa ada di dekatnya sudah bisa membuatnya tersenyum seperti orang bodoh.
“Jomblo amat oy.”
Bambam menoleh ke sumber suara dan mendapati Jackson yang baru keluar dari salon milik ibunya. “Jih kok lo di sini?” Tanya Bambam
“Yaelah ini kan punya nyokap gue.”
“Oh iya lupa,” kata Bambam sambil nyengir kuda, “Kok lo tau gue di sini? Jangan-jangan lo ngestalk gue ya? Bener kan ternyata selama ini lo fans gue.” Lanjutnya.
Jackson memandang Bambam dengan tatapan merendahkan “Enak aja lo. Gue tadi ketemu Lisa di dalem. Gue tanya ke sini bareng siapa, terus dia bilang bareng lo… Bisaan ya lo, ngegas banget.” Komentar Jackson.
“Lah gue emang biasanya pulang bareng kok.” Sanggah Bambam.
“Ya ini kan bukan nganter pulang…” Belum selesai Jackson bicara, Lisa datang dan memotong perkataannya.
“Jackson! Bambam!” Teriak Lisa sambil berlari dengan wajah sumringah.
Jackson menghela nafas, “Cewek lo makan toa apa gimana sih?” Tanya Jackson sambil menutup telinga lantaran teriakan cempreng Lisa memekakkan telinga. Mendengar Jackson menyebut Lisa sebagai ‘cewek lo’ membuat wajah Bambam bersemu.
“Jackson, bilangin ke nyokap lo ngasih sponsornya yang gede ya, nanti salonnya gue promosiin abis-abisan!” Pinta Lisa dengan semangat.
“Iya iya udah sana hush hush.” Canda Jackson.
Lisa mencibir kesal, “Ih diusir… Yaudah yuk Bam, satu tempat lagi. SEMANGAT! GO GO BAMBAM GO!” Kata Lisa sambil tanpa sadar memukul pundak Bambam dengan keras. Sementara itu, yang dipukul tidak bisa merasakan sakit, ia sibuk memikirkan cara menetralkan detak jantungnya sekarang.
“Wah parah lo Lis. KDRT ini mah. Gue laporin Kak Seto nih.” Jackson terkekeh melihat tingkah Lisa yang begitu semangat memukul Bambam.
“Jih Kak Seto mah perlindungan anak kali.” Kesal Lisa
“Oh iya ya… terus kalau Bambam apa dong?” Goda Jackson.
Lisa terdiam.
Bambam? Bambam itu… apa ya?
Bambam yang belum siap mendengar jawaban Lisa buru-buru mengalihkan pembicaraan, “Udah yuk Lis. Ngapain ngeladenin Jackson.” Katanya sambil menyerahkan helm pada Lisa. Lisa pun tersadar dari lamunannya dan memakai helm itu, “Iya ya… nggak jelas si Jackson mah.”
Jackson yang disudutkan merasa tidak terima, “Heh, nanti gue bilangin ke nyokap nggak usah ngasih sponsor.” Ancam Jackson. Lisa yang baru saja naik ke motor langsung panik, “Eh jangan dong… Jackson baik deh ganteng unch.” Bujuk Lisa.
“Nah gitu dong… Udah gih sana ntar keburu malem malah keenakan si Bambam.” Kata Jackson.
Bambam langsung sewot, “Jih apaan lo enak aja. Udah ah cabut dulu ya!” Kata Bambam pamit sambil menyalakan mesin motornya. Lisa sudah bersiap memegang jok belakang motor. Melihat itu, Jackson tersenyum jahil, “Jangan pegangan ke jok belakang Lis, ke depan aja. Kasian pinggang Bambam dianggurin!”
Mendengar itu, Bambam tidak tahu harus mengumpat atau berterima kasih pada Jackson.
Lisa mengernyit bingung, “Ya masa pinggang Bambam gue gelitikin, nanti jatoh!” Kata Lisa setengah berteriak karena motor Bambam sudah melaju.
Bambam tersedak mendengar ucapan Lisa. Yang benar saja, masa ia tidak mengerti maksud Jackson?
Beberapa meter dari salon milik ibunya Jackson, Lisa menepuk pundak Bambam pelan.
“Hmm?” Tanya Bambam yang masih fokus mengendarai motornya.
“Emang gue boleh meluk pinggang lo pas naik motor?” Tanya Lisa polos.
Bambam tersedak untuk kedua kalinya. Pertanyaan macam apa ini? Ia tidak menyiapkan diri untuk pertanyaan polos dari Lisa.
“Uh… ya… kenapa nggak?” Tanya Bambam gugup. Sejurus kemudian, ia merasakan sepasang lengan melingkar di pinggangnya.
Deg.
Bambam bersyukur ia memakai helm sehingga Lisa tidak bisa melihat wajahnya yang memerah. Tanpa tahu gadis yang duduk di belakangnya juga sedang tersenyum dengan wajah memerah dibalik helmnya.
-0-
Kini mereka sudah sampai di café milik alumni mereka, Kak Suzy. Bambam memilih untuk ikut masuk sekalian memesan minuman sambil menunggu Lisa yang mengantar proposal. Tiba-tiba, kejadian di motor barusan melewati pikirannya.
“Lisa mikir apa sih tadi… bikin orang jantungan aja…” Gumam Bambam.
Ia sudah tahu apa arti Lisa baginya. Yang ia tidak tahu adalah apa arti dirinya bagi Lisa? Kejadian tadi cukup membuatnya besar kepala mengingat sikap Lisa yang biasanya cuek dan santai. Tapi, ia tidak mau terlalu sombong dulu. Ia takut ia merasakan ini sendirian.
Di tengah lamunannya, Lisa datang sambil membawa segelas vanilla milkshake pesanannya. “Sorry lama.” Kata Lisa kemudian mendudukkan dirinya di kursi seberang Bambam.
“Iya nggak apa-apa.”
Hening.
Sejak kapan mereka canggung begini? Biasanya Selalu ada saja topik yang dibicarakan. Dan delapan puluh persennya tidak beresensi dan hanya mereka yang mengerti. Tapi sekarang, tampaknya mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.
“Lis.” Panggil Bambam memecah keheningan.
Lisa merasakan jantungnya berdegup kencang. Sudah ribuan kali Bambam memanggil namanya, namun baru kali ini ia merasakan ada sesuatu yang berbeda. Entah dari Bambam, maupun dirinya sendiri.
“Uh… Ya?” Tanya Lisa gugup.
“Menurut lo… gue itu apa?”
Deg.
Lisa tidak mempersiapkan diri untuk pertanyaan ini. Ini lebih sulit dari ulangan matematika dari Pak Wooyoung.
“Menurut gue… lo itu… Bambam…?” Jawab Lisa ragu. Ia merutuki dirinya sendiri karena jawaban itu.
Bambam menghela nafas, “Segitu aja?”
Lisa menelan ludah. Banyak yang terlintas di pikirannya namun ia tidak bisa merangkainya dalam kata-kata. “Ya… nggak… lo… lebih dari segitu aja…”
Bambam mengernyitkan dahi tak mengerti, “Hah?”
“Ya… lo itu punya banyak arti buat gue… gue nggak bisa milih, Bam.”
Bambam tersenyum lega mendengar jawaban Lisa. Namun, ia masih belum puas. “Banyak arti? Kayak gimana?”
Lisa menghela nafas panjang, “Ya… lo itu temen remedial gue, nista, tebengan gue… apa lagi ya…” Gumam Lisa sambil memasang wajah serius. Membuat Bambam mendengus, “Jelek amat ya…”
Lisa tersenyum senang sudah bisa mencairkan suasana, “Tapi serius deh… Lo tuh tebengan paling top belum pernah pensiun sampe sekarang.” Canda Lisa.
Bambam mencibir, “Huh… Yaudah gue pensiun ah.” Canda Bambam.
Lisa membulatkan matanya panik, “Eh kenapa?! Dadakan banget kayak tahu bulat?!”
“Suka-suka gue dong.” Balas Bambam sambil menahan tawa. Lisa mudah sekali ditipu. Sangat naïf. Inilah salah satu penyebab Bambam tidak bisa membiarkan Lisa sendirian.
“Ih kok gitu sih… gue belum cari tebengan lain nih…” Rengek Lisa. Bambam yang tak tahan menahan tawa pun terkekeh, “Ya elah canda kali…”
Lisa mengerucutkan bibirnya, “Bikin panik aja lo… Eh tapi iya juga ya…”
“Apa?”
“Lo kalau udah punya gebetan bilang-bilang ya.” Pinta Lisa.
“Lah kenapa?” Tanya Bambam. Ia bingung Lisa tiba-tiba membahas masalah gebetan.
Lisa menelan ludah. Membayangkan Bambam memiliki pacar membuatnya merasa aneh, “Ya… soalnya gue harus siap-siap nyari tebengan baru…”
Bambam mengernyitkan dahinya, “Karena?”
“YA KARENA JOK BELAKANGNYA BUAT PACAR LO GIMANA SIH.” Jawab Lisa geram. Ia ingin segera mengakhiri pembicaraan ini. Melihat reaksi Lisa, Bambam tersenyum kecil.
“Ya nggak lah kan gue tebengan lo.”
Lisa menghela nafas, “Ya nanti pacar lo mikir yang aneh-aneh lagi.”
“Nggak bakal.”
“Ya bakal lah!”
“Nggak.”
Bambam yang ngotot membuat Lisa gemas sendiri. Apakah Bambam benar-benar tidak mengerti? Di mana common sense-nya? Cewek kan gampang cemburu. “Aduh bener-bener deh… Lo ginian aja nggak ngerti… gimana mau punya pacar?”
Bambam mengangkat sebelah alisnya penuh tanya.
“Ya cewek tuh gampang cemburu, Bam. Payah lo ah.”
“Gue juga tau kali.”
“Nah tuh tau, kenapa masih nanya.”
Bambam terdiam sejenak. Setelah memikirkan matang-matang, keputusannya sudah bulat. “Ya karena gue tau gimana caranya biar nggak cemburu.”
Lisa membulatkan matanya, “Wah parah… lo mau selingkuh gitu di belakang pacar lo? Yaampun gue nggak nyangka…”
“Eh bukan gitu ya ampun…” Sanggah Bambam sambil mengacak rambutnya karena Lisa malah jadi salah paham.
“Terus apa?”
“Terus… terus… nabrak.” Canda Bambam
“HEH.”
“Iya-iya ampun… kepo banget nih gimana caranya?” Goda Bambam.
“Buruan ih lama.”
“Caranya… Lo aja yang jadi pacar gue.”