home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Miracle In December

Miracle In December

Share:
Published : 30 Dec 2016, Updated : 30 Dec 2016
Cast : Oh Sehun, Lee Kirin (You), Im Nami (Kirin's Friend), Tao (Kirin's Friend), Byun Baekhyun,
Tags :
Status : Complete
23 Subscribes |2380 Views |23 Loves
Miracle in December
CHAPTER 1 : Miracle In December

 “KIRIIIIIN!” sebuah suara membuyarkan lamunanku siang ini. Suara yang cukup sering aku dengar, suara itu adalah suara Nami, Im Nami, satu-satunya sahabat perempuan yang kumiliki selama aku kuliah di tempat ini.

“Apaan sih, nggak usah teriak Nami.”

“Aku punya 2 kabar penting, pertama kabar buruk dan kedua kabar baik. Mau pilih yang mana dulu?” lanjutnya sesaat berada tepat di depanku.

“Kabar buruk.” Jawabku sekenanya.

“Sehun beneran anaknya orang kaya.” Jawab Nami cukup girang.

“Kabar baik?”

“Tapi keluarganya baik-baik semua kok.”

Sedetik setelah Nami menyelesaikan ucapannya langsung saja kupasang headphone menutupi telingaku. Entah mengapa aku tak sbegitu berminat berbicara tentang Sehun kali ini. Kuputar beberapa lagu yang menjadi playlist wajib pada handphone-ku. Pikiranku kini melayang jauh hingga tepat pada kejadian dimana sebuah rasa itu dimulai.

23 Desember 2014.

“Sehun, maaf ya tadi aku ada kelas jadi nggak bisa jawab chat kamu.”

“Nggak apa-apa kok udah selesai juga tugasnya. Ini.” Sehun menyerahkan selembar kertas kepadaku. Kertas itu berisi tugas staff magang Departemen Pengabdian Masyarakat di himpunan jurusanku. Ya, aku menjadi koordinator staff magang sehingga semua tugas harus dikumpulkan padaku.

“Tapi yang tadi kamu tanyain udah bener semua kok. Oh iya, aku duluan ya, mau ngumpulin ini ke Myunghoon Sunbae.” Kataku seraya bergegas meninggalkan Sehun.

“Biar aku bantu.” Sehun meraih semua kertas yang tadinya berada di dekapanku. Sehun mulai berjalan menuju ruang himpunan, akupun mengiringi langkahnya.

“Pengabdian masyarakat seru ya? Kamu berniat masuk departemen apa pada periode kepemimpinan baru nanti?” kataku berusaha membuka percakapan.

“Nggak tahu nih. Kayanya ikut Chanyeol aja deh, dia masuk apa. Soalnya nggak ada departemen yang buat aku tertarik sama sekali.” Timpalnya sembari terus menghadapkan wajahnya ke depan. Chanyeol, Park Chanyeol, adalah sahabat dekat Sehun. Mereka selalu bersama kapanpun dan dimanapun, kecuali saat ini.

“Ah... masuk pengabdian masyarakat lagi aja yuk, bareng aku hehe.” Kataku cukup kikuk. Entah mengapa jika di samping Sehun nampaknya otakku melemah. Beribu topik yang ingin kuutarakan menghilang begitu saja.

“Boleh.” DEG. Aku terkejut dengan jawaban itu. Kupandangi Sehun cukup lama hingga tak terasa Sehun juga menatapku sembari memamerkan sunggingan bibirnya yang begitu manis.

“KIRIIIIIIN!” Suara Nami kembali membuyarkan lamunanku.

“Nami-ya. Menurutmu kenapa Sehun masuk departemen pengabdian masyarakat lagi?” kutatap Nami cukup dalam.

“Karena dia ingin memenuhi janjinya ke kamu.”

“Tapi dia bahkan nggak berjanji. He just said ‘boleh’ not ‘oke, aku janji’. Terus Chanyeol dan semua teman-temannya juga masuknya departemen olahraga.”

“Kirin, dengerin. Semakin kamu bikin kemungkinan-kemungkinan yang ada, semakin perasaan kamu itu dilambungkan. Kan kamu sendiri juga yang bilang, kalau cowok yang suka sama cewek pasti...”

“Mendekati cewek yang dia suka.” Potongku.

“Siapa yang suka siapa?” Tao muncul entah darimana.

“Nggak...” jawabku cukup lesu.

“Wah, jinjja! Kedekatan kita ternyata nggak cukup berarti sampai ada rahasia-rahasiaan gini ya? Siapa Kirin? Siapa yang kamu suka? Biar aku bantu!” kata Tao cukup bersemangat.

“Biar aku bantu, cih!” kataku sembari memukul kepala Tao dan bergegas merapihkan barang-barangku, “Aku kelas dulu ya, nanti ketemu di sini lagi aja.”

“Ya! Kirin! Lee Kirin! Siapa?”

***

Rabu. Rabu adalah hari yang cukup membuatku bersemangat pergi ke kampus. Bagaimana tidak, hanya pada hari ini aku bisa melihat wajah Sehun dengan leluasa. Hanya pada hari ini saja selama satu minggu aku mendapatkan jadwal kelas yang sama dengan Sehun.

Aku tak pernah menyangka mengapa pada akhirnya hati ini berlabuh pada Sehun. Sosok yang bahkan aku belum mengenalnya dengan baik. Sosok yang bahkan hanya bisa kuamati tanpa bisa kudekati. Sosok yang begitu dekat tapi begitu sulit untuk aku gapai. Lagi-lagi pikiran ini menerawang jauh di kala untuk kedua kalinya dia membuatku terdiam terpaku. Laki-laki yang begitu irit berbicara namun dahsyat untuk dipuja.

23 Desember 2015

“Kirin, kamu tunggu di sini sebentar ya nanti kalau si Hyejung udah kesini kamu boleh pergi.” Kata Yoondo Sunbae sembari meninggalkan arena taman bermain. Hari ini adalah hari dimana departemen pengabdian masyarakat mengadakan sebuah acara bakti sosial yang dikhususkan untuk anak-anak yang kurang beruntung nasibnya. Acara ini berupa acara bermain-main yang diselipkan beberapa nilai pelajaran yang ingin diberikan oleh departemen pengabdian masyarakat kepada anak-anak yang mengikuti acara ini.

Dari jauh aku memandangi Sehun yang tengah membantu Younggook mempersiapkan beberapa permainan. Dari saat itu hingga sekarang aku melihat Sehun selalu sama. Laki-laki yang pendiam dan sangat misterius. Tapi justru itu yang membuatku ingin mengenal Sehun lebih dalam.

“Kirin-ah, sini!” Younggook setengah berteriak sembari melambaikan tangannya memerintahkan aku untuk mendekatinya. Sehun tak bergeming dari posisinya. Kuturuti saja perintah itu.

“Ada apa?”

“Bantu aku menyiapkan permainan ini nanti akan kuberi hadiah boneka jerapah. Kau suka itu kan?”

“Jinjja? Bagian mana yang harus aku bantu?” Younggook menunjuk sesuatu yang sedang dikerjakan Sehun. Dengan langkah yang cukup ragu kuhampiri posisi Sehun. Belum sempat aku sampai di depannya, Sehun langsung berdiri.

“Aku pergi dulu ya Younggook.” Sehun meninggalkan aku dan Younggook berdua. Dia tak menoleh padaku.

“Gomawo Sehun-ah!” teriak Younggook saat Sehun mulai jauh. Sehun hanya memberikan isyarat “OK” yang dia bentuk dengan jari-jarinya.

Aku pikir saat dia memutuskan untuk masuk departemen pengabdian masyarakat ini dia benar-benar ingin berteman denganku. Ya karena memang aku yang mengajaknya. aku kasian setiap kali melihat dia sendiri pada setiap acara departemen ini. Tapi dia selalu datang. Aku selalu mencoba mendekati dia saat dia sendiri. Tapi otakku benar-benar melemah kapanpun aku melihatnya. Mulutku seolah terkunci dan tak ada satu katapun keluar dari mulutku.

“Ya! Kirin!” Younggook mengagetkanku.

“Eo? Apa?”

“Menurutmu aneh nggak sih Sehun memilih masuk departemen ini? Padahal semua teman-temannya masuk departemen olahraga. Hmm, maksud aku semua alumni SOPA masuk departemen olahraga. Padahal departemen ini juga departemen buangan kan. Pasti ada sesuatu yang membuat Sehun memilih departemen ini. Dan katanya, Sehun hanya memilih departemen ini. Padahal kan kita diberi 3 pilihan departemen kan?” jelas Younggook panjang lebar.

DUG. Sebuah suara pukulan yang cukup keras mampir di kepala Younggook. Tanpa kami sadari Yoondo Sunbae telah berada di belakang kami.

“Departemen mana yang buangan, eo?” aku tak tahan menahan tawa melihat raut Yoondo Sunbae yang cukup marah dengan perkataan Younggook tadi.

“Hahahahaha, nggak ada Sunbae, nggak ada departemen buangan kok, hahahahaha.” Younggook cukup gemetar membalas pertanyaan Yoondo Sunbae.

“Kerja saja yang benar tidak usah komentar urusan orang!”

“Baik Sunbae.” Younggook kembali mengerjakan pekerjaannya.

“Kirin kau boleh beristirahat sekarang.” Yoondo Sunbae mengambil alih pekerjaanku.

“Wah, gomawo Sunbae.” Jawabku seraya bergegas meninggalkan taman bermain itu menuju ruang himpunan.

Aku jadi kepikiran perkataan Younggook tadi. Benar juga, mengapa Sehun memilih departemen ini? Apa benar karena aku yang mengajaknya waktu itu? Ngomong-ngomong tadi Sehun kemana ya?

“Kirin, annyeong!” sebuah suara yang cukup berat mengagetkanku dari arah belakang. Langsung saja kutolehkan kepalaku. Seketika langsung saja kudibuat terpaku oleh sosok yang kulihat.

“Eo, Sehun, annyeong!” Sehun mempercepat langkahnya. Kini dia telah berada tepat di sampingku.

“Kamu darimana? Dan mau kemana?”

“Tadi beli sesuatu untuk permainan lempar bola terus mau ke ruang himpunan, tadi disuruh istirahat sama Yoondo Sunbae.”

“Eo...” kusunggingkan senyumku yang cukup kaku. Ini artinya aku harus berjalan sepanjang ini bersama Sehun. Cukup lama kami diam. Aku tak tahu harus membuka percakapan seperti apa dan nampaknya begitu pula dengan Sehun.

“Kamu kenapa suka jerapah?” DEG. Entah mengapa setiap perkataan yang keluar dari mulut Sehun akan begitu menggemparkan untukku. Ternyata dia mendengarkan percakapanku dengan Younggook tadi.

“H.. hah?” otakku mulai melemah. Kutolehkan kepalaku ke arah Sehun

“Kenapa kamu suka jerapah?” Sehun menatapku cukup dalam.

***

“2016 masih telat juga ya Lee Kirin!” suara teriakan Tao menyeruak ke seisi ruangan kelas. Semua mata beralih menuju ke arahku. Yaish, Tao!

Tao melambaikan tangannya ke arahku. Dia menyuruhku menuju tempat duduk di sampingnya. Seperti biasa, aku, Tao, dan Nami selalu duduk pada barisan depan. Ketika kuhendak menuju posisi dimana Tao berada aku melihat Sehun duduk di samping Chanyeol dan Baekhyun. Dia mengenakan jaket denim biru muda. Tampan.

“Biar aku tebak siapa yang kamu suka!” ucap Tao seolah menodongku.

“Apaan sih pagi-pagi deh!”

“Chanyeol? Baekhyun? Suho? Kai? Kris? Pasti diantara mereka iya kan? Cewek-cewek kan suka sama anak-anak dari departemen olahraga.”

“Sotoy. Nami mana?”

“Izin nggak masuk dia. Sakit perut katanya.” Kuanggukan kepalaku sembari mengambil buku di dalam tasku.

“Tao-ya, ini kosong nggak?” sebuah suara yang cukup aku kenal menyeruak tepat di telingaku.

“Ah, Sehun. Kosong kok kosong. Kok tumben di depan?”

“Nggak apa-apa.” Jawab Sehun cukup tenang.

“Siapa?” tanya Tao kembali mengarahkan wajahnya padaku. Kutimpali dengan isyarat agar Tao tidak berisik, “Kenapa emang?”.

“Kita mulai kuliah ya anak-anak.” Suara lantang Prof. Kim semakin membesar dari arah belakang. Kugerakkan kepalaku mengarah pada Prof. Kim agar Tao bisa diam.

Sepanjang kelas fokusku cukup buyar dengan keberadaan Sehun. Lagi-lagi setiap tingkah yang dia lakukan begitu patut untuk kutanyakan. Mengapa? Mengapa dia memilih duduk di depan sedangkan semua teman-temannya berada di belakang?

“Kuliah ini selesai sampai disini dulu ya. Jangan lupa tugasnya dikumpulkan minggu depan. Selamat siang semuanya.” Suara Prof. Kim mengakhiri kelas hari ini.

“Selamat siang Prof.”

“Tao-ya, bisa ajarin aku ngerjain tugasnya nggak?” tanya Sehun tepat saat Prof. Kim meninggalkan kelas.

“Waduh, jangan tanya aku. Aku aja minta ajarin Kirin. Minta ajarin Kirin aja!”

“Eo...”

“Kirin, aku titip dulu ya. Aku mau ketemu Prof. Jung dulu. OK? Gomawo.” Langsung saja Tao pergi meninggalkanku padahal aku belum mengiyakan sama sekali.

“Ya!!!”

Perlahan-lahan semua anak meninggalkan kelas. Kini hanya ada aku dan Sehun di ruangan ini. Aku yang harus menunggu hingga Tao kembali dan Sehun yang aku tak tahu mengapa dia masih bertahan disini.

“Kirin-ah.” Suara Sehun memecahkan keheningan yang terjadi di antara kita.

“Eo? Waeyo?”

“Boleh minta ajarin cara ngerjain tugas buat minggu depan nggak?”

“Hah? Ah... Boleh-boleh.” Jawabku cukup kaku. Sehun beranjak dari tempat duduknya dan mulai mendekatiku.

“Mau diajarin dari mana?” tanyaku seraya menoleh ke arah Sehun.

“Dari sini saja.” Sehun menatapku tajam. Tatapan itu. Tatapan itu yang selalu aku terima kapan saja aku berbicara dengan Sehun. Tatapan yang tidak kuketahui apa artinya.

Sekuat tenaga kujelaskan setiap detail cara pengerjaan tugas pada Sehun. Di sisi lain kutahan juga rasa deg-degan yang terus menyeruak. Seseorang yang kamu pikirkan tiap hari tengah berada di sampingmu, mendengarkan apapun yang kamu katakan, dan kalian hanya berdua di sebuah ruangan.

Gomawo Kirin-ah.” Kata Sehun setelah aku menjelaskan apapun yang dia tanyakan.

“Eo. Gwaenchanha hehe.”

“Kamu masih suka boneka jerapah?”

“Hah? Ah... Boneka jerapah? Hehe. Aku selalu suka boneka jerapah dari dulu hingga sekarang.” Sehun menganggukkan kepalanya. Dia bergegas merapihkan barang-barangnya meninggalkan kelas.

“Kirin, annyeong.” Sehun kini telah meninggalkanku sendiri di ruang kelas ini. Dan dia kembali meninggalkan suatu rasa yang aku tangkap dari mata lalu turun begitu saja ke hati.

***

“Aku tuh selalu nggak bisa nebak perasaan Sehun sebenernya kaya gimana. Dia itu misterius banget. Aku nggak bisa nangkep setiap tingkah laku yang dia lakuin ke kamu.” Nami menanggapi ceritaku pagi ini.

Aku terdiam. Akupun merasakan hal yang sama seperti yang Nami katakan.

“Tapi aku ngerasain perbedaan sifat Sehun ke kamu sih. Aku tahu dulu dia kaya berusaha buat dekat sama kamu. Meski aku nggak tahu maksud dia mendekati kamu itu apa. Dan sekarang dia kaya menjauh dan menghindari kamu. Ya, ngomong sama kamu seperlunya aja.”

“Kamu tahu kan gimana nggak bisa ngomongnya aku kalau udah dihadapkan sama Sehun. Jadinya kelihatannya tuh aku kaya yang jutek ke dia. Padahal nggak. Ditambah lagi aku sebel waktu itu semua cewek SOPA tuh nanyain ke aku gimana aku bisa dekat sama Sehun, ini itu, dan sebagainya. Aku tuh risih sama cewek-cewek itu. Dan aku juga tahu diri kalau aku tuh nggak selevel sama Sehun.”

“Apaan sih ngomong level-levelan. Kamu tuh sama kok kaya mereka. Jauh lebih baik malah. Mereka itu cuma cewek-cewek genit yang berharap jadi pacarnya cowok paling ganteng di SOPA.” Timpal Nami.

“Tuh kan, itu aja udah menandakan kalau aku nggak selevel sama Sehun.”

“Dari dulu tuh Sehun pendiem. Nggak ada yang tahu dia sebenernya kaya gimana. Kamu inget Jiwoo kan? Mantan Sehun waktu di SOPA dulu. Dulu waktu Sehun lagi ngedeketin Jiwoo tuh sama persis kaya dia waktu ngedeketin kamu. Makanya dulu aku sempet mikir Sehun suka sama kamu. Tapi aku juga nggak ngerti kenapa dia tiba-tiba ngejauhin kamu dan malah ngedeketin Irene.”

“Karena Irene cantik, kaya, populer, pintar, dan selevel sama dia.”

“Jadi kamu mikir Sehun kaya gitu orangnya?” kugelengkan kepalaku cepat-cepat. Aku tahu persis bahwa Sehun bukan orang yang seperti itu. Tapi tingkah Sehun kepadaku kini sungguh membuatku bingung.

“Aku harus apa, Nami-ah.” Kataku cukup pusing dengan keadaan ini.

“Kamu harus ngungkapin perasaan kamu, Kirin-ah.”

“Tapi kan kamu tahu aku tuh...”

“Terus kamu mau tetep kaya gini selamanya tanpa kamu tahu maksud Sehun dulu tuh apa dan sekarang tuh apa. Kamu pengin terus-terusan perasaan kamu diombang-ambingkan kaya gini? Mau sampai kapan, Kirin? Sampai keajaiban datang?”

“Mungkin.” Jawabku lemah.

“Cih! Keajaiban tuh nggak akan datang kalau kamu diam aja. Keajaiban itu datang kalau kamu jemput Kirin.”

“Oh.... jadi cowok yang kamu suka Sehun! Hahahaha akhirnya aku tahu!” teriak Tao dari arah belakang.

“DIEM!” aku dan Nami berbarengan memukul kepala Tao.

“Aduh sakit!” kata Tao sambil mengelus-elus kepalanya yang telah aku dan Nami beri pelajaran.

“Ayo Kirin semangat, aku Team Sehun Kirin!” ujar Tao bersemangat.

DUG. Sebuah kepalan tangan dari Nami kembali mendarat di kepala Tao.

“Aw. Sakit!”

***

Dreet... dreet... dreet...

Sebuah pesan baru telah masuk ke handphone-ku. Kuraih handphone yang sedari tadi kuletakkan di atas tempat tidur. Tertera nama Tao di layarnya. Langsung saja kubuka tanpa ragu.

Diterima: 20 Desember 2016

Aku udah dengar semuanya dari Nami. Temuin aku di sungai Han sekarang. Aku perlu ngomong sama kamu sebagai seorang sahabat laki-laki.

Hahaha, entah mengapa pesan dari Tao ini cukup bisa menghiburku pada kondisi seperti ini. Tanpa ragu langsung saja kuraih mantelku dan bergegas pergi meninggalkan rumah menuju tempat dimana Tao sekarang berada.

“Pertama, biarin aku kaget. Kirin!!!! Beneran Sehun? Sehun tuh cowok paling terpopuler dan terganteng di SOPA, semua orang pengin jadi pacarnya. Beneran? Dan, Kirin!!! Saingan kamu tuh selevel Irene. Sadar nggak?” kalimat pertama yang Tao ucapkan tepat saat aku berada di sampingnya.

“Jawabannya. Iya. Iya. Iya.” Jawabku seraya membenarkan posisi syal.

“Jawab lagi sambil tatap mata aku.” Perintah Tao seraya mengarahkan matanya ke arah mataku.

“Iya. Iya. Iya.” Kini aku menatap mata Tao cukup dalam.

“Ternyata beneran. Oke, minum ini dulu.” Tao memberikan segelas kopi hangat yang sudah ia pegang sejak tadi, “Kita duduk di sana saja.” Tao menunjuk sebuah bangku tak jauh dari posisi kami berada sekarang.

“Sebenernya aku dan anak-anak departemen olahraga sempat bingung saat Sehun memilih untuk masuk departemen pengabdian masyarakat. Karena kalau kamu mau tahu, aku dan semua mantan anak futsal SOPA, termasuk Sehun, berjanji untuk masuk departemen olahraga. Dan sekarang aku mengerti alasannya apa.” Kata Tao mengawali percakapan.

“Terus kamu pernah nanya nggak alasannya apa?”

“Pernah. Dan jawabannya ‘nggak apa-apa’ udah.” Kuanggukan kepalaku mendengar jawaban Tao.

“Kalau pendapat aku sebagai cowok. Dia suka sama kamu Kirin. Dia ngedeketin kamu karena emang dia suka kamu. Dan karena sikap kamu yang kaya gitu. Bukan. Maksud aku karena kegrogian kamu yang membuat seolah-olah kamu jutek sama dia, dia jadinya mundur. Cowok tuh nggak akan maju kalau nggak ada sinyal hijau dari cewek yang dia deketin.”

“Berarti, kenapa sekarang dia masuk departemen olahraga juga sebagai cara dia mundur?”

“Bisa dibilang gitu. Dan dia deket sama Irene juga bisa dibilang bahwa dia udah menyerah memperjuangkan kamu. Apalagi Irene kasih sinyal hijau banget kan ke Sehun. Dan, ah... kamu ingat nggak waktu malam keakraban departemen pengabdian masyarakat. Kalau nggak salah disitu kamu ditanya siapa cowok di jurusan yang bikin kamu kagum. Iya nggak?”

“Kok kamu tahu?” tanyaku cukup bingung.

“Kamu jawab Baekhyun kan?”

“Iya.”

“Younggook ngerekam itu dan dia kasih tahu ke departemen olahraga. Kamu tahu kan Younggook tuh pengin banget gabung sama anak-anak departemen olahraga. Dia tuh bakal ngelakuin apapun yang buat dia bisa deket sama departemen olahraga termasuk ngasih tahu rekaman kamu.”

“Terus hubungannya apa?”

“Aduh Kirin come on! Sehun, Baekhyun, Chanyeol, mereka tuh udah sahabatan dari kamu belum kenal Sehun dan sebaliknya. Masalah terbesarnya adalah Baekhyun tuh suka sama kamu. Kamu nggak akan pernah ngerasa ini karena selama ini kamu fokus sama Sehun, jadi apapun yang Baekhyun lakuin ke kamu, kamu nggak akan ngerasa kalau Baekhyun mencoba mendekati kamu. Itu kenapa Younggook ngasih rekaman itu ke departemen olahraga. Dan itu bikin Bekhyun makin percaya diri. Dan Sehun tahu kalau Baekhyun suka sama kamu. Aku takutnya, Sehun ngejauhin kamu karena dia nggak enak sama Baekhyun. Dan lebih-lebih dia juga tahu bahwa cowok yang kamu kagumin itu Baekhyun. Bukan dia. Aku rasa itu alasan terbesar Sehun ngejauhin kamu.”

“Tapi aku ngomong itu karena ada Sehun disitu. Kalau Sehun nggak ada aku pasti bakal bilang Sehun. Terus aku harus apa dong?” aku semakin bingung dengan keadaan ini.

“Aku tahu. Gini aja. Besok opera drama musikal yang diketuai Chanyeol sama Sehun bakal diputer. Kamu datang dan kasih hadiah ke Sehun sekaligus kamu ngomongin semua perasaan kamu ke Sehun. Gimana?”

“Hah...” kuhela napas cukup panjang.

***

“Buat semuanya, opera drama musikal ini kita berdua persembahin buat jurusan ini. Semoga semuanya bisa menangkap hal baik dari semua yang bakal dipertunjukkan nanti. Selamat menikmati.” Suara Chanyeol memenuhi seisi ruangan theater.

Kupandangi Sehun dari posisiku dimana sekarang berada. Dia mengenakan kemeja putih yang dipadupadankan dengan celana kain hitam dan gaya rambut yang dia buat ke atas. Tak terasa sesungging senyum mengiringi lamunanku pada Sehun. Hingga tak kusadari bola mata Sehun menatap tajam ke arah dimana aku berada sekarang.

Detik demi detik kukumpulkan keberanianku untuk menemui Sehun saat opera drama musikal ini selesai. Aku berniat untuk mengakhiri semua tanda tanya ini. Dengan sebuah keajaiban yang aku jemput sendiri. Keajaiban di bulan Desember. Seperti keajaiban-keajaiban yang terjadi pada Desember sebelumnya. Dimana aku berani menjemput keajaiban baru dalam hidupku yang biasa orang lain sebut “cinta”.

“Kirin! Ayo! Sekarang!” Tao setengah berteriak dari arah bawah. Kuanggukan kepalaku dan bergegas menemui Sehun di belakang panggung. Kucari-cari dimana Sehun berada. Kulihat dia tengah duduk di pojok ruangan ganti seorang diri.

“Sehun...” kataku lirih.

Sehun menengokkan kepalanya ke arahku. Sesungging senyum tipis merekah di bibirnya. Dia menatapku cukup tajam dan lama. Aku kini mulai terbiasa dengan tatapan itu.

“Hmm... Selamat ya opera drama musikalnya tadi keren banget.” Kataku cukup kaku mengawali percakapan.

Gomawo.” Jawabnya singkat.

“Hmm... aku mau ngomong kalau sebenarnya...”

“SEHUUUN!!!” sebuah suara memotong kata-kataku. Suara itu adalah milik Irene. Kini Irene tepat berada di depan Sehun dengan sekuntum bunga yang dia bawa.

“Irene, annyeong!” Sehun menyambut Irene dengan senyuman yang begitu manis. Senyuman yang baru pertama kali ini aku lihat. Aku melihat Sehun cukup bahagia dengan kedatangan Irene. Kini kulihat Irene dan Sehun sedang asyik mengobrol mengenai opera drama musikal tadi. Tanpa kusadari kumelangkahkan kakiku meninggalkan ruangan dimana aku berada saat ini. Setetes air mata jatuh membasahi pipiku hingga kusadari wajahku kini penuh dengan air mata.

BRUK. Tak sengaja kutabrak seseorang yang ada di depanku. Kuangkat kepalaku dan kulihat Nami dan Tao berada tepat didepanku saat ini. Kumenangis sejadinya.

“Udah?” tanya Tao cukup ingin tahu.

“Sehun tuh suka Irene itu faktanya.”

“Fakta apasih Kirin?” jawab Tao sigap menanggapi perkataanku.

“Aku tadi lihat, betapa Sehun senang waktu Irene datang. Beda banget waktu aku datang. Beda. Kamu juga pernah bilang kan Tao, Sehun tuh pernah bilang di departemen olahraga kalau menurut dia Irene cewek yang paling cantik di jurusan ini.” Aku kembali mengangis sejadinya.

“Cantik tuh bukan berarti Sehun suka sama dia Kirin!” kini giliran Nami mengeluarkan suara.

“STOP! Kamu sendiri Nami yang bilang kalau aku sebaiknya nggak membuat kemungkinan-kemungkinan yang bisa bikin perasaanku melambung kan? Tapi justru kamu yang buat kemungkinan-kemungkinan itu!” kutinggalkan Nami dan Tao secepatnya.

“YAAAA! KIRIIIIN! LEE KIRIIIIIN!” teriak Nami dan Tao cukup keras. Tak kutolehkan sedikitpun kepalaku pada seruan itu.

***

23 Desember 2016. Aku tak menyangka hari yang seharusnya aku cukup bahagia untuk mensyukuri umurku yang terus bertambah justru malah menjadi bagian hari-hari kelabuku. Kubuka lokerku untuk mengambil beberapa buku yang aku simpan di sana. Sungguh kaget saat kudapati sebuah kotak biru dengan pita merah berada di dalamnya. Kuambil kotak itu dan kubuka. Kuterperanjat dengan isinya. Sebuah boneka jerapah biru dan syal merah tertata rapih di dalamnya. Terdapat sebuah kertas. Kuambil kertas itu dan kudapati kertas itu berisi beberapa kalimat dengan tulisan tangan yang cukup berantakan. “Saengil Chukhahae. Jaga kesehatanmu. Dan gomawo.

“DOR!” sebuah suara berusaha mengagetkanku.

Saengil chukhahamnida. Saengil chukhahamnida. Saranghaneun uri Kirin. Saengil chukhahamnida. Huuuuu~~~~” Nami dan Tao berada di belakangku dengan sebuah kue kecil yang Nami pegang dan sebuah kotak yang Tao pegang. Langsung saja kutiup lilin yang berdiri tegap di atas kue kecil yang Nami bawa.

“Gomawo. Hadiahnya juga makasih ya!” kumengangkat kotak yang aku dapatkan berada di lokerku tadi.

“Hah?” Nami cukup bingung dengan perkataanku. Kudapati Nami dan Tao saling berpandangan.

“Ini hadiah dari kita.” Kata Tao sambil memberikan kotak yang sedari tadi dia pegang.

“Terus ini dari siapa dong?” Nami dan Tao hanya menggelengkan kepalanya. Cukup lama kami terdiam hingga sebuah suara memecahkan keheningan yang terjadi di antara aku, Nami, dan Tao.

“Irene tadi aku lihat Sehun bawa sebuah kotak ke arah loker kamu. Pasti dia kasih kamu hadiah deh. Lihat coba!” suara Joy cukup bersemangat.

“Hmm, masa sih? Coba aku lihat ya.” Irene berjalan ke arahku cukup bersemangat. Ya, loker Irene berada tepat di atas lokerku. Kuamati Irene membuka lokernya dan tak ada apa-apa di dalamnya.

“Aku yakin tadi Sehun membawa sebuah kotak ke arah loker kamu.” Kata Joy kembali meyakinkan Irene.

“Lagian hadiah untuk apa coba?” kini Irene dan Joy telah meninggalkan kami bertiga. Tanpa pikir panjang langsung saja kumelangkahkan kakiku ke ruangan departemen olahraga.

“Kirin tunggu!” Tao berteriak melihat tingkahku. Aku tak bergeming dengan panggilan Tao itu. Sesampainya di ruangan departemen olahraga kudapati Sehun, Chanyeol, dan Baekhyun telah berada di dalamnya.

“Sehun ada nggak?” tanyaku pada Baekhyun. Satu-satunya manusia yang menyadari kedatanganku. Kulihat sesungging senyum yang tadinya merekah di bibir Baekhyun kini mulai memudar. Baekhyun dan Chanyeol saling memandang sedangkan Sehun tetap pada posisi awal.

“Oh ada, ada perlu apa sama Sehun?” Baekhyun kembali saling bertatap dengan Chanyeol.

“Boleh ngomong sebentar nggak aku sama Sehun.” Baekhyun menganggukkan kepalanya. Langsung saja dia meninggalkan ruangan departemen olahraga dan diikuti oleh Chanyeol.

“Waeyo?” kata Sehun lirih sesaat setelah Baekhyun dan Chanyeol meninggalkan kami berdua.

“Hmm. Ini kamu yang naruh?” kuangkat kotak yang aku dapatkan dari lokerku. Sehun mengangguk menanggapi pertanyaanku, “Kalau kamu berniat ngasih ke Irene, sebenarnya loker Irene itu ada di atas loker aku. Jadi kayanya kamu salah naruh.”

“Irene nggak ulang tahun hari ini.” Jawab Sehun singkat.

“Jadi ini beneran buat aku?” Sehun kembali menganggukan kepalanya, “Dari kamu?” tanyaku memastikan lagi.

“Dari Baekhyun.”

***

Kumenyusuri jalan di pinggiran sungai Han yang cukup sepi sore ini. Pikiranku menerawang jauh. Mencoba memahami maksud semua tindakan Sehun selama ini. “Hadiah apa? Nggak. Aku nggak ngasih itu ke kamu. Justru aku berniat ngajak kamu ke Namsan Tower malam ini. Ada seuatu yang pengin aku tunjukinn di sana, sebagai hadiah ulang tahun buat kamu.” Jawaban Baekhyun masih saja terngiang dibenakku saat aku berterimakasih atas hadiah yang dia titipkan lewat Sehun. “Kamu masih suka boneka jerapah?”. Kata-kata itu juga kembali muncul memenuhi otakku. Tiba-tiba kepalaku pening. Seakan-akan otakku telah bekerja keras menguak kebenaran yang sebenarnya terjadi.

***

Kuambil kotak merah yang sejak tadi aku siapkan. Kutata rapi syal biru tua di dalamnya. Tak lupa kumasukin secarik kertas ke dalamnya. Belum cukup yakin dengan isinya kuambil kembali kertas itu dan kubaca seluruh isinya dalam hati.

I’m struggling to find you, who I cannot see

I’m struggling to find you, who I cannot hear

I see things I couldn’t see before

I hear things I couldn’t hear before

After you left me, I’ve strength I didn’t have before

The selfish me, who has only thought about myself

The me, unaware of your feelings and ignored them

I couldn’t believe that I’ve changed this much

Your love still moves me like this

My only thought is that you complete my world

The rain and my tear falls together as one

But there’s just one thing I can’t do... to make you come to me

I hope this miserable power would disappear

Stopping the time, I go back to you

I open this book of memories, and I open up your page

And inside the book I’m there, I’m there with you

The small and weak person, because of your love

Just like this, for everything my whole existence

I changed the whole world

The me, who didn’t know how to be thankful for love

The me, who thought the end was the end

I changed myself to be the image you wanted

I think my love will continue on forever

 

Terimakasih untuk hadiahnya. Jaga kesehatanmu juga. Saranghae <3

Kumasukkan kembali kertas itu ke dalam kotak dan kututup kotak itu. Sampai di kampus, kulangkahkan kakiku menuju ruang loker mahasiswa. Kucari loker Sehun dan kuletakkan kotak itu di dalamnya. Kutunggu kedatangan Sehun di pojok ruangan sembari membaca sebuah buku. Tak lama kulihat Sehun memasuki ruangan dan melangkahkan kaki ke arah lokernya. Nampaknya Sehun tak menyadari keberadaanku. Kulihat Sehun mengeluarkan kotak yang aku letakkan tadi. Diambilnya kertas yang ada di dalamnya dan membacanya perlahan. Cukup lama dia membaca hingga kulihat sesungging senyum merekah di bibirnya. Senyum paling manis yang pernah aku lihat. Lebih manis dari senyum dia pada Irene kala itu.

Sehun-ah, Thanks for being my miracle in December.

***finish***

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK